Metode Penelitian Sistematika Penulisan Persamaan Lippmann-Schwinger

lebih bermanfaat untuk energi tinggi, maka efek relativitas juga perlu dipertimbangkan, karena itu kinematika relativistik juga akan diperhitungkan.

1.3 Tujuan Penelitian

Memformulasikan hamburan 2 partikel, yang satu bespin 12 dan yang lain berspin 32 , yang bermanfaat sebagi solusi alternative dalam menyelesaikan permasalahan hamburan pertikel berenergi tinggi High Energy Physics , dengan memilih vektor momentum dan helicity sebagai basis.

1.4 Metode Penelitian

Berhubung karena Penelitian ini berbasiskan momentum-helicity maka pertama-tama basis momentum-helicity diuraikan terlebih dahulu. Selanjutnya, dengan basis momentum-helicity tersebut , persamaan Lippmann-Schwinger dipecahkan untuk matriks-T.

1.5 Sistematika Penulisan

Skripsi ini ditulis terbagi menjadi empat bab, dengan penjelasan bab demi bab adalah sebagai berikut, • Pada bab 1 dikemukakan latar belakang penelitian, batasan masalah, tujuan penelitian, dan metode penelitian yang digunakan. • Bab 2 merupakan tinjauan pustaka yang membahas mengenai dasar teori hamburan 2 partikel yang ditinjau dalam dua kerangka. Yang satu kerangka Laboratorium dan yang lain kerangka pusat massa. Kemudian Persamaan Lippman Schwinger untuk matriks-T dibentuk untuk proses hamburan. Dan amplitudo hamburan juga dirumuskan dengan mengaitkannya dengan matriks hamburan. Selanjutnya Persamaan Lippman-Schwinger dibentuk dalam basis gelombang parsial. • Bab 3 berisi hasil dan pembahasan. Pada bab ini dibahas tentang proses formulasi teknik 3D. Dimulai dari pembentukan basis Momentum-Helisitas. Kemudian memformulasikan struktur umum potensial yang digunakan. Universitas Sumatera Utara Setelah itu persamaan Lippman Schwinger untuk matriks-T pada basis Momentum-Helisitas dibentuk. Selanjutnya hubungan antara basis Momentum-Helisitas dan basis Gelombang Parsial diturunkan dan terakhir memformulasikan efek kinematika relativistik. • Bab 4 berisi kesimpulan mengenai penelitian yang telah dilakukan serta saran- saran untuk penelitian mendatang dengan topik yang berkaitan dalam skripsi ini. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hamburan dua partikel

Interaksi antar partikel dapat dipahami dengan mengkaji proses hamburan. Dalam hamburan, sebuah berkas partikel diarahkan ke sebuah material penghambur yang dinamakan target, kemudian distribusi energi dan sudut partikel tersebut diamati. Proses hamburan ini dapat dilakukan dengan menganggap target tidak mengalami perubahan keadaan maka hamburan ini dinamakan hamburan elastis. Dan target mengalami perubahan keadaan dinamakan hamburan nonelastisG.Aruldhas, 1984. Fenomena hamburan ini tentu saja telah banyak dikenal, khususnya dalam fisika nuklir dalam mengungkap karakteristik inti atau interaksi antar nucleon dalam inti. Penjelasan tentang hamburan dalam bab ini hanya bersifat singkat sebagai dasar untuk formulasi pada bab-bab selanjutnya.

2.1.1 Kinematika Hamburan Dua Partikel

Kerangka yang digunakan adalah kerangka laboratorium Lab. dan kerangka pusat massa P.M.. Misalkan m 1 menyatakan massa partikel 1, digunakan sebagai proyektil, dan m 2 massa partikel 2 digunakan sebagai target. Di dalam kerangka Laboratorium Lab. mula-mula sebelum mengalami hamburan m 1 dan m 2 masing-masing mempunyai momentum k 1 dan k 2 dimana k 2 = 0, dan pada keadaan akhir sesudah mengalami hamburan momentum yang dimiliki m 1 dan m 2 dan ′ ′ 1 2 k k adalah . Dalam menghitung proses hamburan sangat memudahkan jika menggunakan momentum relatif p , yang didefinisikan sebagai : 2 1 2 1 2 m m m m − = + 1 k k p 2.1 Pada keadaan awal, partikel target berada dalam keadaan diam, k 2 = 0. Maka : Universitas Sumatera Utara 1 1 m µ = k p 2.2 Dimana µ adalah massa tereduksi. 1 2 1 2 m m m m µ = + 2.3 Gambar 2.1. Hamburan dalam kerangka laboratorium dan kerangka P.M. Energi kinetik total system E k dalam satu kerangka acuan adalah penjumlahan dari energi kinetik masing-masing partikel dalam kerangka tersebut. Energi kinetik bersifat kekal dalam hamburan, sehingga berlaku persamaan berikut : 1 1 2 k Lab k k k E E E E ′ ′ = = + 2.4 2 2 2 1 1 2 1 1 2 2 2 2 k Lab k k k E m m m ′ ′ = = + 2.5 2 2 . 2 2 k P M p p E µ µ ′ = = 2.6 Dalam hal ini E k Lab = E Lab. . k P M E Energi Lab. dan = . P M E Energi P.M.. Karena hamburan bersifat elastis maka besarnya energi awal dan energi akhir adalah sama. Perbandingan antara E Lab. . P M E Dan : 2 2 . 1 2 1 . 1 2 2 P M Lab p E m E m µ µ µ = = = k 2.7 Universitas Sumatera Utara Pada gambar 2.1. di atas dapat dilihat skema hamburan dalam kerangka laboratorium dan kerangka pusat massa. Hubungan antara sudut hambur dalam kedua kerangka dapat juga ditentukan. Sudut hambur adalah besarnya sudut antara vektor momentum awal dan vector momentum akhir dari proyektil. Pada hamburan misalkan proyektil datang pada arah sumbu-z dengan momentum k 1 = k 1 ˆz dan p = p ˆz dan hamburan terjadi pada bidang ˆ ˆ. x z − Vector momentum akhir dalam kerangka P.M. Adalah : . . . . ˆ ˆ x + z ˆ ˆ = p sin x + p cos z x z P M P M p p θ θ ′ ′ ′ = p 2.8 dan dapat juga dinyatakan sebagai : 2 1 2 1 2 m m m m ′ ′ − ′ = + 1 k k p 2.9 Pada kerangka Lab. Vektor momentum awal hanya memiliki komponen pada sumbuz, sehingga vector momentum akhir total juga hanya pada subu-z, komponen sumbu-x dari vector momentum akhir akan saling menghilangkan, maka diperoleh hubungan : 2 1 x x k k ′ ′ = − 2.10 Dengan memasukkan persamaan 2.8 kedalam persamaan 2.9 dan dengan kondisi 2.10, maka akan diperoleh hubungan antara sudut hambur dalam kedua kerangka sebagai berikut : 1 2 . . . . arcsin sin m P M Lab Lab m θ θ θ = + 2.11

2.2 Persamaan Lippmann-Schwinger

Proyektil memiliki energi kinetic H o = p 2 H = H 2m dan target mempunyai komponen potensial V , maka Hamiltonian interaksi antara proyektil dan target dapat diformulasikan sebagai berikut : o = p + V 2 2m + V 2.12 H o φ adalah Hamiltonian partikel bebas . Kita misalkan adalah eigenket energi dari H o maka dapat dituliskan persamaan sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara H E φ φ = 2.13 Fungsi φ fungsi keadaan bebas free-state. Untuk keadaan hamburan berlaku : H V E ψ ψ + = 2.14 dengan ψ merupakan keadaan hamburan. Digunakan Ansazt bahwa keadaan hamburan adalah : ψ φ χ = + 2.15 Jika interaksi tidak terjadi maka hamburan tidak akan terjadi. Misalkan V = 0, maka ψ φ = . Solusi persamaan Schrodinger 2.14 dapat menjelaskan keadaan hamburan dengan menggunakan persamaan 2.15 sebagai berikut : dimana , : : 1 H V E E H V H V E E H V H V E E H E maka V H V E Sehingga V E H V E H V E H φ χ φ χ φ χ φ χ φ φ χ χ φ χ φ φ φ χ χ χ φ χ χ ψ χ χ ψ + + = + + + + = + + + + = + = + + = + = − = − = − 1 dan V E H ψ φ ψ = + − G E V ψ φ ψ = + 2.16 1 dengan G E adalah propagator bebas E H = − . Untuk menghindari titik singular pada saat E H = , maka E dibuat sedikit kompleks yaitu : E E i → ± ² dengan ≈ ² . Sehingga propagator bebas berubah menjadi : 1 lim G E E i H → = ± − ² ² Dan persamaan 2.16 menjadi : Universitas Sumatera Utara 1 lim E i H ψ φ → = + ± − ² ² G E V ψ φ ψ ± = + 2.17 Persamaan 2.17 ini disebut sebagai persamaan Lippman-Scwhinger untuk fungsi gelombang. Perubahan keadaan dari keadaan awal ke keadaan akhir dapat didefinisikan melalui operator transisi sebagai berikut : T V ψ ψ ≡ 2.18 Dengan ψ pada persamaan 2.17 diperoleh persamaan Lippmann-Schwinger untuk matriks-T, T V G E V φ φ ψ ± = + T V VG E V T V VG E T φ φ ψ φ φ ψ ± ± = + = + T V VG E T ± = + 2.19 Arti fisis dari persamaan 2.19 di atas adalah bahwa dalam hamburan dua partikel dimungkinkan terjadinya hamburan berkali-kali multiple-scattering dalam intermediate state. Matriks T pada persamaan tersebut juga menunjukkan sebuah deret tak hingga dari V, maka persamaan tersebut dapat diekspansikan menjadi : ... T V VG V VG VG V VG VG VG V ± ± ± ± ± ± =+ + + + 2.20 Dengan menerapkan basis tertentu yaitu basis ruang konfigurasi pada persamaan 2.17 maka diperoleh : G E V ψ φ ψ ± = + r r r 2.21 φ merupakan keadaan bebas sistem dengan momentum p, maka φ diganti menjadi p , dan persamaan 2.21 menjadi : Fungsi Green G E V d G E V ψ ψ ψ ± ± = + ′ ′ ′ = + ∫ r r p r r p r r r r    2.22 Dengan r p merupakan fungsi gelombang bebas berupa fungsi gelombang bidang, r p = . 3 2 1 2 i e π p r 2.23 Universitas Sumatera Utara dan G E ± ′ r r yang merupakan representasi propagator bebas dikenal sebagai fungsi Green partikel bebasE. Merzbacher, 1958 : r r 2 4 r r ip e G E µ π ′ ′ ± − ± ′ = − ′ − r r 2.24 Perhatikan Gambar 2.2 di bawah ini : Gambar 2.2.Titik pengamatan Jika r ′r ฀ , maka 1 ˆ r dan ′ ′ − − ⋅ ′ − r r r r r r ฀ dapat diganti dengan 1 r dan dapat kita peroleh : r r . i ipr i e e e ′ ± − ′ ′ ± = p p r  2.25 sehingga persamaan 2.24 menjadi : . 2 4 ipr i e G E e r µ π ± ′ ′ ± ′ = − p r r r  2.26 Dengan memasukkan persamaan 2.23 dan 2.26 ke persamaan 2.22 didapatkan : 3 2 . . 1 2 2 ipr i i e e d e T r ψ µ π φ π ± ′ ′   ′ ′ =−     ∫ p r p r r r r  2.27 Persamaan 2.27 di atas terdiri dari 2 suku. Suku pertama merupakan fungsi gelombang datang dan suku kedua adalah fungsi gelombang terhambur yang merupakan fungsi gelombang radial. Persamaan ini dapat dirobah dengan syarat bahwa fungsi gelombang terhambur haruslah mengarah ke luar, maka solusi yang Universitas Sumatera Utara digunakan adalah solusi untuk E i + ² . Dan juga propagator yang digunakan adalah G E + . Sehingga diperoleh : 3 2 3 3 2 2 3 2 . . . 2 . . 2 1 2 2 1 1 4 2 2 1 4 2 ipr i i ipr i i ipr i e e d e T r e e d e T r e e d T r ψ µ π φ π µπ φ π π µπ φ π ′ ′ − ′ ′ −   ′ ′ =−       ′ ′ =−       ′ ′ ′ ′ =−     ∫ ∫ ∫ p r p r p r p r p r r r r r r r p r r 3 2 . 2 1 4 2 ipr i e e T r ψ µπ π   ′ =−     p r r p p 2.28 Pada persamaan 2.28 di atas telah diganti φ menjadi p . Suku T ′ p p merupakan elemen matriks-T dalam basis vector momentum. Jika amplitudo hamburan , f ′ p p didefinisikan sebagai berikut : 2 , 4 f T µπ ′ ′ ≡ − p p p p 2.29 maka persamaan 2.28 menjadi : 3 2 . 1 , 2 ipr i e e f r ψ π   ′ =+     p r r p p 2.30 Persamaan di atas akan dimodifikasi dengan memasukkan keadaan spin n pada keadaaan bebas dan keadaan hamburan sebagai berikut : Keadaan bebas : n n φ φ ≡ 2.31 Keadaan hamburan : n n ψ ψ ≡ 2.32 Dengan n merupakan kombinasi linear dari 2 λ dan λ merupakan proyeksi spin pada sumbu kuantisasi bilangan kuantum magnetic spin : 2 2 n 2 n a λ λ λ =− = ∑ 2.33 Dengan menambahkan komponen spin pada persamaan 2.22 maka diperoleh : n n d G E T n λ ψ φ λ λ φ + ′ ′ ′ ′ ′ ′ = + ∑∫ r r r r r r 2.34 karena propagator tidak bergantung pada keadaan spin, maka : Universitas Sumatera Utara . 3 2 . 3 2 n 2, 2 2 2, 2 i i ipr e n d G E T n e e n T n r λ λ ψ λ λ π µ π λ λ π + ′ ′ ′ ′ ′ ′ ′ = + ′ ′ ′ = − ∑ ∫ ∑ p r p r r r r r r p p p . . 3 2 2, , 2 i ipr i e e e n f r λ λ λ π ′ ′   ′ ′ =+     ∑ p r p r p p 2.35 dengan : 2 , 4 f T n λ µπ λ ′ ′ ′ ′ ≡ − p p p p 2.36

2.3 Observable