Penentuan Nisbah Abu Sekam Padi dan Silika Gel bb

37 pemanasan tersebut dianggap cukup untuk menyingkirkan air yang terdapat di adsorben yang ditunjukkan dengan bobot adsorben yang stabil setelah pemanasan. Selanjutnya, campuran adsorben dicampur hingga merata dan ditambahkan heksana agar terbentuk slurry. Proses packing kolom dilakukan dengan memasukkan slurry secara perlahan-lahan ke dalam kolom dan slurry dibiarkan mengendap. Kecepatan aliran fraksi perlu diatur untuk menyeragamkan kepadatan adsorben di dalam kolom. Kecepatan elusi tergantung dari ukuran partikel adsorben, dimensi kolom, viskositas cairan dan tekanan yang dipakai untuk mengalirkan zat pelarut Adnan, 1997. Kecepatan elusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1 ml2 menit.

1. Penentuan Nisbah Abu Sekam Padi dan Silika Gel bb

Nisbah abu sekam padi 800 o C, 1000 o C, dan 1200 o C dan silika gel, untuk tiap abu sekam padi masing-masing adalah 35:5, 30:10, 25:15, dan 20:20 bb dengan basis bobot total adalah 40 gram. Tahap ini diawali dengan mengisi kolom dengan metode slurry, dimana adsorben dimasukkan ke dalam kolom dalam bentuk larutan dan dibiarkan mengendap. Tujuan tahap ini adalah untuk mendapatkan konsentrat karotenoid dengan konsentrasi dan recovery tinggi dengan perlakuan nisbah abu sekam padi dan silika gel. Hasil analisis penentuan nisbah terseleksi yang menghasilkan konsentrat dengan konsentrasi karotenoid, recovery, dan pemekatan tinggi disajikan pada Gambar 13, 14, dan 15. Rekapitulasi data konsentrasi karotenoid, recovery, dan pemekatan tinggi dari perlakuan nisbah dapat dilihat pada Lampiran 1, 2, dan 3. Selain itu, analisis statistik perlakuan ini dapat dilihat pada Lampiran 4, 5, dan 6. Perlakuan nisbah abu sekam padi 1200 o C dan silika gel 20:20 tidak dilakukan karena pita karotenoid pada kromatografi kolom adsorpsi tidak turun saat di tengah kolom. Hal ini diduga karena silika gel terlalu banyak dan adanya mineral non polar yang menghambat pelepasan kembali karotenoid. 38 Gambar 13. Konsentrasi karotenoid dari konsentrat yang diperoleh dari pemisahan dengan perlakuan berbagai jenis campuran abu sekam padi 800 o C, 1000 o C, dan 1200 o C dengan silika gel. Pada Gambar 13 terlihat kecenderungan pada tiap jenis abu sekam padi bahwa semakin banyak silika gel semakin tinggi nilai konsentrasi karotenoid dari konsentrat, lalu nilai tersebut menurun drastis pada perbandingan 20:20. Gambar 13 juga menunjukkan bahwa konsentrasi karotenoid tertinggi dari konsentrat karotenoid adalah 4482.37 µgg pada nisbah abu sekam padi 800 o C dan silika gel 25:15 bb. Hal ini diduga karena komponen karotenoid merupakan komponen yang paling tidak tertahan oleh sisi akif adsorben. Sedangkan komponen non karotenoid merupakan komponen yang teradsorpsi dengan baik oleh adsorben. Abu sekam padi 800 o C diduga mengandung karbon dalam jumlah yang lebih tinggi daripada jumlah karbon pada abu sekam padi 1000 o C dan 1200 o C. Hal ini terlihat dari warna abu sekam padi 800 o C yang lebih hitam dibandingkan warna abu sekam padi lainnya. Warna hitam ini menunjukkan adanya kandungan karbon yang cenderung bersifat nonpolar. Secara fisik, warna ketiga jenis abu sekam padi berbeda. Abu sekam padi 800 o C berwarna abu-abu. Abu sekam padi 1000 o C juga berwarna abu-abu tetapi lebih putih dibandingkan warna abu-abu pada abu sekam padi 800 o C. 35;5 30;10 25;15 20;20 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 Nisbah AS:SG AS 1200 AS 1000 AS 800 AS 1200 700.25 1,704.33 1,035.52 0.00 AS 1000 794.86 1673.2 2357.62 500.72 AS 800 929.56 1873.46 4482.37 945.37 35;5 30;10 25;15 20;20 39 Abu sekam padi 1200 o C berwarna putih. Saat proses pengabuan, semua karbon harus sudah terbakar membentuk CO 2 . Hal ini ditandai dengan terbentuknya warna putih pada materi yang diabukan. Jika materi yang diabukan masih hitam, berarti masih terdapat karbon yang belum terbakar sempurna. Saat pengabuan sempurna, senyawa yang tertinggal adalah oksida logam, seperti FeO 2 atau SiO 2 . Abu sekam padi 800 o C memberikan hasil yang terbaik karena proses pemisahan karotenoid dari metil ester dibantu oleh adanya karbon pada adsorben. Karotenoid cenderung terikat pada molekul nonpolar seperti karbon. Metil ester yang lebih polar dari karotenoid cenderung terikat pada gugus silanol dari silikat. Hubungan antara nisbah abu sekam padi dan silika gel terhadap recovery karotenoid dan tingkat pemekatan karotenoid dapat dilihat pada Gambar 14 dan 15. Dari Gambar 14, tampak bahwa kecenderungan recovery karotenoid semakin turun dengan penambahan silika gel pada tiap jenis abu sekam padi. Recovery tertinggi adalah 90.49 pada nisbah abu sekam padi 1000 o C dan silika gel 35:5. Dari Gambar 15, terlihat kecenderungan pemekatan semakin tinggi dengan penambahan silika gel pada tiap jenis abu sekam padi. Pemekatan tertinggi 8.96 kali pada nisbah abu sekam padi dan silika gel 25:15. 40 Gambar 14. Recovery karotenoid pada campuran abu sekam padi 800 o C, 1000 o C, dan 1200 o C dengan silika gel. Gambar 15. Pemekatan karotenoid pada campuran abu sekam padi 800 o C, 1000 o C, dan 1200 o C dengan silika gel. 35;5 30;10 25;15 20;20 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 R e cover y Nisbah AS:SG AS 1200 AS 1000 AS 800 AS 1200 63.55 54.05 44.78 AS 1000 90.49 78.17 41.93 21.59 AS 800 86.72 88.75 58.25 15.58 35;5 30;10 25;15 20;20 35;5 30;10 25;15 20;20 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ti ngka t Pem e k a ta n Nisbah AS:SG AS 1200 AS 1000 AS 800 AS 1200 1.35 3.4 1.95 AS 1000 1.58 3.31 4.79 0.98 AS 800 1.81 3.69 8.96 1.87 35;5 30;10 25;15 20;20 41 Silika pada abu sekam padi dan silika gel memiliki sifat polar dengan gugus silanol sebagai gugus aktif -Si-OH. Menurut Robards et al 1994, pemisahan dalam kromatografi kolom adsorpsi diakibatkan oleh interaksi antara gugus polar dari zat terlarut dengan sisi aktif pada permukaan adsorben. Gugus silanol inilah yang diduga berinteraksi dengan awan elektron yang terdapat pada ikatan ganda terkonjugasi dari molekul karotenoid dengan ikatan dipol-dipol dan berinteraksi dengan gugus ester -COOC dari metil ester kasar yang terdapat dalam sampel melalui ikatan hidrogen. Penambahan silika gel dalam adsorben juga menyebabkan secara keseluruhan adsorben menjadi lebih polar sehingga karotenoid yang lebih polar daripada heksana akan teradsorpsi lebih kuat pada adsorben. Semakin tinggi kandungan silika gel dalam campuran adsorben menyebabkan semakin rendah perolehan karotenoid. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Masni 2004 dan Hasanah 2006 bahwa kapasitas adsorpsi dari silika gel terhadap komponen karotenoid maupun non karotenoid lebih besar dari abu sekam padi namun kemampuan desorpsinya lebih rendah. Dari strukturnya, karotenoid bersifat relatif lebih non polar daripada metil ester. Gugus ester dari metil ester juga berikatan ionik dengan mineral pada adsorben sehingga menyebabkan metil ester teradsorpsi sementara. Ikatan dipol-dipol dan ikatan hidrogen merupakan ikatan yang lemah sehingga mudah terlepas saat elusi. Inilah yang menyebabkan fraksi pertama elusi memiliki konsentrasi yang tinggi. Ini juga yang menyebabkan abu sekam padi 800 o C yang memiliki jumlah silikat lebih kecil dibanding jumlah silikat abu sekam padi suhu lainnya menghasilkan konsentrat dengan konsentrasi paling tinggi. Houghton 1998 menyebutkan bahwa polaritas suatu senyawa ditentukan oleh adanya cincin aromatik, ikatan ganda, dan atom-atom yang memiliki elektron tidak berpasangan atom-atom elektronegatif seperti nitrogen, oksigen, klorin, dan halogen lainnya. Semakin banyak cincin aromatik, ikatan ganda, dan atom-atom elektronegatif maka semakin polar senyawa tersebut. Tingkat pemekatan yang rendah dapat diduga karena kekuatan interaksi antara heksana dengan karotenoid dan heksana dengan 42 metil ester tidak jauh berbeda. Hal ini menyebabkan waktu terjerap antara karotenoid dan metil ester dalam adsorben relatif sama. Mekanisme interaksi antarkomponen dalam sistem kromatografi kolom sangat kompleks, bisa terjadi lebih dari satu jenis interaksi yang melibatkan berbagai proses fisiko-kimia. Menurut Robands et al 1994, ikatan yang terjadi dalam interaksi tersebut biasanya ikatan antar molekul yang lemah, misalnya ikatan van der Waals, ikatan hidrogen, dan pada beberapa kasus terjadi ikatan ionik. Pada penelitian ini, diduga mekanisme yang terjadi adalah adsorpsi secara fisika yakni adsorbat menempel pada permukaan melalui interaksi intermolekuler yang lemah. Ciri adsorpsi secara fisika adalah terjadi pada temperature yang rendah dan jenis interaksinya adalah interaksi intermolekuler gaya van der Waals dan gaya elektrostatik antara molekul yang teradsorpsi dengan atom yang menyusun adsorben http:en.wikipedia.org- wikiAdsorption . Menurut Slejko 1985, gaya Van der Waals yang timbul saat terjadi adsorpsi di permukaan silika adalah akibat interaksi dipol-dipol, dimana pada jarak antarmolekul tertentu terjadi kesetimbangan antara gaya tolak dan gaya tarik. Gaya van der Waals terdiri dari: interaksi dipol-dipol, interaksi dipol permanen-dipol induksi, interaksi dispers dipol sementara-dipol induksi. Adsorpsi yang terjadi pada penelitian ini adalah molekul yang teradsorpsi dan heksana fase gerak berkompetisi memperebutkan sisi aktif adsorben. Molekul yang teradsorpsi dan heksana juga dapat mengalami interaksi, berupa interaksi sorpsi penempelan. Hasil analisis ragam Lampiran 4 menunjukkan bahwa faktor nisbah, tingkat pengabuan, dan interaksi keduanya memberikan hasil konsentrasi karotenoid yang berbeda nyata signifikan p0.05. Demikian pula dengan Lampiran 5 dan Lampiran 6 yang menunjukkan bahwa faktor nisbah, tingkat pengabuan, dan interaksi keduanya memberikan hasil recovery dan pemekatan karotenoid yang berbeda nyata signifikan p0.05. Dengan demikian, nisbah terbaik abu sekam padi terhadap silika gel dalam pemisahan kromatografi kolom adsorpsi adalah 25:15 dengan 43 menggunakan abu sekam padi 800 o C. Faktor tingkat pengabuan, nisbah, dan interaksi keduanya menghasilkan pengaruh yang nyata pada tingkat signifikansi 5 terhadap konsentrasi karotenoid dari konsentrat, recovery, dan pemekatan karotenoid.

2. Penentuan Jumlah CME yang Dilewatkan pada Kolom