BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM
A. Pertanggungjawaban Hukum dalam Hukum Positif Indonesia
Setiap orang, pada suatu waktu baik dalam posisi tunggal sendiri maupun berkelompok bersama orang lain, dalam pasti keadaan apa pun, pasti menjadi konsumen untuk suatu produk
atau jasa tertentu. Keadaan yang universal ini pada beberapa sisi menunjukkan adanya berbagai kelemahan kepada konsumen sehingga konsumen tidak mempunyai kedudukan yang “aman”.
Oleh karena itu secara mendasar konsumen juga membutuhkan perlindungan hukum yang sifatnya universal juga. Mengingat lemahnya kedudukan konsumen pada umumnya
dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha yang relative lebih kuat dalam banyak hal, maka pembahasan perlindungan konsumen akan selalu terasa aktual dan selalu penting untuk dikaji
ulang.
57
Perlindungan terhadap kepentingan konsumen pada dasarnya sudah diakomodasi oleh banyak perangkat hukum sejak lama. Secara sporadis berbagai kepentingan konsumen sudah
dimuat dalam berbagai undang-undang, antara lain sebagai berikut : 1.
Undang-Undang No. 10 Tahun 1961 tentang Penetapan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 1961 tentang barang menjadi Undang-
Undang 2.
Undang-Undang No. 2 tahun 1982 tentang Metrology Legal 3.
Undang-Undang No. 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan 4.
Undang-Undang No. 5 tahun 1982 tentang Perindustrian
57
Sri Redjiki hartono,” Perlindungan Konsumen di Indonesia tinjauan makro,” Mimbar Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Edisi Khusus No.39X2001,hlm 147.
Universitas Sumatera Utara
Kehadiran Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjadi tonggak sejarah perkembangan hukum perlindungan konsumen di Indonesia. Undang-Undang ini
mengatur tentang kebijakan perlindungan konsumen baik menyangkut hukum materiil maupun hukun formil mengenai penyelesaian sengketa konsumen.
58
Sebagai bagian dari sistem hukum nasional, salah satu ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen UUPK dalam hal ini
pasal 64 Bab XIV Ketentuan Peralihan, dapat dipahami sebagai penegasan secara implicit bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen merupakan ketentuan khusus lex specialis
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum Undang-Undang Perlindungan Konsumen, sesuai asas lex specialis derogat legi generali. Artinya, ketentuan –
ketentuan di luar Undang-Undang Perlindungan Konsumen tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dalam dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen atau tidak bertentangan
dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen UU No.8 Tahun 1999 dengan
jelas mempunyai tujuan : 1.
Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian untuk melindungi diri. 2.
Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan jasa.
Secara umum, tanggung jawab produk adalah suatu konsepsi hukum yang intinya dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Batasan ini dapat dilihat
bahwa pihak yang bertanggung jawab adalah pelaku usaha, perkembangan ini dipicu oleh tujuan yang ingin dicapai doktrin ini yaitu :
1. Menekan lebih rendah tingkat kecelakaan karena produk cacat tersebut;
58
Inosentius Samsul, op.,cit.,hlm 20.
Universitas Sumatera Utara
2. Menyediakan sarana hukum ganti rugi bagi korban produk cacat yang tidak dapat
dihindari. Bentuk-bentuk tanggung jawab pelaku usaha dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun1999 tentang
Perlindungan Konsumen, antara lain :
59
a. Pertanggung jawaban kontraktual contractual liability
Tanggung jawab perdata atas dasar perjanjian atau kontrak dari pelaku usaha atas kerugian yang dialami konsumen akibat mengkonsumsi barang danatau jasa yang dihasilkan atau memanfaatkan jasa
yang diberikannya. Dalam hal terdapat hubungan perjanjian privity of contract antara pelaku usaha dengan konsumen mengenai kesepakatan pada program investasi melalui internet, maka tanggung jawab
pelaku usaha di sini didasarkan pada contractual liability pertanggung jawaban kontraktual. b.
Product liability Tanggung jawab perdata terhadap produk secara langsung dari pelaku usaha atas kerugian yang
dialami konsumen akibat menggunakan produk yang dihasilkan. Pertanggungjawaban produk tersebut didasarkan pada perbuatan melawan hukum tortius liability. Unsur-unsur dalam tortius liability antara
lain adalah unsur perbuatan melawan hukum, kesalahan, kerugian dan hubungan kasualitas antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian yang timbul. Jadi, Product liability Dalam hal tidak
terdapat hubungan perjanjian no privity of contract antara pelaku usaha dengan konsumen, tanggung jawab pelaku usaha didasarkan pada product liability atau pertanggung jawaban produk.
Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang menyatakan pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan cacat pada
produk c.
Professional liability,
59
Bentuk-bentuk tanggung jawab pelaku usaha dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun1999 tentang Perlindungan Konsumen
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal terdapat perjanjian privity contract antara pelaku usaha dengan konsumen, dimana prestasi pelaku usaha dalam hal ini sebagai pemberi jasa tidak terukur sehingga merupakan perjanjian
ikhtiar yang didasarkan pada iktikad baik, tanggung jawab pelaku usaha didasarkan pada pertanggungjawaban profesional ini menggunakan tanggung jawab langsung strict liability dari
pelaku usaha atas kerugian yang dialami konsumen akibat memanfaatkan atau menggunakan jasa yang diberikanya. Sebaliknya ketika hubungan perjanjian privity of contract tersebut merupakan prestasi
yang terukur sehingga merupakan perjanjian hasil, tanggung jawab pelaku usaha didasarkan pada pertanggungjawaban profesional yang menggunakan tanggung jawab perdata atas
perjanjiankontrak contractual liability dari pelaku usaha sebagai pengelola program investasi apabila timbul kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat memanfaatkan atau menggunakan jasa
yang diberikan. d.
Criminal liability Pertanggungjawaban pidana dari pelaku usaha sebagai hubungan antara pelaku usaha dengan negara.
Dalam hal pembuktian, yang dipakai adalah pembuktian terbalik seperti yang diatur dalam Pasal 22 Undang - Undang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa pembuktian terhadap ada atau
tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu kerusakan, pencemaran danatau kerugian yang dialami konsumen
merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha, tanpa menutup kemungkinan dalam melakukan pembuktian. Jadi, kedudukan tanggung jawab perlu diperhatikan, karena mempersoalkan
kepentingan konsumen harus disertai pula analisis mengenai siapa yang semestinya dibebani tanggung jawab dan sampai batas mana pertanggung jawaban itu dibebankan kepadanya. Tanggung
jawab atas suatu barang danatau jasa yang diproduksi oleh perusahaan atau industri, dalam pengertian yuridis lazim disebut sebagai product liability
Universitas Sumatera Utara
Secara umum prinsip tanggung jawab dibedakan menjadi 5, yaitu: 1.
Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan liability based on fault jika yang digugat tidak terbukti maka yang tergugat bebas, harus dapat dibuktikan oleh yang mendalilkan kesalahan
tergugat. Pada pasal 1365 BW yang berbunyi “tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian
2. Kepada seorang lain. Mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu
mengganti kerugian tersebut.” pasal ini terdapat unsur - unsur sebagai berikut:
a. Adanya perbuatan
b. Adanya unsur kesalahan
c. Adanya kerugian yang diderita
d. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian
Prinsip praduga selalu bertanggung jawabpembuktian terbalik presumption of liability Tergugat selalu dianggap bertanggung jawab sampai tergugat dapat membuktikan bahwa tergugat tidak bersalah. Jadi beban
pembuktian ada pada tergugat. Prinsip praduga selalu tidak bertanggung jawab presumption of nonliability Prinsip ini hanya dikenal
dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas dan pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan. Sebagai contoh pada hukum pengangkutan pada bagasi atau kabin tangan,yang didalam
pengawasan konsumen sendiri. Prinsip tanggung jawab mutlak strict liabilityBiasanya prinsip ini diterapkan karena beberapa hal,
diantaranya: a. Konsumen tidak dalam posisi menguntungkan untuk membuktikan adanya kesalahan dalam suatu
proses produksi dan distribusi yang kompleks;
Universitas Sumatera Utara
b. Di asumsikan pelaku usaha lebih dapat mengantisipasi jika sewaktu-waktu ada gugatan atas kesalahannya, misalnya dengan asuransi atau menambah komponen biaya tertentu pada harga
produknya; c. Asas ini dapat memaksa produsen lebih berhati-hati.Prinsip ini bisa digunakan untuk menjerat pelaku
usaha produsen penyalur barang yang memasarkan produknya yang merugikan konsumen product liability. Product liability dapat dilakukan berdasarkan tiga hal:
a. Melanggar jaminan, misalnya khasiat tidak sesuai janji; b. Ada unsur kelalaian negligence, misalnya lalai memenuhi standar pembuatan obat yang baik;
c. Menerapkan tanggung jawab mutlak strict liability. Tanggung jawab pelaku usaha dalam hal transaksi dalam hukum perlindungan konsumen ada 3 macam,
yaitu : Tanggung jawab atas informasi ini meliputi tanggung jawab informasi atas iklan di internet
webvertizing, bisa juga tanggung jawab atas informasi atas kontrak elektronik, dan juga atas upaya penyelesaian sengketa konsumen secara patut Tanggung jawab atas produk Tanggung jawab atas produk disini yaitu pelaku
usaha bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi. Ganti rugi yang bisa dikenakan terhadap pelaku usaha misalnya, kerusakan, pencemaran, danatau kerugian konsumen akibat adanya cacat pada produk.
Tanggung jawab atas keamanan yang dimaksud dengan tanggung jawab atas keamanan pelaku usaha wajib untuk menjaga keamanan konsumen pada saat konsumen melakukan transaksi, khususnya pada jaringan
transaksi yang dilakukan secara elektronis. Pada transaksi ini harus mempunyai kemampuan untuk menjamin keamanan dan kehandalan arus informasi. Perlu diperhatikan untuk pihak perlu menyediakan jaringan sistem
yang cukup memadai untuk mengontrol keamanan transaksi. Pertanggungjawaban hukum, suatu kerugian yang telah diderita oleh suatu pihak sebagai
akibat dalam hal hubungan konsumen dan pelaku usaha dari penggunaannya, pemanfaatan
Universitas Sumatera Utara
serta pemakaian oleh konsumen atas barang dan atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha tertentu, dalam hukum perdata, bahwa tindakan yang merugikan pihak konsumen, pelaku
diwajibkan memberi ganti rugi kepada pihak yang menderita kerugian dapat diketahui bahwa antara pelaku usaha yang memperdagangka barang danatau jasanya dan konsumen yang
menggunakan, memakai, atau memanfaatkan barang danatau jasa terdapat suatu hubungan hukum perjanjian, yang dem hukum terjadi pada saat transaksi “jual beli’’ barang danatau jasa
tersebut dilaksanaakan. Hal ini berarti setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang menerbitkan kerugian kepada konsumen merupakan pelanggaran atas prestasi pelaku usaha yang
telah diperjanjiakan sebelumnya kepada konsumen, dalam hal ini konsumen berhak menuntut pembatalan perjanjian, meminta penggantian segala macam biaya berikut kerugian actual yang
diderita oleh konsumen. Dalam hal ini konsumen berkewajiban untuk secara langsung menyampaikan “kerugian’’ yang dideritanya kepada pelaku usaha.
60
B. Sistem pertanggungjawaban antara penyalur dan konsumen