sebagai hemoptisis atau sebagai kolaps generalisasi yang serupa dengan infark
myocardium mayor, yang kadang–kadang sulit dibedakan. 3.
Kardiovaskuler
Komplikasi kardiovaskuler yang dapat terjadi antara lain hipotensi, hipertensi, aritmia jantung, dan payah jantung Thaib, 1989. Hipotensi
didefinisikan sebagai tekanan darah systole kurang dari 70 mmHg atau turun lebih dari 25 dari nilai sebelumnya. Hipotensi dapat disebabkan oleh hipovolemia
yang diakibatkan oleh perdarahan, overdosis obat anestetika, penyakit kardiovaskuler seperti infark miokard, aritmia, hipertensi, dan
reaksihipersensivitas obat induksi, obat pelumpuh otot, dan reaksi transfusi. Hipertensi dapat meningkat pada periode induksi dan
pemulihan anestesi. Komplikasi hipertensi disebabkan oleh analgesa dan hipnosis yang tidak adekuat, batuk, penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi
yang tidak adekuat Thaib, 1989. Sementara faktor-faktor yang mencetuskan aritmia adalah hipoksia, hiperkapnia, tindakan intubasi, gangguan elektrolit, dan
pengaruh beberapa obat tertentu.
4. Hati
Penyebab hepatitis pasca bedah dapat disebabkan oleh halotan. Insidens virus Hepatitis A aktif dalam populasi umum mungkin jauh lebih lazim,
yang diperkirakan sekitar 100–400 per
sejuta pada
suatu waktu
Ellis Campbell, 1986. Mungkin bahwa zat anestesi mengurangi kemanjuran susunan kekebalan dan membuat pasien lebih cenderung ke infeksi yang
mencakup hepatitis virus. Anestesi Halotan berulang dalam interval 6 minggu mungkin harus dihalangi.
Universitas Sumatera Utara
5. Suhu tubuh
Akibat venodilatasi perifer yang tetap ditimbulkan anestesi menyebabkan penurunan suhu inti tubuh. Selama pembedahan yang lama,
terutama dengan pemaparan vesera, bisa timbul hipotermi yang parah, yang menyebabkan pengembalian kesadaran tertunda, pernapasan dan perfusi perifer
tidak adekuat. Masalah pernapasan akan dirumitkan, jika kebutuhan oksigen meningkat sebagai akibat menggigil selama masa pasca bedah Ellis
Campbell, 1986.
1.6.2 Bahaya Anestesi
Bahaya utama anestesi dapat disebabkan banyak penyebab. Sebagian penyebab pada mulanya tidak berarti, tetapi jika bahaya tersebut tidak
diperhatikan sama sekali, atau tidak diatasi dengan baik, maka bencana dapat terjadi Bulto Blogg, 1994. Bahaya lain mungkin tidak berbahaya tetapi
merupakan sumber utama ketidaknyamanan, nyeri, atau iritasi terhadap penderita. Bahaya anestesi yang mungkin dapat terjadi antara lain:
1. Kematian “dalam keadaan” atau “akibat anestesi”
Kematian dalam keadaan “teranestesi” mungkin tidak sepenting kematian akibat anestesi, atau komplikasinya. Jika perdarahan masif
yang terjadi selama pembedahan tidak dapat dikontrol, hal ini tentu saja termasuk kematian dalam keadaan teranestesi tetapi bukan akibat anestesi walaupun ahli
anestesi telah mempunyai peran yang penting untuk berusaha mempertahankan hidup
penderita dengan
secepatnya melakukan
transfusi darah
Bulto Blogg, 1994.
Universitas Sumatera Utara
2. Bahaya anestesi yang dapat mematikan
Kematian akibat anestesi mungkin disebabkan oleh hipoksia dan henti jantung yang saling terkait, pada kedua kasus kematian dapat
disebabkan oleh gangguan penyediaan oksigen otak dan atau jantung baik primer yang disebabkan oleh hipoksia respiratorik maupun sekunder sebagai akibat
terhentinya sirkulasi setelah henti jantung Bulto Blogg, 1994.Bahaya lain akibat anestesi yang dapat mematikan karena anestesi adalah anafilaksis akut
karena obat yang digunakan pada anestesi, dan hipertermia yang ganas. 3.
Hipoksia atau anoksia respiratorik selama anestesi
Hipoksia atau anoksia terjadi selama anestesi akibat kegagalan sebagian atau total maupun hambatan terhadap penyediaan oksigen ke otak
Bulto Blogg, 1994. Keadaan seperti ini dapat terjadi pada semua titik mulai
dari sumber penyediaan oksigen, mesin anestesi, saluran pernapasan atas dan bawah, paru–paru, pembuluh darah utama sampai kapiler, dan akhirnya sampai
kepada pemindahan oksigen ke dan dalam sel. Sebagian sel akan pulih dari hipoksia atau bahkan anoksia yang berlangsung dalam beberapa menit, tetapi pada
otak akan terjadi kerusakan yang irreversibel setelah 4–6 menit kekurangan oksigen, demikian juga yang terjadi jika jantung berhenti dengan efektif
henti jantung Bulto Blogg, 1994.
2 Keperawatan
2.1 Pengertian
Universitas Sumatera Utara
Keperawatan adalah diagnosis dan penanganan respon manusia terhadap masalah kesehatan aktual maupun potensial ANA, 2000. Dalam dunia
keperawatan modern respon manusia yang didefinisikan sebagai pengalaman dan respon orang terhadap sehat dan sakit yang merupakan suatu fenomena perhatian
perawat. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang
berarti merawat atau memelihara. Harlley Cit ANA 2000 menjelaskan pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat
atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injury dan proses penuaan dan perawat profesional adalah perawat yang bertanggungjawab
dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenanganya
Depkes RI,2002. Asuhan keperawatan adalah kegiatan profesional perawat yang dinamis,
membutuhkan kreativitas dan berlaku rentang kehidupan dan keadaan Carpenito, 1998. Adapun tahap dalam malakukan asuhan keperawatan yaitu :
pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana, implementasi, dan evaluasi.
2.2 Peran dan Fungsi Perawat
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap kedudukannya dalam sistem Zaidin Ali , 2002. Ahli lain yaitu Kozier
Barbara 1995 memberi defenisi peran sebagai seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu
sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar
Universitas Sumatera Utara
dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu.
Menurut Gaffar 1995 peran perawat adalah segenap kewenangan yang dimiliki oleh perawat untuk menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan
kompetensi yang dimiliki. Peran perawat yang dimaksud adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan
pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan secara professional sesuai
dengan kode etik professional. Dimana setiap peran yang dinyatakan sebagai ciri terpisah demi untuk kejelasan.
Fungsi perawat dalam melakukan pengkajian pada Individu sehat maupun sakit dimana segala aktifitas yang di lakukan berguna untuk
pemulihan kesehatan berdasarkan pengetahuan yang di miliki, aktifitas ini di lakukan dengan berbagai cara untuk mengembalikan kemandirian pasien secepat
mungkin dalam bentuk proses keperawatan yang terdiri dari tahap pengkajian, identifikasi masalah diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi.
Keperawatan dalam menjalankan pelayanan sebagai nursing services menyangkut bidang yang amat luas sekali, secara sederhana dapat diartikan
sebagai suatu upaya untuk membantu orang sakit maupun sehat dari sejak lahir sampai meningal dunia dalam bentuk peningkatan pengetahuan, kemauan dan
kemampuan yang dimiliki, sedemikian rupa sehingga orang tersebut dapat secara optimal melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri tanpa
Universitas Sumatera Utara
memerlukan bantuan
dan ataupun tergantung
pada orang
lain Sieglar cit Henderson, 2000.
Perhatian perawat profesional pada waktu menyelenggarakan pelayanan keperawatan adalah pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Profil
perawat profesional adalah gambaran dan penampilan menyeluruh. Perawat dalam malakukan aktifitas keperawatan sesuai dengan kode etik keperawatan.
Aktifitas keperawatan meliputi peran dan fungsi pemberi asuhan keperawatan, praktek keperawatan, pengelola institusi keperawatan,
pendidikan pasien serta kegiatan penelitian dibidang keperawatan. Sieglar, 2000.
Peran yang dimiliki oleh seorang perawat antara lain peran sebagai pelaksana, peran sebagai pendidik, peran sebagai pengelola, dan peran sebagai
peneliti Marullah, 2005.
2.2.1 Peran sebagai Pelaksana
Peran ini di kenal dengan “ Care Giver”, yaitu peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara langsung atau tidak langsung
kepada pasien sebagai individu, keluarga dan masyarakat, dengan metoda pendekatan pemecahan masalah yang disebut proses keperawatan. Pada peran ini,
perawat diharapkan mampu: memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga , kelompok atau masyarakat sesuai diagnosis masalah yang
terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai pada masalah yang kompleks; memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan pasien,
Universitas Sumatera Utara
perawat harus memperhatikan pasien berdasarkan kebutuhan signifikan dari pasien Marullah, 2005.
Dalam melaksanakan peran ini perawat bertindak sebagai comforter, protector, advocate, communicator serta rehabilitator Marullah,
2005. Sebagai comforter perawat berusaha memberi kenyamanan dan rasa aman pada pasien. Peran protector dan advocate lebih berfokus pada kemampuan
perawat melindungi dan menjamin hak dan kewajiban pasien agar terlaksana dengan seimbang dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Peran sebagai
communicator, perawat bertindak sebagai penghubung antara pasien dengan anggota kesehatan lainya. Peran ini erat kaitanya dengan keberadaan perawat
mendampingi pasien sebagai pemberi asuhan keperawatan selama 24 jam. Sedangkan rehabilitator, berhubungan erat dengan tujuan pemberian asuhan
keperawatan yakni mengembalikan fungsi organ atau bagian tubuh agar sembuh dan dapat berfungsi normal Marullah, 2005.
2.2.2 Peran sebagai Pendidik
Sebagai pendidik perawat berperan dalam medidik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat serta tenaga kesehatan yang berada dibawah
tanggungjawabnya. Peran ini berupa penyuluhan kepada pasien, maupun bentuk desimilasi ilmu kepada peserta didik keperawatan Marullah, 2005.
2.2.3 Peran sebagai Pengelola
Dalam hal ini perawat mempunyai peran dan tanggungjawab dalam mengelola pelayanan maupun pendidikan keperawatan sesuai dengan
manajemen keperawatan dalam kerangka paradigma keperawatan. Sebagai
Universitas Sumatera Utara
pengelola, perawat memantau dan menjamin kualitas asuhan atau pelayanan keperawatan serta mengorganisasi dan mengendalikan sistem pelayanan
keperawatan. Karena pengetahuan dan pemahaman perawat yang kurang sehingga pelaksanaan peran perawat pengelola belum maksimal, mayoritas posisi,
lingkup kewenangan dan tanggungjawab perawat hampir tidak berpengaruh dalam perencanaan dan pengambilan keputusan Marullah, 2005.
2.2.4 Peran sebagai Peneliti
Sebagai peneliti dibidang keperawatan, perawat diharapkan mampu mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip dan metoda penelitian
serta memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan pendidikan keperawatan. Penelitian di dalam bidang keperawatan
berperan dalam mengurangi kesenjangan penguasaan tehnologi di bidang kesehatan, karena temuan penelitian lebih memungkinkan terjadinya transformasi
ilmu pengetahuan dan teknologi, selain itu penting dalam memperkokoh upaya menetapkan dan memajukan profesi keperawatan Marullah, 2005.
2.3 Peran Perawat dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Anestesi
Setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus dirawat sementara di ruang Post Anestesi Care Unit PACU atau Recovery Room RR sampai kondisi
pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan bangsal perawatan Torrance Serginson,
1997. Post Anestesi Care Unit PACU atau Recovery Room RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini disebabkan untuk
mempermudah akses bagi pasien untuk perawat yang disiapkan dalam merawat
Universitas Sumatera Utara
pasca operatif perawat anastesi, ahli anastesi dan ahli bedah, alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya.
Alat monitoring yang terdapat di ruang pemulihan digunakan untuk memberikan penilaian terhadap kondisi pasien Torrance Serginson, 1997.
Jenis peralatan yang ada diantaranya adalah alat bantu pernafasan seperti oksigen, laringoskop, set trakheostomi, peralatan bronkhial, kateter nasal, ventilator
mekanik dan peralatan suction. Selain itu di ruang ini juga harus terdapat alat yang digunakan untuk memantau status hemodinamika dan alat-alat untuk
mengatasi permasalahan hemodinamika, seperti : apparatus tekanan darah, peralatan parenteral, plasma ekspander, set intravena, set pembuka jahitan,
defibrilator, kateter vena, tourniquet, bahan-bahan balutan bedah, narkotika dan medikasi kegawatdaruratan, set kateterisasi dan peralatan drainase
Rondhianto, 2998 Selain alat-alat tersebut diatas, pasien post operasi juga harus
ditempatkan pada tempat tidur khusus yang nyaman dan aman serta memudahkan akses bagi pasien, seperti pemindahan darurat dan dilengkapi dengan kelengkapan
yang digunakan untuk mempermudah perawatan. Seperti tiang infus, side rail, tempat tidur beroda, dan rak penyimpanan catatan medis dan perawatan
Torrance Serginson, 1997. .
Pasien tetap berada dalam PACU sampai pulih sepenuhnya dari pegaruh anastesi, yaitu tekanan darah stabil, fungsi pernafasan adekuat, saturasi oksigen
minimal 95 dan tingkat kesadaran yang baik Rondhianto, 2998. Kriteria penilaian yang digunakan untuk menentukan kesiapan pasien
untuk dikeluarkan dari PACU adalah : pasien harus pulih dari efek anestesi, efek
Universitas Sumatera Utara
fisiologis dari obat bius harus stabil, pasien harus sudah sadar kembali dan tingkat kesadaran pasien telah sempurna, orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan
orang, fungsi pulmonal yang tidak terganggu, hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat, tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah,
haluaran urine tidak kurang dari 30 mljam, mual dan muntah dalam kontrol, dan nyeri minimal Torrance Serginson, 1997. Status pasien harus ditulis dan
dibawa ke bangsal masing-masing, jika keadaan pasien membaik, pernyataan persetujuan harus dibuat untuk kehadiran pasien tersebut oleh seorang perawat
khusus yang bertugas pada unit dimana pasien akan dipindahkan, staf dari unit dimana pasien harus dipindahkan, perlu diingatkan untuk menyiapkan dan
menerima pasien tersebut Abrorshodiq, 2009. Hal-hal yang harus diperhatikan selama membawa pasien ke ruangan
antara lain : keadaan penderita serta order usulan dari dokter, mengusahakan agar pasien jangan sampai kedinginan, kepala pasien sedapat mungkin harus
dimiringkan untuk menjaga bila muntah sewaktu-waktu, dan muka pasien harus terlihat sehingga bila ada perubahan dapat dipantau dengan segera
Abrorshodiq, 2009.
2.3.1 Peran perawat pada fase pasca anestesi
Peran perawat pada fase pasca anestesi baik pada bedah mayor maupun minor sangat dibutuhkan. Peran perawat tersebut merupakan upaya dalam
pencegahan terjadinya komplikasi anestesi yaitu peran pemantauan atau pengkajian pasca anestesi dan peran penatalaksanaan atau perawatan pasien pasca
anestesi Latief, 2001; Wijaya, 2008 .
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Pemantauanpengkajian pasca anestesi
Periode segera setelah anestesi adalah periode gawat. Untuk itu pasien harus dipantau dengan jeli dan harus mendapat bantuan fisik dan
psikologis yang intensif sampai pengaruh utama dari anestesi mulai berkurang dan kondisi umum mulai stabil Abrorshodiq, 2009. Pemantauan yang efektif
mengurangi kemungkinan outcomes akibat buruk yang bisa terjadi setelah anesthesia melalui pengidentifikasian kelainan sebelum menimbulkan kelainan
yang serius atau tidak dapat diubah Murphy Vender, 2004. Pemantauan dilakukan segera setelah pasien masuk di ruang PACU atau di ruang mana pasien
telah mendapatkan tindakan anestesi yang meliputi pengkajian sistem pernapasan, sistem kardiovaskuler, keseimbangan cairan dan elektrolit, sistem persarafan,
sistem perkemihan, dan sistem gastrointestinal .
1. Sistem pernapasan
Pengkajian sistem pernapasan dilakukan dengan cara memeriksa jalan nafas dengan meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
Perubahan pernafasan dikaji antara lain frekuensi pernapasan Respiratory RateRR, pola pernapasan, kemampuan nafas dalam dan batuk, dan kedalaman
pernapasan Abrorshodiq, 2009. Pernapasan pendek dan cepat mungkin akibat nyeri, balutan yang terlalu ketat, dilatasi lambung, atau obesitas. Pernapasan yang
bising mungkin
karena obstruksi
oleh sekresi
atau lidah
Brunner Suddarth, 2001.
Universitas Sumatera Utara
Selama 2 jam pertama, nadi dan pernafasan diperiksa setiap 15 menit, lalu setiap 30 menit selama 2 jam berikutnya. Setelah itu bila
keadaan tetap baik, pemeriksaan dapat diperlambat. Bila tidak ada petunjuk khusus, pemeriksaan dilakukan setiap 30 menit. Bila ada tanda-tanda syok,
perdarahan dan menggigil perawat segera melaporkan kepada dokter. RR dibawah 10 kali permenit diduga terjadinya gangguan kardiovaskuler atau
metabolisme yang meningkat. Auskultasi paru dilakukan untuk mengkaji keadekwatan expansi paru, dan kesimetrisan paru. Pengkajian pernapasan juga
dilakukan melalui inspeksi pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma, retraksi sterna, efek anestesi yang berlebihan, dan adanya
obstruksi Wijaya,
2. Sistem kardiovaskuler
2008.
Pertimbangan dasar dalam mengkaji fungsi kardiovaskuler adalah memantau pasien terhadap tanda-tanda syok dan hemoragi Brunner
Suddarth, 2001. Pengkajian sistem kardiovaskuler yaitu pengkajian sirkulasi perifer yang meliputi kualitas denyut, warna kulit, temperatur, ukuran ektremitas,
sirkulasi darah, nadi dan suara jantung yang dikaji tiap 15 menit 4 x , 30 menit 4x, 2 jam 4x dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil Abrorshodiq,
2009. Penurunan tekanan darah, nadi dan suara jantung kemungkinan dapat disebabkan oleh depresi miocard, shock, perdarahan atau overdistensi. Nadi yang
meningkat disebabkan oleh shock, nyeri, dan hypothermia Wijaya, 2008.
Universitas Sumatera Utara
3. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Untuk mengkaji keseimbangan cairan dan elektrolit pasien pasca anestesi, perawat melakukan inspeksi membran mukosa meliputi
warna dan kelembaban, turgor kulit, dan balutan, mengukur cairan NGT, menilai out put urine, drainage luka, mengkaji intakeoutput, memonitor cairan intravena,
dan mengukur tekanan darah Abrorshodiq, 2009.
4. Sistem Persarafan.