Bentuk perjanjian kerjasama antara konsumen, penyalur dan produsen dalam

yurisprudensi yang menyatakan Pasal 1460 tersebut sebagai pasal yang mati dan karena itu tidak boleh dipakai lagi. 2. Barang tumpukan Barang yang dijual menurut tumpukan, dapat dikatakan sudah dari semula dipisahkan dari barang-barang milik penjual lainnya, sehingga sudah dari semula dalam keadaan siap untuk diserahkan kepada pembeli. 31 Oleh sebab itu dalam hal ini, risiko diletakkan kepada pihak pembeli atau konsumen karena barang-barang tersebut telah terpisah. 3. Barang yang dijual berdasarkan timbangan, ukuran atau jumlah. Barang yang masih harus ditimbang terlebih dahulu, dihitung atau diukur sebelumnya dikirim diserahkan kepada pembeli konsumen, boleh dikatakan baru dipisahkan dari barang-barang milik penjual lainnya setelah dilakukan penimbangan, penghitungan atau pengukuran. Setelah dilakukannya penimbangan, penghitungan atau pengukuran, maka segala risiko yang terjadi pada barang tersebut adalah merupakan tanggung jawab dari pembeli. Sebaliknya apabila barang tersebut belum dilakukan penimbangan, penghitungan atau pengukuran maka segala risiko yang ada pada barang tersebut merupakan tanggungjawab dari pihak penjual. Hal ini diatur dalam Pasal 1461 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

E. Bentuk perjanjian kerjasama antara konsumen, penyalur dan produsen dalam

perjanjian 1. Bentuk perjanjian kerjasama antara konsumen dan penyalur Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu, dapat dibuat secara lisan dan tulisan yang dapat bersifat sebagai alat bukti apabila terjadi perselisihan. Untuk beberapa perjanjian tertentu undang-undang menentukan suatu bentuk tertentu, sehingga apabila 31 Ibid. Universitas Sumatera Utara bentuk itu tidak dituruti maka perjanjian itu tidak sah. Dengan demikian bentuk tertulis tidaklah hanya semata-mata merupakan alat pembuktian saja, tetapi merupakan syarat untuk adanya perjanjian tersebut. Misalnya perjanjian mendirikan Perseroan Terbatas harus dengan akta notaris. Bentuk perjanjian jual beli ada dua yaitu : a. Lisan, yaitu dilakukan secara lisan dimana kedua belah pihak bersepakat untuk mengikatkan dirinya melakukan perjanjian jual beli yang dilakukan secara lisan. b. Tulisan, yaitu Perjanjian Jual beli dilakukan secara tertulis biasanya dilakukan dengan akta autentik maupun dengan akta di bawah tangan. Akta Autentik adalah suatu akta yang dibuat di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. 32 Mengenai Akta Autentik diatur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Berdasarkan inisiatif pembuatnya akta autentik dibagi menjadi dua, yaitu : 1 Akta Pejabat acte amtelijke Akta Pejabat adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu dengan mana pejabat tersebut menerangkan apa yang dilihat serta apa yang dilakukannya. Jadi inisiatifnya tidak berasal dari orang yang namanya diterangkan di dalam akta itu. Contohnya Akta Kelahiran. 2 Akta Para Pihak acte partij Akta Para Pihak adalah akta yang inisiatif pembuatannya dari para pihak di hadapan pejabat yang berwenang. Contohnya akta sewa menyewa. 32 Op. Cit. Handri Rahardjo, Cara Pintar memilih dan mengajukan kredit, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2003, hlm. 10. Universitas Sumatera Utara Akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat untuk tujuan pembuktian namun tidak dibuat di hadapan pejabat yang berwenang. 33 Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian berdasarkan pengakuan dari para pihak yang membuatnya. Hal ini bermakna kekuatan pembuktian akta di bawah tangan dapat dipersamakan dengan akta autentik sepanjang para pembuat akta dibawah tangan mengakui dan membenarkan apa yang telah ditandatanganinya. Dengan kata lain akta di bawah tangan merupakan akta perjanjian yang baru memiliki kekuatan hukum pembuktian apabila diakui oleh pihak-pihak yang menandatanganinya sehingga agar akta perjanjian tersebut tidak mudah dibantah, maka diperlukan pelegalisasian oleh notaris, agar memiliki kekuatan hukum pembuktian yang kuat seperti akta autentik. Perbedaan prinsip antara akta di bawah tangan dengan akta otentik adalah karena jika pihak lawan mengingkari akta tersebut, akta di bawah tangan selalu dianggap palsu sepanjang tidak dibuktikan keasliannya, sedangkan akta otentik selalu dianggap asli, kecuali terbukti kepalsuannya. 34 Maksudnya adalah bahwa jika suatu akta di bawah tangan disangkal oleh pihak lain, pemegang akta di bawah tangan harus dapat membuktikan keaslian dari akta di bawah tangan tersebut, Sedangkan apabila akta otentik disangkal oleh pihak lain, pemegang akta otentik tidak perlu membuktikan keaslian akta tersebut tetapi pihak yang menyangkali yang harus membuktikan bahwa akta otentik tersebut adalah palsu. Oleh karena itu, pembuktian akta di bawah tangan disebut pembuktian keaslian sedangkan pembuktian akta otentik adalah pembuktian kepalsuan. 2 . Bentuk perjanjian antara konsumen dan penyalur 33 Ibid. 34 Op. Cit. Dr. Ahmadi Miru, hlm. 15. Universitas Sumatera Utara Bentuk perjanjian antara produsen dan penyalur dapat berupa perjanjian campuran contractus sui generis. Perjanjian campuran adalah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian, Terhadap perjanjian campuran itu ada berbagai paham yaitu : 1. Paham pertama mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian khusus diterapkan secara analogis sehingga setiap unsur dari perjanjian khusus tetap ada contractus sui generis 2. Paham kedua mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang dipakai adalah ketentuan- ketentuan dari perjanjian yang paling menentukan teori absorpsi 3. Paham ketiga mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan undang-undang yang diterapkan terhadap perjanjian campuran itu adalah ketentuan undang-undang yang berlaku untuk itu teori kombinasi. Perjanjian obligatoir juga digunakan dalam perjanjian jual beli alat berat, perjanjian obligatoir adalah perjanjian antara pihak-pihak yang mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain perjanjian yang menimbulkan perikatan. Berdasarkan KUHPerdata, perjanjian jual beli saja belum mengakibatkan beralihnya hak milik dari penjual kepada pembeli. Untuk beralihnya hak milik atas bendanya masih diperlukan satu lembaga lain, yaitu penyerahan. Perjanjian jual belinya itu dinamakan perjanjian obligatoir karena membebankan kewajiban obligatoir kepada para pihak untuk melakukan penyerahan levering. Penyerahannya sendiri merupakan perjanjian kebendaan. 35 Produsen memiliki perjanjian dalam jual beli menurut hukum yang berlaku di Indonesia, mengenai barang apabila terdapat barang yang cacat atau tidak sempurna pada alat berat tersebut maka pihak produsen akan bertanggung jawab terhadap barang tersebut setelah dilakukan pengecekan terlebih dahulu 35 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung :Alumni, 1994, hlm. 20 Universitas Sumatera Utara oleh teknisi dari pihak penyalur, jika cacat atas produk diakibatkan dari saat pembuatan atau pabrikan maka pihak produsen akan mengirimkan tenaga ahli mereka ke lokasi konsumen dan memberikan ganti kerugian melalui penyalur, ganti rugi berupa penggantian suku cadang yang cacat. 3. Bentuk perjanjian kerjasama antara produsen, penyalur dan konsumen Bentuk perjanjian yang dilakukan produsen, penyalur, dan konsumen berupa kesepakatan sesuai Pasal 1320 KUHPerdata, dimana para pihak mengikatkan diri dalam perjanjian tertulis, agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan di kemudian hari. Jika terdapat cacat tersembunyi pada produk alat berat maka pihak konsumen akan mengklaim pihak penyalur sebagai penyedia barang tersebut, kemudian pihak penyalur mengecek serta melihat tingkat kerusakan pada suku cadang ataupun alat berat tersebut, jika cacat disebabkan atas kelalaian konsumen dalam pemakaian alat berat atau kerusakan yang disebabkan oleh konsumen dan apabila pada saat penyerahan barang terjadi kebakaran dan hal-hal lain yang berada diluar kendali penjual, maka pihak penjual tidak bertanggung jawab atas hal tersebut. F. Hubungan hukum antara produsen dan konsumen dalam jual beli alat berat Umumnya produk yang sampai ke tangan konsumen telah melalui tahap kegiatan perdagangan yang panjang mulai dari produsen pembuat pabrik, distributor, hingga ke konsumen. 36 Masing-masing pihak merupakan unit-unit perdagangan dengan peranan tersendiri pula. Ada dua golongan konsumen jika dibedakan dari segi cara memperoleh produk, yaitu : 1. Konsumen yang memperoleh produk dengan cara membeli dari produsen yang berarti konsumen yang terikat hubungan kontraktual perjanjian, kontrak dengan produsen. 36 Janus Sidabalok, S.H., M.Hum. 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia. Universitas Sumatera Utara 2. Konsumen yang tidak membeli, tetapi memperolehnya dengan cara lain, yang berarti konsumen yang sama sekali tidak terikat dalam hubungan kontraktual perjanjian, kontrak dengan produsen. Pembedaan ini penting diperhatikan untuk mengetahui hak dan kewajiban hukum para pihak sekaligus untuk menentukan pertanggungjawaban, sebab dalam hukum pertanggungjawaban lahir dari hubungan hukum terhadap konsumen yang mempunyai hubungan kontraktual dengan penyalur pelaku usaha dapat dilindungi kepentingannya berdasarkan isi kontrakperjanjian, tetapi tidak demikian halnya dengan konsumen yang tidak terikat secara kontraktual dengan penyalur. Tahapan- tahapan transaksi antara produsen dan konsumen dapat dibedakan dalam tiga tahap, yaitu: a Tahap pratransaksi Tahap pratransaksi yaitu tahap sebelum adanya perjanjiantransaksi konsumen, yaitu keadaan-keadaan atau peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum konsumen memutuskan untuk membeli dan memakai produk yang diedarkan oleh produsen. Pada tahap ini, sesuai dengan haknya konsumen mencoba mencari informasi mengenai produk. Informasi ini dapat langsung diperoleh dari penyalur penjual produk tersebut. Meskipun belum memasuki tahap transaksi yang sesunguhnya, tahap pratransaksi ini penting sekali karena dapat mempengaruhi keabsahan dari tahapan transaksi berikutnya, termasuk keabsahan dari hak dan kewajiban. b Tahap transaksi yang sesungguhnya Setelah calon konsumen pembeli memperoleh informasi yang cukup mengenai kebutuhannya, kemudian mengambil keputusan apakah membeli atau tidak. Di sini Universitas Sumatera Utara konsumen pembeli mempergunakan salah satu haknya, yaitu hak untuk memilih menentukan pilihan. Apabila konsumen sudah menyatakan persetujuannya, pada saat itu lahirlah perjanjian. 37 Menurut hukum perdata, kesepakatan lahir karena bertemunya penawaran offer dengan penerimaan acceptance, sebab kedua-duanya adalah sama- sama pernyataan kehendak. c Tahap purnatransaksi Transaksi perjanjiankontrak yang sudah dibuat antara produsen-penjual dan konsumenpembeli tentunya masih harus direalisasikan, di ikuti dengan pemenuhan hak dan kewajiban di antara mereka sesuai dengan isi perjanjian yang dibuat itu. Artinya, tahap pengikatan perjanjian sebenarnya hanyalah bagian awal yang masih harus diikuti dengan perbuatan pelaksanaan. Menurut sifatnya perjanjian jual beli adalah perjanjian obligatoir . Sehubungan dengan transaksi antara produsenpenjual dan konsumenpembeli, beberapa hal yang potensial melahirkan konflik adalah kualitas dengan kegunaan produk antara informasi dan faktanya, harga dan hak-hak konsumenpembeli setelah perjanjian yang disebut dengan layanan purajurnal, seperti garansi dan sebagainya. Kualitas dan kegunaan produk yang berbeda antara informasi yang diperoleh sebelumnya dan kenyataannya setelah dipakai dapat berupa: 1 Produk tidak cocok dengan kegunaan dan manfaat yang diharapkan konsumen dan pembeli. 2 Adanya kesalahan informasi yang diberikan oleh pihak produsen, dalam arti produsen tidak jujur berbohong dalam member keterangannya. 37 Untuk jenis perjanjian konsensual, saat lahirnya perjanjian adalah pada waktu tercapainya kesepakatan persesuaian kehendak di antara para pihak. Berbeda halnya dengan perjanjian riil, yang masih mensyaratkan perlunya tindakan riil yang mengikuti kesepakatan itu. Universitas Sumatera Utara 3 Kualitas produk tidak sesuai dengan harga yang dibayarkan. Bahwa antara harga dan kualitas produk tidak ada kesesuaian tidak sebanding, produk terlalu mahal. Dalam hal ini terjadi pengalihan barang dari satu pihak ke pihak lain, maka secara garis besar pihak-pihak yang terlibat dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu: 38 Pada kelompok pertama, kelompok penyedia barang atau penyelenggara jasa, pada umumnya pihak ini berlaku sebagai: a Penyedia dana untuk keperluan para penyedia barang atau jasa investor; b Penghasil atau pembuat barangjasa produsen; c Penyalur barang atau jasa; Sedangkan dalam kelompok kedua terdapat a Pemakai atau pengguna konsumen barang atau jasa dengan tujuan memproduksi membuat barang atau jasa lain; atau mendapatkan barang atau jasa itu untuk dijual kembali tujuan komersial; dan b Pemakai atau pengguna konsumen barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangganya untuk tujuan nonkomersial. Sesuai literatur ekonomi kelompok pertama disebut pengusaha dalam hukum perlindungan konsumen umumnya disebut produsen, penyalur atau pelaku usaha, sedang kelompok kedua disebut sebagai konsumen 1. Hubungan Langsung Hubungan langsung yang dimaksudkan pada bagian ini adalah hubungan antara produsen dengan konsumen yang terikat secara langsung dengan perjanjian. Tanpa mengabaikan jenis-jenis perjanjian lainnya, pengalihan barang dari produsen kepada 38 AZ. Nasution, Perlindungan Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Kontrak Pembelian Rumah Murah, Makalah, disampaikan dalam seminar sehari tentang Pertanggungan Jawab Produk dan Kontrak Bangunan, Jakarta, 1998, hlm. 18‐19. Universitas Sumatera Utara konsumen pada umumnya dilakukan dengan perjanjian jual-beli, baik yang dilakukan secara tertulis maupun secara lisan. Salah satu bentuk perjanjian tertulis yaitu perjanjian baku dimana perjanjian ini dipergunakan jika salah satu pihak sering berhadapan dengan pihak lain dalam jumlah yang banyak dan memiliki kepentingan yang sama. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak diatur dalam pasal 1338 ayat 1 B.W., yaitu bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Sedangkan pengertian sah telah memenuhi syarat sahnya perjanjian berrdasarkan pasal 1320 B.W., sebagai berikut. a. Kata sepakat mereka yang mengikatkan diri; b. Adanya kecakapan untuk mengadakan perikatan; c. Mengenai suatu objek tertentu; dan d. Mengenai causa yang dibolehkan. Ketentuan yang dimaksud yaitu kesempurnaan kata sepakat, karena apabila kata sepakat diberikan dengan adanya paksaan, kekhilafan atau penipuan, maka perjanjian tersebut tidak sempurna sehingga masih ada kemungkinan dibatalkan. 39 2. Hubungan Tidak Langsung Hubungan tidak langsung pada bagian ini adalah hubungan antara produsen dengan konsumen yang tidak secara langsung terikat dengan perjanjian, karena adanya pihak di antara pihak konsumen dengan produsen. Ketiadaan hubungan langsung dalam bentuk perjanjian antara pihak produsen dengan konsumen ini tidak berarti bahwa pihak konsumen yang dirugikan tidak berhak menuntut ganti rugi kerugian kepada produsen 39 R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Perikatan Surabaya: Bina IIMU, 1984. Universitas Sumatera Utara dengan siapa dia tidak memiliki hubungan perjanjian, karena dalam hukum perikatan tidak hanya perjanjian yang melahirkan perikatan. 40 Maka bagi konsumen yang dirugikan karena suatu produk tertentu, tidak perlu harus terikat perjanjian untuk dapat menuntut ganti kerugian, akan tetapi dapat juga menuntut dengan alasan bahwa penyalur melakukan perbuatan melanggar hukum, dan dasar tanggung gugat produsen adalah tanggung gugat yang didasarkan pada adanya kesalahan produsen. Kecenderungan konsumen untuk mempergunakan suatu produk sangat terkait dengan informasi yang diperoleh konsumen mengenai suatu produk tertentu melalui iklan yang pada umumnya dibuat oleh produsen yang tidak terikat perjanjian dengan konsumen. Walaupun iklan dapat merugikan konsumen, namun banyak produsen di Indonesia, iklan seolah-olah dianggap sebagai suatu alat promosi yang tidak memiliki akibat hukum. Iklan yang dapat merugikan konsumen dapat berupa: 1. Bait advertising Suatu iklan yang menarik, namun penawaran yang disampaikan tidak jujur untuk menjual produk karena pengiklanan tidak bermaksud menjual barang yang diiklankan. Tujuannya agar konsumen mengganti membeli barang yang diiklankan dengan barang lainnya yang lebih menguntungkan pengiklan. 41 2. Blind advertising Suatu iklan yang cenderung membujuk konsumen untuk berhubungan dengan pengiklan, namun tidak menyatakan tujuan utama iklan tersebut untuk menjual barang atau jasa, dan tidak menyatakan identitas pengiklan. 42 40 Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H. Prinsip‐Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia 41 Stanley Morganster, Legal Protection for the Consumer Second Edition, Dobbs Ferry‐New York: Oceana Publications, Inc, 1978, hlm. 22. 42 Ibid. Universitas Sumatera Utara 3. False advertising Untuk membujuk pembelian barang yang di iklankan, dan bujukan pembelian tersebut merugikan pembeli, serta dibuat atas dasar tindakan kecurangan atau penipuan. 43 Secara umum, informasi yang disampaikan kepada konsumen dilakukan dengan cara merepsentasikan suatu produk dengan berbagai cara dengan berbagai media, namun dalam pelaksanaannya kadang terjadi pernyataan tidak benar yang dilakukan oleh suatu pihak untuk membujuk pihak lain masuk dalam suatu perjanjian. 44 G. Hak dan kewajiban produsen, penyalur dan konsumen dalam jual beli alat berat. Penyalur dan konsumen disebut juga sebagai pelaku usaha memiliki hak dan kewajiban, berikut hak dan kewajiban pelaku usaha dalam jual beli. Hak pelaku usaha adalah : 1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang danatau jasa yang diperdagangkan; 2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad baik; 3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen; 4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang danatau jasa yang diperdagangkan; 5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Kewajiban pelaku usaha adalah 45 : 1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha; 43 Milton Handler, Bussines Tort, Case and Materials, New York: Foundation Press, 1972, hlm. 475. 44 G.C. Cheshire and Fifoot, C.H.S. The Law of Contract, Fourth Australian Edition, by Higgins, P.F.P., et al., Sidney: Butterworths, 1981, hlm. 253. 45 Ibid. Universitas Sumatera Utara 2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa serta member penjelasan penggunaan, perbaikan, pemeliharaan; 3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; 4. Menjamin mutu barang danatau jasa yang diproduksi danatau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang danatau jasa yang berlaku; 5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, danatau mencoba barang danatau jasa tertentu serta member jaminan danatau garansi atas barang yang dibuat danatau yang diperdagangkan; 6. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan; 7. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian apabila barang danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Hak dan kewajiban konsumen 1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan; 2. Hak untuk memilih barang danatau jasa serta mendapatkan barang danatau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi jaminan yang dijanjikan; 3. Hak atas informasi yang benar, jelas, jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa; 4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang danatau jasa yang digunakan; 5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; Universitas Sumatera Utara 6. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, danatau pengantian, apabila barang danatau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; 7. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Kewajiban konsumen adalah : 1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang danatau jasa, demi keamana dan keselamatan; 2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang danatau jasa; 3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; 4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. 46 46 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Universitas Sumatera Utara BAB III CACAT TERSEMBUNYI PRODUK DALAM JUAL BELI ALAT BERAT MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Cacat Tersembunyi Produk dalam Jual Beli