Berdasarkan penjelasan di atas penulis merasa tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Peranan Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Fisik Studi
Pada Kantor Kepala Desa Palding Jaya Sumbul Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi”
1.2 Rumusan Masalah
Untuk dapat memudahkan penelitian ini nantinya, dan agar penelitian ini memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam
penulisan skripsi, maka terlebih dahulu di rumuskan masalahnya. Berdasarkan uraian latar belakang masalah maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Peranan Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan fisik? ”.
1.3 Pembatasan Masalah
Pembahasan mengenai peranan kepemimpinan kepala desa dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan fisik sangat luas. Agar
lebih fokus terhadap suatu masalah maka penulis memberikan batasan masalah pada peranan kepemimpinan kepala desa dalam meningkatkan partisipasi
masyarakat terhadap pembangunan jalan usaha tani.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui peranan kepemimpinan kepala desa untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan fisik pada Desa Palding Jaya Sumbul Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Bagi penulis, berguna untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan berfikir melalui penulisan karya ilmiah serta melatih penulis menerangkan
teori-teori yang telah didapat selama perkuliahan. b.
Bagi pihak fakultas diharapkan menjadi bahan referensi ataupun bahan pembanding bagi mahasiswa lainnya.
c. Bagi kantor pemerintahan desa Palding Jaya Sumbul Kecamatan Tigalingga
Kabupaten Dairi, sebagai bahan masukan khususnya tentang pembangunan jalan lahan usaha tani.
d. Bagi peneliti lain, sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
1.6 Kerangka Teori
Untuk memudahkan penelitian diperlukan pedoman dasar berfikir yaitu kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut seorang peneliti
perlu menyusun kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Singarimbun 1989:37 teori diartikan sebagai “Serangkaian konsep, defenisi, proposisi, yang saling berkaitan dan tujuan memberikan
gambaran yang sistematis tentang suatu fenomena.” Mengacu pendapat di atas, maka dalam hal ini penulis mengemukakan
beberapa teori yang dapat dijadikan titik tolak atau landasan dalam penelitian ini.
1.6.1 Peranan 1.6.1.1 Pengertian Peranan
Peranan berasal dari kata peran, peran memiliki makna yaitu seperangkat tingkat diharapkan dan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat.
Sedangkan peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989
Menurut Soekanto 2009:212 “Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan status.” Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai
dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan. Pembedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu. Keduanya tak dapat
dipisah-pisahkan kerana yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peran.
1.6.1.2 Fungsi Peranan
Menurut Narwoko 2004:160 fungsi peranan adalah sebagai berikut: 1.
Memberi arah pada proses sosialisasi 2.
Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan pengetahuan.
3. Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat
Universitas Sumatera Utara
4. Menghidupkan sistem pengendali dan kontrol sehingga dapat
melestarikan kehidupan masyarakat.
1.6.1.3 Jenis-Jenis Peranan
Berdasarkan pelaksanaannya peranan sosial dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Peranan yang diharapkan yaitu cara ideal dalam pelaksanan menurut penilaian
masyarakat. Masyarakat menghendaki peranan yang diharapkan dilaksanakan secermat-cermatnya dan peranan ini tidak dapat ditawarkan dan harus
dilaksanakan seperti yang ditentukan. Peranan jenis ini antara lain peranan hakim, peranan protokoler diplomatik dan sebagainya.
2. Peranan yang disesuaikan yaitu cara bagaimana sebagai peranan itu
dijalankan. Peranan ini pelaksanaannya lebih luwes, dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu.
Sementara itu, berdasarkan cara memperolehnya peranan dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Peranan bawaan yaitu peranan yang diperoleh secara otomatis bukan karena
usaha, misalnya peranan sebagai nenek, anak, dan sebagainya. 2.
Peranan pilihan yaitu peranan yang diperoleh atas dasar keputusan sendiri, misalnya seseorang yang memutuskan untuk memilih kuliah di fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan memilih program studi Ilmu Administrasi Negara.
Universitas Sumatera Utara
1.6.2 Kepemimpinan 1.6.2.1 Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan berasal dari kata pemimpin yang berarti seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan kelebihan
disatu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian suatu maksud atau
beberapa tujuan Kartono, 1993:76. Kepemimpinan pada dasarnya mempunyai pokok pengertian sebagai sifat
kemampuan, proses dan atau konsep yang dimiliki oleh seseorang sedemikian rupa sehingga ia diikuti, dipatuhi, dihormati, dan disayangi oleh orang lain dan
orang lain bersedia dengan penuh keikhlasan melakukan perbuatan atau kegiatan yang dimiliki oleh seorang tersebut.
Kepemimpinan juga sering dikatakan sebagai bakat talent dimana kalanya tanpa dipelajari bahkan tanpa disadari seseorang dapat menjalankan
kepemimpinan dengan baik. Walaupun demikian bukan berarti kepemimpinan tidak dapat dipelajari, dari berbagai studi kasus yang ada menunjukan seorang
pemimpin dapat mencari format kepemimpinan yang ia sukai atau dibutuhkandituntut oleh organisasi dengan mempelajarinya.
Menurut Tead; Terry; Hoyt dalam Kartono, 2003 pengertian “Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau
bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan
kelompok.”
Universitas Sumatera Utara
Menurut Young dalam Kartono, 2003 pengertian kepemimpinan yaitu “Bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup
mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi
situasi yang khusus.” Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki
kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
1.6.2.2 Tipe-Tipe Gaya Kepemimpinan
Menurut Sondang P.Siagian tipe-tipe gaya kepemimpinan adalah sebagai berikut:
1. Tipe Kepemimpinan Otokratik ialah seorang pemimpin yang :
a. Menganggap organisasi sebagai milik pribadi
b. Mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi
c. Menganggap bahwa sebagai alat semata-mata
d. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat
e. Terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya
f. Dalam tindaknya penggeraknya sering mempergunakan approach yang
mengandung unsur paksaan dan puntif bersifat menghukum.
Universitas Sumatera Utara
2. Tipe Kepemimpinan Militeristik ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-
sifat: a.
Kebanyakan sistem perintah yang sering digunakan b.
Senang bergantung pada pangkat dan jabatan c.
Senang kepada formalitas yang berlebih-lebihan d.
Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahannya 3.
Tipe Kepemimpinan Paternalistik memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a.
Menganggap bawahan sebagai manusia yang tidak dewasa b.
Bersikap terlalu melindungi c.
Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan
d. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil inisiatif
e. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan
daya kreasi dan fantasi f.
Sering bersikap mau tahu 4.
Tipe Kepemimpinan Kharismatik Dalam keadaaan tertentu, tipe kepemimpinan ini sangat diperlukan karena
dapat menutupi sifat negatifnya dengan kharisma positif yang dimilikinya. Terkadang para bawahannya tidak memiliki alasan yang kuat untuk memilih
seseorang tersebut sebagai pemimpin. 5.
Tipe Kepemimpinan Demokratik Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe
pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern karena:
Universitas Sumatera Utara
a. Ia senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritikan dari bawahan.
b. Selalu berusaha mengutamakan kerjasama teamwork dalam usaha mencapai
tujuan. c.
Selalu berusaha menjadikan lebih sukses dari padanya. d.
Selalu berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin. 6.
Tipe Kepemimpinan Laissez Faire Tipe kepemimpinan yang santai dan pengambilan keputusan diserahkan
kepada para bawahannya dengan pengarahan yang minimal bahkan tanpa pengarahan sama sekali. Oleh karena itu, tipe kepemimpinan ini sering kali
dianggap sebagai seorang pemimpin yang kurang memiliki rasa tanggung jawab yang wajar terhadap organisasi yang dipimpinnya. Serta memandang dan
memperlakukan bawahannya sebagai orang-orang yang sudah matang dan dewasa, baik dalam teknis maupun mental.
1.6.3 Kepemimpinan Kepala Desa
Kepemimpinan kepala desa merupakan kegiatan yang dilakukan oleh kepala desa dalam mempengaruhi dan mengarahkan masyarakat desa untuk
mencapai tujuan bersama, baik dalam pembangunan maupun kegiatan-kegiatan yang dilakukan di desa.
Kepemimpinan Kepala Desa sangat berpengaruh di dalam mewujudkan adanya partisipasi masyarakat di dalam pembangunan. Sesuai dengan program
yang telah disusun di dalam RPJMDes partisipasi masyarakat merupakan salah satu unsur yang sangat diutamakan untuk mencapai pembangunan yang baik.
Universitas Sumatera Utara
Pembangunan desa bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat desa, kepala desa harus mampu mengarahkan dan membimbing masyarakat untuk
ikut berpartisipasi baik itu partisipasi tenaga, partisipasi pikiran maupun partisipasi harta benda sehingga pembangunan dapat tercapai sesuai dengan yang
telah diprogramkan. Berdasarkan Keputusan Presiden bersama Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Bab V Pasal 37 menyatakan bahwa pemerintah desa terdiri dari kepala desa atau yang disebut
dengan nama lain perangkat desa. Istilah desa dapat disesuaikan dengan kondisi sosial budaya desa setempat. Ia dipilih langsung oleh penduduk desa dan calon
yang memenuhi syarat. Calon yang terpilih dengan mendapatkan suara terbanyak ditetapkan oleh Badan Permusyawaratan Desa dan disahkan oleh BupatiWalikota
paling lambat tiga puluh hari setelah pemilihan. Kepala desa dan perangkat lainnya pada dasarnya bertanggung jawab
kepada masyarakat desa yang dalam tata cara dan prosedur pertanggung jawabannya disampaikan kepada Bupati atau Walikota melalui Camat. Pihak
kecamatan hanya berperan sebagai penghubung antara pemerintah desa dengan pemerintah KabupatenKota. “Desa disini tidak lagi sebagai level administrasi
atau daerah justru merupakan “Independent comunity” yaitu desa dan masyarakatnya berhak atas kepentingan masyarakat tersebut Rudias, 2003:5.”
Universitas Sumatera Utara
1.6.3.1 Tugas Kepala Desa
Dalam Keputusan Presiden bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Bab V Pasal 26 bahwa kepala
desa memiliki tugas sebagai berikut: 1.
Menyelenggarakan Pemerintahan Desa, 2.
Melaksanakan Pembangunan Desa, 3.
Pembinaan kemasyarakatan Desa, dan 4.
Pemberdayaan masyarakat Desa.
1.6.3.2 Wewenang Kepala Desa
Dalam Keputusan Presiden bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 Bab V Pasal 26 bahwa kepala
desa memiliki kewenangan di dalam melaksanakan tugas pemerintahan di desa sebagai berikut:
1. Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
2. Mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa,
3. Memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa,
4. Menetapkan Peraturan Desa,
5. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa,
6. Membina kehidupan masyarakat Desa,
7. Membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa,
8. Membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta
mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa,
9. Mengembangkan sumber pendapatan Desa,
10. Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara
guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa, 11.
Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa, 12.
Memanfaatkan teknologi tepat guna, 13.
Mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif, 14.
Mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan 15.
Melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Universitas Sumatera Utara
1.6.3.3 Hak dan Kewajiban Kepala Desa
Dalam Keputusan Presiden bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 Bab V Pasal 26 bahwa kepala
desa memiliki hak dan kewajiban di dalam melaksanakan tugas pemerintahan di desa.
Hak kepala desa sebagai berikut: 1.
Mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa, 2.
Mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa;, 3.
Menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan,
4. Mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan;
dan 5.
Memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat Desa.
Kewajiban kepala desa sebagai berikut:
1. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika,
2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa,
3. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa,
4. Menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan,
5. Melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender,
6. Melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel,
transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme,
7. Menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku
kepentingan di Desa, 8.
Menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik, 9.
Mengelola Keuangan dan Aset Desa, 10.
Melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa, 11.
Menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa, 12.
Mengembangkan perekonomian masyarakat Desa, 13.
Membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa, 14.
Memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa, 15.
Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup dan
16. Memberikan informasi kepada masyarakat Desa.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepala desa memiliki peranan yang sangat besar dalam memajukan pembangunan untuk meningkatkan
perekonomian rakyat desanya. Selaku pemimpin utama dan tertinggi kepadanya juga diberikan kuasa sebagai pananggung jawab utama seluruh kegiatan yang
diselenggarakan.
1.6.4 Definisi Partisipasi
Partisipasi adalah salah satu elemen pemberdayaan masyarakat yang menjadi pendukung utama bagi keberhasilan dan keberlanjutan sebuah program
pembangunan. Partisipasi juga membuka peluang bagi terjadinya perubahan- perubahan yang mendasar pada masyarakat, pelaku serta aparat pemerintahan bisa
terlibat, saling belajar, berbagi pengalaman dan menggabungkan kekuatan serta kemampuan yang dimiliki untuk mewujudkan perubahan yang lebih baik di
daerah mereka. World Bank 1995 dalam Gaventa, et al 2001:5 menjelaskan, “Partisipasi sebagai proses dimana para pemilik kepentingan stakeholder
mempengaruhi dan berbagi pengawasan atas inisiatif dan keputusan pembangunan serta sumber daya yang berdampak pada mereka.”
Mubyarto dalam Ndraha 1990:102 memberikan penjelasan bahwa “Partisipasi merupakan kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program
dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan diri sendiri.” Selanjutnya David dalam Syamsi 1986:54 mengemukakan pengertian partisipasi
sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
“Participation is defined as mental and emotional involvement of a person in a group situation which encourages him to contribute to group goal and
share responsibility in them”.
Partisipasi merupakan keterlibatan seseorang dalam situasi kelompok baik secara mental maupun emosional untuk memperkuat mereka serta untuk
memberi masukan terhadap tujuan kelompok dan membagi tanggung jawab masing-masing.
Definisi yang lebih luas diberikan oleh Parry, Mosley dan Day 1992:16 dalam Gaventa, et al 2001:5, yang menyebutkan sebagai “Keikutsertan dalam
proses formulasi, pengesahan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah.” Menurut FAO seperti yang dikutip Mikkelsen 1999:64, berbagai penafsiran yang ada dan
beragam mengenai arti kata tentang partisipasi itu sendiri yaitu : 1.
Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan.
2. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, mengandung arti bahwa
orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu.
3. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat
dengan staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal
dan dampak sosial.
4. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam
perubahan yang ditentukannya sendiri. 5.
Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka.
Selanjutnya Stiefel dan Wolfe 1994:5 dalam Gaventa, et al 2001:5, menyatakan “Partisipasi sebagai upaya terorganisasi untuk meningkatkan
pengawasan terhadap sumber daya dan lembaga pengatur dalam keadaan sosial tertentu, oleh berbagai kelompok dan gerakan yang sampai sekarang
dikesampingkan dari fungsi pengawasan semacam itu.”
Universitas Sumatera Utara
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga gagasan utama dari partisipasi yaitu 1 partisipasi memerlukan keterlibatan mental dan
emosi yang sama pentingnya dengan keterlibatan fisik, 2 Partisipasi mendorong seseorang atau kelompok untuk mendukung situasi tertentu dan 3 Partisipasi
mendorong orang untuk ikut bertanggung jawab dalam suatu kegiatan sebagai akibat dari sumbangan atau dukungan yang diberikan secara emosional dan fisik.
Ketiga gagasan mengenai partisipasi ini sangat berkaitan erat dengan proses pengembangan masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat.
1.6.4.1 Prinsip Partisipasi
Partisipasi diasumsikan mempunyai aspirasi, nilai budaya yang perlu diakomodasikan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan suatu program
pembangunan Soetrisno, 1995:207. Pada Sastropoetro 1988:13-14, Keith Davis mengemukakan 3 tiga
gagasan yang penting dalam menerapkan partisipasi : 1.
Bahwa partisipasi sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan, lebih daripada semata-mata atau hanya
keterlibatan secara jasmaniah. 2.
Adalah kesediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai tujuan kelompok, hal ini berarti bahwa terdapat rasa
senang, kesukarelaan untuk membantu kelompok karena seseorang menjadi anggota suatu kelompok karena nilainya.
3. Unsur ketiga adalah tanggung jawab, yaitu segi yang menonjol dari
rasa menjadi anggota. Diakui sebagai anggota artinya ada rasa “sense of belonging”.
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya terdapat beberapa prinsip-prinsip didalam pengembangan model pembangunan yang berorientasi pada partisipasi, seperti yang dinyatakan
Hari dan Asep 2000. Prinsip-prinsip tersebut antara lain : 1.
Masyarakat sebagai subjek bukan objek. 2.
Menghargai pengetahuan dan ketrampilan lokal. 3.
Mempengaruhi keputusan harus dijamin, bukan hanya ikut serta. 4.
Proses belajar sejalan dengan outcome.
Selanjutnya Hari dan Asep 2000 menyatakan pendekatan yang digunakan didalam partisipasi pembangunan umumnya menekankan pada prinsip-
prinsip perilaku, yakni : 1.
Mementingkan peran tradisional bukan peran ahli, sebab ekspert yang ikut serta bukan masyarakat yang ikut serta.
2. Fasilitasi masyarakat lokal untuk menganalisa.
3. Penyadaran-penyadaran melalui kritik diri.
4. Andil ide dan informasi.
Hikmat 2001:232 mengemukakan, bahwa seluruh masyarakat harus selalu bekerjasama, bahu membahu, saling membantu dan mempunyai komitmen
moral dan sosial yang tinggi dalam memasyarakatkan gerakan partisipasi dalam semua aspek dan tingkatan yang mencakup komitmen :
a. Perumusan konsep
b. Penyusunan model
c. Proses perencanaan
d. Pelaksanaan gerakan pemberdayaan
e. Pemantauan dan penilaian hasil pelaksanaan
f. Pengembangan pelestarian gerakan partisipatif
Dari pengertian-pengertian di atas dapat dikatakan bahwa dalam melaksanakan partisipasi didalam program pemerintah, harus menjadikan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat sebagai subjek serta memfasilitasinya agar pembangunan dapat terlaksana demi kesejahteraan masyarakat.
1.6.4.2 Bentuk- Bentuk Partisipasi
Kebijakan pemerintah juga turut menentukan dan mempengaruhi partisipasi masyarakat. Cohen dan Uphoff 1977:94 mencatat bahwa ada 4
empat bentuk partisipasi, yaitu : 1.
Participation in decision making, merupakan partisipasi dalam proses pembuatan kebijakan atau keputusan organisasi. Masyarakat
diberikan kesempatan untuk memberikan masukan dan pendapat serta ikut menilai rencana yang sedang disusun.
2. Participation implementation, adalah partisipasi yang
mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan operasional dari kebijakan yang telah diambil terdahulu. Partisipasi ini juga
dalam hal mematuhi keputusan dan kebijakan yang telah ditetapkan.
3. Participation in benefits, adalah partisipasi masyarakat dalam
menikmati dan memanfaatkan hasil pembangunan yang telah diprogramkan. Masyarakat juga merasakan dampak dari keputusan
dan kebijakan yang telah diambil.
4. Participation in evaluation, adalah partisipasi masyarakat dalam
bentuk keikutsertaan menilai serta mengawasi kegiatan-kegiatan pembangunan. Demikian juga halnya dalam mengawasi pelaksanaan
keputusan dan kebijakan yang telah diambil.
Selanjutnya mereka juga menambahkan bahwa ada 9 sembilan tipe partisipasi yang mungkin saja dapat terjadi didalam pembangunan daerah, yakni :
1. Partisipasi sukarela dengan inisiatif dari bawah.
2. Partisipasi dengan imbalan, yang inisiatifnya dari bawah.
3. Partisipasi desakan atau paksaan enforced, dengan inisiatif dari
bawah. 4.
Partisipasi sukarela volunteered, dengan inisiatif dari atas. 5.
Partisipasi dengan imbalan rewaerded, dengan inisiatif dari atas. 6.
Partisipasi paksaan, dengan inisiatif dari atas. 7.
Partisipasi sukarela dengan inisiatif bersama through shared initiative.
8. Partisipasi imbalan, dengan inisiatif bersama.
Universitas Sumatera Utara
9. Partisipasi paksaan dengan inisiatif bersama dari atas dan juga
bawah.
Kemudian Oakley 1991 mengartikan partisipasi kedalam tiga bentuk, yaitu :
1. Partisipasi sebagai bentuk kontribusi, yaitu interpretasi dominan dari
partisipasi dalam pembangunan di dunia ketiga adalah melihatnya sebagai suatu keterlibatan secara sukarela atau bentuk kontribusi
lainnya dari masyarakat desa menetapkan sebelumnya program dan proyek pembangunan.
2. Partisipasi sebagai organisasi, meskipun diwarnai dengan perdebatan
yang panjang diantara para praktisi dan teoritisi mengenai organisasi sebagai instrumen yang fundamental bagi partisipasi, namun dapat
dikemukakan bahwa perbedaan organisasi dan partisipasi terletak pada hakekat bentuk organisasional sebagai sarana bagi partisipasi,
seperti organisasi-organisasi yang biasa dibentuk atau organisasi yang muncul dan dibentuk sebagai hasil dari adanya proses
partisipasi. Selanjutnya dalam melaksanakan partisipasi masyarakat dapat melakukannya melalui beberapa dimensi, yaitu :
a.
Sumbangan pikiran ide atau gagasan. b.
Sumbangan materi dana, barang, alat. c.
Sumbangan tenaga bekerja atau memberi kerja. d.
Memanfaatkanmelaksanakan pelayanan pembangunan. 3.
Partisipasi sebagai pemberdayaan, partisipasi merupakan latihan pemberdayaan bagi masyarakat desa, meskipun sulit untuk
didefenisikan, akan tetapi pemberdayaan merupakan upaya untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan masyarakat desa
untuk memutuskan dan ikut terlibat dalam pembangunan.
Menurut Davis, dalam Sastropoetro 1988:16, mengemukakan ada beberapa bentuk partisipasi masyarakat, yaitu :
a. Konsultasi, biasanya dalam bentuk jasa.
b. Sumbangan spontan berupa uang dan barang.
c. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan donornya berasal dari
sumbangan individuinstansi yang berada diluar lingkungan tertentu dermawan, pihak ketiga.
d. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari, dan dibiayai seluruhnya
oleh komuniti biasanya diputuskan oleh rapat komuniti, antara lain, rapat desa yang menentukan anggarannya.
Universitas Sumatera Utara
e. Sumbangan dalam bentuk kerja, yang biasanya dilakukan oleh tenaga
ahli setempat. f.
Aksi massa. g.
Mengadakan pembangunan dikalangan keluarga desa sendiri. h.
Membangun proyek komuniti yang bersifat otonom.
Selanjutnya Davis juga mengemukakan jenis-jenis partisipasi masyarakat seperti yang dikutip oleh Sastropoetro 1988:16, yaitu sebagai berikut :
a. Pikiran psychological participation.
b. Tenaga physical participation.
c. Pikiran dan tenaga psychological dan physical participation
d. Keahlian participation with skill.
e. Barang material participation.
f. Uang money participation.
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa masyarakat dalam memberikan partisipasinya tidak hanya harus berbentuk uang atau tenaga, tetapi juga dapat
berbentuk pikiran, keahlian, maupun barang. Teknik-teknik partisipasi bukan sekedar alat pendekatan. Namun
partisipasi juga pernyataan pikiran dan sikap, sehingga penting menghargai nilai- nilai, ketrampilan dan kebutuhan orang lain khususnya kelompok yang tidak
beruntung. Teknik-teknik partisipasi memang perlu dikuasai. Namun penguasaan saja tidak cukup, masih diperlukan pengalaman personal. Ketrampilan teknik juga
diperlukan sesuai dengan konteksnya. Partisipasi memerlukan belajar sambil bekerja dan selalu menyesuaikan dengan tingkat perkembangan pengetahuan,
ketrampilan dan penguatan kapasitas antar partisipan. Keseimbangan proses dan keluaran sangat penting, walaupun partisipasi umumnya mementingkan proses,
namun jika proses terlalu dipentingkan maka motivasi tidak meningkat. Masyarakat juga lebih senang jika hasilnya terukur Hari dan Asep, 2000:32.
Universitas Sumatera Utara
Berkaitan dengan bentuk partisipasi, Sherry Arnsten dalam Suryono 2001:127 mengemukakan ada delapan model partisipasi yang tersusun dalam
sebuah urutan yang berbentuk anak tangga. Model ini kemudian dikenal sebagai delapan anak tangga partisipasi masyarakat.
Gambar 2.1: Model Partisipasi
Tangga terbawah mempresentasikan kondisi tanpa partisipasi non partisipation, meliputi:
1. Manipulasi Manipulation
Pada tangga partisipasi ini bisa diartikan relatif tidak ada komunikasi apalagi dialog. Tujuan sebenarnya bukan untuk melibatkan masyarakat dalam
perencanaan dan pelaksanaan program tapi untuk mendidik atau “menyembuhkan” partisipan masyarakat tidak tau sama sekali terhadap tujuan,
tapi hadir dalam forum.
8 Citizen Control
Delegated Partnership
Placation Consultation
Informing Therapy
Manipulation 7
6 5
4 3
2 1
Citizen Power
Tokerism
Non Participation
Universitas Sumatera Utara
2. Terapi Therapy
Pada level ini telah ada komunikasi namun bersifat terbatas. Inisiatif datang dari pemerintah dan hanya satu arah.
Tangga ketiga, keempat dan kelima dikategorikan sebagai derajat tokenisme. Tokenisme dapat diartikan sebagai kebijakan sekedarnya, berupa
upaya superfisial dangkal pada permukaan atau tindakan simbolis dalam pencapaian suatu tujuan. Pada tingkatan ini masyarakat diberi kesempatan untuk
berpendapat dan didengar pendapatnya, tapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan
oleh pemegang keputusan. Ketiga tingkatan itu meliputi: 1.
Informasi Information Pada jenjang ini komunikasi sudah mulai banyak terjadi tapi masih bersifat
satu arah dan tidak ada sarana timbal balik. Informasi telah diberikan kepada masyarakat tetapi masyarakat tidak diberikan kesempatan melakukan tanggapan
balik feed back. 2.
Konsultasi Consultation Pada tangga partisipasi ini komunikasi telah bersifat dua arah, tapi masih
bersifat partisipasi yang ritual. Sudah ada penjaringan aspirasi, telah ada aturan pengajuan usulan, telah ada harapan bahwa aspirasi masyarakat akan di
dengarkan, tapi belum ada jaminan apakah aspirasi tersebut akan dilaksanakan ataupun perubahan akan terjadi.
Universitas Sumatera Utara
3. Penentraman Placation
Pada level ini komunikasi telah berjalan dengan baik dan sudah ada negosiasi antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat dipersilahkan untuk
memberikan saran atau merencanakan usulan kegiatan. Namun pemerintah tetap menahan kewenangan untuk menilai kelayakan dan keberadaan usulan tersebut.
Tiga tangga terakhir ini menggambarkan perubahan dalam keseimbangan kekuasaan yang oleh Arnstein dianggap sebagai bentuk sesungguhnya dari
partisipasi masyarakat. Tiga tingkatan itu meliputi: 1.
Kemitraan Partnership Pada tangga partisipasi ini pemerintah dan masyarakat merupakan mitra
sejajar. Kekuasaan telah diberikan dan telah ada negoisasi antara masyarakat dan pemegang kekuasaan, baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, maupun
monitoring dan evaluasi. Kepada masyarakat yang selama ini tidak memiliki akses untuk proses pengambilan keputusan diberikan kesempatan untuk
bernegoisasi dan melakukan kesepakatan. 2.
Pendelegasian Kekuasaan Delegated Power Ini berarti bahwa pemerintah memberikan kewenangan kepada masyrakat
untuk mengurus sendiri beberapa kepentingannya, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, sehingga masyarakat memiliki kekuasaan
yang jelas dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap keberhasilan program.
Universitas Sumatera Utara
3. Pengendalian Warga Citizen Control
Dalam tangga partisipasi ini, masyarakat sepenuhnya mengelola berbagai kegiataan untuk kepentingannya sendiri, yang disepakati bersama dan campur
tangan pemerintah.
1.6.4.3 Proses Partisipasi
Sesungguhnya terdapat sejumlah inovasi dan intervensi penting yang menjanjikan dampak signifikan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam pemerintahan yang demokratis. Yang diperlukan adalah belajar lebih banyak mengenai potensi berbagai strategi ini, dan keadaan yang memungkinkan.
Disini Schonwalder 1997:756 dalam Gaventa, et al 2001:13 mengemukakan : Membuka kesempatan yang selebar-lebarnya bagi partisipasi politik yang
lebih besar bagi masyarakat di tingkat daerah, dan dalam keadaan bagaimana strategi itu dapat dipergunakan bagi tujuan sebaliknya,
misalnya integrasi dan kooptasi mayoritas rakyat dalam sistem politik yang pada dasarnya tidak berubah.
Partisipasi merupakan prasyarat dalam pembangunan masyarakat sehingga partisipasi memegang peranan penting dalam pembangunan. Seiring dengan hal
tersebut Oakley, 1991:14 mengatakan bahwa : Partisipasi merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan
pembangunan. Tanpa adanya partisipasi aktif dari masyarakat pelaksanaan pembangunan yang berorientasi pada perwujudan kesejahteraan rakyat
tidak akan terwujud, karena masyarakatlah yang lebih tahu akan kebutuhannya dan cara mengatasi permasalahan pembangunan yang
terjadi dalam masyarakat.
Selanjutnya Gaventa, et al 2001:13-16 menyatakan, ada suatu peluang yang besar untuk meningkatkan partisipasi masyarakat yang ada karena reformasi
Universitas Sumatera Utara
pemerintah dalam konteks desentralisasi. Untuk meciptakan peluang tersebut dibutuhkan beberapa strategi, yaitu :
a. Perencanaan partisipatif
b. Pendidikan warga dan pembangunan kesadaran
c. Melatih dan membuat peka para pejabat daerah
d. Advokasi, aliansi dan kolaborasi
e. Pembuatan anggaran yang partisipatif
f. Meningkatkan akuntabilitas pejabat terpilih terhadap rakyat
Partisipasi sebagai cara pembangunan yang mengacu pada pembangunan yang berpusat rakyat di dalamnya mengandung upaya peningkatan kualitas
sumber daya manusia. Karakteristik dan pembangunan yang berpusat pada rakyat seperti yang dikemukakan oleh Supriatna 1997:52-53, yaitu :
1. Keputusan dan inisiatif untuk memenuhi kebutuhan rakyat dibuat di
tingkat lokal dimana di dalamnya rakyat memiliki identitas dan peran yang dilakukan sebagai partisipasi aktif.
2. Fokus utama pembangunan adalah memperkuat kemampuan rakyat
miskin dalam mengawasi dan mengerahkan aset-aset guna memenuhi kebutuhan yang khas menurut daerah mereka sendiri.
3. Pendekatan ini mempunyai toleransi terhadap perbedaan.
4. Pendekatan pembangunan dengan menekankan pada proses social
learning. 5.
Budaya kelembagaan yang ditandai oleh adanya organisasi yang bisa mengatur diri dan lebih terdistribusi.
6. Proses pembentukan jaringan koalisasi dan komunikasi antara birokrasi
dan lembaga lokal, satuan organisasi tradisional yang mandiri, merupakan bagian yang integral dari pendekatan ini, baik untuk
meningkatkan kemampuan mereka dalam mengidentifikasi dan mengelola berbagai sumber maupun untuk menjaga keseimbangan
antara struktur vertikal dan horizontal.
Seiring dengan pendapat di atas Fernandez 2002:71 menyatakan “Partisipasi aktif hanya dapat terjadi bila transparansi dan mekanisme
keikutsertaan masyarakat jelas dan mudah dipahami.” Sedangkan akuntabilitas
Universitas Sumatera Utara
hanya dapat dikembangkan bila arus informasi dua arah antara elite dan massanya konstituen terjadi dengan lancar.
Partisipasi merupakan elemen yang penting dalam pengembangan masyarakat desa, Pusic dalam Adi 2003:296 mengemukakan bahwa,
“Perencanaan tanpa memperhitungkan partisipasi masyarakat akan merupakan perencanaan di atas kertas.” Berdasarkan pandangannya, partisipasi atau
keterlibatan warga masyarakat dalam pembangunan dapat dilihat dari 2 dua hal, yaitu :
1. Partisipasi dalam perencanaan
Segi positif dari partisipasi dalam perencanaan adalah dapat mendorong keterlibatan secara emosional terhadap program-program pembangunan
desa yang telah direncanakan bersama. Sedangkan segi negatifnya adalah adanya kemungkinan tidak dapat dihindarinya pertentangan
antar kelompok dalam masyarakat yang dapat menunda atau bahkan menghambat tercapainya suatu keputusan bersama.
2. Partisipasi dalam pelaksanaan
Segi positif dari partisipasi dalam pelaksanaan adalah bahwa bagian terbesar dari suatu program tentang penilaian kebutuhan dan
perencanaan program telah selesai dikerjakan. Tetapi segi negatifnya adalah kecenderungan menjadikan warga masyarakat sebagai objek
pembangunan, dimana warga hanya dijadikan pelaksana pembangunan tanpa didorong untuk mengerti dan menyadari permasalahan yang
mereka hadapi, dan tanpa ditimbulkan keinginan untuk mengatasi masalahnya. Sehingga warga masyarakat tidak secara emosional terlibat
dalam program, yang berakibat kegagalan seringkali tidak dapat dihindari.
Masyarakat tidak saja dilihat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan suatu kegiatan. Akan tetapi menurut Adi 2003:208 keterlibatan masyarakat
tersebut diharapkan mulai terlihat pada proses berikut ini : 1.
Tahap assessment Dilakukan dengan mengidentifikasi masalah dan sumber daya yang
dimiliki. Untuk ini masyarakat dilibatkan secara aktif merasakan
Universitas Sumatera Utara
permasalahan yang sedang terjadi merupakan pandangan mereka sendiri.
2. Tahap perencanaan alternatif program atau kegiatan
Dilakukan dengan melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah yang mereka hadapi dan cara mengatasinya dengan memikirkan
beberapa alternatif program. 3.
Tahap pelaksanaan implementasi program atau kegiatan Dilakukan dengan melaksanakan program yang sudah direncanakan
dengan baik agar tidak melenceng dalam pelaksanaannya dilapangan. 4.
Tahap evaluasi termasuk didalamnya evaluasi input, proses dan hasil. Dilakukan dengan adanya pengawasan dari masyarakat dan petugas
terhadap program yang sedang berjalan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa partisipasi merupakan proses kebersamaan dalam suatu kegiatan untuk mencapai tujuan
tertentu. Hal ini menyangkut atas kemauan untuk bertanggung jawab dan kemauan menanggung akibat dari tindakan yang dilakukan.
1.6.4.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat
Perwujudan dari partisipasi dapat dilakukan secara individu atau berkelompok, bersifat spontan atau terorganisir, secara berkelanjutan atau sesaat,
serta dengan cara damai atau kekerasan. Dalam pemahamannya tentang partisipasi Sastropoetro 1988:22
menyatakan partisipasi masyarakat dipengaruhi beberapa faktor, yakni : a.
Pendidikan, kemampuan membaca dan menulis, kemiskinan, kedudukan sosial dan percaya terhadap diri sendiri.
b. Faktor lain adalah pengintegrasian yang dangkal terhadap agama.
c. Kecenderungan untuk menyalah artikan motivasi, tujuan dan
kepentingan organisasi penduduk yang biasansya mengarah kepada timbulnya persepsi yang salah terhadap keinginan dan motivasi serta
organisasi penduduk seperti hanya terjadi di beberapa negara.
d. Tersedianya kesempatan yang lebih baik diluar pedesaan.
e. Tidak terdapatnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai
program pembangunan.
Universitas Sumatera Utara
Sementara itu Ife 1995:113-114 mengatakan faktor-faktor yang mendorong masyarakat untuk berpartisipasi, adalah :
a. Masyarakat akan berpartisipasi jika mereka merasa masalah atau
kegiatan itu penting baginya First, people will participated if they feel, he issue or activity is
important.
b. Mereka akan berpartisipasi jika akan menimbulkan suatu perubahan
dan adanya nilai tambah bagi dirinya The second condition for participation is that people must feel that
their action will make a difference
c. Adanya perbedaan bentuk dari partisipasi masyarakat diakui sesuai
dengan nilai-nilai yang mereka miliki This implies the third condition for participation, namely that different
forms of participation must be acknowledged and valued.
d. Masyarakat mungkin berpartisipasi jika mereka mendapatkan dukungan
atau dorongan The fourth condition for partisipation is that people must be enabled to
participate and supported in their participation.
e. Masyarakat akan berpartisipasi jika diciptakan suatu struktur dan proses
yang memungkinkan terjadinya partisipasi The final condition for participation is that structures and processes
must not be alienating.
Menurut pandangan Moeljarto 1992:49, ada 3 tiga hal yang mendukung Partisipasi Masyarakat, yaitu sebagai berikut :
a. Strategi pembangunan diarahkan pada bagian rakyat miskin.
b. Adanya struktur kepemimpinan yang cocok, karena para pemimpin
desa mempunyai kepentingan yang sama dengan si miskin sendiri atau karena adanya persaingan yang signifikan untuk kedudukan
kepemimpinan dari mereka yang mewakili kepentingan kaum elit.
c. Pembentukan kelompok di luar koperasi kerjasama yang berbasis
pedesaan.
Masih dalam Moeljarto 1992:49, hambatan-hambatan yang dihadapi dalam partisipasi masyarakat, yaitu :
1. Kurangnya perhatian yang murni terhadap persamaan sosial.
2. Kekhawatiran terhadap aksi bersama.
3. Kurangnya akses kesempatan rakyat.
Universitas Sumatera Utara
4. Pendekatan pembangunan yang terpecah-pecah.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, partisipasi merupakan upaya seseorang dalam suatu situasi tertentu untuk berperan dalam
program pembangunan sesuai dengan kapasitasnya masing-masing dan mendapatkan keuntungan dari program tersebut. Demikian pentingnya partisipasi
sehingga perlu dipahami berbagai konsep dan teori partisipasi sebagai upaya pemberdayaan masyarakat dalam proses pembangunan yang dilaksanakan.
1.6.5 Pembangunan
Dalam Economic Development in The Third World, Todaro 2000 mengatakan “Pembangunan adalah proses multidimensional yang menyangkut
reorganisasi dan reorientasi sistem ekonomi dan sosial secara keseluruhan.” Disamping untuk peningkatan suatu pendapatan dan output pembangunan
menyangkut perubahan radikal dalam struktur kelembagaan, struktur sosial, administrasi, perubahan sikap, adat serta kepercayaan.
Menurut Tjokroaminoto 1997 “Batasan pembangunan yang nampaknya bebas dari kaitan tata nilai tersebut dalam realitasnya menimbulkan interpretasi-
interpretasi yang seringkali secara dimetrik bertentangan satu sama lain sehingga mudah menimbulkan kesan bahwa realitas pembangunan pada hakikatnya
merupakan self project reality.” Menurut Suroto 1983:78 “Pembangunan adalah usaha untuk
meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat.” Guna penetapan tujuan dan sasaran pembangunan pada tiap tahap, untuk alokasi sumber-sumber serta untuk
Universitas Sumatera Utara
mengatasi rintangan keterbatasan dan pertentangan ini untuk melakukan koordinasi kegiatan, diperlukan kebijaksanan untuk memuat program-program
dan cara-cara yang relevan dan efektif yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembangunan. Dengan kata lain, kebijaksanaan berisi tujuan keseluruhan
tujuan tiap program yang hendak dicapai pada tiap tahap pembangunan, cara yang perlu dilakukan untuk mengatasi semua berbagai keterbatasan, rintangan-
rintangan dan pertentangan yang ada atau diperkirakan akan terjadi, cara mengalokasikan sumber-sumber pembangunan yang optimal, serta cara
melakukan koordinasi semua kegiatan yang efektif. Ukuran keberhasilan pembangunan idealnya harus ditentukan berdasarkan
dimensi pembangunan, yakni tergantung pada fokus dan orientasi pembangunan mana yang dilaksanakan dan dimensi mana yang menjadi lebih perhatian bersama
baik decision maker dan para planner sebagai perencana dan perancang. Para pelaksana pembangunan itu sendiri sebagai pihak yang menjalankan atau sering di
sebut juga sebagai agen pembangunan, maupun para masyarakat pada umumnya sebagai sasaran pembangunan.
Pengukuran keberhasilan pembangunan menurut Fatah dalam buku DR. H.M. Safi’i, M.Si 2007:81 harus melewati dua tahap, yaitu :
1. Tahapan identifikasi target pembangunan, diperlukan agar dapat
menentukan secara jelas siapa yang akan menikmati hasil pembangunan dan bagaimana upaya-upaya yang dapat dilakukan agar hasil
pembangunan tersebut benar-benar dinikmati mereka yang berhak.
2. Tahapan agregasi karakteristik target pembangunan diperlukan untuk
menjaga agar ketika skala kegiatan pembangunan diperluas, target yang dituju tetap memenuhi karakteristik dan kriteria yang ditetapkan pada
tahap identifikasi.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Fatah 2006 di Indonesia, beberapa jenis ukuran keberhasilan pembangunan yang banyak digunakan dalam masyarakat adalah:
1. Berdasarkan pendapatan dan nilai produksi, seperti PDB Product
Domestic Bruto pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, distribusi pendapatan.
2. Berdasarkan investasi, seperti tingkat investasi, jumlah PMA
Penanaman Modal Asing dan PMDN Penanaman Modal Dalam Negeri, dan jumlah FDI Foreign Direct Invesment, yaitu investasi
langsung oleh pihak asing.
3. Berdasarkan kemiskinan dan pengentasannya, seperti jumlah penduduk
miskin, tingkat kecukupan pangan. 4.
Berdasarkan keadaan sosial dan kelestarian lingkungan, seperti tingkat pendidikan untuk berbagi level dan kombinasinya, tingkat kesehatan
meliputi kesehatan ibu dan anak dan akses kepada fasilitas hidup yang sehat, tingkat dan kualitas lingkungan meliputi tingkat pencemaran
berbagai aspek, tingkat kerusakan hutan, tingkat degradasi lahan dan seterusnya.
1.6.5.1 Pembangunan Fisik Desa
Pembangunan fisik desa merupakan suatu proses yang berlangsung di desa dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang
mencakup segala aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat. Pembangunan desa terus dipacu untuk menuju modernitas yang diharapkan dengan maksud
mengimbangi serta mensejajarkan laju pembangunan di perkotaan. Pembangunan akan berjalan dengan baik apabila terjadi kerja sama yang harmonis antara
pemerintah dengan warga masyarakat. Pembangunan fisik desa merupakan suatu pembangunan yang
dilaksanakan di desa dan berwujud nyata. Hasil pembangunan tersebut dapat dilihat dan dirasakan oleh masyarakat. Pembangunan fisik yang salah satunya
dapat dilihat dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat adalah pembangunan
Universitas Sumatera Utara
jalan usaha tani. Jalan usaha tani merupakan salah satu kebutuhan masyarakat dalam meningkatkan perekonomian masyarakat.
1.6.5.2 Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Fisik Desa
Universitas Sumatera Utara
Pengertian sederhana tentang partisipasi dalam hubungannya dengan pembangunan adalah mengambil bagian atau ikut berperan secara aktif dalam
semua proses pelaksanaan pembangunan sesuai kemampuan. Mubyarto 1988:52 mendefinisikan “Partisipasi adalah kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap
program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri.” Partisipasi masyarakat secara sukarela dalam proses pembangunan
sangat diharapkan untuk membantu terwujudnya program pembangunan yang ada di perdesaan tanpa ada yang dikorbankan. Karena dengan demikian masyarakat
memiliki rasa peduli atas pembangunan yang dilaksanakan. Soemodiningrat 1996:97 mengemukakan bahwa “Partisipasi adalah kemauan rakyat untuk
mendukung secara mutlak program atau proyek pemerintah yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh pemerintah.” Dalam proses pembangunan diharapkan
adanya kesadaran dari masyarakat dan mempunyai rasa tanggung jawab yang penuh dalam diri sendiri sehingga pembangunan yang telah dilakukan dapat
dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Menurut Adisasmita 2006:38 partisipasi masyarakat dapat didefenisikan
sebagai “Keterlibatan dan pelibatan anggota masyarakat dalam pembangunan, meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan implementasi program
pembangunan.” Beliau juga mengatakan peningkatan partisipasi masyarakat merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat social empowerment
secara aktif yang berorientasi pada pencapaian hasil pembangunan yang dilakukan dalam masyarakat pedesaan secara lebih aktif dan efisien, yaitu dalam hal sebagai
berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Aspek masukan atau input SDM, dana, peralatansarana, data, rencana, dan
teknologi. b.
Aspek proses pelaksanaan, monitoring, dan pengawasan. c.
Aspek keluar atau output pencapaian sasaran dan efektivitas.
Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, konsep partisipasi masyarakat merupakan salah satu konsep yang penting karena berkaitan langsung
dengan hakikat demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang berfokus pada rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Partisipasi masyarakat memiliki banyak
bentuk, mulai dari yang berupa keikutsertaan langsung masyarakat dalam program pemerintahan maupun yang sifatnya tidak langsung, seperti berupa sumbangan
dana, tenaga, pikiran, maupun pendapat dalam pembuatan kebijakan pemerintah. Namun demikian, ragam dan kadar partisipasi seringkali hanya ditentukan secara
masif, yakni dari banyaknya individu yang dilibatkan. Padahal partisipasi masyarakat pada hakikatnya akan berkaitan dengan akses masyarakat untuk
memperoleh informasi. Hingga saat ini partisipasi masyarakat masih belum menjadi kegiatan tetap
dan terlembaga khususnya dalam pembuatan keputusan. Sejauh ini, partisipasi masyarakat masih terbatas pada keikutsertaan dalam pelaksanaan program-
program atau kegiatan pemerintah, padahal partisipasi masyarakat tidak hanya diperlukan pada saat pelaksanaan tapi juga mulai tahap perencanaan bahkan
pengambilan keputusan. Dengan demikian pembangunan perdesaan merupakan bagian dari strategi
pembangunan berkelanjutan. Tentunya hal ini perlu dipahami bersama, bahwa
Universitas Sumatera Utara
wilayah dan komunitas di pedesaan ternyata belum diletakkan pada perioritas yang tinggi dalam kebijaksanaan pembangunan dibanding pembangunan di
wilayah perkotaan. Sesungguhnya pembangunan perdesaan bukan upaya yang baru di
Indonesia. Bahkan hal ini telah dicanangkan dalam berbagai kebijaksanaan pembangunan nasional sejak awal kemerdekaan dengan sasaran yang sama yaitu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan. Suatu hal yang telah menyadarkan kita bahwa persoalan penting yang
dihadapi ialah belum tepatnya strategi pembangunan perdesaan. Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa jalan pemikiran yang dianggap relevan dengan
berbagai kondisi yang dihadapi saat ini ialah melaksanakan strategi perkembangan berkelanjutan. Dalam hal ini, wilayah dan komunitas perdesaan
menempati prioritas yang tinggi dalam kebijaksanaan pembangunan nasional, khususnya dalam upaya menanggulangi kemiskinan.
Salah satu wujud pembangunan pedesaan adalah pembangunan fisik satu diantaranya pembangunan jalan usaha tani, pembangunan jalan usaha tani yang
merupakan salah satu program dari pemerintah sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. Partisipasi masyarakat secara sukarela
dalam proses pembangunan sangat di harapkan untuk membantu terwujudnya program pembangunan yang ada di pedesaan tanpa ada yang di korbankan.
Pembangunan perdesaan yang memberi fokus pada upaya penanggulangan kemiskinan, jika diorientasikan untuk mewujudkan keberlanjutan proses dan
manfaatnya dimasa depan, maka strategi yang penting dilaksanakan ialah
Universitas Sumatera Utara
menumbuhkan pembangunan yang berdasarkan kepercayaan diri self-reliant development Tjokrowinoto, 1996. Strategi ini sebenarnya sudah tercermin
dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan melalui program IDT Inpres Desa Tertinggal sebagaimana dikemukakan Budi Soeradji dan Mubyarto
1998, upaya penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui proses penguatan penduduk miskin yang mencakup lima aspek yaitu pengembangan sumber daya
manusia, penyediaan modal kerja, penciptaan peluang dan kesempatan berusaha, mengembangkan kelembagaan penduduk miskin dan penciptaan sistem pelayanan
kepada penduduk miskin yang sederhana dan efisien. Melalui jalur pendekatan tersebut, penduduk miskin diharapkan mampu dengan kekuatannya sendiri
menanggulangi kemiskinannya, serta meningkatkan kesejahteraannya secara memadai dan berkelanjutan.
1.7 Defenisi Konsep
Menurut Efendi, konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan
kelompok atau individu tertentu singarimbun,1989:3. Tujuan defenisi konsep
Universitas Sumatera Utara
adalah sebagai kerangka berpikir agar tidak terjadi tumpang tindih atas variabel yang menjadi subjek peneliti.
Adapun yang menjadi defenisi konsep dalam penelitian ini adalah: 1. Peranan merupakan fungsi dan wewenang yang dimiliki orang karena
kedudukannya. Peranan meliputi hak dan kewajiban yang muncul serta merta karena kedudukan dan tanggungjawabnya. Apabila seseorang melaksanakan
hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peran.
2. Kepemimpinan kepala desa adalah kemampuan dan keterampilan kepala desa untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk bekerja sama dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 3. Partisipasi masyarakat merupakan kesediaan masyarakat untuk ikut serta
membantu berhasilnya program pembangunan baik berupa materi, tenaga, pikiran, keterampilan dan sebagainya.
4. Pembangunan desa merupakan bagian dari strategi pembangunan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan.
5. Pembangunan fisik desa adalah pembangunan yang dilaksanakan di desa bewujud nyata dan bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat.
6. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan fisik adalah sejauh mana masyarakat turut serta mengambil bagian dalam pelaksanaan pembangunan,
dimana mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. a. Tahap perencanaan dimana masyarakat ikut dilibatkan untuk berfikir
tentang masalah yang mereka hadapi dan cara mengatasinya.
Universitas Sumatera Utara
b. Tahap pelaksanaan dimana masyarakat diharapkan untuk ikut berpartisi pada saat pelaksanaan pembangunan.
c. Tahap evaluasi dimana dilakukan dengan adanya pengawasan dari masyarakat terhadap program yang sedang berjalan.
Dari defenisi konsep di atas dapat disimpulkan bahwa peranan
kepemimpinan kepala desa sangat penting dalam meningkatkan partisipasi masyarakat agar tercapai pembangunan yang lebih baik untuk kesejahteraan
masyarakat.
1.8 Sistematika Penulisan