27
IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah wafer stick produksi PT Arnott’s Indonesia, garam NaOH, K
2
CO
3
, KI, NaCl, KCl dan BaCl
2
.2H
2
O yang digunakan untuk mengkondisikan kelembaban udara, kemasan fleksibel
OPP20VMOPP20, aluminium foil, OPP20PP20, silika gel dan aquades. Alat yang digunakan dalam magang-penelitian ini adalah inkubator,
desikator, a
w
-meter, pengukur-RH logger, termometer, wadah gelas yang telah dimodifikasi, timbangan analitik, penutup kemasan foot sealer,
peralatan logam dan peralatan gelas.
B. METODE PENELITIAN
1. Rancangan Percobaan
Kegiatan magang-penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu mengevaluasi permeansi uap air kemasan dan metode penentuan umur
simpan. Pada evaluasi permeansi uap air kemasan dilakukan lima perlakuan yang berbeda terhadap permeansi uap air kemasan yaitu luas
permukaan, bobot produk terkemas, suhu, kelembaban udara dan jenis kemasan seperti yang terlihat pada persamaan umur simpan Labuza.
Pada perlakuan luas permukaan terhadap permeansi uap air, dilakukan lima perlakuan luas kemasan OPP20VMOPP20 yang berbeda
yaitu 0,02, 0,04, 0,05, 0,07 dan 0,08 m
2
yang disimpan dalam inkubator pada suhu 37 °C dan RH 80 dengan bobot silika gel yang tetap yaitu 20
gram. Sementara itu, pada perlakuan bobot produk terhadap permeansi uap air, dilakukan tujuh perlakuan bobot silika gel yang berbeda yaitu 5, 10,
15, 40, 60, 80 dan 100 gram yang disimpan dalam inkubator pada suhu 37 °C dan RH 80 dengan luas permukaan kemasan OPP20VMOPP20
yang tetap yaitu 0,04 m
2
. Selanjutnya pada perlakuan suhu terhadap permeansi uap air, untuk
setiap ulangannya dilakukan tiga perlakuan suhu berbeda yaitu dengan
28 mengatur suhu inkubator pada suhu 31, 37, dan 49 °C pada RH 87
dengan luas permukaan kemasan OPP20VMOPP20 sebesar 0,02 m
2
dan bobot silika gel sebesar 30 gram. Sedangkan pada pengaruh kelembaban
udara terhadap permeansi uap air untuk setiap ulangannya dilakukan dengan lima perlakuan RH yang berbeda yaitu 13, 46, 67, 81, dan 93
pada suhu 28 °C dengan bobot silika gel sebesar 20 gram dan luas permukaan kemasan OPP20VMOPP20 sebesar 0,01 m
2
. Selanjutnya, pada pengaruh jenis kemasan terhadap permeansi uap air, untuk setiap
ulangannya dilakukan dengan menggunakan tiga jenis kemasan fleksibel yang berbeda yaitu OPP20VMOPP20, aluminium foil dan OPP20PP20
yang disimpan dalam inkubator pada suhu 37 °C dan RH 87 dengan luas permukaan kemasan OPP20VMOPP20 sebesar 0,02 m
2
dan bobot silika gel 30 gram.
Pada evaluasi metode penentuan umur simpan wafer stick digunakan dua pendekatan yaitu pendekatan kadar air kritis dan pendekatan
semiempiris. Pada pendekatan kadar air kritis diperlukan kurva isothermis yang bisa diperoleh melalui penyimpanan sampel dalam desiktor
berlarutan garam dan melalui a
w
-meter. Kurva isothermis wafer stick dapat didekati dengan model isothermis Hasley dan model isothermis GAB.
Selanjutnya dengan menggunakan persamaan umur simpan Labuza dapat diketahui umur simpan wafer stick. Sedangkan untuk pendekatan
semiempiris dalam penetapan umur simpannya memerlukan persamaan umur simpan zero order. Selanjutnya nilai umur simpan dari masing-
masing metode penentuan umur simpan dibandingkan dengan umur simpan aktual yang disimpan pada suhu 28 °C dan RH 67 . Kemudian
dengan menggunakan metode yang terdekat dengan kondisi aktual dapat dperkirakan umur simpan wafer stick yang menggunakan kemasan baru.
2. Metode Analis 1.1
Pemeabilitas uap air Moyls, 1998
Berdasarkan ASTM D895-79 whole bag desiccant method, desikan silika gel pertama-tama dikeringkan dalam oven 105 °C
29 selama tiga jam, kemudian didinginkan dalam desikator. Silika gel
kemudian dimasukkan ke dalam kemasan plastik yang telah diketahui luasnya lalu di-seal menggunakan foot sealer. Selanjutnya disimpan
dalam inkubator bersuhu 38 °C dan mempunyai RH 90. Kemudian ditimbang setiap hari selama 14 hari sehingga dapat diperoleh slope
yang merupakan jumlah air terserap per hari dari kurva hubungan bobot dangan waktu hari. Selanjutnya nilai permeansi uap air
kemasan kx dapat dihitung dengan rumus : Permeansi
Keterangan : kx
: permeansi uap airgharim
2
mmHg nt
: jumlah uap air terserap per harighari A
: luas
permukaanm
2
RH
out
: RH di luar pengemas Rh
in
: RH di dalam pengemas P
o
: Tekanan uap air jenuh pada suhu pengujianmmHg
1.2. Penentuan Sorpsi Isothermis a. Nilai aktivitas air ditentukan oleh ERH larutan garam
Cepeda
et al., 1999
Pertama-tama dilakukan preparasi larutan garam jenuh. Sejumlah garam ditimbang dan dimasukan ke dalam wadah gelas
yang telah dimodifikasi sebagai desikator. Lalu sambil diaduk ditambahkan sejumlah air sampai jenuh dan berlebih untuk
menjaga kejenuhan larutan sehingga kelembaban udara yang dihasilkan tetap dan tidak mempengaruhi sorpsi. Kemudian wadah
gelas tersebut ditutup dan dibiarkan selama 24 jam pada kondisi suhu 30 °C. Nilai kelembaban udara setimbang ERH dari setiap
larutan yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan Logger dapat dilihat pada Tabel 1.
o in
out
P RH
RH A
t n
x k
− =
30 Tabel 1. Nilai ERH larutan pada wadah gelas
Jenis Larutan ERH
NaOH 13 K
2
CO
3
46 KI 67
NaCl 75 KCl 81
Bacl
2
2H
2
O 87 Aquades 93
Kemudian sampel wafer stick dimasukan ke dalam wadah gelas yang mempunyai cawan sebagai tempat sampel. Wadah gelas
kemudian disimpan pada kondisi suhu 28 °C dan RH 46 yaitu pada lingkungan ruang Lab RND PT Arnott’s. Contoh kondisi
wadah gelas yang menyimpan wafer stick dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Wadah gelas yang menyimpan sampel wafer stick Sampel dalam cawan kemudian ditimbang secara periodik
sampai diperoleh bobot konstan yang berarti kadar air kesetimbangan tercapai. Menurut Bisquet dan Labuza seperti yang
dikutip oleh Krotcha, Baldwin, dan Carriedo 1994, penentuan kadar air setimbang ditentukan ketika perbedaan bobot bahan
kurang dari 0,001 gram.
31
b. Nilai aktivitas air ditentukan oleh a
w
-meter
Metode penentuan kurva isothermis dengan menggunakan a
w
-meter merupakan metode baru yang ingin dikembangkan terus- menerus menuju penyempurnaan. Metode ini dilakukan dengan
menyimpan sampel dalam desikator yang mempunyai kelembaban udara sebesar 93 pada suhu 28 °C. Pada saat pertama kali,
sebelum sampel wafer stick dimasukkan ke dalam cawan a
w
-meter, ditentukan terlebih dahulu kadar air awal sampel ditetapkan dengan
metode oven. Selanjutnya selama 21 hari, setiap hari diukur a
w
-nya dan ditetapkan kadar airnya. Data a
w
dan kadar air yang diperoleh, dapat digunakan dalam membentuk kurva isothermis wafer stick.
Gambar a
w
-meter dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. a
w
-meter
1.3. Kadar air, metode oven Apriyantono et. al., 1989
Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang untuk
cawan aluminium didinginkan selama 10 menit dan cawan porselin didinginkan selama 20 menit. Kemudian sampel ditimbang sejumlah
kurang lebih 5 gram dengan cepat. Angkat tutup cawan dan tempatkan cawan beserta isi dan tutupnya di dalam oven selama 6 jam. Hindarkan
kontak dengan dinding oven. Pindahkan cawan ke dalam desikator untuk didinginkan, setelah dingin ditimbang kembali. Kemudian
keringkan kembali ke dalam oven sampai diperoleh berat konstan.
32 Cara perhitungan :
W1 = berat sampel g W2 = berat sampel setelah dikeringkan g
W3 = W1-W2 = Kehilangan berat g kadar air dry basis = W3 x 100
W2
kadar air wet basis = W3 x 100 W1
1.4. Kadar Air Kritis Azanha, B. A. dan J. A. Faria, 2005
Penentuan kadar air kritis dilakukan dengan cara menyimpan sampel biskuit pada kondisi RH rendah yaitu 43 pada suhu 28 °C.
Setiap jam sampel dicoba kerenyahan dan dihitung kadar airnya. Sampel yang dinyatakan telah ditolak kereyahannya oleh panelis
secara organoleptik dan dinyatakan sebagi kadar air kritis
1.5. Uji Organoleptik Soekarto,1988
Untuk mengetahui penerimaan konsumen, sampel yang telah diberikan perlakuan waktu penyimpan ketika penentuan kadar air
krtitis, diuji kerenyahannya secara organoleptik dengan metode uji perbandingan jamak multiple comparison test. Pada pengujian ini,
dua contoh atau lebih disajikan secara bersamaan untuk kemudian dibandingkan dengan contoh baku. Panelis membedakan seberapa jauh
perbedaan kerenyahan sampel terhadap contoh baku dengan skala 1 sampai 9, yaitu dari dari amat sangat renyah sampai amat sangat
kurang renyah
1.6. Uji ketepatan Model Rahayu, W. P., M. Arpah, dan E. Diah, 2005
Untuk menguji ketapatan suatu persaman sorpsi isothermis digunakan mean relative determination MRD.
33
∑
=
− =
n i
Mi Mpi
Mi n
MRD
1
100
Keterangan : n
= Jumlah data Mi = kadar air hasil percobaan
Mpi = kadar air hasil perhitungan Jika nilai MRD 5 maka model sorpsi isothermis tersebut dapat
menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau sangat tepat. Jika 5 MRD 10 maka model tersebut agak tepat menggambarkan keadaan
yang sebenarnya. Apabila MRD 10 maka model tersebut tidak tepat menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
1.7. Persamaan Umur Simpan Labuza Labuza, 1982
Umur simpan
Keterangan : t
= waktu yang diperlukan dalam kemasan untuk bergerak dari kadar air awal menuju kadar air
kritis hari M
e
= kadar air kesetimbangan produk bk M
i
= kadar air awal produk bk
Mc = kadar air kritis bk
kx = permeansi uap air gharim
2
mmHg A
= luas permukaan kemasan m
2
W
s
= berat kering produk dalam kemasan g P
o
= tekanan uap jenuh mmHg b
= kemiringan kurva isothermis
ln Ws
Po Ws
A x
k Mc
Me Mi
Me t
− −
=
34
1.8. Persamaan Umur Simpan Labuza yang disubstitusi oleh Model Isothermis GAB Li Xiong, 2002.
Umur simpan
di mana : t = umur simpan hari
⎥⎦ ⎤
⎢⎣ ⎡
− −
+ −
= 2
2 ln
2 WmC
Mi WmC
Mf WmC
Mf Mi
H ε
ε ε
] 2
2 [
1 −
− =
wo
Ka C
ε
xWs C
K AkPo
1 2
− =
ϕ
Keterangan : M
f
= kadar air saat mencapai kadaar air kritis M
i
= kadar air awal
Wm = kadar air pada saat daerah momolayer
C = konstanta
energi K =
konstanta A
= luas permukaan m
2
a
wo
= kelembaban udara pada saat penyimpanan kx
= permeansi uap air gharim
2
mmHg Po
= tekanan uap air jenuh pada saat penyimpanan mmHg
Wd = bobot kering produk pangan gram
1.9. Persamaan umur simpan zero order reaction Labuza, 1982
Persamaan umur simpan zero order seperti, dibawah ini : At = Ao – k.t
Keterangan : At = konsentrasi mutu saat kritisjumlah airg pada kadar air kritis
Ao = konsentrasi mutu awal jumlah air g pada kadar air awal k = konstanta laju reaksi ghari
t = umur simpan hari
εϕ H
t =
35
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PERMEANSI UAP AIR KEMASAN 1.
Pengaruh Luas Permukaan terhadap Permeansi Uap Air
Pada pengaruh luas permukaan terhadap permeansi uap air, dilakukan lima perlakuan luas pemukaan yang berbeda yaitu 0,02, 0,04,
0,05, 0,07, dan 0,08 m
2
yang disimpan pada suhu 37 °C dan RH 80 serta dikemas dengan kemasan OPP20VMOPP20 dengan bobot silika gel yang
tetap yaitu 20 gram. Selama 14 hari pengamatan dilakukan penimbangan sampel untuk melihat hubungan bobot produk dengan waktu sehingga
dihasilkan jumlah uap air terserap per harinya yang diperoleh dari kemiringan kurva hubungan antara perubahan bobot produk dengan hari,
contoh penetapan jumlah uap air per hari dapat dilihat pada Lampiran 1. Data jumlah uap air terserap per hari dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah uap air terserap per hari setiap luas kemasan Area m
2
Jumlah uap air terserap ghari 0,02 0,0022
0,04 0,0046 0,05 0,0057
0,07 0,0075 0,08 0,0090
Selanjutnya, nilai jumlah uap air terserap per hari dibagi dengan perbedaan tekanan antara dalam dan luar pengemas yang diperoleh dari
perbedaan RH silka gel 0 dan RH aquades 80 yang dikali dengan tekanan uap jenuh uap air pada suhu 37 °C, nilai itulah yang disebut
dengan permeansi uap air. Contoh perhitungan permeansi uap air dapat dilihat pada Lampiran 2. Data permeansi uap air untuk setiap perlakuan
luas kemasan dapat dilhat pada Tabel 3.
36 Tabel 3. Permeansi uap air setiap luas kemasan
Luas m
2
Permeansi ghm
2
mmHg 0,02 0,0029
0,04 0,0030 0,05 0,0030
0,07 0,0028 0,08 0,0030
Berdasarkan data pada Tabel 3, maka dapat diketahui bahwa nilai permeansi uap air untuk kisaran luas yang diteliti bersifat tetap. Hal ini
disebabkan perubahan jumlah uap air terserap itu bersifat linear terhadap luas permukaan, seperti terlihat pada persamaan 8.
in out
P P
A x
k dt
dw −
=
............... 8 Dengan demikian, apabila nilai jumlah uap air terserap per hari
dimasukkan ke dalam rumus penetapan permeansi uap air seperti terlihat pada persamaan 12 akan menghasilkan nilai permeansi yang konstan untuk
setiap perlakuan luas. Permeansi
............... 12
Keterangan : kx
: permeansi uap airgharim
2
mmHg nt
: jumlah uap air terserap per harighari A
: luas
permukaanm
2
RH
out
: RH di luar pengemas RH
in
: RH di dalam pengemas P
o
: Tekanan uap air jenuh pada suhu pengujianmmHg Akan tetapi berdasarkan data pada Tabel 2, untuk kisaran luas yang
diteliti menunjukkan hasil dengan semakin meningkatnya luas permukaan kemasan maka akan meningkatkan jumlah uap air terserap per hari seperti
yang terlihat pada persamaan 8. Selanjutnya, Penulis membuat persamaan
Po RH
RH A
t n
x k
in out
− =
37 regresi antara hubungan luas permukaan dengan jumlah uap air terserap
per hari, yang dapat dilihat pada Gambar 8.
y = 0.1109x + 5E-05 R
2
= 0.9944
0.001 0.002
0.003 0.004
0.005 0.006
0.007 0.008
0.009 0.01
0.02 0.04
0.06 0.08
0.1
Luas Ju
ml ah
u a
p ai
r t e
rserap p
e r h
a ri
Gambar 8. Kurva regresi linear luas permukaan dengan jumlah uap air terserap per hari
Berdasarkan Gambar 8, Penulis dapat mengetahui bahwa hubungan antara luas permukaan dengan jumlah uap air terserap per hari adalah
berbanding lurus karena hubungannya dapat didekati dengan persamaan regresi linear yaitu Y = 0.1109X + 5 x 10
-5
dengan nilai koefisien determinasi R
2
= 0,9944 yang mendekati +1, artinya persamaan regresi linear dapat menggambarkan data yang ada dengan mewakili 99 data
hubungan antara jumlah uap air terserap per hari dengan luas permukaan. Dengan demikian untuk kisaran luas permukaan 0,02-0,08 m
2
, semakin bertambahnya luas permukaan maka laju penyerapan uap air akan
bertambah pula. Apabila dihubungkan dengan teori transfer uap air ke dalam
kemasan, maka dengan semakin meningkatnya luas permukaan kemasan maka akan memperluas bidang kontak antara uap air sorbate dengan
kemasan sehingga akan meningkatkan proses kelarutan dan difusi uap air ke dalam kemasan yang mengakibatkan jumlah uap air terserap per hari
semakin besar dengan bertambahnya luas permukaan.
38
2. Pengaruh Bobot Produk terhadap Permenasi Uap Air
Pada penelitian ini, Penulis ingin melihat pengaruh bobot produk terhadap permeansi uap air dengan melakukan beberapa perlakuan bobot
berbeda yang disimpan pada suhu 37 °C dan RH 80 dengan luas permukaan yang tetap yaitu 0,04 m
2
dengan kemasan fleksibel OPP20 VMOPP20. Selama 14 hari pengamatan dilakukan penimbangan sampel,
untuk melihat hubungan jumlah uap air terserapnya dengan waktu sehingga untuk setiap perlakuan bobot dihasilkan jumlah uap air terserap
per harinya yang diperoleh dari kemiringan kurva hubungan antara perubahan bobot produk dengan hari.
Pada penelitian pendahuluan, diperoleh hasil bahwa pengaruh bobot produk terhadap permeansi uap air tidak konsisten fluktuatif sehingga
tidak dapat diperoleh kesimpulan yang pasti. Oleh karena itu, Penulis melakukan penelitian berikutnya dengan perlakuan bobot 5, 10, 15, 40,
60, 80 dan 100 gram silika gel. Setelah 14 hari penimbangan, Penulis memperoleh permeansi uap air seperti terlihat pada Tabel 4. Data
selengkapnya mengenai hasil dari perlakuan bobot produk terhadap permeansi uap air dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 4. Permeansi uap air setiap bobot Bobot gram Permeansi uap air
gharim
2
mmHg 5
0,00202 10
0,00216 15
0,00226 40
0,00232 60
0,00236 80
0,00239 100
0,00249 Berdasarkan data pada Tabel 4, pada kisaran bobot produk 5-100
gram ternyata hubungan perlakuan bobot dengan permeansi uap air adalah berbanding lurus, artinya setiap kenaikan jumlah bobot produk dalam hal
39 ini adalah silika gel akan meningkatkan permeansi uap air. Oleh karena
itu, Penulis membuat persamaan regresi linear antara bobot produk dengan permeansi uap air seperti pada Gambar 9.
y = 4E-06x + 0.0021 R
2
= 0.8313 0.0005
0.001 0.0015
0.002 0.0025
0.003
20 40
60 80
100 120
Bobot P
e rm
ean si
Gambar 9. Kurva hubungan permeansi uap air dengan bobot Berdasarkan Gambar 9, Penulis dapat mengetahui bahwa persamaan
regresi linear antara permeansi uap air dengan bobot produk adalah Y = 4x10
-6
X + 0.0021 dengan koefisen determinasi sebesar 0.8313 yang cenderung mendekati satu, artinya regresi linear tersebut dapat
menggambarkan data yang ada dengan mewakili 83 data antara hubungan permeansi uap air dengan bobot produk. Dengan adanya
persamaan regresi linear yang dapat mewakili data yang ada, hal ini menunjukkan untuk kisaran bobot yang diteliti ternyata hubungan
permeansi uap air dengan bobot produk adalah berbanding lurus artinya dengan semakin naiknya bobot produk maka akan meningkatkan
permeansi uap air. Menurut Labuza 1982, hubungan bobot produk Ws dengan
permeansi uap air adalah berbanding lurus seperti pada persamaan 3.
Ws b
Po A
t Mc
Me Mi
Me x
k Permeansi
ln −
− =
................ 3
40 Berdasarkan persamaan 3, maka dapat diketahui bahwa dengan
semakin meningkatnya bobot produk maka akan meningkatkan jumlah uap air terserap per hari. Hal ini disebabkan dengan bertambahnya bobot
produk dalam hal ini adalah silika gel akan meningkatkan kapasitas abosorpsi desikan sehingga akan meningkatkan proses difusi uap air ke
dalam kemasan.
3. Pengaruh Suhu terhadap Permeansi Uap Air
Pada penelitian pengaruh suhu terhadap permeansi uap air, Penulis melakukan tiga perlakuan suhu yang berbeda yaitu 31, 37, 49 °C dengan
RH 87 pada luas permukaan 0,02 m
2
dan bobot silika gel 30 gram. Selama empat belas hari, Penulis melakukan penimbangan untuk
mendapatkan kurva hubungan antara jumlah uap air terserap dengan hari pengamatan sehingga menghasilkan jumlah uap air terserap per hari dari
kemiringan kurva tersebut. Setelah itu, nilai jumlah uap air terserap per hari dibagi dengan perbedaan tekanan antara dalam dan luar pengemas
yang diperoleh dari perbedaan RH silika gel 0 dan RH aquades 87 yang dikali dengan tekanan uap jenuh uap air pada suhu 37 °C, sehingga
Penulis memperoleh permeansi uap air. Data rata-rata dari pangaruh suhu terhadap permeansi uap air dapat
dilihat pada Tabel 5. Data lengkap pengaruh suhu terhadap permeansi uap air dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 5. Permeansi uap air setiap suhu Suhu
°C Permeansi uap air
gharim
2
mmHg 31 0.0026
37 0.0029 49 0.0045
Berdasarkan data pada Tabel 5, untuk melihat hubungan yang lebih jelas maka dapat dibuat grafik hubungan antara suhu dengan permeansi
uap air seperti terlihat pada Gambar 10.
41
y = 0.001e
0.0314x
R
2
= 0.9793
0.0005 0.001
0.0015 0.002
0.0025 0.003
0.0035 0.004
0.0045 0.005
10 20
30 40
50 60
Suhu Pe
rm e
a n
s i
Gambar 10. Kurva hubungan permeansi uap air dengan suhu. Berdasarkan Gambar 10, dapat diketahui pada kisaran suhu 31-49
°C dengan semakin meningkatnya suhu maka akan meningkatkan permeansi uap air yang diwakili oleh persamaan regresi eksponensial yaitu
Y = 0,001e
0,0314X
dengan R
2
yang mendekati 1. Menurut Krochta, Baldwin, dan Carriedo 1994, hubungan permeansi uap air dengan suhu adalah
bersifat ekponensial seperti pada persamaan 13. P = Po exp
-EpRT
............... 13 Dengan demikian, semakin meningkatnya suhu akan meningkatkan
permeansi uap air secara eksponensial. Menurut Robertson 1992, hal ini disebabkan nilai kelarutan dan difusi uap air ke dalam kemasan meningkat
secara eksponensial sehingga akan menghasilkan kenaikan permeabilitas secara eksponensial. Menurut Krochta, Baldwin, dan Carriedo 1994,
hubungan permeabilitas P dengan solubilitas S dan difusi D adalah berbanding lurus seperti terlihat pada persamaan 14. Dengan demikian,
apabila salah satu faktor dari kelarutan atau difusi meningkat secara eksponensial maka akan menyebabkan permeabilitas uap air dari kemasan
tersebut meningkat pula secara eksponensial. Berdasarkan persamaan 14, dapat diketahui apabila salah satu faktor dari kelarutan atau difusi
meningkat secara eksponensial maka akan menyebabkan permeabilitas uap air dari kemasan tersebut meningkat pula secara eksponensial
DS P
= ................... 14
42 Berdasarkan data pada Tabel 5, maka dapat diketahui nilai energi
aktivasi yang diperlukan untuk menghitung permeansi uap air aktual dalam rangka penentuan umur simpan wafer stick. Nilai energi aktivasi ini
diperoleh dari kurva hubungan antara nilai logaritma natural permeansi uap air ln kx dengan 1T suhu, proses penentuan kurva hubungan
antara ln kx dengan 1T untuk kedua ulangan dapat dilihat pada Lampiran 5. Gambar kurva hubungan antara ln kx dengan 1T dapat dilihat pada
Gambar 11.
y = -3070.1x + 4.1127 R
2
= 0.975
-6.1 -6
-5.9 -5.8
-5.7 -5.6
-5.5 -5.4
-5.3 0.00305
0.0031 0.00315
0.0032 0.00325
0.0033
1T ln
k x
Gambar 11. Kurva hubungan ln kx dan 1T Berdasarkan Gambar 11, Penulis dapat mengetahui bahwa hubungan
antara lnkx dengan 1T dalam kelvin bersifat linear yang diwakili oleh persamaan regresi lnkx =-3070,11T–3,7119 dengan R
2
sebesar 0,975. Persamaan regresi tersebut dapat mewakili data percobaan yang ada
karena mempunyai koefisien determinasi yang mendekati satu. Menurut Penulis, hubungan ln kx dan 1T yang linear menunjukkan secara tidak
langsung bahwa hubungan antara permeansi uap air dengan suhu bersifat eksponensial.
Selanjutnya, berdasarkan data hubungan ln kx dengan 1T, Penulis dapat mengetahui energi aktivasi yaitu sebesar 25524,81 Joule.
Contoh penentuan energi aktivasi dapat dilihat pada Lampiran 6. Selanjutnya dengan menggunakan energi aktivasi, Penulis menentukan
permeansi uap air untuk suhu penyimpan 28 °C dalam rangka penentuan
43 umur simpan wafer stick yaitu 0,0024 gharim
2
mmHg. Contoh penentuan permeansi uap air kemasan OPP20VMOPP20 pada suhu 28 °C dan RH
67 dapat dilihat pada Lampiran 7. 4.
Pengaruh Kelembaban Udara terhadap Permeansi Uap Air
Pada penelitian pengaruh kelembaban udara terhadap permeansi uap air, untuk setiap ulangan Penulis melakukan lima perlakuan RH yang
berbeda yaitu 13, 46, 67, 81, dan 93 pada suhu 28 °C dengan luas permukaan dan bobot tetap yaitu 0,01 m
2
dan 20 gram. Selama empat belas hari Penulis menimbang bobot sampel yang dikemas dengan
kemasan fleksibel OPP20VMOPP20 untuk melihat hubungan bobot sampel dengan hari pengamatan untuk setiap perlakuan RH sehingga
diperoleh kemiringan kurva yang menunjukkan jumlah uap terserap air per hari. Selanjutnya nilai tersebut dibagi oleh luas permukaan dan perbedaan
tekanan sehingga diperoleh permeansi uap air. Data rata-rata permeansi uap air terhadap perlakuan RH dapat dilihat pada Tabel 6. Data pengaruh
RH terhadap permeansi uap air dapat dilihat pada Lampiran 8. Tabel 6. Permeansi uap air setiap perlakuan RH
Kelembaban udara Permeansi
ghm
2
mmHg 13
0,0021 46
0,0034 67
0,0045 81
0,0048 93
0,0095 Berdasarkan data pada Tabel 6., Penulis mengamati bahwa dengan
semakin meningkatnya nilai RH maka permeansi uap air pada kemasan akan naik pula. Selanjutnya, Penulis ingin melihat kurva hubungan antara
RH dengan jumlah uap air terserap per hari agar lebih terlihat hubungan yang lebih jelas antara RH dengan permeansi uap air. Gambar kurva
hubungan RH dengan jumlah uap air terserap per hari dapat dilihat pada Gambar 12.
44
y = 0.0016e
0.0165x
R
2
= 0.8961
0.001 0.002
0.003 0.004
0.005 0.006
0.007 0.008
0.009 0.01
20 40
60 80
100
RH Pe
rm e
a n
s i
Gambar 12. Kurva hubungan permeansi uap air dan RH Berdasarkan Gambar 12, dengan semakin meningkatnya kelembaban
udara maka akan meningkatkan permeansi uap air secara eksponensial. Hubungan eksponensial antara data-data jumlah uap air terserap per hari
dengan RH untuk kedua ulangan terwakili oleh persamaan regresi eksponesial yaitu Y= 0,0016 e
0,0165x
dengan R
2
sebesar 0,8961. Persamaan regresi eksponensial tersebut dapat menggambarkan data-data RH dengan
permeansi uap air yang ditunjukkan dengan nilai koefisien determinasi yang mendekati satu. Menurut Taub dan Singh 1998, dengan semakin
meningkatnya kelembaban udara maka akan meningkatkan solubilitas dari uap air terhadap kemasan sehingga akan menyebabkan gaya tarik menarik
antar partikel dalam polimer kemasan akan menurun sehingga terjadinya pergerakan partikel dalam polimer. Keadaan plastilisasi dari kemasan ini
akan meningkatkan proses difusi uap air ke dalam kemasan.
5. Pengaruh Jenis Kemasan terhadap Permeansi Uap Air
Pada penelitian pengaruh jenis kemasan terhadap permeansi uap air, untuk setiap ulangan Penulis melakukan tiga jenis kemasan fleksibel yang
berbeda yaitu kemasan aluminium foil, OPP20VMOPP20 dan OPP20 PP20 yang disimpan pada suhu 37 °C dan RH 87 dengan luas
permukaan dan bobot produk yang tetap yaitu 0,02 m
2
dan 30 gram silika gel. Selama empat belas hari, Penulis melakukan penimbangan untuk
melihat hubungan perubahan bobot sampel dengan hari pengamatan
45 sehingga dihasilkan kemiringan kurva sebagai jumlah uap air terserap per
hari yang selanjutnya dibagi dengan luas permukaan dan perbedaaan tekanan sehingga menghasilkan permeansi uap air. Data rata-rata
permeansi uap air setiap jenis kemasan dapat dilihat pada Tabel 7. Data lengkap pengaruh jenis kemasan terhadap permeansi uap air dapat dilihat
pada Lampiran 9. Tabel 7. Permeansi uap air setiap jenis kemasan
Jenis kemasan permeansi uap air grharim
2
mmHg Aluminium foil
0,0000293 OPP20VMOPP20
0,0029 OPP20PP20 0,084
Berdasarkan data pada Tabel 7, Penulis mengamati bahwa setiap jenis kemasan mempunyai nilai permeansi uap air tertentu dan berbeda
antar kemasan dimana kemasan aluminium foil mempunyai nilai permeansi uap air yang paling rendah lalu diikuti oleh OPP20VMOPP20
dan OPP20PP20. Hal ini bisa disebabkan oleh perbedaan komposisi penyusun material dari masing-masng kemasan.
Menurut Syarief, Santausa, dan Isyana 1988, kemasan aluminium tersusun dari bahan logam yang hermetis, fleksibel, dan tidak tembus
cahaya sehingga memiliki sifat proteksi yang tinggi terhadap uap air, cahaya, lemak dan gas. Semetara itu, bahan penyusun dari kemasan
OPP20VMOPP20 adalah oriented polypropilen 20 mikron yang dilaminasi dengan vaccum metallized oriented polypropilen 20 mikron
sedangkan kemasan OPP20PP20 terdiri dari oriented polypropilen 20 mikron yang diekstrusi dengan polypropilen 20 mikron. Menurut Manley
1998, plastik polipropilen PP merupakan plastik yang baik sebagai barrier terhadap uap air pada produk biskuit karena lebih kaku, ringan,
permeabilitas uap air yang rendah dan tahan terhadap suhu tinggi. Untuk memperbaiki sifat dari polipropilen maka dimodifikasi menjadi menjadi
OPP jika dalam proses pembuatannya ditarik dalam satu arah. Menurut
46 Brown 1992, plastik OPP mempunyai daya resistensi tiga kali lipat
dibandingkan plastik PP terhadap transmisi uap air. Untuk meningkatkan fungsinya, plastik OPP dapat dilaminasi
dengan kemasan lain salah satunya dengan bahan logam yang disebut kemasan metalized dimana kemasan metalized dapat dibuat secara vakum
yaitu pembentukan lembaran tipis aluminium pada kondisi yang sangat vakum, seperti pada VMOPP20 Syarief, Santausa, dan Isyana ,1988.
Tujuanya adalah agar ketahanan terhadap uap air dan gas meningkat, sehingga dari hasil pengujian terlihat bahwa kemasan metalized
OPP20VMOPP20 lebih rendah nilai permeansi uap airnya dibandingkan dengan kemasan laminasi non logam seperti OPP20PP20.
B. KARAKTERISTIK PENYERAPAN UAP AIR