Evaluasi Permeansi Uap Air pada Kemasan Fleksibel dan Metode Penenetuan Umur Simpan Wafer Stick di PT Arnott's Indonesia, Bekasi

(1)

SKRIPSI

EVALUASI PERMEANSI UAP AIR PADA KEMASAN FLEKSIBEL DAN METODE PENENTUAN UMUR SIMPAN WAFER STICK

DI PT ARNOTT’S INDONESIA, BEKASI

Oleh IQBAL FAUZI

F24102002

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Iqbal Fauzi. F24102002. Evaluasi permeansi uap air pada kemasan fleksibel dan metode penentuan umur simpan wafer stick di PT Arnott’s Indonesia. Dibawah bimbingan: Prof. DR. Ir. H. Dedi Fardiaz, M.Sc., DR. Ir. M. Arpah, M.Si. dan Widodo Prasetio, STP.

RINGKASAN

Fungsi utama dari kemasan adalah untuk melindungi produk pangan dari penurunan mutu. Salah satu karakteristik dari kemasan sebagai pelindung produk pangan dapat dilihat dari permeansi uap air yang sangat penting bagi produk pangan kering seperti wafer stick yang sangat kritis terhadap penyerapan uap air yang berakibat turunnya mutu tekstur wafer stick.

Berdasarkan persamaan umur simpan Labuza, permeansi uap air dipengaruhi oleh luas permukaan kemasan, bobot produk, suhu lingkungan, kelembaban udara dan jenis kemasan. Pada perlakuan luas permukaan terhadap permeansi uap air, dilakukan lima perlakuan luas permukaan kemasan OPP20/VMOPP20 yaitu 0,02, 0,04, 0,05, 0,07, dan 0,08 m2 yang mengandung bobot silika gel 20 gram pada suhu penyimpanan 37 °C dan RH 80% menunjukkan hasil nilai permeansi uap air tetap yaitu 0,0028-0,003 g/hari/m2/mmHg. Akan tetapi, hubungan luas kemasan dengan jumlah uap air teserap per hari untuk kisaran luas kemasan OPP20/VMOPP20 yang diteliti adalah berbanding lurus yaitu dengan seiring bertambahnya luas permukaan maka akan meningkatkan jumlah uap air terserap per hari yang menghasilkan persamaan regresi linear Y = 0,1109X + 0,00005 dengan R2 = 0,9944. Kemudian pada perlakuan bobot produk terhadap permeansi uap air, dilakukan tujuh perlakuan bobot silika gel yaitu 5, 10, 15, 40, 60, 80 dan 100 gram dengan luas kemasan OPP20/VMOPP20 sebesar 0,04 m2 pada suhu 37 °C dan RH 80% yang menunjukkan hasil dengan bertambahnya bobot akan meningkatkan pula permeansi uap air sehingga dihasilkan persamaan regresi Y = 4x10-6 X + 0,0021 dengan R2 = 0,8313.

Selanjutnya pada perlakuan suhu terhadap permeansi uap air, dilakukan tiga perlakuan suhu yaitu 31, 37 dan 49 °C dengan luas permukaan kemasan OPP20/VMOPP20 sebesar 0,02 m2 yang mengandung bobot silika gel 30 gram pada RH 87% menunjukkan hasil bahwa hubungan antara suhu dengan permeansi uap air adalah bersifat eksponensial dengan persamaan regresi Y = 0,001e0,0314X dengan R2 = 0,9793. Pada perlakuan kelembaban udara (RH) udara terhadap permeansi uap air, dilakukan lima pelakuan RH yaitu 13, 46, 67, 81, dan 93% dengan luas kemasan OPP20/VMOPP20 sebesar 0,01 m2 yang mengandung bobot silika gel 20 gram pada suhu 28 °C menunjukkan hasil bahwa hubungan RH dengan permeansi uap air adalah bersifat eksponensial dengan persamaan regresi eksponensial yaitu Y = 0,0016e-0,0165X dengan R2 = 0,8961. Sedangkan pada perlakuan jenis kemasan digunakan tiga jenis kemasan yang berbeda yaitu kemasan fleksibel OPP20/VMOPP20, aluminium foil, dan OPP20/PP20, masing-masing jenis kemasan menghasilkan nilai permeansi uap air berbeda yaitu 0,0029, 2,93x10-5 dan 0,084 g/hari/m2/mmHg yang menunjukkan jenis kemasan mempengaruhi permeansi uap air kemasan.


(3)

Pada evaluasi metode penentuan umur simpan digunakan dua pendekatan yaitu pendekatan kadar air kritis dan pendekatan semiempiris. Pada pendekatan kadar air kritis diperlukan kurva isothermis yang bisa diperoleh melalui ERH larutan garam atau melalui aw-meter. Kurva isothermis wafer stick dapat

didekati dengan model isothermis Hasley dan model isothermis GAB. Selanjutnya dengan menggunakan persamaan umur simpan Labuza dapat diketahui umur simpan wafer stick. Sedangkan untuk pendekatan semiempiris dalam penetapan umur simpannya memerlukan persamaan umur simpan zero order reaction.

Pada produk wafer stick yang kurva isothermisnya diperoleh dengan menggunakan ERH larutan garam, dapat didekati dengan model isothermis Hasley dan GAB. Pada model isothermis Hasley wafer stick diperoleh persamaan log(ln1/aw)= -1,2918-0,8825log me dengan mrd 5,83 dan model

isothermis GAB wafer stick yaitu m = 0,768aw/(1-1,061aw)(1+5,2079 aw)

dengan mrd 4,61. Selanjutnya dengan menggunakan persamaan umur simpan Labuza, maka dapat ditentukan umur simpan wafer stick pada kondisi aktual yaitu kadar air awal 2,04% dan kadar air kritis 3,63% pada suhu 28 °C dan RH 67%. Untuk kemasan OPP20/VMCPP25, umur simpan wafer stick dengan model isothermis Hasley sebesar 8,87 bulan sedangkan model isotermis GAB menghasilkan umur simpan 10,24 bulan. Sedangkan untuk kemasan OPP20/VMOPP20 dengan kadar air awal 2,1% dan kadar air kritis 3,81% pada suhu 28 °C dan RH 67%, pada model isothermis Hasley menghasilkan umur simpan sebesar 13,4 bulan dan model isothermis GAB menghasilkan umur simpan sebesar 14,68 bulan.

Sementara itu, pada produk wafer stick yang kurva isothermisnya diperoleh dengan aw-meter, dapat didekati dengan model isothermis Hasley.

Pada ulangan 1 diperoleh model isothermis Hasley yaitu log(ln1/aw)=

-1,017-0,5631log me dengan mrd sebesar 11,06 sedangkan pada ulangan 2 diperoleh model siotermis Hasley yaitu log(ln1/aw)= -0,9671-0,5266log me dengan mrd

36,12. Selanjutnya dengan menggunakan persamaan umur simpan Labuza, maka dapat ditentukan umur simpan wafer stick pada kondisi aktual yaitu kadar air awal 2,04% dan kadar air kritis 3,63% pada suhu 28 °C dan RH 67%. Untuk kemasan OPP20/VMCPP25, diperoleh umur simpan wafer stick sebesar 19,03 bulan. Sementara itu, untuk kemasan OPP20/VMOPP20 dengan kadar air awal 2,1% dan kadar air kritis 3,81% pada suhu 28 °C dan RH 67% dihasilkan umur simpan sebesar 28,26 bulan.

Selanjutnya, pada penentuan umur simpan wafer stick dengan kemasan OPP20/VMOPP20 pada suhu 28 °C dan RH 67% dengan pendekatan semiempiris yaitu dengan menggunakan persamaan umur simpan zero order reaction diperoleh umur simpan wafer stick sebesar 17,75 bulan. Untuk kemasan OPP20/VMCPP25, dapat diketahui bahwa metode yang mendekati kondisi aktual umur simpan wafer stick dengan kadar air awal 2,04% dan kadar air kritis 3,63% pada suhu 28 °C dan RH 67% yaitu sebesar 10 bulan adalah metode penentuan umur simpan Labuza model isothermis GAB dan Hasley yang diperoleh dari ERH larutan garam yang menghasilkan umur simpan sebesar 10,24 dan 8,87 bulan. Oleh karena itu, dalam penentuan umur simpan

wafer stick pada suhu 28 °C dan RH 67% dengan kemasan baru

(OPP20/VMOPP25) menggunakan kedua metode tersebut yang menghasilkan perkiraan umur simpan wafer stick sebesar 13,4-14,68 bulan.


(4)

EVALUASI PERMEANSI UAP AIR PADA KEMASAN FLEKSIBEL DAN METODE PENENTUAN UMUR SIMPAN WAFER STICK

DI PT ARNOTT’S INDONESIA, BEKASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh IQBAL FAUZI

F24102002

2006

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(5)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

EVALUASI PERMEANSI UAP AIR PADA KEMASAN FLEKSIBEL DAN METODE PENENTUAN UMUR SIMPAN WAFER STICK

DI PT ARNOTT’S INDONESIA, BEKASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh IQBAL FAUZI

F24102002

Dilahirkan pada tanggal 19 Agustus 1984 di Sukabumi Tanggal Lulus : 2006dd Juni 2006

Menyetujui, Bogor,

dd September 2006

Mengetahui, Prof. Dr. Ir. H. Dedi Fardiaz, M.Sc.

Pembimbing I

DR. Ir. M. Arpah, M. Si. Pembimbing II

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.

Widodo Prasetio, STP Pembimbing Lapang


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi, Jawa Barat pada tanggal 19 Agustus 1984. Penulis merupakan anak ketujuh dari tujuh bersaudara yang merupakan anak dari pasangan Bapak Ardja Subaya dan Ibu Djajah Fauzah.

Penulis menempuh studi di SDN Karang Tengah Cibadak (1990-1996), SLTPN I Cibadak (1996-1999), dan SMUN I Kota Sukabumi (1999-2002). Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada jurusan Teknologi Pangan dan Gizi melalui jalur USMI. Sedangkan kegiatan akademik non formal Penulis adalah mengikuti kegitan kursus di LIA-Bogor (2003-2005).

Selama masa perkuliahan penulis aktif diorganisasi kemahasiswaan, antara lain Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) sebagai Pengurus HIMITEPA (2005), dan pengurus Ikatan Keluarga Mahasiswa Sukabumi (2005-2006). Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan antara lain panitia Seminar Nasional Pangan Halal (2004) dan sebagai anggota tim penelitian kadar oksigen udara ruang di kampus IPB (2005).


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, sebagai hamba-Nya Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Alloh SWT dan solawat kepada Rasululloh SAW yang menjadi kekuatan Penulis dalam menjalani hidup ini sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi. Berkat kerja keras, dorongan dan bantuan dari semua pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini dengan rasa tulus dan hormat penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Mamah dan Bapak yang tanpa lelah selalu mendo’akan penulis dan segalanya, semoga Alloh SWT membalas kebaikannya dan kita mendapatkan ridho-Nya. 2. Prof. DR. Ir. H. Dedi Fardiaz, MSc., selaku Dosen Pembimbing Akademik dari

tingkat II sampai tingkat akhir yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan arahan, nasehat dan bimbingannya selama ini.

3. DR. Ir. Muhammad Arpah, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan arahan, nasehat dan bimbingannya selama ini.

4. Widodo Prasetio, STP selaku Pembimbing Lapang Magang yang telah bersedia memberikan bimbingan dan bantuannya terhadap Penulis.

5. A IIP, A Erik, A Alek, Teh Ira, Teh Mela dan A Tendi yang telah memberikan dukungan dan nasihat sehingga Penulis akhirnya dapat menyusul wisuda kakak-kakak tercinta serta Mbak Ranti, Mas Dodi dan kakak-kakak Ipar lainnya yang baik kepada Penulis dan keponakan-keponakan yang selalu menghibur Penulis.

6. Seluruh dosen dan staf karyawan departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang mendidik dan membantu Penulis selama kuliah di ITP.

7. Seluruh karyawan PT Arnott’s Indonesia yang telah memberikan bantuan dan bimbingan selama Penulis magang di PT Arnott’s Indonesia.

8. Sahabat-sahabatku :Kang Fahrul, Heru, AA Gum, Eko, Manto, Kang Zay, Bang Zul, Dadik, Rikza, Rezza, Umi Wiwit, Fany(nenek), Tina, Muslimah, Anisa S, Novi, Sari, Qq dan Seluruh mahasiswa TPG ’39, beserta Angkatan TPG lainnya semoga tali silaturahim yang telah terjalin indah dapat terus dipertahankan.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ... ... DAFTAR ISI ... ... DAFTAR TABEL ... ... DAFTAR GAMBAR ... ... DAFTAR LAMPIRAN ... ... I. PENDAHULUAN ... ... A. LATAR BELAKANG ... ... B. TUJUAN ... C. MANFAAT ... D. WAKTU DAN TEMPAT ... II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN ... A. SEJARAH SINGKAT PERUSAHAAN ... B. LOKASI DAN TATA LETAK PERUSAHAAN ... C. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN ... D. KETENAGAKERJAAN... III. TINJAUAN PUSTAKA ...

A. KEMASAN ………..

1. Karakteristik Kemasan……….... 2. Permeansi Uap Air……….. 3. Faktor yang Berpengaruh terhadap Permeansi Uap Air…………. B. KARAKTERISTIK PENYERAPAN UAP AIR... 1 Karakteristik Produk... 2 Laju Serap Uap Air... C. SORPSI ISOTHERMIS ... 1 Aktivitas Air... 2 Kadar Air Setimbang... 3 Sorpsi Isothermis... 4 Model Sorpsi Isothermis...

iv v vii viii ix 1 1 2 3 3 4 4 5 6 8 10 10 10 11 12 14 14 15 16 16 18 19 21


(9)

D. UMUR SIMPAN... 1 Accelerated Shelf Life Testing... 2 Pendekatan Kadar Air Kritis... 3 Pendekatan Semiempiris... IV.METODE PENELITIAN ... A. BAHAN DAN ALAT ... B. METODE PENELITIAN ... 1. Rancangan Percobaan... 2. Metode Analisis ... V. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… A. PERMEANSI UAP AIR ..………...

1. Pengaruh Luas Permukaan terhadap Permeansi Uap Air …... 2. Pengaruh Bobot Produk terhadap Permeansi Uap Air………. 3. Pengaruh Suhu terhadap Permeansi Uap Air ………..……… 4. Pengaruh Kelembaban Udara terhadap Permeansi Uap Air ……… 5. Pengaruh Jenis Kemasan terhadap Permeansi Uap Air …….……. B. KARAKTERISTIK PENYERAPAN UAP AIR ……….

C. SORPSI ISOTHERMIS ………...

D. UMUR SIMPAN………..

1. Pendekatan Kadar Air Kritis……… 2. Pendekatan Semiempiris……… 3. Penetapan Umur Simpan yang Terdekat dengan Aktual…… …… 66 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...

A. KESIMPULAN ... B. SARAN ... DAFTAR PUSTAKA ...

23 23 24 26 27 27 27 27 28 35 35 35 38 40 43 44 46 48 55 55 64

69 69 70 71


(10)

30 35 36 38 40 43 45 49 53 54 57

60

63 67 67

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Nilai ERH larutan pada wadah gelas...

Tabel 2. Jumlah uap air terserap per hari setiap luas kemasan... Tabel 3. Permeansi uap air setiap luas kemasan... Tabel 4. Permeansi uap air setiap bobot... Tabel 5. Permeansi uap air setiap suhu... Tabel 6. Permeansi uap air setiap perlakuan RH... Tabel 7. Permeansi uap air setiap jenis kemasan... Tabel 8. aw dan kadar air setimbang...

Tabel 9. Model persamaan isothermis wafer stick ... Tabel10. Nilai MRD model isothermis... Tabel 11.Parameter-parameter dalam penetapan umur simpan

Labuza-Hasley ... Tabel 12. Parameter-parameter dalam penetapan umur simpan

Labuza-GAB ... Tabel 13. Parameter-parameter yang diperlukan dalam penetapan umur

simpan Labuza-Hasley dengan aw -meter...

Tabel 14. Umur simpan wafer stick dengan kemasan OPP20/VMCPP25.... Tabel 15. Umur simpan wafer stick dengan kemasan OPP20/VMOPP20....


(11)

SKRIPSI

EVALUASI PERMEANSI UAP AIR PADA KEMASAN FLEKSIBEL DAN METODE PENENTUAN UMUR SIMPAN WAFER STICK

DI PT ARNOTT’S INDONESIA, BEKASI

Oleh IQBAL FAUZI

F24102002

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

Iqbal Fauzi. F24102002. Evaluasi permeansi uap air pada kemasan fleksibel dan metode penentuan umur simpan wafer stick di PT Arnott’s Indonesia. Dibawah bimbingan: Prof. DR. Ir. H. Dedi Fardiaz, M.Sc., DR. Ir. M. Arpah, M.Si. dan Widodo Prasetio, STP.

RINGKASAN

Fungsi utama dari kemasan adalah untuk melindungi produk pangan dari penurunan mutu. Salah satu karakteristik dari kemasan sebagai pelindung produk pangan dapat dilihat dari permeansi uap air yang sangat penting bagi produk pangan kering seperti wafer stick yang sangat kritis terhadap penyerapan uap air yang berakibat turunnya mutu tekstur wafer stick.

Berdasarkan persamaan umur simpan Labuza, permeansi uap air dipengaruhi oleh luas permukaan kemasan, bobot produk, suhu lingkungan, kelembaban udara dan jenis kemasan. Pada perlakuan luas permukaan terhadap permeansi uap air, dilakukan lima perlakuan luas permukaan kemasan OPP20/VMOPP20 yaitu 0,02, 0,04, 0,05, 0,07, dan 0,08 m2 yang mengandung bobot silika gel 20 gram pada suhu penyimpanan 37 °C dan RH 80% menunjukkan hasil nilai permeansi uap air tetap yaitu 0,0028-0,003 g/hari/m2/mmHg. Akan tetapi, hubungan luas kemasan dengan jumlah uap air teserap per hari untuk kisaran luas kemasan OPP20/VMOPP20 yang diteliti adalah berbanding lurus yaitu dengan seiring bertambahnya luas permukaan maka akan meningkatkan jumlah uap air terserap per hari yang menghasilkan persamaan regresi linear Y = 0,1109X + 0,00005 dengan R2 = 0,9944. Kemudian pada perlakuan bobot produk terhadap permeansi uap air, dilakukan tujuh perlakuan bobot silika gel yaitu 5, 10, 15, 40, 60, 80 dan 100 gram dengan luas kemasan OPP20/VMOPP20 sebesar 0,04 m2 pada suhu 37 °C dan RH 80% yang menunjukkan hasil dengan bertambahnya bobot akan meningkatkan pula permeansi uap air sehingga dihasilkan persamaan regresi Y = 4x10-6 X + 0,0021 dengan R2 = 0,8313.

Selanjutnya pada perlakuan suhu terhadap permeansi uap air, dilakukan tiga perlakuan suhu yaitu 31, 37 dan 49 °C dengan luas permukaan kemasan OPP20/VMOPP20 sebesar 0,02 m2 yang mengandung bobot silika gel 30 gram pada RH 87% menunjukkan hasil bahwa hubungan antara suhu dengan permeansi uap air adalah bersifat eksponensial dengan persamaan regresi Y = 0,001e0,0314X dengan R2 = 0,9793. Pada perlakuan kelembaban udara (RH) udara terhadap permeansi uap air, dilakukan lima pelakuan RH yaitu 13, 46, 67, 81, dan 93% dengan luas kemasan OPP20/VMOPP20 sebesar 0,01 m2 yang mengandung bobot silika gel 20 gram pada suhu 28 °C menunjukkan hasil bahwa hubungan RH dengan permeansi uap air adalah bersifat eksponensial dengan persamaan regresi eksponensial yaitu Y = 0,0016e-0,0165X dengan R2 = 0,8961. Sedangkan pada perlakuan jenis kemasan digunakan tiga jenis kemasan yang berbeda yaitu kemasan fleksibel OPP20/VMOPP20, aluminium foil, dan OPP20/PP20, masing-masing jenis kemasan menghasilkan nilai permeansi uap air berbeda yaitu 0,0029, 2,93x10-5 dan 0,084 g/hari/m2/mmHg yang menunjukkan jenis kemasan mempengaruhi permeansi uap air kemasan.


(13)

Pada evaluasi metode penentuan umur simpan digunakan dua pendekatan yaitu pendekatan kadar air kritis dan pendekatan semiempiris. Pada pendekatan kadar air kritis diperlukan kurva isothermis yang bisa diperoleh melalui ERH larutan garam atau melalui aw-meter. Kurva isothermis wafer stick dapat

didekati dengan model isothermis Hasley dan model isothermis GAB. Selanjutnya dengan menggunakan persamaan umur simpan Labuza dapat diketahui umur simpan wafer stick. Sedangkan untuk pendekatan semiempiris dalam penetapan umur simpannya memerlukan persamaan umur simpan zero order reaction.

Pada produk wafer stick yang kurva isothermisnya diperoleh dengan menggunakan ERH larutan garam, dapat didekati dengan model isothermis Hasley dan GAB. Pada model isothermis Hasley wafer stick diperoleh persamaan log(ln1/aw)= -1,2918-0,8825log me dengan mrd 5,83 dan model

isothermis GAB wafer stick yaitu m = 0,768aw/(1-1,061aw)(1+5,2079 aw)

dengan mrd 4,61. Selanjutnya dengan menggunakan persamaan umur simpan Labuza, maka dapat ditentukan umur simpan wafer stick pada kondisi aktual yaitu kadar air awal 2,04% dan kadar air kritis 3,63% pada suhu 28 °C dan RH 67%. Untuk kemasan OPP20/VMCPP25, umur simpan wafer stick dengan model isothermis Hasley sebesar 8,87 bulan sedangkan model isotermis GAB menghasilkan umur simpan 10,24 bulan. Sedangkan untuk kemasan OPP20/VMOPP20 dengan kadar air awal 2,1% dan kadar air kritis 3,81% pada suhu 28 °C dan RH 67%, pada model isothermis Hasley menghasilkan umur simpan sebesar 13,4 bulan dan model isothermis GAB menghasilkan umur simpan sebesar 14,68 bulan.

Sementara itu, pada produk wafer stick yang kurva isothermisnya diperoleh dengan aw-meter, dapat didekati dengan model isothermis Hasley.

Pada ulangan 1 diperoleh model isothermis Hasley yaitu log(ln1/aw)=

-1,017-0,5631log me dengan mrd sebesar 11,06 sedangkan pada ulangan 2 diperoleh model siotermis Hasley yaitu log(ln1/aw)= -0,9671-0,5266log me dengan mrd

36,12. Selanjutnya dengan menggunakan persamaan umur simpan Labuza, maka dapat ditentukan umur simpan wafer stick pada kondisi aktual yaitu kadar air awal 2,04% dan kadar air kritis 3,63% pada suhu 28 °C dan RH 67%. Untuk kemasan OPP20/VMCPP25, diperoleh umur simpan wafer stick sebesar 19,03 bulan. Sementara itu, untuk kemasan OPP20/VMOPP20 dengan kadar air awal 2,1% dan kadar air kritis 3,81% pada suhu 28 °C dan RH 67% dihasilkan umur simpan sebesar 28,26 bulan.

Selanjutnya, pada penentuan umur simpan wafer stick dengan kemasan OPP20/VMOPP20 pada suhu 28 °C dan RH 67% dengan pendekatan semiempiris yaitu dengan menggunakan persamaan umur simpan zero order reaction diperoleh umur simpan wafer stick sebesar 17,75 bulan. Untuk kemasan OPP20/VMCPP25, dapat diketahui bahwa metode yang mendekati kondisi aktual umur simpan wafer stick dengan kadar air awal 2,04% dan kadar air kritis 3,63% pada suhu 28 °C dan RH 67% yaitu sebesar 10 bulan adalah metode penentuan umur simpan Labuza model isothermis GAB dan Hasley yang diperoleh dari ERH larutan garam yang menghasilkan umur simpan sebesar 10,24 dan 8,87 bulan. Oleh karena itu, dalam penentuan umur simpan

wafer stick pada suhu 28 °C dan RH 67% dengan kemasan baru

(OPP20/VMOPP25) menggunakan kedua metode tersebut yang menghasilkan perkiraan umur simpan wafer stick sebesar 13,4-14,68 bulan.


(14)

EVALUASI PERMEANSI UAP AIR PADA KEMASAN FLEKSIBEL DAN METODE PENENTUAN UMUR SIMPAN WAFER STICK

DI PT ARNOTT’S INDONESIA, BEKASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh IQBAL FAUZI

F24102002

2006

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(15)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

EVALUASI PERMEANSI UAP AIR PADA KEMASAN FLEKSIBEL DAN METODE PENENTUAN UMUR SIMPAN WAFER STICK

DI PT ARNOTT’S INDONESIA, BEKASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh IQBAL FAUZI

F24102002

Dilahirkan pada tanggal 19 Agustus 1984 di Sukabumi Tanggal Lulus : 2006dd Juni 2006

Menyetujui, Bogor,

dd September 2006

Mengetahui, Prof. Dr. Ir. H. Dedi Fardiaz, M.Sc.

Pembimbing I

DR. Ir. M. Arpah, M. Si. Pembimbing II

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.

Widodo Prasetio, STP Pembimbing Lapang


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi, Jawa Barat pada tanggal 19 Agustus 1984. Penulis merupakan anak ketujuh dari tujuh bersaudara yang merupakan anak dari pasangan Bapak Ardja Subaya dan Ibu Djajah Fauzah.

Penulis menempuh studi di SDN Karang Tengah Cibadak (1990-1996), SLTPN I Cibadak (1996-1999), dan SMUN I Kota Sukabumi (1999-2002). Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada jurusan Teknologi Pangan dan Gizi melalui jalur USMI. Sedangkan kegiatan akademik non formal Penulis adalah mengikuti kegitan kursus di LIA-Bogor (2003-2005).

Selama masa perkuliahan penulis aktif diorganisasi kemahasiswaan, antara lain Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) sebagai Pengurus HIMITEPA (2005), dan pengurus Ikatan Keluarga Mahasiswa Sukabumi (2005-2006). Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan antara lain panitia Seminar Nasional Pangan Halal (2004) dan sebagai anggota tim penelitian kadar oksigen udara ruang di kampus IPB (2005).


(17)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, sebagai hamba-Nya Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Alloh SWT dan solawat kepada Rasululloh SAW yang menjadi kekuatan Penulis dalam menjalani hidup ini sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi. Berkat kerja keras, dorongan dan bantuan dari semua pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini dengan rasa tulus dan hormat penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Mamah dan Bapak yang tanpa lelah selalu mendo’akan penulis dan segalanya, semoga Alloh SWT membalas kebaikannya dan kita mendapatkan ridho-Nya. 2. Prof. DR. Ir. H. Dedi Fardiaz, MSc., selaku Dosen Pembimbing Akademik dari

tingkat II sampai tingkat akhir yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan arahan, nasehat dan bimbingannya selama ini.

3. DR. Ir. Muhammad Arpah, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan arahan, nasehat dan bimbingannya selama ini.

4. Widodo Prasetio, STP selaku Pembimbing Lapang Magang yang telah bersedia memberikan bimbingan dan bantuannya terhadap Penulis.

5. A IIP, A Erik, A Alek, Teh Ira, Teh Mela dan A Tendi yang telah memberikan dukungan dan nasihat sehingga Penulis akhirnya dapat menyusul wisuda kakak-kakak tercinta serta Mbak Ranti, Mas Dodi dan kakak-kakak Ipar lainnya yang baik kepada Penulis dan keponakan-keponakan yang selalu menghibur Penulis.

6. Seluruh dosen dan staf karyawan departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang mendidik dan membantu Penulis selama kuliah di ITP.

7. Seluruh karyawan PT Arnott’s Indonesia yang telah memberikan bantuan dan bimbingan selama Penulis magang di PT Arnott’s Indonesia.

8. Sahabat-sahabatku :Kang Fahrul, Heru, AA Gum, Eko, Manto, Kang Zay, Bang Zul, Dadik, Rikza, Rezza, Umi Wiwit, Fany(nenek), Tina, Muslimah, Anisa S, Novi, Sari, Qq dan Seluruh mahasiswa TPG ’39, beserta Angkatan TPG lainnya semoga tali silaturahim yang telah terjalin indah dapat terus dipertahankan.


(18)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ... ... DAFTAR ISI ... ... DAFTAR TABEL ... ... DAFTAR GAMBAR ... ... DAFTAR LAMPIRAN ... ... I. PENDAHULUAN ... ... A. LATAR BELAKANG ... ... B. TUJUAN ... C. MANFAAT ... D. WAKTU DAN TEMPAT ... II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN ... A. SEJARAH SINGKAT PERUSAHAAN ... B. LOKASI DAN TATA LETAK PERUSAHAAN ... C. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN ... D. KETENAGAKERJAAN... III. TINJAUAN PUSTAKA ...

A. KEMASAN ………..

1. Karakteristik Kemasan……….... 2. Permeansi Uap Air……….. 3. Faktor yang Berpengaruh terhadap Permeansi Uap Air…………. B. KARAKTERISTIK PENYERAPAN UAP AIR... 1 Karakteristik Produk... 2 Laju Serap Uap Air... C. SORPSI ISOTHERMIS ... 1 Aktivitas Air... 2 Kadar Air Setimbang... 3 Sorpsi Isothermis... 4 Model Sorpsi Isothermis...

iv v vii viii ix 1 1 2 3 3 4 4 5 6 8 10 10 10 11 12 14 14 15 16 16 18 19 21


(19)

D. UMUR SIMPAN... 1 Accelerated Shelf Life Testing... 2 Pendekatan Kadar Air Kritis... 3 Pendekatan Semiempiris... IV.METODE PENELITIAN ... A. BAHAN DAN ALAT ... B. METODE PENELITIAN ... 1. Rancangan Percobaan... 2. Metode Analisis ... V. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… A. PERMEANSI UAP AIR ..………...

1. Pengaruh Luas Permukaan terhadap Permeansi Uap Air …... 2. Pengaruh Bobot Produk terhadap Permeansi Uap Air………. 3. Pengaruh Suhu terhadap Permeansi Uap Air ………..……… 4. Pengaruh Kelembaban Udara terhadap Permeansi Uap Air ……… 5. Pengaruh Jenis Kemasan terhadap Permeansi Uap Air …….……. B. KARAKTERISTIK PENYERAPAN UAP AIR ……….

C. SORPSI ISOTHERMIS ………...

D. UMUR SIMPAN………..

1. Pendekatan Kadar Air Kritis……… 2. Pendekatan Semiempiris……… 3. Penetapan Umur Simpan yang Terdekat dengan Aktual…… …… 66 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...

A. KESIMPULAN ... B. SARAN ... DAFTAR PUSTAKA ...

23 23 24 26 27 27 27 27 28 35 35 35 38 40 43 44 46 48 55 55 64

69 69 70 71


(20)

30 35 36 38 40 43 45 49 53 54 57

60

63 67 67

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Nilai ERH larutan pada wadah gelas...

Tabel 2. Jumlah uap air terserap per hari setiap luas kemasan... Tabel 3. Permeansi uap air setiap luas kemasan... Tabel 4. Permeansi uap air setiap bobot... Tabel 5. Permeansi uap air setiap suhu... Tabel 6. Permeansi uap air setiap perlakuan RH... Tabel 7. Permeansi uap air setiap jenis kemasan... Tabel 8. aw dan kadar air setimbang...

Tabel 9. Model persamaan isothermis wafer stick ... Tabel10. Nilai MRD model isothermis... Tabel 11.Parameter-parameter dalam penetapan umur simpan

Labuza-Hasley ... Tabel 12. Parameter-parameter dalam penetapan umur simpan

Labuza-GAB ... Tabel 13. Parameter-parameter yang diperlukan dalam penetapan umur

simpan Labuza-Hasley dengan aw -meter...

Tabel 14. Umur simpan wafer stick dengan kemasan OPP20/VMCPP25.... Tabel 15. Umur simpan wafer stick dengan kemasan OPP20/VMOPP20....


(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Wafer stick ...

Gambar 2. Kurva pertambahan kadar air produk biskuit terkemas... Gambar 3. Kurva aw untuk produk pangan ...

Gambar 4. Pengaruh aw terhadap kerenyahan makanan kering...

Gambar 5. Tipe kurva isothermis ... Gambar 6. Wadah gelas yang menyimpan wafer stick ... Gambar 7. aw-meter...

Gambar 8. Kurva regresi linear antara luas permukaan dengan jumlah uap air terserap per hari ... Gambar 9. Kurva hubungan permeansi uap air dengan bobot... Gambar 10. Kurva hubungan permeansi uap air dengan suhu... Gambar 11. Kurva hubungan ln (k/x) dengan 1/T ... Gambar 12. Kurva hubungan permeansi uap air dan RH……….. Gambar 13. Kurva pertambahan kadar air wafer stick ulangan 1... Gambar 14. Kurva pertambahan kadar air wafer stick ulangan 2... Gambar 15. Kurva pertambahan kadar air terhadap waktu pada biskuit... Gambar 16. Kurva isothermis wafer stick... Gambar 17. Kurva isothermis produk biskuit... Gambar 18. Sorpsi isothermis pada makanan yang kandungan gulanya

tinggi... Gambar 19. Sorpsi isothermis sukrosa amorf... Gambar 20. Kurva hubungan kadar air, kristalisasi dan waktu... Gambar 21. Kurva isothermis model GAB dengan percobaan ... Gambar 22. Kurva isothermis model Hasley dengan percobaan... Gambar 23. Isothermis model GAB dan percobaan aw-meter ulangan 1...

Gambar 24. Isothermis model Hasley dan percobaan aw -meter ulangan 1...

Gambar 25. Isothermis model GAB dan percobaan aw -meter ulangan 2…..

Gambar 26. Isothermis model Hasley dan percobaan aw -meter ulangan 2…

15 16 17 18 20 30 31 37 39 41 42 44 47 47 48 49 49 50 51 52 53 53 61 61 62 62


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Contoh penetapan jumlah uap air terserap per hari... Lampiran 2. Contoh penetapan permeansi uap air ... Lampiran 3. Data pengaruh bobot terhadap permeansi uap air... Lampiran 4. Data pengaruh suhu terhadap permeansi uap air... Lampiran 5. Contoh penetapan kurva hubungan lon (k/x) dan 1/T... Lampiran 6. Contoh penetapan energi aktivasi... Lampiran 7. Contoh penetapan permeansi uap air pada suhu 28 °C... Lampiran 8. Data pengaruh kelembaban udara terhadap permeansi uap air... Lampiran 9 Data pengaruh jenis kemasan terhadap permeansi uap air... Lampiran 10.Data hubungan kadar air dengan aw...

Lampiran 11.Contoh perhitungan model isothermis... Lampiran 12. Contoh perhitungan mrd model isothermis ... Lampiran 13. Uji statistik multple comparison test... Lampiran 14. Contoh perhitungan umur simpan dengan model isothermis

Hasley... Lampiran 15. Contoh perhitungan umur simpan dengan model isothermis

GAB... Lampiran 16. Contoh perhitungan pada penentuan umur simpan model

isothermis GAB dengan aw -meter...

Lampiran 17. Contoh perhitungan umur simpan zero order... 76 77 78 79 80 80 81 82 83 83 84 87 88 92

93 94 96


(23)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Secara alamiah suatu produk pangan akan mengalami penurunan mutu seiring dengan bertambahnya waktu. Salah satu cara untuk menghambat penurunan mutu produk pangan adalah menggunakan kemasan fleksibel. Menurut Buckle et al.(1987), salah satu fungsi kemasan adalah untuk memberi perlindungan terhadap mutu produk dari lingkungan dan kerusakan.

Salah satu sifat perlindungan kemasan terhadap lingkungan dapat dilihat dari nilai permeansi kemasan terhadap uap air yang sangat penting bagi produk pangan kering seperti wafer stick yang berperan dalam menghambat penurunan mutu tekstur wafer stick. Menurut Krochta, Baldwin, dan Carriedo (1994), permeansi uap air merupakan permeabilitas uap air yang mengabaikan faktor ketebalan kemasan.

Menurut Labuza (1982), terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap permeansi uap air kemasan seperti yang terlihat pada persamaan umur simpan Labuza yaitu luas permukaan kemasan, berat produk terkemas, jenis kemasan, suhu dan kelembaban udara. Faktor-faktor itulah yang dijadikan Penulis sebagai perlakuan untuk melihat pengaruhnya terhadap permeansi uap air seperti yang telah dirumuskan dalam persamaan umur simpan Labuza.

Berdasarkan Pasal 21 dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang pangan bahwa setiap orang dilarang mengedarkan pangan yang sudah melebihi masa kedaluwarsanya (Arpah, 2001). Makanan tersebut telah melampaui umur simpannya sehingga mutu makanan tersebut telah mengalami penurunan atau rusak seperti perubahan citarasa, penurunan nilai gizi atau tidak aman lagi dikonsumsi karena dapat mengganggu kesehatan konsumen. Menurut Ellis dan Man seperti dikutip oleh Castro et al.(2005), umur simpan merupakan waktu antara produksi dan pengemasan produk pangan sampai produk tersebut menjadi tidak diterima lagi oleh konsumen pada kondisi penyimpanan tertentu.


(24)

Umur simpan dari produk pangan perlu ditetapkan agar bahan atau produk pangan tersebut sampai diterima konsumen dalam keadaan yang masih baik. Bagi produsen dengan mengetahui umur simpan suatu produk pangan maka dapat menetapkan strategi penjualan yang tepat supaya produknya dapat terjual sebelum masa kedaluwarsanya habis. Salah satu kendala yang selalu dihadapi oleh industri dalam penentuan umur simpan produk pangan adalah masalah waktu karena bagi produsen hal ini akan mempengaruhi jadwal pencanangan suatu produk pangan. Selain itu, menurut Robertson (1992), beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penentuan umur simpan suatu produk pangan adalah karakteristik produk, kondisi penyimpanan selama distribusi seperti pengendalian suhu dan kelembaban udara serta kondisi kemasan. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan teknologi dan metode-metode untuk mengukur atau meramal umur simpan suatu produk pangan.

Pada penelitian ini, Penulis mengevaluasi metode-metode penentuan umur simpan pada produk wafer stick untuk melihat metode manakah yang lebih dekat dengan umur simpan aktual. Hal ini dilakukan supaya dapat menentukan umur simpan dengan benar sehingga produk pangan yang terjual pada konsumen masih bisa terjamin mutunya. Adapun metode-metode penentuan umur simpan yang diterapkan adalah metode pendekatan kadar air kritis baik dengan menggunakan ERH larutan garam atau aw-meter untuk

memperoleh kurva isothermisnya yang kemudian didekati model isothermis GAB dan Hasley, serta metode pendekatan semiempiris yang menggunakan persamaan umur simpan zero order reaction.

B. TUJUAN

Secara umum tujuan kegiatan magang-penelitian di PT Arnott’s Indonesia adalah untuk melatih keterampilan lapangan dan pengembangan wawasan berpikir mahasiswa yang berkaitan dengan penguasaan konseptual dalam usaha pemahaman dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi secara integral dan profesional. Selain itu, kegiatan ini juga memiliki tujuan khusus yaitu :


(25)

1. Mengetahui pengaruh luas permukaan kemasan, berat produk, suhu, kelembaban udara dan jenis kemasan terhadap permeansi uap air. 2. Mengetahui hasil umur simpan wafer stick dari metode pendekatan

kadar air kritis baik dengan menggunakan ERH larutan garam atau aw-meter untuk memperoleh isothermisnya yang kemudian didekati

dengan model isothermis GAB dan Hasley serta pendekatan semiempiris dengan persamaan umur simpan zero order reaction. Selanjutnya, dapat diperkirakan umur simpan wafer stick dengan kemasan baru.

C. MANFAAT

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk membentuk persamaan multiple regression jumlah uap air terserap per hari yang dipengaruhi oleh luas permukaan, bobot produk, suhu, kelembaban udara dan jenis kemasan yang berguna untuk penentuan umur simpan wafer stick. Selanjutnya, dapat mengetahui metode penentuan umur simpan yang mendekati kondisi aktual umur simpan produk wafer stick dan mengetahui umur simpan wafer stick

dengan kemasan baru. D. WAKTU DAN TEMPAT

Kegiatan magang ini dilaksanakan dari tanggal 27 Februari sampai dengan 27 Juni 2006 dan bertempat di PT Arnott’s Indonesia, Jln. H. Wahab Affan No.8 KM 28, Bekasi 17132.


(26)

II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN

Sejarah PT. Arnott’s Indonesia dimulai dengan berdirinya perusahaan yang bergerak di bidang makanan kering dengan nama PT. Tatas Mulya pada tahun 1977. Sejalan dengan perkembangan pasar yang kurang menyukai produk ini, maka perusahaan mulai membuat makanan kecil dalam bentuk

chips. Pada tahun 1982 secara resmi dibuat akte pendirian perusahaan yang menjadi cikal bakal PT. Arnott’s Indonesia.

Pada tahun 1984, perusahaan ini berkembang menjadi dua, yaitu PT. Tatas Mulya yang berlokasi di Pulo Mas dan PT. Cipta Rasa Primatama yang pindah ke Pulo Gadung, Jakarta Timur. Pada Januari 1985, PT. Tatas Mulya berganti nama menjadi PT. Bukit Manikam Sakti (PT. BMS). Selanjutnya pada tahun 1986, PT. BMS berpindah lokasi ke Bekasi.

Pada tahun 1985, PT. BMS bekerja sama dengan Arnott’s Biscuit Limited Australia yang merupakan perusahaan biskuit terbesar di Australia. Perusahaan tersebut berdiri sejak tahun 1865 dan hingga kini telah menguasai hampir 60% pangsa pasar dunia. Berbekal pengalaman lebih dari 134 tahun, menjadikan Arnott’s sebagai market leader dalam industri dan distribusi biskuit yang memiliki kualitas dan bahan baku terbaik. Dengan adanya kerjasama antara PT. Bukit Manikam Sakti dengan Arnott’s Biscuit Limited Australia maka nama PT. BMS berubah menjadi PT. Helios Arnott’s

Indonesia (PT. HAI) dan menjadi salah satu perusahaan makanan ringan terkenal di Indonesia.

Pada awalnya, PT. HAI memiliki dua lokasi yang terpisah, yaitu di Pulo Gadung untuk bagian pemasaran, sedangkan pabrik dan departemen lainnya berlokasi di Bekasi Barat. Namun, terhitung sejak 1 April 1998, keseluruhan fungsi organisasi dan pabrik berlokasi di Bekasi Barat, tepatnya di Jl. H. Wahab Affan No 8 (Jalan Raya Bekasi km. 28) Medan Satria, Bekasi Barat.

Sejalan dengan perkembangan industri, pada bulan Desember 1998, PT. Helios Arnott’s Indonesia berganti nama menjadi PT. Arnott’s Indonesia dan


(27)

berafiliasi langsung ke Campbell Soup Company yang merupakan salah satu perusahaan Amerika berskala dunia yang memproduksi makanan dan dikelola dengan baik. Dengan berjalannya waktu, beberapa produk andalan PT.

Arnott’s Indonesia yang ada di pasaran saat ini adalah :

1. Milk Plus 9. Good Time Teddy dan Good Time Smiley

2. Nyam-Nyam 10. Tri and Two

3. Stikko 11. Golden ’n Cheese

4. Joddy 12. Mic MacSanwidch Crackers

5. Prestige 13. Tim TamWafer dan Tim TamBiscuit

6. Piroutte

7. Corinthians 8. Rondoletti

Selain produk-produk di atas, PT. Arnott’s Iindonesia juga memproduksi biskuit bayi untuk perusahaan lain. Biskuit bayi yang diproduksi adalah : 1. Milna Baby Biscuit

2. Farley’s Baby Biscuit 3. Nestle Baby Biscuit

4. SGM Baby Biscuit

5. Promina Baby Biscuit

B. LOKASI DAN TATA LETAK PERUSAHAAN

PT. Arnott’s Indonesia terletak di Jl. H. Wahab Affan No. 8 (Jalan Raya Bekasi km. 28) Medan Satria, Bekasi Barat. Luas keseluruhan areal pabrik adalah sekitar 6,7 Ha. Lokasi perusahaan ini cukup baik untuk keperluan industri karena berada dekat dengan bahan baku produk, sumber tenaga kerja, dan daerah pemasaran untuk distribusi produk. Lokasi perusahaan juga didukung dengan adanya jalan tol Cikampek yang dekat dengan perusahaan sebagai salah satu sarana yang juga memudahkan distribusi produk, terutama untuk distribusi ke daerah luar Jakarta.Terdapat beberapa pabrik di sekitar perusahaan, antara lain pabrik pakan ternak, pabrik baja dan pabrik otomotif. Akan tetapi, keberadaan pabrik-pabrik di sekitar PT. Arnott’s Indonesia ini tidak mengganggu kegiatan produksi di perusahaan.


(28)

C. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN

Bentuk struktur organisasi pada PT. Arnott’s Indonesia adalah struktur organisasi proyek dengan hubungan organisasi terutama pada orang-orang yang bekerja pada proyek yang sama. Struktur organisasi perusahaan terdiri dari beberapa kelompok dari fungsi yang berbeda dengan setiap kelompok yang menitikberatkan pada pengembangan produk tertentu atau lini produksi.

Kendali perusahaan berada pada Presiden Direktur sebagai pucuk pimpinan. Pelimpahan tugas kepada bawahan melalui masing-masing manajer departemen, kemudian dilanjutkan pada staf serta karyawan. Berikut akan dibahas lebih lanjut mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing bagian.

1. Presiden Direktur

Presiden Direktur merupakan pucuk pimpinan tertinggi di dalam perusahaan yang mempunyai kekuasaan penuh dan bertanggung jawab atas maju atau mundurnya perusahaan. Tugas, wewenang dan tanggung jawab Presiden Direktur antara lain :

• Menentukan kebijaksanaan perusahaan secara menyeluruh.

• Mengarahkan kegiatan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk mencapai tujuan.

• Mengadakan koordinasi yang tepat dari semua direktur untuk menjamin kelancaran organisasi melalui pertanggungjawaban masing-masing direktur.

2. Direktur Keuangan dan Akuntansi

Tugas, wewenang dan tanggung jawab bagian ini adalah :

• Menyelenggarakan perencanaan, pembinaan dan pengawasan sistem keuangan, akuntansi dan administrasi.

• Melakukan administrasi yang tertib.


(29)

3. Direktur Pemasaran

Tugas, tanggung jawab dan wewenang direktur pemasaran antara lain :

• Merumuskan strategi dan program pemasaran

• Mengawasi pelaksanaan dan pencapaian target yang telah ditentukan

• Memantau dan menganalisa keadaan ekonomi dan pasar, baik dalam maupun luar negeri, agar dapat mempertimbangkan pengembangan pasar atau produk yang dihasilkan

• Melakukan negosiasi dengan pembeli dalam membuat kontrak penjualan ekspor.

4. Direktur Penjualan

Tugas, wewenang dan tanggung jawab bagian ini meliputi :

• Mengamati dan mengikuti perkembangan pasar, harga dan promosi, baik untuk produk sendiri maupun produk saingan

• Memeriksa kredit langganan dan pengiriman barang ke para pelanggan

• Bekerja sama dengan bagian pemasaran dalam menyusun target penjualan

• Mengadakan kunjungan secara periodik ke pelanggan dan wilayahnya untuk mengetahui langsung kegiatan pesaing dan menjalin hubungan baik dengan pelanggan.

• Menerima informasi dari pengiriman mengenai kebutuhan kuota yang dimiliki perusahaan.

5. Manajer Utama (General Manager)

Manajer utama harus mengawasi kegiatan operasional yang terjadi di lapangan, mengawasi fungsi pendukung seperti gudang dan pembelian.


(30)

6. Manajer Pabrik (Plant Manager)

Tugas, wewenang dan tanggung jawab manajer pabrik meliputi:

• Mengawasi kerja manajer produksi

• Memberi laporan kepada presiden direktur mengenai aktivitas perusahaan dalam hal pengoperasian

• Mengadakan pengawasan dan pengecekan kualitas produk

• Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dalam lingkungan perusahaan.

D. KETENAGAKERJAAN

Segala hal yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan peraturannya telah ditetapkan dalam kesepakatan kerja bersama antara PT. Arnott’s

Indonesia dengan Serikat Kerja Tingkat Perusahaan. Karyawan di PT. Arnott’s

Indonesia bekerja dengan jangka waktu kerja yang dibedakan menjadi dua status, yaitu :

1. Pekerja Kontrak

Pekerja kontrak adalah pekerja yang memiliki hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak kerja dengan menerima gaji berdasarkan jumlah hari hadir.

2. Pekerja Tetap

Pekerja tetap adalah pekerja yang memiliki hubungan kerja untuk jangka waktu yang tidak ditentukan berdasarkan hari kerja yang melebihi dua puluh hari dalam satu bulan dan tidak melebihi tiga bulan secara terus-menerus dengan menerima gaji baik bulanan maupun borongan. Dalam rangka memperlancar jalannya kerja dalam proses produksi maka perusahaan membagi waktu kerja sebagai berikut :

2.1. Karyawan kantor

Kegiatan kerja dimulai dari pukul 08.00 sampai dengan 16.30 dengan waktu istirahat selama 30 menit.


(31)

2.2. Karyawan bagian produksi

Kegiatan kerja dibagi menjadi tiga kelompok jam kerja (shift) yang secara bergantian setiap minggunya, yaitu :

Shift I : Pukul 06.30 sampai dengan 15.00, dengan waktu istirahat 30 menit

Shift II : Pukul 15.00 sampai dengan 22.30, dengan waktu istirahat 30 menit

Shift III : Pukul 22.30 sampai dengan 06.30, dengan waktu istirahat 30 menit

Selama satu minggu terdapat lima hari kerja, yaitu Senin sampai Jum’at kecuali hari libur nasional dan hari libur perusahaan yang sudah ditetapkan. Jumlah jam keja dalam satu minggu adalah 40 jam.

PT. Arnott’s Indonesia sebagai perusahaan yang berkredibilitas tinggi juga memberikan fasilitas kepada karyawannya. Beberapa fasilitas yang diberikan perusahaan antara lain berupa jaminan sosial dan kesejahteraan karyawan dalam bentuk sistem pemberian upah yang diatur menurut status pekerja. Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) berupa jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan yang meliputi pemeriksaan kesehatan pada dokter, perawatan di rumah sakit, biaya persalinan istri pekerja dan keluarga berencana.

Fasilitas penunjang kerja juga diberikan kepada karyawan dalam bentuk alat kerja yang berupa pakaian kerja yang diberikan oleh perusahaan. Peralatan keselamatan kerja seperti kaca mata las, sarung tangan dan topi selalu tersedia bagi karyawan yang memerlukan. Sedangkan fasilitas lainnya adalah koperasi karyawan, klinik dan jasa dokter yang terbuka setiap hari kerja, tempat peribadatan (musholla) dan sarana olah raga.


(32)

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. KEMASAN

1. Karakteristik Kemasan

Kemasan memegang peranan penting dalam pengawetan suatu produk pangan. Adanya wadah atau pembungkus dapat mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik (gesekan, benturan, getaran). Menurut Buckle et al. (1987), bahan kemas baik bahan logam, maupun bahan lain seperti bermacam-macam plastik, gelas, kertas dan karton seharusnya mempunyai enam fungsi utama yaitu: (a) menjaga produk pangan tetap bersih, (b) melindungi makanan terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air dan penyinaran, (c) mempunyai fungsi yang baik, efisien dan ekonomis, (d) memberikan kemudahan dalam membuka, menutup, mencetak serta menangani distribusi, (e) mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan standar yang ada dan (f) menampakan identifikasi, informasi dan penampilan yang jelas.

Dalam menentukan fungsi kemasan sebagai pelindung, maka perlu dipertimbangkan faktor-faktor utama yang mempengaruhi daya awet bahan pangan yang telah dikemas meliputi : (1) sifat alamiah dari bahan pangan dan mekanisme dimana bahan ini mengalami kerusakan, misalnya kepekaannya terhadap kelembaban dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan kimia dan fisik di dalam bahan pangan, (2) ukuran bahan pengemas sehubungan dengan volumenya, (3) kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban udara), dan (4) ketahanan bahan pengemas secara keseluruhan terhadap air, gas, penutupan dan lipatan (Buckle et al. , 1987).

Bahan pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda dalam kepekaannya terhadap lingkungan. Untuk bahan pangan yang bersifat higroskopis, faktor suhu dan kelembaban sangat penting. Dengan demikian, produk pangan kering yang bersifat higroskopis harus


(33)

dilindungi terhadap masuknya uap air. Umumnya produk pangan kering mempunyai kadar air rendah sehingga harus dikemas dengan kemasan yang mempunyai daya tembus atau permeabilitas uap air yang rendah untuk menghambat penurunan mutu produk seperti menjadi tidak renyah (Buckle et al., 1987).

Seiring dengan meningkatnya kebutuhan, maka diperlukan adanya peningkatan dari nilai guna suatu kemasan sehingga dengan bantuan teknologi manusia berhasil membuat suatu kemasan sintetik, salah satunya berbasis bahan plastik. Kelebihan plastik tipis yang fleksibel dari kemasan lain diantaranya adalah harga yang relatif rendah, dapat dibentuk dalam berbagai rupa, dan mengurangi biaya transportasi (Eskin dan Robinson, 2001).

Sebagai bahan pembungkus kemasan, plastik dapat digunakan dalam bentuk tunggal, komposit atau berupa lapisan-lapisan dengan bahan lain (kertas atau alufo). Kombinasi antara berbagai kemasan plastik berbeda atau plastik dengan kemasan non plastik (kertas, aluminium foil dan sellulosa) yang diproses baik dengan cara laminasi ekstrusi maupun laiminasi adhesif disebut sebagai kemasan laminasi (Robertson, 1993). Kemasan laiminasi yang digunakan di industri-ndustri pangan saat ini tidak hanya kombinasi antara berbagai macam plastik saja melainkan kombinasi antara berbagai plastik dengan aluminium yang disebut dengan

metallized plastic. Penggunaan kemasan ini sesuai untuk mengemas kopi, makanan kering, keju dan roti panggang ketahanan terhadap uap air dan gas meningkat serta tidak meneruskan cahaya dan menghambat masuknya oksigen (Brown, 1992).

2. Permeansi Uap Air

Permeabilitas merupakan transfer molekul melalui kemasan baik dari produk ke lingkungan maupun dari lingkungan ke produk. Untuk menghambat kerusakan mutu produk pangan kering, permeabilitas kemasan fleksibel ditekankan pada permeabilitas uap air karena


(34)

penyerapan uap air dapat menurunkan mutu produk pangan kering seperti menurunnya tingkat kerenyahan (Eskin dan Robinson, 2001).

Tansfer uap air melalui material polimer kemasan dilakukan dengan dua mekanisme yaitu difusi kapiler dan difusi aktif. Pada difusi kapiler, transfer uap air dilakukan melalui pori-pori kemasan atau pori-pori mikroskopik yang berbentuk kristal dan amorphous yang menyebabkan terjadinya difusi gas. Sedangkan difusi aktif adalah proses solubilitas dan difusi dimana uap air terlarut atau melebur pada permukaan polimer, lalu dengan adanya perbedaan tekanan maka terjadi difusi melalui polimer, selanjutnya uap air akan mengalir dan mengalami evaporasi ke sisi yang berlawanan (Eskin dan Robinson, 2001).

Difusi aktif merupakan mekanisme tansfer uap air utama untuk kemasan multi-layer. Transfer massanya berdasarkan tiga langkah proses yaitu adsorpsi, difusi dan desorpsi. Adsorpsi dan desorpsi ditentukan oleh kelarutan dari molekul uap air dalam molekul polimer. Sedangkan proses difusi merupakan tranfer massa berupa pergerakan acak molekul sebagai akibat perbedaan tekanan atau konsentrasi (Eskin dan Robinson, 2001).

Salah satu sifat perlindungan kemasan terhadap uap air yang diperlukan dalam penentuan umur simpan Labuza adalah permeansi. Menurut Krochta, Baldwin, dan Carriedo (1994), permeansi uap air menunjukkan permeabilitas uap air sederhana yang mengabaikan ketebalan keamasan. Permeansi uap air tepat sebagai pelindung terhadap transfer massa (uap air) yang sering digunakan pada kemasan laminasi heterogen yang mengabaikan faktor ketebalan kemasan.

3. Faktor yang Berpengaruh terhadap Permeansi Uap Air

Menurut Krotcha, Baldwin, dan Carriedo (1994), permeansi (k/x)

uap air diperoleh dari nilai WVTR (Water Vapor Tranmission Rate) dibagi dengan perbedaan tekanan uap air yang melintasi kemasan (P1-P2) seperti pada persamaan 1.


(35)

2 1 ) ( P P WVTR x k Permeansi

= ...(1)

Sementara itu, WVTR merupakan kemiringan kurva hubungan jumlah uap air terserap terhadap waktu dibagi dengan luas permukaan sehingga dengan memasukan persamaan WVTR, maka dapat diperoleh persamaan permeansi uap air seperti terlihat pada persamaan 2.

)

2

1

(

)

(

P

P

A

t

n

x

k

Permeansi

=

...(2)

Keterangan :

k/x = permeansi (gram/hari/m2/mmHg )

n/t = jumlah uap air terserap per hari (gram H20/hari)

A = luas permukaan (m2)

P1 = tekanan dalam kemasan (mmHg) P2 = tekanan luar pengemas (mmHg)

Berdasarkan persamaan umur simpan Labuza (Labuza, 1982), Penulis dapat mengetahui bahwa permeansi uap air kemasan (k/x) dipengaruhi oleh luas permukaan kemasan, bobot produk, suhu, kelembaban udara dan jenis kemasan seperti terlihat pada persamaan 3.

)

)(

(

)

)

ln(

)

(

b

Po

Ws

A

t

Mc

Me

Mi

Me

x

k

Permeansi

=

... (3)

Keterangan :

t = umur simpan (hari)

Me = kadar air kesetimbangan produk (%bk)

Mi = kadar air awal produk (%bk)

Mc = kadar air kritis (%bk)

k/x = permeansi uap air (g/hari/m2/mmHg) A = luas permukaan kemasan (m2)

Ws = berat kering produk dalam kemasan (g)


(36)

B. KARAKTERISTIK PENYERAPAN UAP AIR

1. Karakteristik Produk

Menurut Dogan (2006), biskuit merupakan produk bakeri yang lebih sering dikonsumsi dibandingkan dengan produk bakeri lainnya. Kelebihan biskuit adalah mempunyai umur simpan yang relatif lama dan disukai karena enak, manis dan renyah. Menurut SII tahun 1990, biskuit dapat diklasifikasikan menjadi biskuit keras, kraker, kukis dan wafer. Biskuit keras dibentuk dari adonan keras dan memiliki tekstur padat. Kraker adalah biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui fermentasi dan memiliki struktur yang berlapis-lapis. Kukis merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak dengan sifat lebih renyah karena tekstur yang kurang padat. Wafer adalah jenis biskuit dari adonan cair yang sangat renyah dan memiliki tekstur yang berongga.

Wafer merupakan jenis biskuit yang sangat tipis dengan ketebalan kurang dari 1 mm sampai dengan 4 mm yang mempunyai tekstur lembut. Menurut Dogan (2006), wafer dihasilkan dari penumpukan wafer setelah diisi dengan krim flavor dan kemudian ditutupi dengan saus coklat. Bahan adonan wafer terdiri dari gula, tepung, air, garam, lemak, dan bahan lainnya. Terdapat dua tipe wafer yaitu wafer yang kandungan gulanya tinggi (lebih dari 10%) dan kandungan gulanya rendah. Wafer stick

termasuk ke dalam jenis wafer dengan kandungan gula tinggi, yang berbentuk seperti tongkat yang berisi krim berulir didalamnya. Menurut Manley (1998), kandungan gula dalam adonan wafer stick sekitar 40-70% gula terhadap tepung.

Wafer stick terdiri dari dua bagian yaitu kulit sebagai base-nya dan krim. Untuk ukuran panjang dan rasanya disesuaikan dengan spesifikasi dari setiap produk wafer stick. Mutu utama produk biskuit seperti wafer stick adalah kerenyahannya (Manley, 1998). Menurut Piazza dan Masi (1997), kerenyahan merupakan kombinasi dari faktor fisik, mekanik,

tactile, suara dan getaran. Menurut Labuza dan Katz seperti yang dikutip oleh Piazza dan Masi (1997), kerenyahan dipengaruhi oleh sejumlah air terikat pada matriks karbohidrat yang mempengaruhi pergerakan relatif


(37)

dari daerah kristalin dan amorf. Contoh wafer stick dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. wafer stick

Produk pangan kering seperti wafer stick sangat sensitif terhadap perubahan kadar air karena makanan kering akan mengalami kerusakan apabila menyerap uap air berlebih yang akan menyebabkan kerusakan tekstur. Menurut Navarrete et al.(2004), hal ini disebabkan uap air akan menyebabkan efek plasticizing dan pelunakan terhadap pati atau protein yang mengakibatkan penurunan mutu tekstur wafer.

2. Laju Serap Uap Air

Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan umur simpan adalah transfer uap air dari pertukaran uap air diantara makanan dan lingkungan. Produk pangan dapat bersifat higroskopis, yaitu dapat menyerap uap air dari udara sekelilingnya (adsoprsi) dan juga sebaliknya dapat melepaskan sebagian air yang dikandungnya ke udara (desorpsi). Transfer uap air dapat menyebabkan perubahannya yang tidak dinginkan tergantung pada karakteristik produk. Perubahan ini meliputi : proses fisik seperti penggumpalan dari makanan bubuk dan kehilangan kerenyahan sebagai akibat dari penyerapan uap air, pertumbuhan mikroba sebagai akibat peningkatan jumlah air tersedia dari penyerapan uap air, dan proses kimia seperti reaksi pencoklatan enzimatik dan non enzimatik (Eskin dan Robinson, 2001).


(38)

Produk biskuit yang mempunyai kadar air rendah bersifat higroskopis yang dapat menyerap uap air sangat cepat seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kurva pertambahan kadar air produk biskuit terkemas (Robertson, 1993)

Berdasarkan Gambar 2, dapat diketahui bahwa pada produk biskuit terkemas yang disimpan pada kelembaban udara 75% dan suhu 20 °C akan mengalami penyerapan uap air sangat tinggi seiring dengan bertambahnya waktu sampai pada kondisi setimbang. Dengan demikian, faktor lingkungan harus diperhatikan dalam penyimpanan produk makanan kering seperti yang terlihat pada Gambar 2 karena kelembaban udara mempunyai pengaruh yang besar terhadap laju serap air (Eskin dan Robinson, 2001).

C. SORPSI ISOTHERMIS

1. Aktivitas Air

Istilah aktivitas air (aw) dikenalkan pada tahun 1950an yang

menggambarkan keadaan air dalam produk. Aktivitas air merupakan faktor kunci dalam pertumbuhan mikroba, produksi racun, reaksi enzimatis dan sebagainya (Mercado dan Canovas, 1996).


(39)

Bentuk murni air dalam makanan adalah kristal es dan uap air. Penurunan tekanan uap air oleh zat terlarut merupakan faktor penting yang mempengaruhi sifat air dalam makanan. Hal ini diistilahkan menjadi aw

sebagai perbandingan tekanan uap air dalam larutan atau dalam makanan (pw) dan tekanan uap air murni pada suhu yang sama (pow) seperti yang

terlihat pada persamaan 4. Selanjutnya, dalam keadaan setimbang aw

sering dihubungkan dengan kelembaban udara setimbang (ERH) dari lingkungan yaitu kelembaban udara saat terjadinya kadar air kesetimbangan sehingga dapat dirumuskan hubungannya seperti yang terlihat pada persamaan 5 (Eskin dan Robinson, 2001).

w w w

p

p

a

=

0 ... (4)

ERH = aw x 100% . ... (5)

Nilai aktivitas air untuk setiap produk pangan besarnya tertentu, namun demikian produk pangan dapat dikelompokkan berdasarkan hubungan aw dan kadar air, seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kurva aktivitas air produk pangan(Mujumdar dan Devahasti, 2000) Aktivitas air (aw) merupakan faktor penting yang mempengaruhi


(40)

mempengaruhi sifat tekstur dari makanan kering yang dapat mengalami penurunan mutu terksturnya dengan semakin meningkatnya kadar air. Menurut Katz dan Labuza seperti dikutip oleh Navarrete (2004), yang melakukan pengamatan terhadap kerenyahan makanan kudapan (snack food) dengan uji organoleptik melaporkan bahwa kerenyahan makanan kudapan menurun dengan meningkatnya aw produk. Apabila aw produk

mencapai 0.35-0.55 maka kerenyahan yang merupakan mutu utama produk pangan kering akan menjadi turun (Eskin dan Robinson, 2001). Kurva hubungan antara aw dengan tingkat kerenyahan pada makanan

kering dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Pengaruh aw terhadap kerenyahan makanan kering

(Arpah, 2001)

2. Kadar Air Setimbang

Menurut Brooker et al. Seperti yang dikutip oleh Jia, Yang, dan Wu (2002), kadar air setimbang merupakan kadar air dari suatu produk pangan yang berkesetimbangan pada suhu dan kelembaban tertentu dalam periode waktu tertentu. Sedangkan menurut Fellows (1990), kadar air kesetimbangan suatu bahan pangan adalah kadar air bahan pangan ketika tekanan uap air dari bahan tersebut dalam kondisi setimbang dengan


(41)

lingkungannya dimana produk sudah tidak mengalami penambahan atau pengurangan bobot produk. Kadar air kesetimbangan pada produk pangan penting sekali dalam menggambarkan kurva isothermis produk tersebut yang bergantung pada suhu dan kelembaban udara lingkungan.

Menurut Duckworth (1975), ada dua cara untuk menentukan kadar air kesetimbangan yaitu dengan metode statis dan metode dinamis. Metode statis dilakukan dengan cara meletakan contoh dalam bahan pada tempat RH dan suhu terkontrol sedangkan pada metode dinamis, kadar air kesetimbangannya diperoleh ketika bahan diletakan pada kondisi udara bergerak. Menurut Bisquet dan Labuza seperti yang dikutip oleh Krotcha, Baldwin, dan Carriedo (1994), pada metode statis penentuan kadar air setimbang ditentukan ketika perbedaan bobot bahan kurang dari 0.001 gram.

3. Sorpsi Isothermis

Menurut Troller dan Christian (1978), perilaku produk makanan terhadap kelembaban udara lingkungannya digambarkan oleh kurva yang menunjukkan hubungan antara kadar air bahan pangan dengan kelembaban udara relatif setimbang ruang tempat penyimpanan (ERH) atau aktivitas air (aw) pada suhu tertentu. Istilah sorpsi air dipakai untuk

menunjukkan penggabungan air ke dalam bahan pangan sedangkan hubungan antara kadar air produk pangan dengan kelembaban relatif kesetimbangan pada ruang tempat penyimpanan bahan (ERH) atau aktivitas air (aw) dapat digambarkan dengan kurva isothermis (Syarief dan

Halid, 1991). Sorpsi isothermis banyak dipakai dalam penelitian pada bahan pangan seperti umur simpan, penyimpanan, pengemasan dan pengeringan.

Menurut Carthy (1986), faktor-faktor yang mempengaruhi sorpsi isothermis suatu produk pangan adalah komposisi kima dan struktur fisik bahan pangan (amorf atau kristal), suhu penyimpanan, kesegaran sampel serta perlakuan yang diberikan terhadap sampel. Menurut Buckle et al. (1987), kurva isothermis dari makanan biasanya diperoleh pada suhu yang


(42)

konstan menggunakan salah satu dari dua metode dasar. Pada metode yang pertama, suatu makanan dengan kadar air yang telah diketahui dibiarkan mencapai kesetimbangan dalam suatu wadah dengan ruang bebas kecil serta tertutup rapat dan tekanan uap air parsial diukur secara manometris atau RH diukur dengan higrometer listrik, sel titik embun, psikrometer rambut, atau kertas penunjuk.

Sedangkan metode dasar yang kedua melibatkan penempatan sejumlah kecil contoh makanan pada berbagai tingkat kelembaban yang konstan. Setelah kesetimbangan tecapai, maka dapat diperoleh kadar air yang dihitung dengan metode penimbangan atau metode lainnya sedangkan nilai aktivitas airnya diperoleh dari nilai kelembaban udara setimbang (ERH) dari larutan garam (Buckle et al., 1987).

Kurva isothermis suatu produk pangan dapat didekati dengan menggunakan persamaan matematika. Model matematika yang pertama kali menggambarkan sorpsi isothermis adalah model Brunauer, Emmet dan Teller yang didasarkan pada adsorpsi multilayer. Lima tipe kurva isothermis yang digambarkan oleh Brunauer, Deming dan Teller dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Tipe kurva isothermis (Mathlouthi dan Roge, 2003) Berdasarkan Gambar 5, menurut Mathlouthi dan Roge (2003), tipe 1 merupakan isothermis Langmuir yang menunjukkan adsorpsi


(43)

monomolekuler dari gas oleh padatan berongga (solid porous) dalam jumlah terbatas. Pada tipe 2 merupakan kurva isothermis berbentuk sigmoid yang bersifat asimtot dengan mendekatnya nilai aw ke 1.

Kemudian tipe 3 merupakan isothermis Flory-Huggins, yaitu adsorpsi dari pelarut atau plasticizer seperti gliserol yang terjadi di atas suhu transisi

glass. Sementara itu, tipe 4 merupakan kurva isothermis yang menggambarkan proses adsorpsi oleh padatan hidropilik sampai hidratasi maksimal. Selanjutnya, pada tipe 5 merupakan isothermis adsorpsi multilayer BET, yang menunjukkan adsorpsi uap air terhadap arang (charcoal).

Menurut Arslan dan Togrul (2005), kurva sorpsi isothermis terbagi ke dalam tiga daerah menurut keadaan air dalam bahan pangan. Daerah pertama merupakan daerah yang mempunyai aktivitas air sampai 0,3 yang disebut dengan monolayer dimana air diikat pada posisi polar yang memiliki energi yang relatif tinggi. Daerah kedua merupakan daerah yang mempunyai kisara aw dari 0,3-0,7 yang disebut dengan air multi-layer.

Daerah kedua terdiri dari beberapa lapis air yang terikat pada lapis pertama dengan ikatan hidrogen. Selanjutnya daerah ketiga, merupakan daerah aw

yang mempunyai nilai di atas 0,7 dan air relatif bebas. Kadar air monolayer penting untuk stabilitas kimia dan fisik produk pangan kering. 4. Model Sorpsi Isothermis

Menurut Sun (2000), lebih dari 200 model isothermis produk tersedia, tetapi tidak ada satu pun model isothermis yang mampu menggambarkan dengan baik untuk seluruh produk pangan dengan kisaran RH dan suhu yang luas. Ketepatan setiap model isothermis terhadap isothermis produk pangan bergantung kepada kisaran aw dan jenis bahan

penyusun produk pangan tersebut. Menurut Khalloufi, Giasson dan Ratti (2000), model-model sorpsi isothermis dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu model teoritis dan model empiris. Nilai dari suatu model sorpsi isothermis tergantung pada dua hal yaitu :1) kemampuannya secara matematis untuk menguraikan sorpsi isothermis dan 2) kemampuan


(44)

tetapan-tetapan dalam model tersebut untuk menjelaskan fenomena secara teoritis. Menurut Labuza seperti yang dikutip oleh Kumendong (1996), menyatakan bahwa kegunaan suatu model sorpsi isothermis tergantung pada tujuan pemakai. Pemakai yang menginginkan kemulusan kurva yang tinggi tidak begitu menganggap penting terhadap penggunaan model teoritis. Model yang lebih sederhana dan lebih sedikit jumlah tetapan yang dievaluasi akan lebih mudah penggunaannya.

Banyak model matematika yang mengambarkan sorpsi isothermis produk pangan, salah satunya yang diakui secara internasional adalah model isothermis GAB (Guggenheim, Andersen dan de Boer) yang direkomendasikan oleh European Project Group COST 90 untuk menggambarkan sorpsi isothermis produk pangan yang bisa digunakan pada kisaran aw yang luas yaitu 0.05 < aw < 0.9 (Spiess dan Wolf, 1987;

Timmermann, 2003). Menurut Kapsalis (1987), persaman isothermis GAB merupakan persamaan yang tepat untuk menggambarkan sorpsi isothermis pada sebagian besar produk makanan. Adapun model sorpsi isothermis GAB dapat dilihat pada persamaan 6.

(

w

)(

w w

)

w m

CKa

Ka

Ka

CKa

X

M

+

=

1

.

1

... (6)

Keterangan :

M = kadar air (basis kering,%) aw = aktivitas air

Xm = kadar air monolayer (%) K = konstanta

C = konstanta Energi

Model sorpsi isothermis lain yang digunakan untuk menggambarkan sorpsi isothermis adalah produk pangan kering seperi kraker adalah model Hasley (Robertson, 1993). Menurut Chrife dan Iglesias seperti yang dikutip oleh Fasina (2005), Hasley mengembangkan suatu persamaan yang dapat menggambarkan proses kondensasi pada lapisan multilayer.


(45)

Persamaan Hasley dapat digunakan untuk produk makanan dengan kelembaban realtif antara 10–81%. Adapun model sorpsi isothermis Hasley dapat dilihat pada persamaan 7 :

]

)

(

)

1

(

exp[

P(2) w

Me

P

a

=

... (7)

Keterangan:

Me = kadar air setimbang (basis kering,%) aw = aktivitas air

P(1),P(2) = konstanta D. UMUR SIMPAN

1. Accelerated Shelf Life Testing

Menurut Institute of Food Technology seperti dikutip oleh Arpah (2001), umur simpan produk pangan adalah selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap umur simpan suatu produk pangan adalah pengemasan, kondisi penyimpanan, bahan baku dan kondisi pengolahan.

Untuk mempersingkat waktu penentuan umur simpan (selama 3-4 bulan) dapat digunakan metode ASLT (Accelerated Shelf Life Testing) yaitu dengan mengkondisikan tempat penyimpanan dengan diatur di luar kondisi normal sehingga produk dapat cepat lebih rusak dan penentuan umur simpan dapat ditentukan. Menurut Labuza (1982), meningkatnya suhu dan kelembaban udara pada kondisi penyimpanan bahan pangan kering dapat digunakan sebagai metode untuk mempersingkat waktu perkiraan umur simpan suatu produk pangan. Penggunaan uji akselerasi tersebut dapat diaplikasikan pada produk kering jika secara kontinyu kadar air produk berubah selama penyimpanan dan jika kecepatan kerusakan hanya tergantung pada kadar air dan suhu.


(46)

Metode akselerasi pada dasarnya adalah metode kinetik yang disesuaikan untuk produk-produk pangan tertentu. Model-model yang diterapkan pada metode akselerasi dapat menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan kadar air kritis dan pendekatan semiempiris (Arpah, 2001).

2. Pendekatan kadar air Kritis

Menurut Arpah (2001), pendekatan kadar air kritis dengan bantuan teori difusi merupakan suatu cara pendekatan yang diterapkan untuk produk kering dengan menggunakan kadar air atau aktivitas air sebagai kriteria kadaluwarsa. Pada pendekatan ini kondisi lingkungan penyimpanan memiliki kelembaban relatif yang ekstrim. Produk pangan kering yang disimpan pada kondisi ini akan mengalami penurunan mutu akibat penyerapan uap air. Untuk menggambarkan laju penyerapan uap air suatu produk pangan biasanya menggunakan alat bantu berupa persamaan matematika yang diharapkan bisa memprediksi umur simpan suatu produk pangan tertentu.

Menurut Labuza (1982), pada pendekatan kadar air kritis, model-model persamaan matematikanya yang digunakan untuk menentukan umur simpan produk pangan berdasarkan persamaan 8 .

A

(

P

out

P

in

)

x

k

dt

dw

=

... (8) keterangan:

dw : sejumlah air yang terserap per hari (gram/hari) dt

k : permeansi uap air (g/hari/m2/mmHg) x

A : luas permukaan (m2)

Pout : Tekanan uap di luar pengemas (mmHg)


(47)

)

)(

)(

(

)

ln(

)

(

Ws

Po

Ws

A

x

k

Mc

Me

Mi

Me

t

=

Berdasarkan persamaan 8, Labuza (1982) berhasil merumuskan persamaan umur simpan dengan memperhitungkan faktor lingkungan, pengemas dan sifat fisik produk yang dapat dilihat pada persamaan 9.

Umur simpan ... (9)

Keterangan : t = waktu yang diperlukan dalam kemasan untuk bergerak dari kadar air awal menuju kadar air

kritis (hari)

Me = kadar air kesetimbangan produk (%bk)

Mi = kadar air awal produk (%bk)

Mc = kadar air kritis (%bk)

k/x = permeansi uap air kemasan (gram/hari/m2/mmHg) A = luas permukaan kemasan (m2)

Ws = berat kering produk dalam kemasan (g)

Po = tekanan uap jenuh (mmHg)

b = kemiringan kurva isothermik

Menurut Arpah (2001), persamaan umur simpan Labuza memiliki beberapa asumsi dasar yaitu :

a. Laju penetrasi uap air berlangsung dalam keadaan steady-state

b. Pengemasan dengan bantuan permeabilitas merupakan faktor resistensi utama penyerapan uap air pada produk.

c. Laju penetrasi uap air sebanding dengan perbedaan tekanan uap air parsial

d. Laju transfer uap air berlangsung homogen e. Pengemas sempurna dan tidak memiliki kebocoran


(48)

3. Pendekatan Semiempiris

Menurut Labuza (1982), pendekatan semiempiris dengan bantuan persamaan Arrhenius merupakan suatu cara pendekatan yang menggunakan teori kinetika perubahan mutu yang dapat dirumuskan pada persamaan matematika seperti pada persamaan 10.

n

kA dt dA

= ... (10)

Keterangan:

A = faktor mutu yang diukur

t = waktu

n = ordo reaksi

k = konstanta laju reaksi

Berdasarkan persamaan 10, laju reaksi perubahan mutu pada produk pangan umumnya mempunyai ordo reaksi nol (n=0) yang disebut sebagai

zero order reaction. Pada kondisi zero order, laju perubahan atau penurunan mutu bersifat konstan pada suhu dan aw yang tetap. Dengan

menggunakan persamaan zero order, maka dapat ditentukan umur simpan suatu produk pangan dengan mengatahui konsentrasi kritis suatu mutu pada produk pangan yaitu ketika pengaruhnya terhadap mutu mencapai tingkat kerusakan yang tidak dapat diterima oleh konsumen (Arpah, 2001). Adapun persamaan umur simpan zero order reaction dapat dilihat pada persamaan 11.

At = Ao – k.t ... (11) Keterangan :

At = konsentrasi mutu saat kritis(jumlah air(g) pada kadar air kritis) Ao = konsentrasi mutu awal (jumlah air (g) pada kadar air awal) k = konstanta laju reaksi (g/hari)


(49)

IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah wafer stick produksi PT Arnott’s Indonesia, garam NaOH, K2CO3, KI, NaCl, KCl dan BaCl2.2H2O

yang digunakan untuk mengkondisikan kelembaban udara, kemasan fleksibel OPP20/VMOPP20, aluminium foil, OPP20/PP20, silika gel dan aquades.

Alat yang digunakan dalam magang-penelitian ini adalah inkubator, desikator, aw-meter, pengukur-RH (logger), termometer, wadah gelas yang

telah dimodifikasi, timbangan analitik, penutup kemasan (foot sealer), peralatan logam dan peralatan gelas.

B. METODE PENELITIAN

1. Rancangan Percobaan

Kegiatan magang-penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu mengevaluasi permeansi uap air kemasan dan metode penentuan umur simpan. Pada evaluasi permeansi uap air kemasan dilakukan lima perlakuan yang berbeda terhadap permeansi uap air kemasan yaitu luas permukaan, bobot produk terkemas, suhu, kelembaban udara dan jenis kemasan seperti yang terlihat pada persamaan umur simpan Labuza.

Pada perlakuan luas permukaan terhadap permeansi uap air, dilakukan lima perlakuan luas kemasan OPP20/VMOPP20 yang berbeda yaitu 0,02, 0,04, 0,05, 0,07 dan 0,08 m2 yang disimpan dalam inkubator pada suhu 37 °C dan RH 80% dengan bobot silika gel yang tetap yaitu 20 gram. Sementara itu, pada perlakuan bobot produk terhadap permeansi uap air, dilakukan tujuh perlakuan bobot silika gel yang berbeda yaitu 5, 10, 15, 40, 60, 80 dan 100 gram yang disimpan dalam inkubator pada suhu 37 °C dan RH 80% dengan luas permukaan kemasan OPP20/VMOPP20 yang tetap yaitu 0,04 m2.

Selanjutnya pada perlakuan suhu terhadap permeansi uap air, untuk setiap ulangannya dilakukan tiga perlakuan suhu berbeda yaitu dengan


(50)

mengatur suhu inkubator pada suhu 31, 37, dan 49 °C pada RH 87% dengan luas permukaan kemasan OPP20/VMOPP20 sebesar 0,02 m2 dan bobot silika gel sebesar 30 gram. Sedangkan pada pengaruh kelembaban udara terhadap permeansi uap air untuk setiap ulangannya dilakukan dengan lima perlakuan RH yang berbeda yaitu 13, 46, 67, 81, dan 93% pada suhu 28 °C dengan bobot silika gel sebesar 20 gram dan luas permukaan kemasan OPP20/VMOPP20 sebesar 0,01 m2. Selanjutnya, pada pengaruh jenis kemasan terhadap permeansi uap air, untuk setiap ulangannya dilakukan dengan menggunakan tiga jenis kemasan fleksibel yang berbeda yaitu OPP20/VMOPP20, aluminium foil dan OPP20/PP20 yang disimpan dalam inkubator pada suhu 37 °C dan RH 87% dengan luas permukaan kemasan OPP20/VMOPP20 sebesar 0,02 m2 dan bobot silika gel 30 gram.

Pada evaluasi metode penentuan umur simpan wafer stick digunakan dua pendekatan yaitu pendekatan kadar air kritis dan pendekatan semiempiris. Pada pendekatan kadar air kritis diperlukan kurva isothermis yang bisa diperoleh melalui penyimpanan sampel dalam desiktor berlarutan garam dan melalui aw-meter. Kurva isothermis wafer stick dapat

didekati dengan model isothermis Hasley dan model isothermis GAB. Selanjutnya dengan menggunakan persamaan umur simpan Labuza dapat diketahui umur simpan wafer stick. Sedangkan untuk pendekatan semiempiris dalam penetapan umur simpannya memerlukan persamaan umur simpan zero order. Selanjutnya nilai umur simpan dari masing-masing metode penentuan umur simpan dibandingkan dengan umur simpan aktual yang disimpan pada suhu 28 °C dan RH 67 %. Kemudian dengan menggunakan metode yang terdekat dengan kondisi aktual dapat dperkirakan umur simpan wafer stick yang menggunakan kemasan baru. 2. Metode Analis

1.1 Pemeabilitas uap air (Moyls, 1998)

Berdasarkan ASTM D895-79 (whole bag desiccant method), desikan (silika gel) pertama-tama dikeringkan dalam oven 105 °C


(51)

selama tiga jam, kemudian didinginkan dalam desikator. Silika gel kemudian dimasukkan ke dalam kemasan plastik yang telah diketahui luasnya lalu di-seal menggunakan foot sealer. Selanjutnya disimpan dalam inkubator bersuhu 38 °C dan mempunyai RH 90%. Kemudian ditimbang setiap hari selama 14 hari sehingga dapat diperoleh slope

yang merupakan jumlah air terserap per hari dari kurva hubungan bobot dangan waktu (hari). Selanjutnya nilai permeansi uap air kemasan (k/x) dapat dihitung dengan rumus :

Permeansi Keterangan :

k/x : permeansi uap air(g/hari/m2/mmHg) n/t : jumlah uap air terserap per hari(g/hari) A : luas permukaan(m2)

RHout : RH di luar pengemas(%)

Rhin : RH di dalam pengemas(%)

Po : Tekanan uap air jenuh pada suhu pengujian(mmHg)

1.2. Penentuan Sorpsi Isothermis

a. Nilai aktivitas air ditentukan oleh ERH larutan garam (Cepeda et al., 1999)

Pertama-tama dilakukan preparasi larutan garam jenuh. Sejumlah garam ditimbang dan dimasukan ke dalam wadah gelas yang telah dimodifikasi sebagai desikator. Lalu sambil diaduk ditambahkan sejumlah air sampai jenuh dan berlebih untuk menjaga kejenuhan larutan sehingga kelembaban udara yang dihasilkan tetap dan tidak mempengaruhi sorpsi. Kemudian wadah gelas tersebut ditutup dan dibiarkan selama 24 jam pada kondisi suhu 30 °C. Nilai kelembaban udara setimbang (ERH) dari setiap larutan yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan

Logger dapat dilihat pada Tabel 1.

o in out

RH

P

RH

A

t

n

x

k

)

(

)

(

=


(52)

Tabel 1. Nilai ERH larutan pada wadah gelas Jenis Larutan ERH (%)

NaOH 13

K2CO3 46

KI 67 NaCl 75 KCl 81

Bacl2 2H2O 87

Aquades 93

Kemudian sampel wafer stick dimasukan ke dalam wadah gelas yang mempunyai cawan sebagai tempat sampel. Wadah gelas kemudian disimpan pada kondisi suhu 28 °C dan RH 46% yaitu pada lingkungan ruang Lab RND PT Arnott’s. Contoh kondisi wadah gelas yang menyimpan wafer stick dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Wadah gelas yang menyimpan sampel wafer stick

Sampel dalam cawan kemudian ditimbang secara periodik sampai diperoleh bobot konstan yang berarti kadar air kesetimbangan tercapai. Menurut Bisquet dan Labuza seperti yang dikutip oleh Krotcha, Baldwin, dan Carriedo (1994), penentuan kadar air setimbang ditentukan ketika perbedaan bobot bahan kurang dari 0,001 gram.


(1)

Lampiran 14. Contoh perhitungan umur simpan dengan model isothermis Hasley.

Sebagai contoh, pada penentuan umur simpan wafer stick dimana nilai aw-nya ditentukan oleh ERH larutan garam dapat

menggunakan secara langsung persamaan umur simpan Labuza. Di dalam persmaaan tersebut diperlukan kemiringan kurva (b) dari kondisi awal sampai produk mencapai kritis yang diperoleh berdasarkan persamaan di bawah ini :

)

(

)

(

i c w

w

a

a

Mi

Mc

b

=

Dengan menggunakan data wafer stick yang dikondisikan dengan menggunakan beberapa larutan garam, dapat diketahui kadar air awal 2,1% dan kadar air kritis 3,81 % sehingga dengan menggunakan model isothermis Hasleynya yaitu log(ln1/aw)=

-1,2918-0,8825 logme dapat diketahui nilai aw awal dan kritis yaitu 0,21 dan 0,4. Dengan demikian, maka dapat ditentukan nilai kemiringan kurva saat mecapai kadar air kritis berdasarkan persamaan diatas sehingga dihasilkan nilai b sebesar 0,091. Untuk menghitung umur simpan wafer stick diperlukan persamaan umur simpan Labuza seperti di bawah ini :

) )(

)( (

) ln(

Ws Po Ws

A x

k

Mc Me

Mi Me

t

− =

Berdasarkan data pada ulangan 2, telah diketahui bawa nilai kadar air kesetimbangan (Me) pada RH 67 % sebesar 9,69%, kadar air awal (Mi) sebesar 2,1 %, kadar air kritis (Mc) 3,81 %, luas permukaan (A) sebesar 0.0208m2, bobot kering produk (ws) sebesar 24,4875 gram, permeansi uap air (k/x) pada suhu 28 °C yaitu 0,0024 g/hari/mmHg, tekanan uap jenuh pada suhu 28 °C yaitu 28,349 mmHg dan nilai b sebesar 0,091 maka dengan mengunakan persamaan umur simpan Labuza dapat dihasilkan umur simpan wafer stick sebesar 13,4 bulan.


(2)

Lampiran 15. Contoh perhitungan umur simpan dengan model isothermis GAB.

Pada penentuan umur simpan wafer stick yang disimpan dalam desikator berlarutan garam, menggunakan persamaan umur simpan yang disubsitusi oleh model isothermis GAB seperti di bawah ini :

εϕ

H

t

=

di mana :

t = umur simpan (hari)

⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ − − + − = ) 2 2 ln( 2 WmC Mi WmC Mf WmC Mf Mi H ε ε ε

]

2

)

2

)[(

1

(

=

C

Kaw

o

ε

xWs

C

K

AkPo

)

1

(

2

=

ϕ

Keterangan :

Mf = kadar air saat mencapai kadaar air kritis (%)

Mi = kadar air awal (%)

Wm = kadar air pada saat daerah momolayer (%) C = Konstanta energi

K = konstanta

A = Luas Permukaan (m2)

awo = kelembaban udara pada saat penyimpanan (%)

k/x = Permeansi uap air (g/hari/m2/mmHg)

Po = tekanan uap air jenuh pada sat penyimpanan (mmHg) Wd = Bobot kering produk pangan (gram)

Dengan menggunakan data yang telah ditetapkan sebelumnya pada produk wafer stick yang disimpan dalam desikator berlarutan garam yaitu Mf = 3,81%, Mi = 2,1%, Wm = 2,82, K = 1,061, C = 5,9085, awo = 67%, k/x = 0,0024 gram

m/hari/m2/mmHg, A = 0,0208 m2, Po pada suhu 28 C yaitu 28,349 mmHg, dan Wd = 24,4875 g maka dengan memasukan data


(3)

Lampiran 16. Contoh perhitungan pada penentuan umur simpan model isothermis GAB dengan aw -meter

Pada penentuan umur simpan wafer stick yang menggunakan aw-meter untuk memperoleh kurva isothermisnya,

diperlukan persamaan umur simpan yang disubsitusi oleh model isothermis GAB seperti di bawah ini :

εϕ

H

t

=

di mana :

t = umur simpan (hari)

⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ − − + − = ) 2 2 ln( 2 WmC Mi WmC Mf WmC Mf Mi H ε ε ε

]

2

)

2

)[(

1

(

=

C

Kaw

o

ε

xWs

C

K

AkPo

)

1

(

2

=

ϕ

Keterangan :

Mf = kadar air saat mencapai kadaar air kritis (%)

Mi = kadar air awal (%)

Wm = kadar air pada saat daerah momolayer (%) C = konstanta energi

K = konstanta

A = luas Permukaan (m2)

awo = kelembaban udara pada saat penyimpanan (%)

k/x = permeansi uap air (g/hari/m2/mmHg)

Po = tekanan uap air jenuh pada sat penyimpanan (mmHg)


(4)

Lanjutan lampiran 16.

Oleh karena itu, dalam penentua umur simpan wafer stick sangat diperlukan parameter nilai Wm, K dan C. Akan tetapi, dalam penentuan parameter tersebut tidak bisa dihasilkan dari persamaan non linear yang merupakan hubungan antara aw/m dengan aw baik untuk ulangan 1 maupun 2 yaitu aw/m = 93,1287aw2 – 166,001aw + 76,9039 dan aw/m = 103,528aw2 – 183,177aw + 83,4267 dimana α = 93,1287, = -166,001 dan = 76,9039 untuk ulangan 1 dan α = 103,528, = -183,177 dan = 83,4276 untuk ulangan 2. Apabila nilai koefisien dari masing-masimg model tersebut dimasukkan ke dalam pesamaan parameter K seperti berikut ini :

(

β

( )

γ

α

γ

)

β

.

2

.

4

2

=

K

2

.

+

=

K

C

γ

β

KC Wm

γ 1

=

Maka akan menghasilkan bilangan imajiner dimana hasil 2-4(α ) adalah negatip sehingga apabila diakarkan akan menghasilkan bilangan imajiner yang tidak bisa didefinisikan. Dengan demikian apabila nillai K tidak bisa ditentukan maka nilai Wm dan C pun tidak bisa dihasilkan yang mengakibatkan umur simpan dengan pendekatan model siotermis GAB yang diperoleh dengan aw-meter


(5)

Lampiran 17. Contoh perhitungan umur simpan zero order

Pada penentuan umur simpan dengan zero order dilakukan dengan cara menyimpan wafer stick terkemas pada kondsi suhu 28° C dan RH 67%. Persamaan umur simpan dengan zero order reaction dapat dilihat dibawah ini :

At = Ao – k.t Keterangan :

At = Jumlah air apda saat kritis (gram) Ao = Jumlah air pada saat awal (gram) k = Jumlah uap air terserap per hari t = umur simpan

Selama 14 hari dilakukan penimbangan bobot produk terhadap waktu sehingga bisa diperoleh kurva hubungan bobot produk dengan waktu yang menghasilkan jumlah uap air terserap per hari yang diperlukan dalam penentuan umur simpan Labuza. Sebagai contoh, untuk ulangan 1 dengan tiga sampel produk wafer stick yang mempunyai kadar air awal sebesar 2,1 %, kadar air kritis 3,81 % dan jumlah uap air terserap per hari sebesar 0,0008 gram/hari untuk ketiga sampel sehingga menghasilkan umur simpan rata-rata dari tiga sampel adalah 19,02 bulan. Sedangkan untuk ulangan 2 dengan tiga sampel produk wafer stick yang mempunyai kadar air awal sebesar 2,1 %, kadar air kritis 3,81 % dan jumlah uap air terserap per hari sebesar 0,0009, 0,0009 dan 0,001 gram/hari sehingga menghasilkan umur simpan rata-rata dari tiga sampel adalah 16,49 bulan.


(6)