B. Pembahasan 1. Karkteristik Responden
Hasil penelitian menunjukan mayoritas responden berada pada rentang usia 20-35 tahun 73,3, yang artinya mayoritas responden berada pada usia
dewasa dini. Menurut Freud dalam Bertenz 2006, masa dewasa dini merupakan masa usia produktif, tidak hanya pada kegiatan sehari-hari tetapi organ
kewanitaan telah berkembang secara sempurna, sehingga mereka sudah cukup mampu untuk hamil dan melahirkan. Masa dewasa dini disebut juga sebagai masa
penyesuaian diri dengan cara hidup baru, dimana lingkungan yang dijalani pasti berbeda dengan lingkungan di usia remaja. Pada usia dewasa dini akan mulai
memasuki lingkungan rumah tangga dan pekerjaan, serta sosial masyarakat. Hal ini tentu sesuai dengan karakteristik responden pada penelitian ini yaitu ibu
primipara. Freud dalam Bertenz 2006 juga menyebutkan bahwa masa dewasa dini
merupakan masa ketergantungan terhadap orang lain, terutama diawal-awal masa pasca melahirkan. Hal ini juga terlihat dari hasil penelitian bahwa pada tahap
taking in mayoritas responden menyatakan segala kebutuhan sehari-hari seperti
mandi, makan, dan aktivitas lebih banyak dibantu suami atau keluarga 56,7. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Rubin 1963 dalam Verney 2007 bahwa
pada tahap taking in ibu sangat membutuhkan orang lain untuk membantu kebutuhannya yang utama yaitu istirahat tidur dan makan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas responden beragama Islam 73,3. Pada dasarnya, belum ada penelitian tentang bagaimana pengaruh
Universitas Sumatera Utara
keagamaan terhadap psikologis ibu pasca melahirkan, akan tetapi Roy dalam Araich 2001 menyebutkan bahwa salah satu faktor internal yang dapat
berpengaruh positif atau negatif terhadap psikologis dan adaptasi seseorang adalah keadaan rohani kepercayaan. Hasil yang diperoleh peneliti menunjukkan
mayoritas responden memiliki dampak psikologi yang buruk akibat proses kelahiran anak pertama 80. Penelitian yang dilakukan oleh Fitriyani 2009
tentang Peran Bimbingan Rohani Islam untuk Menumbuhkan Koping Stres pada Pasien Pra Melahirkan, mengatakan bahwa bimbingan kerohanian dapat dijadikan
sebagai pencegahan, pengobatan, dan pengembangan terhadap berbagai masalah psikologis yang bisa berdampak pada stres akibat proses melahirkan terutama
anak pertama. Setiap agama memiliki fungsi yang sangat positif bagi penganutnya,
bagaimana pengaruhnya tergantung dari individu tersebut menjalaninya. Biasanya ibu antepartum sebelum dirawat di rumah sakit pun sudah memiliki masalah dan
juga belum mempunyai pengalaman melahirkan atau melahirkan anak pertama. Mereka sering mengalami kekhawatiran dan ketakutan yang akan terus berlanjut
hingga pasca melahirkan, dan apabila tidak segera ditangani akan mengalami dampak psikologis yang negatif. Maka dari itu, selain faktor keagamaan perlu
adanya faktor dukungan dari suami dan keluarga, karena ibu yang baru saja mengalami proses reproduksi sangat membutuhkan dukungan psikologis dari
orang-orang terdekatnya Varney, 2007. Mayoritas responden bersuku Batak 60. Bobak 2004 menyebutkan
a danya adat-istiadat yang dianut oleh lingkungan dan keluarga sedikit banyak
Universitas Sumatera Utara
akan mempengaruhi keberhasilan ibu dalam melewati masa transisi. Dari hasil penelitian diperoleh data ibu tidak pernah khawatir bayi yang dilahirkannya tidak
akan diterima dalam keluarga 80. Hal ini menunjukan bahwa keluarga sangat menantikan kehadiran anggota baru anak. Peneliti berasumsi, meskipun dalam
suku Batak biasanya lebih mengutamakan kehadiran anak laki-laki sebagai penerus marga keluarga, namun kehadiran, keselamatan, dan kesehatan anak
pertama memiliki arti dan nilai yang lebih penting bagi keluarga. Tingkat pendidikan responden sebagian besar adalah SMA 73,3, dan
hanya 16,7 yang memiliki pendidikan hingga DIII. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Maulina 2010 di RS Panti Wilasa Citarum
Semarang, bahwa data pendidikan ibu pasca melahirkan paling banyak adalah SMA 34. Menurut Notoatmodjo 2005, semakin tinggi tingkat pendidikan
sesorang maka seseorang tersebut akan lebih mudah dalam menerima hal-hal baru. Maulina 2010 menjelaskan ada hubungan antara tingkat pengetahuan
dengan sikap yang dilakukan ibu pasca melahirkan. Ini terlihat dari hasil penelitian bahwa pada tahap taking ini, ibu tidak pernah menolak memeluk
bayinya 56,7. Berbeda dengan pendapat Rubin 1963 dalam Varney 2007 yang menyebutkan bahwa pada tahap taking in ibu belum mempunyai inisiatif
untuk kontak dengan bayinya. Hal ini menunjukan bahwa kebiasaan atau budaya Barat tidak sama dengan kebiasaan di Indonesia. Hampir setiap ibu di Indonesia
pasti akan memeluk bayi yang baru dilahirkannya. Mayoritas responden sebagai ibu rumah tangga 46,7. Menurut Bobak
2004 jenis pekerjaan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya aktivitas fisik pada
Universitas Sumatera Utara
ibu selama masa kehamilan. Aktivitas fisik dalam rentang rendah-sedang yang dapat menimbulkan rasa nyaman pada ibu sangat dibutuhkan karena membantu
menghadapi proses persalinan, baik fisik maupun kondisi psikologis dan akan berpengaruh hingga periode pasca melahirkan. Pada tahap taking hold
menunjukan bahwa mayoritas ibu tidak pernah khawatir tidak akan mampu mengurus dirinya lagi setelah memiliki bayi 70. Ibu yang bekerja sebagai ibu
rumah tangga tentu memiliki waktu yang lebih banyak dalam mengurus bayi dan dirinya sendiri dari pada ibu yang bekerja di luar rumah. Mereka akan lebih fokus
pada kesehatan dan tumbuh kembang bayi dengan tidak mengabaikan kesehatan ibu sendiri.
Namun, kesiapan ekonomi keluarga juga mempengaruhi kesejahteraan psikologis ibu tergantung pada besar kecilnya kebahagiaan pasangan suami dan
anggota keluarga lainnya dalam menanggapi dan mempersiapkan kelahiran bayi baru. Setiap ibu yang melahirkan anak pertama akan merasakan kecemasan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang sudah pernah melahirkan Ambaryani, 2001. Kecemasan pada calon ibu disebabkan adanya rasa takut terhadap
kesehatan, kesulitan keuangan dan masalah-masalah pokok lain dalam kehidupan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukan dampak psikologis yang
dialami ibu yang melahirkan anak pertama dalam kategori buruk 80. Penelitian dari Rahmadani 2007 menyebutkan bahwa sekitar 22 - 34
dari populasi wanita yang hidupnya dalam kemiskinan dapat mengalami depresi dua kali lipat lebih tinggi. Depresi tentu bisa terjadi pada ibu yang baru
melahirkan, khususnya anak pertama jika ibu tidak mampu mengadaptasikan
Universitas Sumatera Utara
dirinya. Selain perubahan peran, ibu tidak hanya mengatur kebutuhan diri sendiri dan rumah tangga akan tetapi juga mengatur kebutuhan bayi, mulai dari pakaian,
makanan, susu, hingga perlengkapan mainan bayi. Jika ibu gagal menghadapi tantangan tersebut, maka ibu bisa saja mengalami depresi akibat dampak
psikologis yang buruk pasca melahirkan Beck, 2001. Ini terlihat dari hasil penelitian bahwa pada tahap letting go mayoritas ibu kadang-kadang
mencemaskan perannya untuk tetap menjadi istri yang baik 73,3, kadang- kadang mencemaskan kemampuannya dalam mendidik dan membesarkan
anaknya 56,7, dan kadang-kadang takut tidak mampu membagi waktu dalam merawat bayi, suami, rumah dan pekerjaan 60,0.
2. Dampak Psikologis Ibu akibat Kelahiran Anak Pertama