48 Menurut Manley 1998, hubungan pertambahan kadar air terhadap
waktu pada produk biskuit tidak terkemas yang dikondisikan pada RH 70 dan suhu 20 °C membentuk kurva seperti pada Gambar 15.
Gambar 15. Kurva pertambahan kadar air terhadap waktu pada biskuit Manley, 1998
Berdasarkan Gambar 15, Penulis dapat menyatakan bahwa hubungan pertambahan kadar air terhadap waktu bersifat logaritmik tidak linear yaitu
pada awal-wal waktu penyimpanan penyerapan uap air oleh wafer stick sangatlah cepat sehingga pertambahan kadar airnya pun besar akan tetapi
semakin lama waktu penyimpanan kecepatan penyerapan uap air oleh produk menjadi lambat sampai mencapai kadar air setimbang.
C. SORPSI ISOTHERMIS
Pada penelitian ini, Penulis menggunakan metode statis untuk memperoleh kurva isothermis wafer stick. Untuk setiap ulangan, Penulis
melakukan penyimpanan sampel wafer stick ke dalam enam RH penyimpanan yaitu 13, 46 ,67 ,75 ,81, dan 87 di dalam desikator pada suhu 28 °C, yang
ditimbang setiap hari sampai mencapai berat sampel relatif konstan. Hal ini menunjukkan kondisi telah mencapai kondisi setimbang sehingga bisa
diperoleh kadar air setimbang dan aktivitas air, seperti tertulis pada Tabel 8. Data lengkap hubungan a
w
dan kadar air dapat dilihat pada Lampiran 10
49 Tabel 8. a
w
dan kadar air setimbang Aktivitas air Kadar air
0,13 0,0159 0,46 0,0466
0,67 0,0918 0,75 0,1253
0,81 0,2208 0,87 0,3285
Berdasarkan data pada Tabel 8, maka dapat diperoleh kurva sorpsi isothermis antara a
w
dengan kadar air setimbang wafer stick pada suhu 28 °C seperti pada Gambar 16.
0.05 0.1
0.15 0.2
0.25 0.3
0.35
0.2 0.4
0.6 0.8
1
a
w
k ai
r b
k
Gambar 16. Kurva isothermis wafer stick Menurut Labuza 1993, kurva isothermis dari biskuit sekelompok
dengan wafer stick yang kondisikan pada suhu 23 °C dapat dilihat pada Gambar 17 yang menunjukkan arah hubungan yang sama dengan Gambar 16.
Gambar 17. Kurva isothermis produk biskuit Labuza, 1993
50 Berdasarkan Gambar 17, kurva isothermis wafer stick menyerupai
isothermis tipe 3, yaitu kenaikan kadar air berlangsung lambat pada kisaran a
w
0,1-0,5 dan meningkat secara tajam kadar airnya pada a
w
di atas 0,5. Menurut Arslan dan Togrul 2005, sorpsi isothermis tipe 3 menunjukkan keadaan
dimana jumlah uap air terserap kecil pada a
w
rendah karena air hanya terserap pada permukaan sisi –OH dari gula kristalin, protein dan polisakarida.
Meskipun demikian, jumlah uap air terserap meningkat secara tajam seiring dengan meningkatnya nilai a
w
. Hal ini disebabkan semakin bertambahnya jumlah sisi penyerapan..
Penyebab utama terbentuknya kurva isothermis tipe 3 adalah wafer stick tergolong ke dalam jenis wafer dengan kandungan gula tinggi, menurut
Manley 1998 jumlah gulanya bisa mencapai 40-70 dari jumlah tepung. Sumber gula yang dipakai dalam pembuatan wafer stick adalah gula pasir.
Menurut Winarno 1982, gula pasir tersusun dari jenis gula sukrosa yang sering digunakan oleh industri makanan dalam bentuk kristal halus atau kasar.
Menurut de Man 1989, sukrosa tersusun dari gluskosa dan fruktosa yang bersifat non-pereduksi. Pengunaan jumlah gula sukrosa yang relatif tinggi
dalam pembuatan wafer stcik dapat mempengaruhi sorpsi isothermis dari produk wafer stick, contoh kurva isothermis dari produk makanan yang
mengandung banyak gula, dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Sorpsi isothermis pada makanan yang kandungan gulanya tinggi de Man, 1989.
51 Tipe kurva isothermis dari Gambar 18. mirip dengan tipe kurva
isothermis pada Gambar 16 dan 17 yang termasuk ke dalam tipe 3 kurva isothermis, yaitu pada daerah a
w
rendah kenaikan kadar airnya berlangsung lambat tetapi setelah melewati daerah a
w
tersebut maka kenaikan kadar air berlangsung cepat dengan meningkatnya nilai a
w
. Hal ini dikarenakan produk wafer stick banyak mengandung gula sukrosa. Pada proses pembuatannnya,
wafer stick mengunakan gula pasir sebagai bahan pemanis dan berguna dalam meningkatkan mutu tekstur kerenyahan dari wafer stick karena sukrosa
bersifat non pereduksi sehingga kemampuan menyerap uap airnya lebih rendah dari jenis gula lain.
Akan tetapi, setelah mengalami proses pemanggangan yaitu pada suhu 120-170 °C selama 30-50 detik, maka sukrosa dapat mengalami perubahan
bentuk menjadi amorf. Menurut Manley 1998, setelah proses pemanggangan sukrosa dapat mengalami bentuk amorf atau mengalami rekristalisasi.
Menurut Eksin dan Robinson 2001, struktur amorf dapat terbentuk melalui suatu proses pemisahan air atau pemekatan padatan seperti pemanggangan,
ekstrusi, pemekatan dan proses-proses lainnya yang sejenis. Sukrosa dalam keadaan amorf sangat bersifat higroskopis yaitu kemampuan difusinya
terhadap uap air sangatlah tinggi yang selanjutnya dapat menyebabkan rekristalisasi dari sukrosa amorf. Sorpsi isothermis dari sukrosa amorf dapat
dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Sorpsi isothermis sukrosa amorf Labuza, 2002
52 Berdasarkan Gambar 19, dapat diketahui bahwa sorpsi isothermis dari
sukrosa amorf berbentuk tipe 3. Pada a
w
rendah0,13-0,5, sebagian sukrosa amorf telah mengalami kristalisasi sehingga kemampuan menyerap uap airnya
rendah karena mempunyai sisi permukaan penyerapan yang lebih sedikit dibandingkan dalam keadaan amorf de Man, 1989. Gambaran hubungan
proses kristalisasi, kadar air dan waktu dapat dilihat pada Gambar 20. Disamping itu pada kondisi a
w
rendah, jumlah uap air yang tersedia di udara relatif rendah sehingga jumlah uap air yang terserap oleh produk menjadi
rendah. Akan tetapi pada a
w
tinggi, jumlah uap air yang tersedia sangatlah tinggi sehingga dengan berlangsungnya proses adsorpsi akan menyebabkan
gula menjadi larut dan sukrosa yang telah menjadi kristal menjadi amorf kembali sehingga akan meningkatkan sisi peyerapan uap air yang berakibat
meningkatnya jumlah uap air secara tajam Labuza, 2002; Pinedo 2004. Kondisi inilah yang menyebabkan tipe isothermis wafer stick yang banyak
mengandung sukrosa berbentuk tipe 3.
Gambar 20. Kurva hubungan kadar air, kristalisasi dan waktu Labuza, 2002 Untuk memudahkan penentuan nilai aktivitas air dan kadar air setimbang
dari isothermis wafer stick maka langkah selanjutnya adalah menggunakan model-model persamaan matematika kurva sorpsi isothermis dari data
aktivitas air dan kadar air kesetimbangan. Adapun, model persamaan isothermis yang digunakan adalah model isothermis GAB dan Hasley. Contoh
perhitungan model isothermis GAB dan Hasley dapat dilihat pada Lampiran
53 11. Setelah dihitung dengan menggunakan data kadar air dan a
w
percobaan pada saat setimbang, maka akan diperoleh persamaan kurva isothermis model
GAB dan Hasley seperti terdapat pada Tabel 9. Tabel 9. Model persamaan isothermis wafer stick
Model Persamaan
GAB M=0,1768a
w
1-1,061 a
w
1+5,2079 a
w
Hasley logln1 a
w
= -1,2918-0,8825log me Selanjutnya dari persamaan model isothermis wafer stick, diperoleh
kurva isothermis model GAB dan Hasley seperti pada Gambar 21 dan 22.
0.05 0.1
0.15 0.2
0.25 0.3
0.35 0.4
0.2 0.4
0.6 0.8
1
a
w
Ka d
a r a
ir
GAB percobaan
Gambar 21. Kurva isothermis model GAB dengan percobaan
0.05 0.1
0.15 0.2
0.25 0.3
0.35
0.2 0.4
0.6 0.8
1
aw kad
ar ai r
Hasley percobaan
Gambar 22. Kurva isothermis model Hasley dengan percobaan
54 Untuk menguji kemampuan model isothermis dalam menggambarkan
isothermis percobaan,maka dapat diuji dengan menggunakan uji mrd mean relative deviation baik model isothermis GAB maupun model isothermis
Hasley. Pengujian model sorpsi isothermis terhadap percobaan harus dilakukan karena kemampuan suatu model dalam menggambarkan isothermis
percobaan akan berpengaruh terhadap penentuan umur simpan produk. Contoh perhitungan MRD untuk setiap model isothermis dapat dilihat pada Lampiran
12. Data hasil uji mrd setiap model isothermis wafer stick dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Mrd model isothermis Model Isothermis
Mrd GAB 4,61
Hasley 5,83 Berdasarkan nilai mrd pada Tabel 10, dapat diketahui bahwa pada
model isothermis GAB mempunyai nilai mrd yang lebih kecil dari lima yang bermakna bahwa model isothermis GAB dapat menggambarkan dengan
sangat bagus atau tepat dalam menggambarkan isothermis wafer stick sedangkan pada model Hasley yang mempunyai nilai mrd lebih besar dari
lima mempunyai makna bahwa model isothermis Hasley bagus dalam menggambarkan isothermis wafer stick. Akan tetapi, nilai mrd kedua model
isothermis tersebut tidak terlalu jauh dan nilai mrd model Hasley masih dekat dengan nilai lima, sehingga kedua kemampuan model tersebut dalam
menggambarkan sorpsi isothermis dari wafer stick relatif sama yaitu baik dalam menggambarkan sorpsi isothermis wafer stick.
Menurut Khalloufi, Giasson dan Ratti 2000, ketepatan model isothermis terhadap isothermis percobaan tergantung pada kisaran a
w
dan jenis bahan pangan yang diuji. Pada model isothermis GAB mampu
menggambarkan kurva isothermis suatu produk pangan dengan kisaran a
w
yang luas yaitu 0,05-0,9 Timmermann, 2003. Sementara itu, Menurut Fasina 2005, model isothermis Hasley asalnya dikembangkan pada produk pangan
yang kaya akan lemak dan protein. Disamping itu, model isothermis Hasley hanya mampu menggambar isothermis percobaan untuk kisaran a
w
10-81.
55 Hal ini mengakibatkan model Hasley tidak setepat model isothermis GAB
dalam menggambarkan isothermis wafer stick.
D. UMUR SIMPAN 1.