Suspensi siklofosfamida SS digunakan sebagai kontrol positif karena mekanisme kerja siklofosfamida telah diketahui yaitu menekan populasi sel T
supresor Shukla, et.al., 2009;Mitsuoka, 1979. Siklofosfamida dapat membunuh sel pada setiap siklus perkembangannya dan lebih toksik terhadap sel yang sedang
berproliferasi aktivitas antiproliferatif, termasuk pembentukan antibodi. Baratawidjaja dan Rengganis, 2010. Dengan demikian siklofosfamid hanya
berpengaruh pada sel T supresor dan sel B Turk, 1989.
4.2.1 Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat
Respon hipersensitivitas tipe lambat dikenali dengan reaksi imuno-inflamasi karena makrofag dan sel Th1 berperan besar dalam proses tersebut Mukherjee,
2010. Reaksi ini ditandai dengan adanya pembengkakan pada tempat terjadinya induksi antigen.
Pembengkakan terkait langsung dengan cell mediated immunity CMI, karena antigen mengaktivasi sel T terutama sel Th1. Aktivasi sel T menyebabkan
pelepasan beberapa sitokin yang bersifat proinflamasi. Sitokin tersebut akan menarik makrofag ke tempat terjadinya induksi
dan mengaktivasinya sehingga menyebabkan peningkatan aktivitas fagositik untuk melawan antigen yang masuk
Fulzele, et.al., 2002. Penarikan makrofag ini terjadinya pembengkakan. Semakin besar pembengkakan menunjukkan semakin tinggi respon hipersensitivitas tipe
lambat sehingga dapat menggambarkan peningkatan aktivitas sistem imun. Hasil pengukuran volume pembengkakan kaki kanan mencit sebagai respon
terhadap hipersensitivitas tipe lambat dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Universitas Sumatera Utara
0,5 1,12
1,44 1,84
1,76 0,2
0,4 0,6
0,8 1
1,2 1,4
1,6 1,8
2
CMC 1 SEUKT Dosis
100 mgkgBB SEUKT Dosis
200 mgkgBB SEUKT Dosis
400 mgkgBB SS Dosis 50
mgkgBB
Vo lum
e P
e m
be ng
k a
k a
n
Perlakuan
Gambar 4.1. Volume pembengkakan kaki mencit pada berbagai perlakuan Rerata ± SEM
Keterangan: SEUKT = Suspensi Ekstrak Umbi Keladi Tikus
SS
= Suspensi Siklofosfamida = berbeda signifikan dengan CMC 1
+ = berbeda signifikan dengan SEUKT dosis 100 mgkg BB
= berbeda signifikan dengan SEUKT dosis 200 mgkg BB
”
= berbeda signifikan dengan SEUKT dosis 400 mgkg BB = berbeda signifikan dengan SS dosis 50 mgkg BB
tb
”
= tidak berbeda signifikan dengan SEUKT dosis 400 mgkg BB tb
= tidak berbeda signifikan dengan SS dosis 50 mgkg BB Pada Gambar 4.1 terlihat bahwa SEUKT dosis 100, 200, dan 400 mgkg BB,
dan SS dosis 50 mgkg BB menunjukkan volume pembengkakan yang jauh berbeda dengan suspensi CMC 1 sebagai kontrol. SEUKT dosis 400 mgkg BB
dengan volume pembengkakan 1,84 ml menunjukkan volume pembengkakan yang lebih besar dibandingkan dengan SEUKT dosis 100mgkg BB, SEUKT
dosis 200mgkg BB dan SS dosis 50 mgkgBB yang masing-masing bernilai 1,12, 1,44 dan 1,76 ml. Untuk melihat ada tidaknya perbedaan dari setiap perlakuan
pada tiap kelompok hewan coba, maka dilakukan analisis variansi ANAVA
+” ”
+” +tb
+tb”
Universitas Sumatera Utara
menggunakan program SPSS versi 17.0 terhadap volume pembengkakan kaki mencit. Hasil analisis variansi dapat dilihat pada Lampiran 10, halaman 64. Dari
hasil analisis variansi diperoleh harga F hitungF tabel F tabel = 2,87. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan
terhadap volume pembengkakan kaki mencit dengan nilai signifikansi p0,05. Untuk mengetahui kelompok perlakuan mana yang memiliki efek yang sama atau
berbeda antara satu perlakuan dengan perlakuan yang lain dilakukan uji Post Hoc Tukey terhadap semua perlakuan dimana hasil uji tersebut dapat dilihat pada
Lampiran 10, halaman 65. Hasil uji Post Hoc Tukey menunjukkan bahwa volume pembengkakan kaki
mencit kelompok perlakuan SEUKT dosis 400 mgkg BB tidak berbeda signifikan dengan kelompok perlakuan SS dosis 50 mgkg BB kontrol positif. Hal ini
terkait dengan mekanisme kerja siklofosfamid. Mekanisme kerja siklofosfamida terhadap potensiasi hipersensitivitas tipe
lambat adalah dengan menurunkan populasi sel T supresor Shukla, et.al., 2009;Mitsuoka,1979 dan menghambat pembentukan antibodi oleh sel B
Baratawidjaja dan Rengganis, 2010;Turk,1989. Dengan demikian, siklofosfamida diketahui hanya berpengaruh pada sel T supresor dan sel B, tetapi
tidak pada sel Th1. Sel Th1 adalah sel yang berperan dalam terjadinya respon hipersensitivitas tipe lambat. Sel Th1 yang teraktivasi oleh antigen akan
melepaskan sitokin yang bersifat proinflamasi sehingga akan menarik makrofag ke area induksi. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pembengkakan pada
area induksi Fulzele, et.al., 2002. Untuk dapat membedakan mekanisme kerja
Universitas Sumatera Utara
siklofosfamida dan ekstrak umbi keladi tikus, maka dilakukan uji berikutnya, yaitu titer antibodi.
Berdasarkan perhitungan statistik di atas, terlihat adanya peningkatan volume pembengkakan kaki mencit pada kelompok perlakuan SEUKT dosis 100, 200,
400 mgkg BB terhadap kontrol negatif CMC 1. Peningkatan volume pembengkakan kaki mencit merupakan gambaran adanya peningkatan respon
hipersensitivitas tipe lambat mencit tersebut. Peningkatan respon ini mengindikasikan adanya peningkatan kemampuan sel imun mencit dalam
menanggapi antigen terutama peningkatan respon imun spesifik seluler. Sel yang berperan dalam respon imun seluler adalah sel T terutama sel Th. Sel Th
memproduksi IFN- γ yang kemudian merekrut dan mengaktivasi makrofag
Kresno, 2010. Dengan demikian, ekstrak umbi keladi tikus menunjukkan efek stimulasi terhadap sel T terutama sel Th.
4.2.2 Titer Antibodi