REAKSI TRANSESTERIFIKASI TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK KELAPA SAWIT DAN PRODUK TURUNANNYA

9

C. REAKSI TRANSESTERIFIKASI

Metil ester dapat diproduksi melalui reaksi transesterifikasi antara trigliserida minyak sawit dengan metanol menjadi metil ester dan gliserol dengan bantuan katalis basa. Proses transesterifikasi dapat dilakukan secara curah batch atau sinambung continues pada suhu 50-70 o C Darnoko et al., 2001. Proses transesterifikasi minyak atau lemak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, lama hidrolisis, kecepatan pengadukan, jenis dan konsentrasi katalis, dan perbandingan metanol-asam lemak Noureddini dan Zhu, 1997; Hui, 1996. Noureddini dan Zhu 1997 menjelaskan bahwa semakin besar suhu yang digunakan untuk transesterifikasi, semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk reaksi. Proses transesterifikasi akan berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan mendekati titik didih metanol. Hankins dan Hankins 1974 menerangkan bahwa dengan semakin meningkatnya suhu reaksi maka energi molekul-molekul yang bereaksi akan meningkat dan pada akhirnya meningkatkan pergerakan molekul. Pergerakan molekul yang tinggi memungkinkan terjadinya tumbukan antar molekul dan memungkinkan molekul-molekul mencapai energi yang cukup untuk mencapai komplek aktivasi. Kecepatan pengadukan berpengaruh terhadap kecepatan reaksi esterifikasi. Semakin tinggi kecepatan pengadukan akan meningkatkan pergerakan molekul dan menyebabkan terjadinya tumbukan. Pada awal reaksi, pengadukan akan menyebabkan terjadinya difusi antara minyak atau lemak sampai dengan terbentuknya metil ester. Semakin banyaknya metil ester yang terbentuk menyebabkan pengaruh pengadukan semakin rendah tidak signifikan sampai dengan terbentuknya kesetimbangan Noureddini dan Zhu, 1997; Hankins dan Hankins, 1974. Pemakaian metanol berlebih akan mendorong reaksi ke arah pembentukan metil ester. Semakin besar jumlah metanol yang digunakan akan semakin besar kemungkinan terjadinya tumbukan antara molekul-molekul metanol dan minyak yang bereaksi. Proses tumbukan akan efektif apabila molekul-molekul pereaksi memiliki kecocokan satu sama lain. Dalam proses 10 transesterifikasi, reaksi terjadi secara efektif hanya pada komponen-komponen trigliserida dan asam lemak bebas Hankins dan Hankins, 1974. Pada proses transesterifikasi, konsentrasi metanol yang digunakan tidak boleh lebih rendah dari 98 karena makin rendah konsentrasi metanol yang digunakan maka makin rendah rendemen metil ester yang dihasilkan dan makin lama waktu reaksinya Bernardini, 1983. Kondisi proses transesterifikasi secara kontinyu yang dilakukan Darnoko dan Cheryan 2000 yaitu suhu proses 60 o C, waktu proses 1-2 jam yang diikuti dengan pengadukan, menggunakan katalis KOH 1 ww terlarut dalam metanol. Penambahan metanol dilakukan dengan perbandingan sebesar 6:1. Proses transesterifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan katalis ataupun tanpa katalis. Biasanya dalam pembuatan metil ester digunakan katalis asam HCl, H 2 SO 4 atau katalis basa atau alkali NaOCH 3 , KOH, NaOH Sonntag, 1982. Pemakaian katalis asam menyebabkan reaksi berjalan bolak-balik reversible sedangkan pemakaian katalis basa akan menyebabkan reaksi berjalan searah Ketaren, 1986; Faris, 1979. Pemakaian katalis ini bertujuan untuk mempercepat jalannya reaksi. Suatu reaksi akan terjadi apabila energi minimum untuk berlangsung tercapai. Energi minimum yang dibutuhkan tersebut disebut energi aktivasi Hankins dan Hankins, 1974. Pemakaian katalis akan menyebabkan reaksi berlangsung lebih cepat dibandingkan tanpa menggunakan katalis karena energi aktivasi yang dibutuhkan menjadi lebih rendah Hankins dan Hankins, 1974. Menurut Faris 1979, katalis yang paling efektif dalam reaksi esterifikasi adalah natrium metoksida. Reaksi metanolisis antara lemak atau minyak dengan metanol dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Persamaan reaksi metanolisis Darnoko, 2004 11 Rasio metanol-minyak sebesar 6:1 optimal untuk menghasilkan rendemen metil ester sekitar 95, dimana katalis yang digunakan NaOH 1. Minyak sawit yang digunakan telah mengalami perlakuan pendahuluan berupa proses pemurnian meliputi degumming, netralisasi, bleaching, dan deodorisasi Boocock et al., 1998.

D. KAROTENOID