3.1.2 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi keladi tikus, karboksi metil selulosa CMC, sel darah merah domba SDMD, natrium klorida
NaCl, kalium klorida KCl, dinatrium hidrogen fosfat Na
2
HPO
4
, kalium dihidrogen fosfat KH
2
PO
4
, aqua bidestilasi, heparin, larutan fisiologis, etanol 96, toluen, kloroform dan air suling.
3.1.3 Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah mencit jantan dengan berat badan ±20-35 gram berumur 2-3 bulan. Sebelum digunakan, mencit
dipelihara selama 2 minggu dalam kandang yang baik untuk menyesuaikan lingkungannya, dan diberi makan pelet hewan serta air. Gambar hewan percobaan
dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 60.
3.2 Penyiapan Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah berupa serbuk kering umbi keladi tikus, diperoleh dari saudara Pipi Saputri Nasution dalam penelitian Karakterisasi
Simplisia Skrining Fitokimia Dan Uji Toksisitas Dari Ekstrak Umbi Keladi Tikus Typhonium flagelliforme Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test BST
Nasution, 2010. Umbi keladi tikus segar diperoleh saudara Pipi dari UPT Materia Medica,
Kota Batu, Jawa Timur. Identifikasi tumbuhan dilakukan di Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, Cibinong Nasution, 2010.
Hasil identifikasi dan gambar sampel dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 48. Pengolahan sampel tidak dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
3.3 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia
Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air,
penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut asam Ditjen POM, 1995; WHO, 1992.
3.3.1 Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan pada serbuk simplisia yang meliput i pemeriksaan bau, rasa dan warna. Gambar serbuk simplisia dapat dilihat pada
Lampiran 3, halaman 48.
3.3.2 Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia dengan cara menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan
kloralhidrat dan kaca objek yang telah ditetesi dengan aquadest kemudian ditutup dengan kaca penutup setelah itu dilihat dibawah mikroskop. Gambar mikroskopik
dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 50.
3.3.3 Penetapan Kadar Air Simplisia
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi destilasi toluen. Alat terdiri dari labu alas 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung
dan tabung penerima. Cara penetapan:
Labu bulat dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling, didestilasi selama 2 jam. Setelah itu toluena didinginkan dan volume air di dalam tabung penerimaan
dibaca. Kemudian ke dalam labu dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena mulai
Universitas Sumatera Utara
mendidih, kecepatan tetesan diatur, lebih kurang 2 tetes tiap detik, hingga sebagian besar air tersuling. Kemudian kecepatan penyulingan dinaikkan hingga 4
tetes tiap detik. Setelah 2 jam didestilasi, kemudian toluen dibiarkan dingin, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena yang telah dijenuhkan. Destilasi
dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca
dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung
dalam persen WHO, 1992. Perhitungan penetapan kadar air dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 51.
3.3.4 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air
Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan diudara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air kloroform 2,5 ml kloroform dalam air suling 1000 ml
dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam
cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang
larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara Ditjen POM, 1995. Perhitungan penetapan kadar sari yang larut air dapat dilihat pada
Lampiran 5, halaman 52.
3.3.5 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol
Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan diudara, dimaserasi selama 24 jam dalam etanol 96 dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6
jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml
Universitas Sumatera Utara
filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap.
Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 96 dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara Ditjen POM, 1995. Perhitungan penetapan kadar
sari yang larut etanol dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 53.
3.3.6 Penetapan Kadar Abu Total
Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselen yang telah dipijar dan ditara, kemudian
diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 600°C selama 3 jam. Kemudian krus didinginkan dan ditimbang
sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara Ditjen POM, 1995. Perhitungan penetapan kadar abu total
dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 54.
3.3.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan,
disaring dengan kertas saring, dicuci dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam
asam dihitung terhadap bobot yang dikeringkan diudara Ditjen POM, 1995. Perhitungan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam dapat dilihat pada
Lampiran 5, halaman 55.
Universitas Sumatera Utara
3.4 Pembuatan Ekstrak Etanol Umbi Keladi Tikus
Sebanyak 500 gram serbuk simplisia dimasukkan kedalam bejana tertutup, etanol 96 dituangkan ke dalam bejana sampai seluruh simplisia terendam, aduk,
biarkan sekurang-kurangnya selama 3 jam. Pindahkan massa sedikit demi sedikit kedalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, tuangi cairan penyari
secukupnya sampai cairan mulai menetes dan diatas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, tutup perkolator, biarkan selama 24 jam. Biarkan cairan
menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, tambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia.
Perkolasi dihentikan setelah tetesan terakhir perkolat tidak berwarna lagi atau apabila sebanyak 500 mg cairan perkolat diuapkan di atas penangas air tidak
meninggalkan sisa. Perkolat yang diperoleh dipekatkan dengan alat penguap vakum putar rotary evaporator. Kemudian dikeringkan dengan menggunakan
freeze dryer dan diperoleh ekstrak kental sebanyak 16,71 g. Alur pembuatan ekstrak dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 56.
3.5 Uji Efek Imunomodulator
Uji efek imunomodulator meliputi penyiapan hewan percobaan, penyiapan kontrol, bahan uji, larutan penyangga dan antigen, uji respon hipersensitivitas tipe
lambat, dan uji titer antibodi.
3.5.1 Penyiapan Hewan Percobaan
Hewan yang digunakan adalah mencit jantan dengan berat 20-35 g dibagi 5 kelompok, 1 kelompok untuk kontrol negatif, 1 kelompok untuk kontrol positif,
dan 3 kelompok uji. Tiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit.
Universitas Sumatera Utara
Sebelum digunakan sebagai hewan percobaan, semua mencit dipelihara terlebih dahulu selama kurang lebih satu minggu dalam kandang yang baik pada
suhu ruangan untuk penyesuaian lingkungan, pengontrolan kesehatan dan berat badan. Mencit diberi makan pelet hewan dan minum air keran. Shukla et.al.,
2009.
3.5.2 Penyiapan Kontrol, Bahan Uji, Larutan Penyangga dan Antigen
Penyiapan kontrol, bahan uji, larutan penyangga dan antigen meliputi penyiapan CMC 1, penyiapan suspensi siklofosfamida 0,5, penyiapan
suspensi ekstrak umbi keladi tikus 2, penyiapan larutan penyangga phosphate buffered saline, dan penyiapan sel darah merah domba.
3.5.2.1 Penyiapan CMC 1
Pembuatan suspensi CMC 1 bv dilakukan dengan cara sebagai berikut: sebanyak 250 mg CMC ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi air suling panas
sebanyak 8 ml. Didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh masa yang transparan, digerus hingga berbentuk gel dan diencerkan dengan sedikit air,
kemudian dituang ke dalam labu tentukur 25 ml, ditambah air suling sampai batas tanda.
3.5.2.2 Penyiapan Suspensi Siklofosfamida SS 0,5
Pembuatan suspensi siklofosfamida 0,5 bv dilakukan dengan cara sebagai
berikut: sebanyak 250 mg CMC ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi air suling panas sebanyak 8 ml. Didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh masa
yang transparan, digerus hingga berbentuk gel. Ditambahkan sebanyak 125 mg siklofosafamida ke dalam lumpang, kemudian digerus sampai homogen. Dituang
ke dalam labu tentukur 25 ml, ditambah air suling sampai batas tanda.
Universitas Sumatera Utara
3.5.2.3 Penyiapan Suspensi Ekstrak Umbi Keladi Tikus SEUKT 2
Pembuatan suspensi ekstrak umbi keladi tikus 2 bv dilakukan dengan cara sebagai berikut: sebanyak 250 mg CMC ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi
air suling panas sebanyak 8 ml. Didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh masa yang transparan, digerus hingga berbentuk gel. Ditambahkan sebanyak 500
mg ekstrak umbi keladi tikus ke dalam lumpang, kemudian digerus sampai homogen. Dituang ke dalam labu tentukur 25 ml, ditambah air suling sampai batas
tanda.
3.5.2.4 Penyiapan Phosphate Buffered Saline PBS
Pembuatan PBS dilakukan dengan cara sebagai berikut: sebanyak 8 gram NaCl, 0,2 gram KCl, 1,44 gram Na
2
HPO
4,
0,24 gram KH
2
PO
4,
dilarutkan dalam 800 ml aqua bidestilasi, kemudian dicek pH dengan indikator pH hingga pH ±7
dan dapat disesuaikan dengan penambahan HCl atau NaOH, tambahkan aqua bidestilasi hingga 1 L DeAngelis, 2007.
3.5.2.5 Penyiapan Sel Darah Merah Domba SDMD
Penyiapan dan pembuatan SDMD didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Puri, et.al., 1993. Darah segar dikumpulkan dari domba yang disembelih.
Darah dipisahkan dari plasmanya dengan pemusingan 1900 rpm menggunakan alat sentrifugasi pada suhu 4
o
C selama 10 menit. Kemudian supernatan dibuang. Endapan dicuci dengan PBS sebanyak 2 kali. Setelah pencucian selesai, PBS
dibuang, maka diperoleh SDMD 100. Ke dalam SDMD 100 ditambahkan PBS dengan volume yang sama, hingga diperoleh SDMD 50. Kemudian
diambil 0,2 ml SDMD 50, tambahkan PBS hingga 10 ml, sehingga diperoleh SDMD 1.
Universitas Sumatera Utara
3.5.3 Uji Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat
Efek imunomodulator ekstrak umbi keladi tikus ditentukan dengan mengukur volume respon hipersensitivitas tipe lambat menggunakan uji pembengkakan
telapak kaki hewan uji foot paw swelling test Lakshmi, et.al., 2003;Ray, et.al., 1996.
Sebanyak 25 ekor mencit dibagi menjadi 5 kelompok dengan pembagian sebagai berikut:
Kelompok I diberi suspensi CMC Na 1 bv sebagai kontrol negatif Kelompok II diberi Suspensi Ekstrak Umbi Keladi Tikus SEUKT dengan dosis
100 mgkg BB Kelompok III diberi SEUKT dengan dosis 200 mgkg BB
Kelompok IV diberi SEUKT dengan dosis 400 mgkg BB Kelompok V diberi Suspensi Siklofosfamida SS dengan dosis 50 mgkg BB
sebagai kontrol positif Tiap kelompok diinjeksikan dengan 0,1 ml sel darah merah domba SDMD
1 dalam PBS secara intraperitoneal pada hari ke-0. Perlakuan dimulai dari hari ke-0 dan diberikan satu kali setiap hari selama 7 hari. Pada hari ke-7, sendi kaki
mencit sebelah kanan diberi tanda batas pengukur an volume kaki mencit. Volume kaki mencit diukur sebagai volume awal V
. Kemudian mencit diinjeksikan dengan 0,1 ml suspensi SDMD 1 dalam PBS secara intraplantar pada telapak
kaki sebelah kanan. Pada hari kedelapan setelah 24 jam diukur volume pembengkakan kaki
mencit dengan platismometer air raksa. Pengukuran dilakukan dengan mencelupkan kaki mencit ke dalam tabung yang berisi air raksa sampai tanda
Universitas Sumatera Utara
batas pengukuran. Perubahan volume air raksa terlihat pada kenaikan skala pada pletismometer sebagai volume waktu tertentu Vt kaki mencit. Volume
pembengkakan kaki mencit ditentukan berdasarkan selisih antara volume waktu tertentu Vt dengan volume awal V
. Shivaprasad, et.al., 2006. Gambar pembengkakan kaki mencit dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 61.
3.5.4 Uji Titer Antibodi
Tiap kelompok diinjeksikan dengan 0,1 ml sel darah merah domba SDMD 1 dalam PBS secara intraperitoneal pada hari ke-0. Perlakuan dimulai dari hari
ke-0 dan diberikan satu kali setiap hari selama 7 hari. Pada hari ke-7, sampel darah masing-masing mencit diambil melalui pembuluh darah vena di bagian
ekor. Sampel darah dikumpulkan dalam tabung mikro microtube, kemudian dilakukan pemusingan 1900 rpm dengan alat sentrifugasi pada suhu 4
C selama 10 menit dan diambil serumnya.
Nilai titer antibodi ditentukan dengan teknik hemaglutinasi. 25 µ l serum diteteskan ke dalam sumur microtitration plate 96 lubang, ditambahkan PBS dan
SDMD dengan volume yang sama, dan diencerkan dua kali lipat 1:2; 1:4; 1:8; 1:16; 1:32; 1:64; 1:128; 1:256; 1:512; 1:1024; 1:2048; 1:4096 kemudian
diinkubasi pada suhu 37 C selama 1 jam dan diamati hemaglutinasi secara visual
Makare, et.al., 2001; Puri, et.al., 1993. Nilai titer antibodi ditentukan berdasarkan pengenceran terakhir dimana antibodi masih terdeteksi melalui
hemaglutinasi yang terlihat secara visual. Nilai titer antibodi tersebut selanjutnya ditransformasikan dengan [2logtiter+1] Hargono, 2000. Gambar hasil
hemaglutinasi dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 62.
Universitas Sumatera Utara
3.6 Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS versi 17.0. Data ditentukan homogenitas dan normalitasnya untuk menentukan analisis
statistik yang digunakan. Data dianalisis dengan menggunakan uji ANAVA satu arah One-Way ANOVA untuk menentukan perbedaan rata-rata di antara
perlakuan. Jika terdapat perbedaan, dilanjutkan dengan menggunakan uji Post Hoc Tukey untuk mengetahui variabel mana yang memiliki perbedaan. Berdasarkan
nilai signifikansi, p0,05 dianggap signifikan. Data ditampilkan dalam rerata ± SEM dan dapat dilihat pada Lampiran 10, halaman 63.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Simplisia dan Ekstrak
Tumbuhan yang digunakan telah diidentifikasi Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, Cibinong. Hasil identifikasi
tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 47. Hasil pemeriksaan secara makroskopik yang dilakukan terhadap serbuk
simplisia umbi keladi tikus yaitu berwarna putih kekuningan, rasa sedikit pahit, dan berbau seperti tikus.
Hasil pemeriksaan secara mikroskopik yang dilakukan terhadap serbuk simplisia umbi keladi tikus terlihat hilus, butir pati, dan Ca. Oksalat bentuk jarum.
Hasil pemeriksaan mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 50. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia umbi keladi tikus diperoleh kadar air
8,65, kadar sari yang larut dalam air 5,79, kadar sari yang larut dalam etanol 17,04, kadar abu total 3.61 dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,41.
Persyaratan umum pada Materia Medika Indonesia MMI adalah kadar air tidak lebih dari 10, kadar sari yang larut dalam air tidak kurang dari 16, kadar sari
yang larut dalam etanol tidak kurang dari 6, kadar abu tidak lebih dari 9, dan kadar abu yang tidak larut dalam asam tidak lebih dari 1,5. Dengan demikian
hasil penetapan kadar air, kadar sari yang larut dalam etanol, kadar abu total dan kadar abu yang tidak larut asam memenuhi persyaratan pada Materia Medika
Indonesia, sementara hasil penetapan kadar sari yang larut dalam air tidak memenuhi persyaratan. Hal ini kemungkinan disebabkan umbi keladi tikus lebih
Universitas Sumatera Utara