masyarakat sebagai subjek serta memfasilitasinya agar pembangunan dapat terlaksana demi kesejahteraan masyarakat.
1.6.4.2 Bentuk- Bentuk Partisipasi
Kebijakan pemerintah juga turut menentukan dan mempengaruhi partisipasi masyarakat. Cohen dan Uphoff 1977:94 mencatat bahwa ada 4
empat bentuk partisipasi, yaitu : 1.
Participation in decision making, merupakan partisipasi dalam proses pembuatan kebijakan atau keputusan organisasi. Masyarakat
diberikan kesempatan untuk memberikan masukan dan pendapat serta ikut menilai rencana yang sedang disusun.
2. Participation implementation, adalah partisipasi yang
mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan operasional dari kebijakan yang telah diambil terdahulu. Partisipasi ini juga
dalam hal mematuhi keputusan dan kebijakan yang telah ditetapkan.
3. Participation in benefits, adalah partisipasi masyarakat dalam
menikmati dan memanfaatkan hasil pembangunan yang telah diprogramkan. Masyarakat juga merasakan dampak dari keputusan
dan kebijakan yang telah diambil.
4. Participation in evaluation, adalah partisipasi masyarakat dalam
bentuk keikutsertaan menilai serta mengawasi kegiatan-kegiatan pembangunan. Demikian juga halnya dalam mengawasi pelaksanaan
keputusan dan kebijakan yang telah diambil.
Selanjutnya mereka juga menambahkan bahwa ada 9 sembilan tipe partisipasi yang mungkin saja dapat terjadi didalam pembangunan daerah, yakni :
1. Partisipasi sukarela dengan inisiatif dari bawah.
2. Partisipasi dengan imbalan, yang inisiatifnya dari bawah.
3. Partisipasi desakan atau paksaan enforced, dengan inisiatif dari
bawah. 4.
Partisipasi sukarela volunteered, dengan inisiatif dari atas. 5.
Partisipasi dengan imbalan rewaerded, dengan inisiatif dari atas. 6.
Partisipasi paksaan, dengan inisiatif dari atas. 7.
Partisipasi sukarela dengan inisiatif bersama through shared initiative.
8. Partisipasi imbalan, dengan inisiatif bersama.
Universitas Sumatera Utara
9. Partisipasi paksaan dengan inisiatif bersama dari atas dan juga
bawah.
Kemudian Oakley 1991 mengartikan partisipasi kedalam tiga bentuk, yaitu :
1. Partisipasi sebagai bentuk kontribusi, yaitu interpretasi dominan dari
partisipasi dalam pembangunan di dunia ketiga adalah melihatnya sebagai suatu keterlibatan secara sukarela atau bentuk kontribusi
lainnya dari masyarakat desa menetapkan sebelumnya program dan proyek pembangunan.
2. Partisipasi sebagai organisasi, meskipun diwarnai dengan perdebatan
yang panjang diantara para praktisi dan teoritisi mengenai organisasi sebagai instrumen yang fundamental bagi partisipasi, namun dapat
dikemukakan bahwa perbedaan organisasi dan partisipasi terletak pada hakekat bentuk organisasional sebagai sarana bagi partisipasi,
seperti organisasi-organisasi yang biasa dibentuk atau organisasi yang muncul dan dibentuk sebagai hasil dari adanya proses
partisipasi. Selanjutnya dalam melaksanakan partisipasi masyarakat dapat melakukannya melalui beberapa dimensi, yaitu :
a.
Sumbangan pikiran ide atau gagasan. b.
Sumbangan materi dana, barang, alat. c.
Sumbangan tenaga bekerja atau memberi kerja. d.
Memanfaatkanmelaksanakan pelayanan pembangunan. 3.
Partisipasi sebagai pemberdayaan, partisipasi merupakan latihan pemberdayaan bagi masyarakat desa, meskipun sulit untuk
didefenisikan, akan tetapi pemberdayaan merupakan upaya untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan masyarakat desa
untuk memutuskan dan ikut terlibat dalam pembangunan.
Menurut Davis, dalam Sastropoetro 1988:16, mengemukakan ada beberapa bentuk partisipasi masyarakat, yaitu :
a. Konsultasi, biasanya dalam bentuk jasa.
b. Sumbangan spontan berupa uang dan barang.
c. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan donornya berasal dari
sumbangan individuinstansi yang berada diluar lingkungan tertentu dermawan, pihak ketiga.
d. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari, dan dibiayai seluruhnya
oleh komuniti biasanya diputuskan oleh rapat komuniti, antara lain, rapat desa yang menentukan anggarannya.
Universitas Sumatera Utara
e. Sumbangan dalam bentuk kerja, yang biasanya dilakukan oleh tenaga
ahli setempat. f.
Aksi massa. g.
Mengadakan pembangunan dikalangan keluarga desa sendiri. h.
Membangun proyek komuniti yang bersifat otonom.
Selanjutnya Davis juga mengemukakan jenis-jenis partisipasi masyarakat seperti yang dikutip oleh Sastropoetro 1988:16, yaitu sebagai berikut :
a. Pikiran psychological participation.
b. Tenaga physical participation.
c. Pikiran dan tenaga psychological dan physical participation
d. Keahlian participation with skill.
e. Barang material participation.
f. Uang money participation.
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa masyarakat dalam memberikan partisipasinya tidak hanya harus berbentuk uang atau tenaga, tetapi juga dapat
berbentuk pikiran, keahlian, maupun barang. Teknik-teknik partisipasi bukan sekedar alat pendekatan. Namun
partisipasi juga pernyataan pikiran dan sikap, sehingga penting menghargai nilai- nilai, ketrampilan dan kebutuhan orang lain khususnya kelompok yang tidak
beruntung. Teknik-teknik partisipasi memang perlu dikuasai. Namun penguasaan saja tidak cukup, masih diperlukan pengalaman personal. Ketrampilan teknik juga
diperlukan sesuai dengan konteksnya. Partisipasi memerlukan belajar sambil bekerja dan selalu menyesuaikan dengan tingkat perkembangan pengetahuan,
ketrampilan dan penguatan kapasitas antar partisipan. Keseimbangan proses dan keluaran sangat penting, walaupun partisipasi umumnya mementingkan proses,
namun jika proses terlalu dipentingkan maka motivasi tidak meningkat. Masyarakat juga lebih senang jika hasilnya terukur Hari dan Asep, 2000:32.
Universitas Sumatera Utara
Berkaitan dengan bentuk partisipasi, Sherry Arnsten dalam Suryono 2001:127 mengemukakan ada delapan model partisipasi yang tersusun dalam
sebuah urutan yang berbentuk anak tangga. Model ini kemudian dikenal sebagai delapan anak tangga partisipasi masyarakat.
Gambar 2.1: Model Partisipasi
Tangga terbawah mempresentasikan kondisi tanpa partisipasi non partisipation, meliputi:
1. Manipulasi Manipulation
Pada tangga partisipasi ini bisa diartikan relatif tidak ada komunikasi apalagi dialog. Tujuan sebenarnya bukan untuk melibatkan masyarakat dalam
perencanaan dan pelaksanaan program tapi untuk mendidik atau “menyembuhkan” partisipan masyarakat tidak tau sama sekali terhadap tujuan,
tapi hadir dalam forum.
8 Citizen Control
Delegated Partnership
Placation Consultation
Informing Therapy
Manipulation 7
6 5
4 3
2 1
Citizen Power
Tokerism
Non Participation
Universitas Sumatera Utara
2. Terapi Therapy
Pada level ini telah ada komunikasi namun bersifat terbatas. Inisiatif datang dari pemerintah dan hanya satu arah.
Tangga ketiga, keempat dan kelima dikategorikan sebagai derajat tokenisme. Tokenisme dapat diartikan sebagai kebijakan sekedarnya, berupa
upaya superfisial dangkal pada permukaan atau tindakan simbolis dalam pencapaian suatu tujuan. Pada tingkatan ini masyarakat diberi kesempatan untuk
berpendapat dan didengar pendapatnya, tapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan
oleh pemegang keputusan. Ketiga tingkatan itu meliputi: 1.
Informasi Information Pada jenjang ini komunikasi sudah mulai banyak terjadi tapi masih bersifat
satu arah dan tidak ada sarana timbal balik. Informasi telah diberikan kepada masyarakat tetapi masyarakat tidak diberikan kesempatan melakukan tanggapan
balik feed back. 2.
Konsultasi Consultation Pada tangga partisipasi ini komunikasi telah bersifat dua arah, tapi masih
bersifat partisipasi yang ritual. Sudah ada penjaringan aspirasi, telah ada aturan pengajuan usulan, telah ada harapan bahwa aspirasi masyarakat akan di
dengarkan, tapi belum ada jaminan apakah aspirasi tersebut akan dilaksanakan ataupun perubahan akan terjadi.
Universitas Sumatera Utara
3. Penentraman Placation
Pada level ini komunikasi telah berjalan dengan baik dan sudah ada negosiasi antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat dipersilahkan untuk
memberikan saran atau merencanakan usulan kegiatan. Namun pemerintah tetap menahan kewenangan untuk menilai kelayakan dan keberadaan usulan tersebut.
Tiga tangga terakhir ini menggambarkan perubahan dalam keseimbangan kekuasaan yang oleh Arnstein dianggap sebagai bentuk sesungguhnya dari
partisipasi masyarakat. Tiga tingkatan itu meliputi: 1.
Kemitraan Partnership Pada tangga partisipasi ini pemerintah dan masyarakat merupakan mitra
sejajar. Kekuasaan telah diberikan dan telah ada negoisasi antara masyarakat dan pemegang kekuasaan, baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, maupun
monitoring dan evaluasi. Kepada masyarakat yang selama ini tidak memiliki akses untuk proses pengambilan keputusan diberikan kesempatan untuk
bernegoisasi dan melakukan kesepakatan. 2.
Pendelegasian Kekuasaan Delegated Power Ini berarti bahwa pemerintah memberikan kewenangan kepada masyrakat
untuk mengurus sendiri beberapa kepentingannya, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, sehingga masyarakat memiliki kekuasaan
yang jelas dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap keberhasilan program.
Universitas Sumatera Utara
3. Pengendalian Warga Citizen Control
Dalam tangga partisipasi ini, masyarakat sepenuhnya mengelola berbagai kegiataan untuk kepentingannya sendiri, yang disepakati bersama dan campur
tangan pemerintah.
1.6.4.3 Proses Partisipasi