Pertanggungjawaban Perusahaan Penyalur Alat BeratTerhadap Cacat Tersembunyi Produk (Studi pada : PT. United Tractors Tbk)

(1)

PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN PENYALUR ALAT BERAT TERHADAP CACAT TERSEMBUNYI PRODUK

(STUDI PADA : PT. UNITED TRACTORS Tbk)

SKRIPSI

Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH :

RORY EKA PUTRA SITEPU NIM : 100200284

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN PENYALUR ALAT BERAT TERHADAP CACAT TERSEMBUNYI PRODUK

(STUDI PADA : PT. UNITED TRACTORS Tbk)

Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara

SKRIPSI OLEH :

RORY EKA PUTRA SITEPU NIM : 100200284

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

(Windha, SH.,M.HUM.) NIP. 197501122005012002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Prof. Bismar Nasution,SH.,M.H.) (Windha,S.H.,M.Hum) NIP.195603291946011001 NIP. 197501122005012002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah dan rahmat yang telah diberikan-Nya selama ini, sehingga Penulis bisa menyelesaikan karya tulis skripsi ini dengan baik dan benar.

Penulisan Skripsi yang berjudul: Pertanggungjawaban Perusahaan Penyalur Alat BeratTerhadap Cacat Tersembunyi Produk adalah guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa hasil penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya, penulis sangat mengharapkan adanya saran dan kritik dari para pembaca skripsi ini. Kelak dengan adanya saran dan kritik tersebut, maka penulis akan dapat menghasilkan karya tulis yang lebih baik dan berkualitas, baik dari segi substansi maupun dari segi cara penulisannya.

Secara khusus, Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua Penulis yang telah membesarkan, mendidik, dan mendukung Penulis hingga bisa menyelesaikan pendidikan formal Strata Satu (S1) ini.

Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M. Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

3. Bapak Syarifuddin Hasibuan, S.H., M.Hum.,DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).


(4)

4. Bapak OK. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

5. Ibu Windha, S. H., M. Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi dan Dosen Hukum Ekonomi. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala saran dan kritik yang sangat berarti dan bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Ramli Siregar, S.H., M. Hum., selaku Sekretaris Jurusan Departemen Hukum Ekonomi. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas ilmu yang telah diberikan dalam perkuliahan.

7. Bapak Prof. Bismar Nasution,S.H,M.H., Dosen Hukum Ekonomi dan Dosen Pembimbing I. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala bantuan dan dukungannya yang sangat berarti dan bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.

8. Ibu Windha,S.H.,M.Hum, selaku Dosen Hukum Ekonomi dan Dosen Pembimbing II. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala bantuan, kritikan, saran, bimbingan, dan dukungan yang sangat berarti dan bermanfaat hingga selesainya penyusunan skripsi ini. 9. Edy Yunara S.H., M.Hum. selaku Dosen Wali. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas

segala bantuan sejak baru menjadi mahasiswa sampai sekarang selesai menyelesaikan pendidikan.

10. Para Dosen, Asisten Dosen, dan seluruh staf administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah berjasa mendidik dan membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Ayah dan Ibuku tercinta, A.Sitepu S.E,S.sos,M..IP. dan S.Tarigan, yang telah memberikan doa, cinta kasihnya, dan semangat yang tiada hentinya bagi saya.


(5)

12. Buat kedua kakak ku Febrina Lorence Sitepu S.H., dan Fitrichia Novita Sitepu S.H., terima kasih buat semangat dan doanya.

13. Terima kasih kepada Bapak Zulkarnain Sitepu selaku Branch Operation Head PT UNITED TRACTORS Tbk Cabang Pontianak, atas bantuan dan kerjasamanya dalam penulisan skripsi ini.

14. Terima kasih kepada Bapak Irwin Hartanto selaku Business Consultant PT. UNITED TRACTORS Tbk Cabang Medan, yang telah memberikan Informasi dan bahan untuk penulisan skripsi ini.

15. Buat kelompok kecilku Elohim Ozerli (Paul Brena Tarigan, Andhika Tarigan, Kristina Sitanggang S.H., Juliani Sinaga, Ricky Aritonang) dan PKK ku Juliana br. Hutasoit S.H. 16. Terimakasih buat komponen pelayanan di UKM KMK USU UP FH buat doa-doa kalian

selama ini.

17. Terima kasih buat teman- teman seperjuangan ( Martinus Lastua Ryanto Sinurat, Edwar Zai, Andhika Tarigan, Rahmat Hidayat, Theodorus Gusti Hutasoit, Frisdar Rio S.H.) yang senantiasa memberi motivasi dan semangat dalam mengerjakan skripsi.

18. Terima kasih buat teman-teman (Kastro Sitorus, Cristian Yuritomo, Sofian Siregar S.H., Togi Robson Sirait, Priawan Harmasandi S.H., Henjoko S.H., Dwi Susilawati S.H., Yessica Tri Angelina Situmorang S.H., Jerry Thomas, Zepriyanto Saragih) yang senantiasa memberi semangat dan dukungan serta bantuan.

19. Terima kasih buat Life Box yang memberi motivasi dan semangat.

20. Salam sukses buat teman- teman IMAHMI (ikatan mahasiswa hukum ekonomi).

21. Terima kasih buat keluarga besar IMKA (ikatan mahasiswa karo) Fakultas Hukum Universitas Sunatera Utara.


(6)

22. Salam sukses untuk Syalom. Ut Omnes Unum Sint buat seluruh anggota GMKI KOMISARIAT FH USU.

23. Salam sukses buat TAEKWONDO SIBAYAK. Terima kasih untuk sabum, dan teman-teman yang memberi dukungan dan semangat.

24. Senior-senior di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak informasi mengenai kegiatan perkuliahan dan membimbing penulis selama mengikuti kegiatan-kegiatan hukum dalam organisasi kampus.

25. Buat semua rekan dan sahabat yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Akhir kata, kiranya tulisan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, terutama dalam penerapan serta pengembangan ilmu hukum di Indonesia.

Medan, 16 April 2014

Penulis

Rory Eka Putra Sitepu 100200284


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI ……….. ii

ABSTRAKSI ………. Vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……… 1

B. Perumusan Masalah ……… 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ……… 7

D. Keaslian Judul ………. 8

E. Tinjauan Kepustakaan ………. 9

F. Metode Penelitian ……… 13

G. Sistematika Penulisan ……….. 15

BAB II HUNBUNGAN HUKUM ANTARA PRODUSEN, PENYALUR DAN KONSUMEN DALAM JUAL BELI ALAT BERAT A. Jual Beli Alat Berat Sebagai Suatu Bentuk Perjanjian ………. 17

B. Perjanjian kerjasama Antara Konsumen, Penyalur dan Produsen Dalam Perjanjian 1. Bentuk Kerjasama Antara Konsumen dan Penyalur ….... 30

2. Bentuk Perjanjian Antara Produsen dan Penyalur ……….. 33

3. Bentuk Perjanjian Kerjasama Antara Produsen, Penyalur dan Konsumen ………. 34

C. Hubungan Hukum Antara Produsen, Penyalur, dan Konsumen Dalam Jual Beli Alat Berat ……….. 35

D. Hak dan Kewajiban Produsen, Konsumen, dan Penyalur Dalam Jual Beli Alat Berat ……….. 41

BAB III CACAT TERSEMBUNYI PRODUK DALAM JUAL BELI ALAT BERAT MENURUT KUHPERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN


(8)

A. Cacat Tersembunyi Produk Dalam Jual Beli ……….. 45 B. Kewajiban Pelaku Usaha Memberi Informasi Terkait Dengan Cacat

Tersembunyi ………. 57 C. Akibat Hukum Cacat Tersembunyi Produk ……….. 58 BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP CACAT

TERSEMBUNYI PADA PRODUK

A. Pertanggungjawaban Hukum Dalam Hukum Positif Indonesia … ……….. 64 B. Sistem Pertanggungjawaban Antara Penyalur dan Konsumen ….

……….. 71 C. Pertanggungjawaban Perusahaan Penyalur Alat Berat Terhadap Cacat

Tersembunyi Produk ……… 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……… 87


(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pelayanan umum (public services) memang sarat dengan berbagai masalah, wilayah jangkauannya sendiri sangat luas meliputi sector profit maupun non-profit. Sedemikian luas jangkauannya sehingga tidak mudah mendeskripsikan persepsi masyarakat terhadap pelayanan umum. Adanya perbedaan persepsi itu sebagai konsekuensi sudut pandang yang berbeda-beda, namun bukannya tidak dapat di pengertian seseorang terhadap suatu hal.1 Posisi konsumen yang lemah maka harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya. tanggung jawab produk dalam KUHPerdata dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.

pada saat terjadi permasalahan pada produk atau adanya cacat tersembunyi pada produk konsumen merasa dirugikan dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen sebagai dasar yang melindungi hak-hak konsumen jika pelaku usaha (produsen/penyalur) tidak memberikan hak-hak konsumen atas ganti kerugian terhadap suatu barang.

Luasnya jangkauan pelayanan umum menunjukkan betapa mudah, memberikan gambaran persepsi yang utuh terhadap pelayanan umum. Persepsi yang disampaikan masyarakat bisa baik, cukup atau buruk. Namun untuk menentukan persepsi demikian diperlukan kriteria-kriteria tertentu sesuai dengan karateristik jasa /pelayanan yang bersangkutan serta produk

       1

Yusuf Sofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003),hlm. 179.


(10)

hukum/perundang-undangan yang mengaturnya. Oleh karena itu, bagian ini melihat permasalahan pelayanan umum ini dari sudut masyarakat, khususnya konsumen yang memperoleh dan mempergunakan pelayanan umum yang tersedia dengan nilai tukar yang diberikannya dalam bentuk tarif dan biaya. Pekerjaan berat ini menjadi tanggung jawab bersama, sebab menyangkut citra negara dan bangsa pada skala nasional dan internasional.2

Sektor pertambangan di Indonesia berkembang karena kenaikan harga komoditas pertambangan utama seperti timah, nikel, tembaga, dan batubara pada khususnya.3 Selain itu, permintaan energi primer (termasuk batubara) dan konsumsi batubara domestik yang tinggi yang disebabkan oleh perkembangan yang cepat dari pembangkit listrik lebih, merangsang bisnis kontraktor penambangan booming.4 Dalam 3 (tiga) rangka memanfaatkan potensi tersebut, Perusahaan mendirikan Kontraktor Penambangan unit bisnis, yang dikelola oleh salah satu anak perusahaan Perseroan, PT Pamapersada Nusantara (Pama). Didirikan pada tahun 1988, Pama menyediakan berbagai jasa pertambangan kelas dunia yang memanjang dari desain tambang, eksplorasi, penggalian, pengangkutan, barging dan pemuatan. Beroperasi di proyek pertambangan batubara besar di berbagai bagian negara, Pama secara luas dikenal sebagai yang terbesar dan paling terkemuka kontraktor penambangan batubara di Indonesia.5

Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang alat berat yang bergerak sebagai produsen alat berat yaitu United Tractors (UT / Perseroan) adalah terkemuka dan distributor terbesar alat berat di Indonesia sebuah perusahaan dengan sejarah panjang.6 Didirikan pada 13 Oktober 1972, Perusahaan mencapai tonggak penting pada 19 September 1989, dengan mencatatkan sahamnya

       2 Ibid., hlm.181

3

http://id.wikipedia.org/wiki/Pertambangan (diakses tanggal 28 Juni 2014)

4 http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_11_67.htm Undang-Undang No.11 Tahun 1967 tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan (diakses tanggal 28 Juni 2014)

5


(11)

di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya sebagai PT United Tractors Tbk (UNTR), dengan PT Astra International Tbk sebagai pemegang saham mayoritas. Penawaran umum perdana ini ditandai komitmen united tractors menjadi kelas dunia solusi- driven perusahaan di bidang alat berat, pertambangan, dan energi untuk kepentingan stakeholders.7

United Tractors (UT / Perseroan), menyediakan produk-produk dari merek terkenal di dunia seperti Komatsu, UD Trucks, Scania, Bomag, Tadano, dan Komatsu Forest. Saat ini, jaringan distribusi yang luas meliputi 19 kantor cabang, 22 kantor site support dan 11 kantor perwakilan di 22 provinsi di seluruh negeri. Tidak puas dengan menjadi distributor terbesar alat berat di dalam negeri.8 Perusahaan juga memainkan peran aktif di bidang kontraktor penambangan dan baru-baru berkelana ke bisnis pertambangan batubara. United Tractors melakukan bisnisnya melalui tiga unit bisnis utama yang dikenal sebagai Mesin Konstruksi, Kontraktor Penambangan dan pertambangan konstruksi mesin-mesin. Sebagai distributor tunggal Komatsu, UD Trucks, Scania, Bomag, Komatsu Forklift, Tadano, Komatsu Generator Set dan Komatsu Forest, unit usaha Mesin Konstruksi menawarkan berbagai produk yang luas untuk memenuhi sektor utama negara itu: perkebunan, konstruksi, kehutanan, material handling , pertambangan dan transportasi. Selain itu, layanan purna jual yang tersedia untuk semua pelanggan di seluruh jaringan nasional Perusahaan ekstensif Usaha Mesin Konstruksi didukung oleh beberapa anak perusahaan:

Perseroan Terbatas United Tractors Pandu Engineering (UTPE), fokus pada pengembangan produk, manufaktur, distribusi dan jasa untuk industri alat berat dan sumber daya alam bisnis. PT Bina Pertiwi (BP), mendistribusikan traktor pertanian Kubota, Kubota dan Komatsu generator, mini excavator Komatsu, Patria dan Komatsu forklift dan menyediakan jasa

       7

www.leadership-street.com/2013/.../pt-united-tractors-tbk-untr-report. (diakses tanggal 28 Juni 2014)

8www.share-pdf.com/.../Hal%201-9%20edit.htm . (


(12)

penyewaan. PT Multi Prima Universal (MPU), mengelola bisnis penyewaan alat berat dan penjualan alat berat yang digunakan, dan kontraktor penambangan untuk proyek-proyek skala kecil sampai menengah. PT Andalan multi Kencana (AMK), memberikan bagian komoditas komponen alat berat dengan harga yang kompetitif. PT Universal Tekno Reksajaya (UTR), dengan fokus pada remanufaktur dan rekondisi komponen alat berat.9

Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan apabila terjadi peristiwa atau keadaan yang menimbulkan kerugian bagi konsumen maka pelaku usaha bertanggungjawab untuk mengganti kerugian yang dialami konsumen.10 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak semata-mata memberikan pelindungan kepada konsumen saja tetapi meberikan perlindungan masyarakat (publik). Secara teoritis hubungan hukum mengkhendaki adanya kesetaraan diantara para pihak, akan tetapi dalam prakteknya hubungan hukum terebut sering berjalan tidak seimbang terutama dalam hubungan hukum antara produsen dan konsumen, hal ini pun terjadi dalam hubungan hukum antara penyalur dan konsumen.

Perusahaan terbatas United Tractors Tbk (UNTR) dengan kode emiten UNTR dari berbagai sumber berdiri pada 13 Oktober 1972 dengan nama PT Astra Motor Works dan PT Astra International Tbk sebagai pemegang saham mayoritas.11 Selanjutnya nama tersebut diubah menjadi United Tractors (UT). Segera setelah beroperasi, UT memperoleh kepercayaan sebagai agen tunggal berbagai macam alat berat yang memiliki reputasi internasional, antara lain merek KOMATSU dari Komatsu Ltd, Japan yang sudah sejak awal menjadi perintis kerja sama dengan UT.

      

9www.leadership-street.com/2013/.../pt-united-tractors-tbk-untr-report.( diakses tanggal 28 Juni 2014) 10 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.


(13)

Sepanjang dasawarsa tahun 1970-an, UT yang telah mengembangkan industri dan membangun reputasi pemasaran yang paling berorientasi ke service atau product support. Untuk memenuhi kebutuhan pasar, sejak 1981 UT mulai melangkah ke bidang produksi. Selanjutnya PT United Tractors mulai mendirikan beberapa Affiliated Company (Affco) yang semakin memperkokoh usaha yang digelutinya.

Perkembangan Perusahaan United Tractors secara resmi didirikan di Indonesia pada tahun 1972 kemudian pada tahun 1973 ditunjuk sebagai distributor tunggal produk KOMATSU, Sumitomo Link Belt dan Tadano Crane, pada tahun1974 United Tractors ditunjuk dan dipercayai sebagai distributor tunggal mesin giling getar bomag dan forklift Komatsu. Pada tahun 1982 Perseroan Terbatas Komatsu Indonesia (KI) didirikan untuk memproduksi mesin kontruksi Indonesia dengan lokasi di PPI United Tractors dengan teknologi dari Komatsu Ltd. PT United Tractors Pandu Engineering (UTE) didirikan untuk memproduksi peralatan dan komponen dari lisensi maupun hasil rancang bangun sendiri, antara lain Patria Komatsu Forklift, John Deere Farm Tractors, Niigata Asphalt Mixing Plant dan berbagai attachment. PT Pandu Dayatama Patria (PDP) didirikan untuk memproduksi mesin disel berdasarkan lisensi dengan lokasi di PPI UT-Cakung. Mesin yang diproduksi antara lain Komatsu dan Nissan Engine Diesel. Dalam rangka program pendalaman struktur dan diversifikasi vertikal, PDP kemudian masuk dalam bisnis produksi Patria Generating Set, perakitan mesin mobil Peugeot dan BMW serta Hydraulic Manufacture.

Setelah go public pada tahun 1989, dalam perjalanan karirnya UT kini semakin siap untuk memasuki era globalisasi dunia. Pada tahun 2012, ketika bidang pertambangan dan perkebunan mengalami penurunan, PT United Tractors Tbk masih mendapatkan income US$ 5.593 Milyar and tercatat pada nomor 6 dari Indonesia Fortune 100 Tahun 2013. Dalam RUPS


(14)

tahunan perseroan, PT United Tractors Tbk (UNTR) membagikan dividen tunai sebesar Rp2,31 triliun atau 40% dari total laba bersih perseroan tahun lalu sebesar Rp5,78 triliun. 60% sisa dari laba bersih atau sebesar Rp3,47 triliun dibukukan sebagai laba ditahan Dividen tunai itu setara Rp620 per saham, termasuk di dalamnya dividen interim sebesar Rp210 per saham. Dividen interim telah dibayarkan pada 2 November 2012, sedangkan sisanya sebesar Rp410 per saham akan dibayarkan pada 31 Mei 2013.RUPS juga menyetujui perubahan susunan direksi dan komisaris perseroan.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan adalah : 1. Bagaimana hubungan hukum antara produsen, penyalur dan konsumen dalam jual

beli alat berat

2. Bagaimana cacat tersembunyi produk dalam jual beli alat berat menurut KUHPerdata dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

3. Bagaimana pertanggungjawaban penyalur alat berat terhadap cacat tersembunyi produk

Dalam skripsi ini penulis membatasi permasalahan pada pertanggungjawaban penyalur alat berat terhadap cacat tersembunyi produk dalam hukum Indonesia.

C. Manfaat dan Tujuan Penulisan

1. Tujuan dan manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui hubungan hukum antara produsen, penyalur, dan konsumen b. Untuk mengetahui cacat tersembunyi produk dalam jual beli alat berat menurut


(15)

c. Untuk mengetahui bentuk pertanggungjawaban PT. UNITED TRACTORS,Tbk terhadap cacat tersembunyi pada produk alat berat

2. Manfaat Penulisan

Manfaat dari Penulisan ini adalah sebagai berikut :

a. Manfaat teoritis, manfaat teoritis dari penulisan ini adalah untuk memberikan masukan atau sumbangan menyangkut hubungan konsumen atas pertanggungjawaban perusahaan penyalur alat berat terhadap cacat tersembunyi produk

b. Manfaat praktis, dapat bermanfaat bagi mahasiswa sebagai masukan atau sumbangan pemikiran untuk ilmu pengetahuan dan bagi masyarakat atau konsumen selaku pembeli pada umumnya.

D. Keaslian Penulisan

Sepanjang yang dilihat dan diketahui di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara khususnya di bagian Hukum Ekonomi bahwa penulisan tentang Pertanggungjawaban Perusahaan Penyalur Alat Berat Terhadap Cacat Tersembunyi Terhadap Produk ini belum pernah dilakukan sebelumnya.

Adapun judul yang berkaitan dengan judul skripsi ini adalah skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Pembeli terhadap Cacat Tersembunyi Suatu Barang ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen” yang didalamnya memuat mengenai perlindungan hukum bagi konsumen terhadap barang tertentu jika terjadi cacat tersembunyi pada produk yang beredar di masyarakat. Judul kedua yang berkaitan dengan judul skripsi ini adalah skripsi yang berjudul “ Perlindungan Hukum terhadap Konsumen


(16)

terlihat dari Kerugian Akibat Barang Cacat dan Berbahaya. Dengan demikian, jika dilihat dari permasalahan serta tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini, maka dapat disimpulkan bahwa apa yang ada didalam skripsi ini adalah murni dari karya penulis dan bukan hasil jiblakan dari skripsi orang lain, dan dimana diperoleh melalui hasil pemikiran para pakar dan praktisi, referensi, buku-buku, makalah-makalah dan bahan-bahan seminar, serta media cetak berupa koran-koran, media elektronik seperti internet serta bantuan dari berbagai pihak, berdasarkan pada asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan terbuka. Semua ini adalah merupakan implikasi dari proses penemuan kebenaran ilmiah, sehingga hasil penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan kebenaran secara ilmiah.

E. Tinjauan Pustaka

Sebelum melanjutkan penulisan skripsi ini, maka ada baiknya apabila terlebih dahulu dijelaskan pengertian judul PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN PRODUSEN ALAT BERAT TERHADAP CACAT TERSEMBUNYI PRODUK (studi pada : PT. UNITED TRACTOR Tbk)

Produk secara umum diartikan sebagai barang yang dapat dilihat, dipegang (tangible goods), baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak ,namun dalam kaitannya dengan masalah tanggung jawab produsen (product lialibility), tanggung jawab produk yang diartikan (product lialibility) diartikan sebagai tanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh pemakaian atau penggunaan suatu produk atau yang berkaitan dengan barang-barang konsumen termasuk dalam pengertian produk tersebut tidak semata-mata suatu produk yang sudah jadi secara keseluruhan , tetapi juga termasuk komponen suku cadang.12 kemudian Agnes M. Toar mendefenisikan product lialibilty sebagai tanggung jawab para produsen untuk produk yang

       12


(17)

dibawanya kedalam peredaran, yang menimbulkan atau menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebut.13

Pengertian Undang-Undang Konsumen di Indonesia, istilah “konsumen” sebagai defenisi yuridis formal ditemukan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan / jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan .14 Posisi konsumen yang lemah maka harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya. tanggung jawab produk dalam KUHPerdata dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.

Produsen atau pelaku usaha sering diartikan sebagai pengusaha yang menghasilkan barang dan jasa, yaitu setiap orang/badan yang ikut serta dalam penyediaan barang dan jasa hingga sampai ke tangan konsumen.15 Sifat profesional merupakan syarat mutlak dalam hal menuntut pertanggunjawaban dari produsen. menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak memakai istilah lain yang kurang lebih sama artinya, yaitu pelaku usaha yang diartikan sebagai berikut:

Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilay ah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Dalam

       13

Agnes M. Toar,”Tanggung Jawab Produk dan Sejarah Perkembangannya di Beberapa Negara”, makalah Penataran Hukum Perikatan, Ujung Pandang, 17-29 juli 1989,hlm. 1-2.

14Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 15

Harry Duitjer Tebbens, 1980, International Product Lialibility, Sijthoff dan Noordhoff International Publishers, Netherland, hlm.4.


(18)

pengertian ini termasuklah perusahaan (korporasi) dalam segala bentuk dan bidang usahanya, seperti BUMN, koperasi, dan perusahaan swasta, baik berupa pabrikan, importir, distributor, dan lain-lain. Sebagai penyelengara kegiatan usaha, pelaku usaha adalah pihak yang harus bertanggung jawab atas akibat-akibat negatif berupa kerugian yang ditimbulkan oleh usahanya terhadap pihak ketiga.

Kerugian yang diderita oleh seorang pemakai produk yang cacat atau membahayakan, bahkan, bahkan juga pemakai yang turut menjadi korban, merupakan tanggung jawab mutlak pelaku usaha pembuat produk itu sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Penerapan tanggung jawab mutlak produk ini, pelaku usaha pembuat produk atau yang dipersamakan dengannya, dianggap bersalah atas terjadinya kerugian pada konsumen pemakai produk, kecuali dia dapat membuktikan keadaan sebaliknya, bahwa kerugian yang terjadi tidak dapat dipersalahkan kepadanya. Pada dasarnya konsepsi tanggung jawab secara umum tidak jauh berbeda dengan konsepsi tanggung jawab sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1365 dan 1865 KUHPerdata. Perbedaannya yaitu bahwa tanggung jawab produsen untuk memberikan ganti rugi diperoleh setelah pihak yang menderita kerugian dapat membuktikan bahwa cacatnya produk tersebut serta kerugian yang timbul merupakan akibat kesalahan yang dilakukan oleh produsen atau penyalur. ketentuan ini tidak secara tegas mengatur pemberian ganti rugi atau beban pembuktian kepada konsumen, melainkan kepada pihak manapun yang mempunyai hubungan hukum dengan produsen, apakah sebagai konsumen, sesama produsen , penyalur, atau instansi lain.

Di Indonesia cacat produk atau produk yang cacat dapat didefinisikan sebagai berikut: “Setiap produk yang tidak dapat memenuhi tujuan pembuatannya, baik karena kesengajaan atau kealpaan dalam proses maupun disebabkan hal-hal lain yang terjadi dalam


(19)

peredarannya, atau tidak menyediakan syarat-syarat keamanan bagi manusia atau harta benda mereka dalam penggunaannya, sebagaimana diharapkan orang.”16 Sektor pertambangan di Indonesia berkembang karena kenaikan harga komoditas pertambangan utama seperti timah, nikel, tembaga, dan batubara pada khususnya. Selain itu, permintaan energi primer (termasuk batubara) dan konsumsi batubara domestik yang tinggi yang disebabkan oleh perkembangan yang cepat dari pembangkit listrik lebih merangsang bisnis kontraktor penambangan booming. Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang alat berat yang bergerak sebagai produsen alat berat yaitu United Tractors (UT / Perseroan) adalah terkemuka dan distributor terbesar alat berat di Indonesia sebuah perusahaan dengan sejarah panjang.

Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan apabila terjadi peristiwa atau keadaan yang menimbulkan kerugian bagi konsumen maka produsen atau pelaku usaha bertanggungjawab untuk mengganti kerugian yang dialami konsumen. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak semata-mata memberikan pelindungan kepada konsumen saja tetapi meberikan perlindungan masyarakat (publik). Secara teoritis hubungan hukum mengkhendaki adanya kesetaraan diantara para pihak, akan tetapi dalam prakteknya hubungan hukum tersebut sering berjalan tidak seimbang terutama dalam hubungan hukum antara produsen dan konsumen, hal ini pun terjadi dalam hubungan hukum antara penyalur dan konsumen.

F. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Adapun spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu:

Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normative dengan mempertimbangkan bahwa titik tolak penelitian analisis terhadap Pertanggungjawaban

       16Op.Cit


(20)

Perusahaan Produsen terhadap Penyalur dan konsumen, Cacat Tersembunyi Pada Produk. Hal ini ditempuh dengan melakukan penelitian keperpustakaan (library research), atau biasa dikenal dengan sebutan studi kepustakaan dan penelitian lapangan dengan wawancara. Walaupun penelitian yang dimaksud tidak lepas dari sumber lain selain sumber kepustakaan, yakni penelitian terhadap bahan media massa ataupun dari internet maupun wawancara. Penulis juga menggunakan metode pendekatan yuridis, dengan mempelajari ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi di kenyataan hidup dalam masyarakat.

2. Sumber Data

Materi dalam skripsi ini diambil dari data seperti berikut:

a. Bahan hukum primer, yaitu : berbagai dokumen peraturan perundangan-undangan yang tertulis mengenai Pertanggungjawaban Perusahaan Penyalur Alat Berat Terhadap Cacat Tersembunyi Produk.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu : bahan-bahan yang memiliki hubungan dengan bahan hukum primer dan dapat digunakan dan dapat digunakan untuk menganalisis dan memahami bahan hukum primer dan memahami bahan hukum primer yang ada. Seperti hasil seminar atau makalah-makalah dari para pakar hukum, Koran, majalah, serta sumber-sumber lain yakni internet yang memiliki kaitan erat dengan permasalahan yang dibahas.

c. Bahan Hukum Tertier, yaitu : mencakup kamus bahasa untuk pembenahan tata Bahasa Indonesia dan juga sebagai alat bantu menggali bahasa beberapa istilah asing. 3. Teknik Pengumpulan Data

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder di kumpulkan dengan melakukan penelitian kepustakaan atau yang lebih dikenal dengan studi kepustakaan. Penelitian kepustakaan


(21)

dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, hasil seminar, wawancara dan sumber-sumber lain yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.

4. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, dianalisis dengan deskriptif kualitatif. Metode deskriptif yaitu menggambarkan secara menyeluruh tentang apa yang menjadi pokok permasalahan. Kualitatif yaitu metode analisa data yang mengelompokan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan.

G. Sistematika Penulisan

Pembahasan skripsi ini terbagi menjadi 5 (lima) bab agar memudahkan pembaca dalam membaca penulisan skripsi ini. Adapun pembagian bab-bab tersebut adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, permasalahan, tujuan, dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II HUBUNGAN HUKUM ANTARA PRODUSEN, PENYALUR, DAN KONSUMEN DALAM JUAL BELI ALAT BERAT

Bab ini menjelaskan tentang jual beli alat berat sebagai suatu bentuk perjanjian, bentuk perjanjian kerjasama antara konsumen, penyalur, dan produsen dalam perjanjian, hubungan hukum, dan hak dan kewajiban produsen, konsumen, dan penyalur dalam jual beli alat berat.


(22)

BAB III CACAT TERSEMBUNYI PRODUK DALAM JUAL BELI ALAT BERAT MENURUT UU NO 8 TAHUN 1999

Bab ini membahas tentang cacat tersembunyi produk dalam jual beli, kewajiban pelaku usaha memberi informasi terkait dengan cacat tersembunyi, dan akibat hukum cacat tersembunyi produk.

BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM

Bab ini menjelaskan dan menguraikan tentang tanggung jawab hukum dalam hukum positif Indonesia, sistem pertanggungjawaban antara penyalur dan konsumen, dan pertanggungjawaban perusahaan penyalur alat berat terhadap cacat tersembunyi produk.

BAB V PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi yang menjelaskan tentang kesimpulan dan saran penulis tentang pertanggungjawaban perusahaan alat berat terhadap cacat tersembunyi produk.


(23)

BAB II

HUBUNGAN HUKUM ANTARA PRODUSEN, PENYALUR DAN KONSUMEN DALAM JUAL BELI ALAT BERAT

A. Jual Beli Alat Berat Sebagai Suatu Bentuk Perjanjian

Perjanjian adalah terjemahan dari kata overeenkomst, yang jika ditinjau dari segi bahasa dapat pula diterjemahkan dengan persetujuan. Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata disebutkan bahwa: “Untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat:

1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. suatu hal tertentu;

4. suatu sebab yang halal.

Berdasarkan rumusan Pasal di atas disebutkan bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat. Kedua syarat pertama dinamakan syarat subyektif, karena kedua syarat tersebut menyangkut subyek perjanjian, sedangkan kedua syarat terakhir disebut syarat obyektif, karena menyangkut obyek dari perjanjian. Terdapatnya cacat kehendak (yang disebabkan adanya kekeliruan, paksaan ataupun penipuan) atau tidak cakap untuk membuat perikatan mengakibatkan dapat dibatalkannya perjanjian. Jika obyeknya tidak tertentu atau tidak dapat ditentukan atau kausanya tidak halal maka perjanjian batal demi hukum.

Mengenai pengertian dari kata onvereenkomst ini, Sudikno Mertokusumo mengatakan dalam kertas kerjanya yang disampaikan pada penataran hukum perikatan II, sebagai berikut :

“perlu kiranya dikemukakan juga tentang perkembangan defenisi atau arti perjanjian atau onvereenkomst. Defenisi klasik dapat diartikan sebagai perjanjian atau perbuatan hukum


(24)

yang berdasarkan kata sepakat bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum. Di dalam literatur Indonesia dan belanda defenisi ini masih tetap dipertahankan, seperti yang diketahui suatu perjanjian itu terjadi karena adanya kata sepakat atau persesuaian ( pernyataan) kehendak.

Pada hakekatnya yang terjadi adalah persesuain pernyataan kehendak, sebab kehendak tidak akan sampai kepada pihak lain kalau tidak ada dua perbuatan yang masing-masing bersifat satu sisi, yaitu adanya penawaran dan penerimaan antara kedua belah pihak, oleh karena itu perjanjian merupakan hubungan hukum karena dilakukan oleh dua orang yang melakukan perjanjian serta mengikatkan diri pada hukum perjanjian yang berlaku, dan dilindungi oleh undang-undang. Undang-undang memberikan kebebasan untuk melakukan perjanjian hanya saja itu dibuat beberapa syarat sebagai pedoman dan hal itu sangat menentukan bagi keabsahan dari suatu perjanjian. Perihal perjanjian, diatur dalam Buku III KUHPerdata yang terdiri dari satu bagian umum dan satu bagian yang khusus Titel I sampai dengan IV memuat peraturan tentang perjanjian pada umumnya, sedangkan Titel V sampai dengan XIX KUHPerdata menurut perjanjian yang banyak djumpai dalam masyarakat , misalnya : jual beli, sewa menyewa, dan lain sebagainya. Ruang lingkup dari perjanjian, meliputi semua persetujuan, dalam hal ini termasuk pula dalam kategori perjanjian yang dilakukan dalam bentuk kontrak maupun secara diam-diam.

Dengan demikian telah membawa kewajiban untuk melakukan sesuatu prestasi di satu pihak dan menerima satu prestasi di pihak lain. Prestasi menurut Pasal 1324 KUHPerdata, dapat berupa :

1. Memberi sesuatu 2. Berbuat sesuatu 3. Tidak berbuat sesuatu


(25)

Para pihak yang melakukan suatu perjanjian akan mempunyai hak dan kewajiban untuk memberi sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu. Perjanjian memiliki pengertian, suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi, itulah sebabnya hubungan hukum dalam perjanjian, bukan suatu hubungan yang bisa timbul dengan sendirinya seperti yang kita jumpai dalam harta benda kekeluargaan. Tindakan/perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak yang menimbulkan hubungan hukum perjanjian, sehingga satu pihak diberi hak oleh pihak yang lain untuk memperoleh prestasi. Sedangkan pihak lain menyediakan diri dibebani dengan kewajiban untuk menunaikan prestasi.

Berdasarkan hukum perjanjian di dalam undang-undang mengatur beberapa ketentuan yang menjadi dasar perjanjian dapat berupa asas- asas perjanjian antara lain sebagai berikut 17 :

1. Asas Terbuka

Dimana asas ini sering disebut sebagai asas kebebasan berkontrak, terdapat dalam Pasal 1338 KUHPerdata ayat 1 yang berbunyi : “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Namun isi perjanjian tidak boleh melanggar ketertiban umum dan kesusilaan dan juga undang-undang. Jadi apabila dirujuk kepada Pasal 1337 KUHPerdata, telah membatasi kebebasan yang diberikan oleh Pasal 1338 KUHPerdata atau Pasal 1337 KUHPerdata merupakan salah satu kendali dari terbuktinya Pasal 1338 KUHPerdata, yang memberi kebebasan untuk melakukan persetujuan.

2. Asas konsensualitas

       17

Prof. DR. Badrulzaman, Mariam Darus, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, hlm 66, 2001.


(26)

Dapat disimpulkan dari ketentuan yang diatur dari ketentuan umum maupun dalam ketentuan khusus mengenai perjanjian-perjanjian tertentu, seperti jual beli, sewa menyewa, dan perjanjian lainnya.

3. Asas bersifat pelengkap

Hukum perjanjian bersifat pelengkap, berarti ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang dapat disingkirkan apabila para pihak membuat perjanjian yang mengkhendakinya.

4. Asas pacta sunt sevanda (ingkar janji)

Asas ini terkandung dalam Pasal 1338 KUHPerdata, dimana orang yang ingkar janji (wanprestasi) dalam pandangan asas ini, diartikan sebagai pengingkaran terhadap undang-undang, dan pelanggaran yang dilakukan atau adanya ingkar janji maka di kenakan sanksi ganti rugi berupa denda yang diatur sesuai dengan undang-undang.

5. Asas kepastian hukum

Berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata, sebagaimana yang menekankan kepastian hukum dalam Pasal ini dijumpai pada kalimat “persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali”, kecuali kedua belah pihak sepakat dan diatur di dalam undang-undang mengenai pembatalan perjanjian. Untuk melindungi serta memberikan kepastian hukum kepada kedua belah pihak, yang termasuk dalam hal ganti rugi akibat cacat tersembunyi pada produk.

6. Asas itikad baik

Jika melihat Pasal-pasal persetujuan, akan terlihat asas ini mendapat penekanan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menyebutkan persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.


(27)

7. Asas kepribadian

Sesuai dengan Pasal 1315 KUHPerdata, pada umumnya tidak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau diminta ditetapkannya suatu janji melainkan untuk dirinya sendiri, kecuali :

a. Janji untuk pihak ketiga; b. Perjanjian garansi.

Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara, pembedaan tersebut adalah sebagai berikut 18:

a. Perjanjian timbal balik adalah

Perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual beli.

b. Perjanjian cuma-cuma (Pasal 1314 KUHPerdata).

Pasal 1314 KUHPerdata yang berbunyi : “Sesuatu persetujuan dibuat dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan cuma-cuma adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. persetujuan atas beban, adalah suatu persetujuan yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.”

c. Perjanjian kebendaan

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban (oblige) pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain (levering, transfer). Penyerahannya itu sendiri merupakan perjanjian kebendaan.

       18 


(28)

d. Perjanjian konsensual

Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana di antara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat ( Pasal 1338 KUHPerdata). Subjek yang dapat menjadi pihak dalam perjanjian disebut sebagai “subjek hukum” dan subjek hukum ini secara hukum ada dua yaitu19 :

a. Orang pribadi b. Badan hukum

Pihak- pihak dalam perjanjian diatur secara sporadis di dalam KUHPerdata, yaitu Pasal 1315, 1317, 1318, dan 1340. Mengingat bahwa hukum harus dipelajari sebagai satu sistem.

Berdasarkan Pasal 1457 KUH perdata, jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Kewajiban utama penjual adalah menyerahkan barangnya dan menanggungnya (Pasal 1474 KUHPerdata). Pengertian jual beli tersebut terlihat memberikan dua kewajiban yaitu kewajiban bagi pembeli dan kewajiban untuk menyerahkan barang bagi penjual. Bahwa jual beli adalah hubungan timbal balik antara kedua belah pihak dimana pihak yang satu berjanji menyerahkan suatu barang yang menjadi objek perjanjian sedangkan pihak yang lain berjanji membayar harga barang yang telah disepakati.

Unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga, dimana antara penjual dan pembeli harus ada kata sepakat tentang harga dan benda yang menjadi objek jual beli. Suatu perjanjian jual beli yang sah lahir apabila kedua belah pihak telah setuju tentang harga dan barang. Sifat konsensual dari perjanjian jual beli tersebut ditegaskan dalam Pasal 1458 yang berbunyi “ jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka


(29)

mencapai kata sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang ini belum diserahkan maupun harganya belum dibayar ”.20

Apabila terjadi kesepakatan mengenai harga dan barang namun ada hal lain yang tidak disepakati yang terkait dengan perjanjian jual beli tersebut, jual beli tetap tidak terjadi karena tidak terjadi kesepakatan. Akan tetapi, jika para pihak telah menyepakati unsur esensial dari perjanjian jual beli tersebut, dan para pihak tidak mempersoalkan hal lainnya, klausul-klausul yang dianggap berlaku dalam perjanjian tersebut merupakan ketentuan-ketentuan tentang jual beli yang ada dalam perundang-undangan (BW) atau biasa disebut unsur naturalia.21

Walaupun telah terjadi persesuaian antara kehendak dan pernyataan, namun belum tentu barang itu menjadi milik pembeli, karena harus diikuti proses penyerahan (levering) benda yang tergantung kepada jenis bendanya yaitu :22

a. Benda Bergerak

Penyerahan benda bergerak dilakukan dengan penyerahan nyata dan kunci atas benda tersebut.

b. Piutang atas nama dan benda tak bertubuh

Penyerahan akan piutang atas nama dan benda tak bertubuh lainnya dilakukan dengan sebuah akta otentik atau akta di bawah tangan.

c. Benda tidak bergerak

Untuk benda tidak bergerak, penyerahannya dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan, di Kantor Penyimpan Hipotek.

       20 

Prof.R.Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995, hlm. 2. 

21 Dr. Ahmdi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007,

hlm. 127.

22Op.Cit.


(30)

Objek dalam jual beli adalah semua benda bergerak dan benda tidak bergerak, baik menurut tumpukan, berat, ukuran, dan timbangannya. Sedangkan yang tidak diperkenankan untuk diperjualbelikan adalah :23

a. Benda atau barang orang lain.

b. Barang yang tidak diperkenankan oleh undang-undang seperti obat terlarang. c. Bertentangan dengan ketertiban, dan

d. Kesusilaan yang baik

Berdasarkan Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memakai istilah zaak untuk menentukan apa yang dapat menjadi objek jual beli. Berdasarkan Pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, zaak adalah barang atau hak yang dapat dimiliki. Hal tersebut berarti bahwa yang dapat dijual dan dibeli tidak hanya barang yang dimiliki, melainkan juga suatu hak atas suatu barang yang bukan hak milik.

a. Hak dan Kewajiban para pihak dalam perjanjian Jual Beli

Hak dari Penjual menerima harga barang yang telah dijualnya dari pihak pembeli sesuai dengan kesepakatan harga antara kedua belah pihak. Sedangkan Kewajiban Penjual adalah sebagai berikut :

b. Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenal tiga jenis benda yaitu benda bergerak, benda tidak bergerak dan benda tidak bertubuh maka penyerahan hak miliknya juga ada tiga macam yang berlaku untuk masing-masing barang tersebut yaitu :24

c. Penyerahan Benda Bergerak

       23


(31)

Mengenai Penyerahan benda bergerak terdapat dalam Pasal 612 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tak bertubuh dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan dalam mana kebendaan itu berada.

d. Penyerahan Benda Tidak Bergerak

Mengenai Penyerahan benda tidak bergerak diatur dalam Pasal 616-620 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa penyerahan barang tidak bergerak dilakukan dengan balik nama. Untuk tanah dilakukan dengan Akta PPAT sedangkan yang lain dilakukan dengan akta notaris.

e. Penyerahan Benda Tidak Bertubuh

Diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata yang menyebutkan penyerahan akan piutang atas nama dilakukan dengan akta notaris atau akta dibawah tangan yang harus diberitahukan kepada dibitur secara tertulis, disetujui dan diakuinya. Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu, penyerahan tiap-tiap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan endosemen.

Menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung terhadap cacat-cacat tersembunyi.

Berdasarkan Pasal 30 sampai dengan Pasal 52 United Nations Convention on Contract for the International Sale of Goods mengatur tentang kewajiban pokok dari penjual yaitu sebagai berikut :25

1. Menyerahkan barang

       25


(32)

2. Menyerah terimakan dokumen. 3. Memindahkan Hak Milik

Hak dari Pembeli adalah menerima barang yang telah dibelinya, baik secara nyata maupun secara yuridis. Di dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Penjualan barang-barang Internasional (United Nations Convention on Contract for the International Sale of Goods) telah diatur tentang kewajiban antara penjual dan pembeli.26 Pasal 53 sampai 60 United Nations Convention on Contract for the International Sale of Goods mengatur tentang kewajiban pembeli. Ada 3 kewajiban pokok pembeli yaitu:27

a. Memeriksa barang-barang yang dikirim oleh Penjual b. Membayar harga barang sesuai dengan kontrak

c. Menerima penyerahan barang seperti disebut dalam kontrak

Kewajiban pembeli untuk membayar harga barang termasuk tindakan mengambil langkah-langkah dan melengkapi dengan formalitas yang mungkin dituntut dalam kontrak atau oleh hukum dan peraturan untuk memungkinkan pelaksanaan pembayaran. Tempat pembayaran di tempat yang disepakati kedua belah pihak. Kewajiban Pihak Pembeli adalah :

a. Membayar harga barang yang dibelinya sesuai dengan janji yang telah dibuat

b. Memikul biaya yang ditimbulkan dalam jual beli, misalnya ongkos antar, biaya akta dan sebagainya kecuali kalau diperjanjikan sebaliknya.

Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa Kewajiban dari pihak pembeli adalah merupakan Hak bagi pihak Penjual dan sebaliknya Kewajiban dari Pihak Penjual adalah merupakan hak bagi pihak Pembeli.

       26 


(33)

Di dalam hukum dikenal suatu ajaran yang dinamakan dengan Resicoleer. Resicoleer adalah suatu ajaran, yaitu seseorang berkewajiban memikul kerugian, jika ada sesuatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang menjadi objek perjanjian.28 Sedangkan Risiko dalam Perjanjian jual beli tergantung pada jenis barang yang diperjual belikan, yaitu 29

1. Barang telah ditentukan

Mengenai risiko dalam jual beli terhadap barang tertentu diatur dalam Pasal 1460 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hal pertama yang harus dipahami adalah pengertian dari barang tertentu tersebut. Yang dimaksudkan dengan barang tertentu adalah barang yang pada waktu perjanjian dibuat sudah ada dan ditunjuk oleh pembeli.30 Mengenai barang seperti itu Pasal 1460 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menetapkan bahwa risiko terhadap barang tersebut ditanggung oleh pihak pembeli meskipun barangnya belum diserahkan. Dapat dilihat bahwa ketentuan tersebut adalah tidak adil dimana pembeli belum resmi sebagai pemilik dari barang tersebut akan tetapi pihak konsumen sudah dibebankan untuk menanggung risiko terhadap barang tersebut. Pihak konsumen dapat resmi sebagai pemilik apabila telah dilakukan penyerahan terhadap pihak konsumen. Oleh sebab itu, harus menanggung segala risiko yang dapat terjadi karena barang tersebut telah diserahkan kepadanya. Ketentuan Pasal 1460 ini dinyatakan tidak berlaku lagi dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung No 3 Tahun 1963. Menurut Prof. R. Subekti, Surat edaran Mahkamah Agung tersebut merupakan suatu anjuran kepada semua hakim dan pengadilan untuk membuat

       28

 Op. Cit. Salim H.S.,hlm. 103.  29

 Op. Cit. Dr. Ahmadi Miru, hlm. 103.  30


(34)

yurisprudensi yang menyatakan Pasal 1460 tersebut sebagai pasal yang mati dan karena itu tidak boleh dipakai lagi.

2. Barang tumpukan

Barang yang dijual menurut tumpukan, dapat dikatakan sudah dari semula dipisahkan dari barang-barang milik penjual lainnya, sehingga sudah dari semula dalam keadaan siap untuk diserahkan kepada pembeli.31 Oleh sebab itu dalam hal ini, risiko diletakkan kepada pihak pembeli atau konsumen karena barang-barang tersebut telah terpisah.

3. Barang yang dijual berdasarkan timbangan, ukuran atau jumlah.

Barang yang masih harus ditimbang terlebih dahulu, dihitung atau diukur sebelumnya dikirim (diserahkan) kepada pembeli (konsumen), boleh dikatakan baru dipisahkan dari barang-barang milik penjual lainnya setelah dilakukan penimbangan, penghitungan atau pengukuran. Setelah dilakukannya penimbangan, penghitungan atau pengukuran, maka segala risiko yang terjadi pada barang tersebut adalah merupakan tanggung jawab dari pembeli. Sebaliknya apabila barang tersebut belum dilakukan penimbangan, penghitungan atau pengukuran maka segala risiko yang ada pada barang tersebut merupakan tanggungjawab dari pihak penjual. Hal ini diatur dalam Pasal 1461 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

E. Bentuk perjanjian kerjasama antara konsumen, penyalur dan produsen dalam perjanjian

1. Bentuk perjanjian kerjasama antara konsumen dan penyalur

Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu, dapat dibuat secara lisan dan tulisan yang dapat bersifat sebagai alat bukti apabila terjadi perselisihan. Untuk beberapa perjanjian tertentu undang-undang menentukan suatu bentuk tertentu, sehingga apabila


(35)

bentuk itu tidak dituruti maka perjanjian itu tidak sah. Dengan demikian bentuk tertulis tidaklah hanya semata-mata merupakan alat pembuktian saja, tetapi merupakan syarat untuk adanya perjanjian tersebut. Misalnya perjanjian mendirikan Perseroan Terbatas harus dengan akta notaris. Bentuk perjanjian jual beli ada dua yaitu :

a. Lisan, yaitu dilakukan secara lisan dimana kedua belah pihak bersepakat untuk mengikatkan dirinya melakukan perjanjian jual beli yang dilakukan secara lisan.

b. Tulisan, yaitu Perjanjian Jual beli dilakukan secara tertulis biasanya dilakukan dengan akta autentik maupun dengan akta di bawah tangan.

Akta Autentik adalah suatu akta yang dibuat di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya.32 Mengenai Akta Autentik diatur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Berdasarkan inisiatif pembuatnya akta autentik dibagi menjadi dua, yaitu :

1) Akta Pejabat (acte amtelijke)

Akta Pejabat adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu dengan mana pejabat tersebut menerangkan apa yang dilihat serta apa yang dilakukannya. Jadi inisiatifnya tidak berasal dari orang yang namanya diterangkan di dalam akta itu. Contohnya Akta Kelahiran.

2) Akta Para Pihak (acte partij)

Akta Para Pihak adalah akta yang inisiatif pembuatannya dari para pihak di hadapan pejabat yang berwenang. Contohnya akta sewa menyewa.

      

32Op. Cit. Handri Rahardjo, Cara Pintar memilih dan mengajukan kredit, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2003, hlm. 10.


(36)

Akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat untuk tujuan pembuktian namun tidak dibuat di hadapan pejabat yang berwenang.33 Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian berdasarkan pengakuan dari para pihak yang membuatnya. Hal ini bermakna kekuatan pembuktian akta di bawah tangan dapat dipersamakan dengan akta autentik sepanjang para pembuat akta dibawah tangan mengakui dan membenarkan apa yang telah ditandatanganinya. Dengan kata lain akta di bawah tangan merupakan akta perjanjian yang baru memiliki kekuatan hukum pembuktian apabila diakui oleh pihak-pihak yang menandatanganinya sehingga agar akta perjanjian tersebut tidak mudah dibantah, maka diperlukan pelegalisasian oleh notaris, agar memiliki kekuatan hukum pembuktian yang kuat seperti akta autentik.

Perbedaan prinsip antara akta di bawah tangan dengan akta otentik adalah karena jika pihak lawan mengingkari akta tersebut, akta di bawah tangan selalu dianggap palsu sepanjang tidak dibuktikan keasliannya, sedangkan akta otentik selalu dianggap asli, kecuali terbukti kepalsuannya.34 Maksudnya adalah bahwa jika suatu akta di bawah tangan disangkal oleh pihak lain, pemegang akta di bawah tangan harus dapat membuktikan keaslian dari akta di bawah tangan tersebut, Sedangkan apabila akta otentik disangkal oleh pihak lain, pemegang akta otentik tidak perlu membuktikan keaslian akta tersebut tetapi pihak yang menyangkali yang harus membuktikan bahwa akta otentik tersebut adalah palsu. Oleh karena itu, pembuktian akta di bawah tangan disebut pembuktian keaslian sedangkan pembuktian akta otentik adalah pembuktian kepalsuan.

2 . Bentuk perjanjian antara konsumen dan penyalur

       33 


(37)

Bentuk perjanjian antara produsen dan penyalur dapat berupa perjanjian campuran (contractus sui generis). Perjanjian campuran adalah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian, Terhadap perjanjian campuran itu ada berbagai paham yaitu :

1. Paham pertama mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian khusus diterapkan secara analogis sehingga setiap unsur dari perjanjian khusus tetap ada (contractus sui generis)

2. Paham kedua mengatakan bahwa ketentuan yang dipakai adalah ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang paling menentukan (teori absorpsi)

3. Paham ketiga mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan undang-undang yang diterapkan terhadap perjanjian campuran itu adalah ketentuan undang-undang yang berlaku untuk itu (teori kombinasi).

Perjanjian obligatoir juga digunakan dalam perjanjian jual beli alat berat, perjanjian obligatoir adalah perjanjian antara pihak-pihak yang mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan perikatan). Berdasarkan KUHPerdata, perjanjian jual beli saja belum mengakibatkan beralihnya hak milik dari penjual kepada pembeli. Untuk beralihnya hak milik atas bendanya masih diperlukan satu lembaga lain, yaitu penyerahan. Perjanjian jual belinya itu dinamakan perjanjian obligatoir karena membebankan kewajiban (obligatoir) kepada para pihak untuk melakukan penyerahan (levering). Penyerahannya sendiri merupakan perjanjian kebendaan.35 Produsen memiliki perjanjian dalam jual beli menurut hukum yang berlaku di Indonesia, mengenai barang apabila terdapat barang yang cacat atau tidak sempurna pada alat berat tersebut maka pihak produsen akan bertanggung jawab terhadap barang tersebut setelah dilakukan pengecekan terlebih dahulu

      

35 

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung :Alumni, 1994), hlm. 20  


(38)

oleh teknisi dari pihak penyalur, jika cacat atas produk diakibatkan dari saat pembuatan atau pabrikan maka pihak produsen akan mengirimkan tenaga ahli mereka ke lokasi konsumen dan memberikan ganti kerugian melalui penyalur, ganti rugi berupa penggantian suku cadang yang cacat.

3. Bentuk perjanjian kerjasama antara produsen, penyalur dan konsumen

Bentuk perjanjian yang dilakukan produsen, penyalur, dan konsumen berupa kesepakatan sesuai Pasal 1320 KUHPerdata, dimana para pihak mengikatkan diri dalam perjanjian tertulis, agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan di kemudian hari. Jika terdapat cacat tersembunyi pada produk alat berat maka pihak konsumen akan mengklaim pihak penyalur sebagai penyedia barang tersebut, kemudian pihak penyalur mengecek serta melihat tingkat kerusakan pada suku cadang ataupun alat berat tersebut, jika cacat disebabkan atas kelalaian konsumen dalam pemakaian alat berat atau kerusakan yang disebabkan oleh konsumen dan apabila pada saat penyerahan barang terjadi kebakaran dan hal-hal lain yang berada diluar kendali penjual, maka pihak penjual tidak bertanggung jawab atas hal tersebut.

F. Hubungan hukum antara produsen dan konsumen dalam jual beli alat berat

Umumnya produk yang sampai ke tangan konsumen telah melalui tahap kegiatan perdagangan yang panjang mulai dari produsen pembuat (pabrik), distributor, hingga ke konsumen.36 Masing-masing pihak merupakan unit-unit perdagangan dengan peranan tersendiri pula. Ada dua golongan konsumen jika dibedakan dari segi cara memperoleh produk, yaitu :

1. Konsumen yang memperoleh produk dengan cara membeli dari produsen yang berarti konsumen yang terikat hubungan kontraktual ( perjanjian, kontrak ) dengan produsen.


(39)

2. Konsumen yang tidak membeli, tetapi memperolehnya dengan cara lain, yang berarti konsumen yang sama sekali tidak terikat dalam hubungan kontraktual (perjanjian, kontrak ) dengan produsen.

Pembedaan ini penting diperhatikan untuk mengetahui hak dan kewajiban hukum para pihak sekaligus untuk menentukan pertanggungjawaban, sebab dalam hukum pertanggungjawaban lahir dari hubungan hukum terhadap konsumen yang mempunyai hubungan kontraktual dengan penyalur (pelaku usaha) dapat dilindungi kepentingannya berdasarkan isi kontrak/perjanjian, tetapi tidak demikian halnya dengan konsumen yang tidak terikat secara kontraktual dengan penyalur.

Tahapan- tahapan transaksi antara produsen dan konsumen dapat dibedakan dalam tiga tahap, yaitu:

a) Tahap pratransaksi

Tahap pratransaksi yaitu tahap sebelum adanya perjanjian/transaksi konsumen, yaitu keadaan-keadaan atau peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum konsumen memutuskan untuk membeli dan memakai produk yang diedarkan oleh produsen. Pada tahap ini, sesuai dengan haknya konsumen mencoba mencari informasi mengenai produk. Informasi ini dapat langsung diperoleh dari penyalur penjual produk tersebut. Meskipun belum memasuki tahap transaksi yang sesunguhnya, tahap pratransaksi ini penting sekali karena dapat mempengaruhi keabsahan dari tahapan transaksi berikutnya, termasuk keabsahan dari hak dan kewajiban.

b) Tahap transaksi ( yang sesungguhnya )

Setelah calon konsumen (pembeli) memperoleh informasi yang cukup mengenai kebutuhannya, kemudian mengambil keputusan apakah membeli atau tidak. Di sini


(40)

konsumen (pembeli) mempergunakan salah satu haknya, yaitu hak untuk memilih (menentukan pilihan). Apabila konsumen sudah menyatakan persetujuannya, pada saat itu lahirlah perjanjian.37 Menurut hukum perdata, kesepakatan lahir karena bertemunya penawaran (offer) dengan penerimaan (acceptance), sebab kedua-duanya adalah sama-sama pernyataan kehendak.

c) Tahap purnatransaksi

Transaksi (perjanjian/kontrak) yang sudah dibuat antara produsen-penjual dan konsumen/pembeli tentunya masih harus direalisasikan, di ikuti dengan pemenuhan hak dan kewajiban di antara mereka sesuai dengan isi perjanjian yang dibuat itu. Artinya, tahap pengikatan perjanjian sebenarnya hanyalah bagian awal yang masih harus diikuti dengan perbuatan pelaksanaan. Menurut sifatnya perjanjian jual beli adalah perjanjian obligatoir. Sehubungan dengan transaksi antara produsen/penjual dan konsumen/pembeli, beberapa hal yang potensial melahirkan konflik adalah kualitas dengan kegunaan produk (antara informasi dan faktanya), harga dan hak-hak konsumen/pembeli setelah perjanjian (yang disebut dengan layanan purajurnal, seperti garansi dan sebagainya.

Kualitas dan kegunaan produk yang berbeda antara informasi yang diperoleh sebelumnya dan kenyataannya setelah dipakai dapat berupa:

(1) Produk tidak cocok dengan kegunaan dan manfaat yang diharapkan konsumen dan pembeli.

(2) Adanya kesalahan informasi yang diberikan oleh pihak produsen, dalam arti produsen tidak jujur (berbohong) dalam member keterangannya.

       37

 Untuk jenis perjanjian konsensual, saat lahirnya perjanjian adalah pada waktu tercapainya kesepakatan  (persesuaian kehendak) di antara para pihak. Berbeda halnya dengan perjanjian riil, yang masih mensyaratkan 


(41)

(3) Kualitas produk tidak sesuai dengan harga yang dibayarkan.

Bahwa antara harga dan kualitas produk tidak ada kesesuaian (tidak sebanding), produk terlalu mahal. Dalam hal ini terjadi pengalihan barang dari satu pihak ke pihak lain, maka secara garis besar pihak-pihak yang terlibat dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu:38

Pada kelompok pertama, kelompok penyedia barang atau penyelenggara jasa, pada umumnya pihak ini berlaku sebagai:

(a) Penyedia dana untuk keperluan para penyedia barang atau jasa (investor); (b) Penghasil atau pembuat barang/jasa (produsen);

(c) Penyalur barang atau jasa;

Sedangkan dalam kelompok kedua terdapat

(a) Pemakai atau pengguna (konsumen) barang atau jasa dengan tujuan memproduksi (membuat) barang atau jasa lain; atau mendapatkan barang atau jasa itu untuk dijual kembali (tujuan komersial); dan

(b) Pemakai atau pengguna (konsumen) barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangganya (untuk tujuan nonkomersial).

Sesuai literatur ekonomi kelompok pertama disebut pengusaha (dalam hukum perlindungan konsumen umumnya disebut produsen, penyalur atau pelaku usaha), sedang kelompok kedua disebut sebagai konsumen

1. Hubungan Langsung

Hubungan langsung yang dimaksudkan pada bagian ini adalah hubungan antara produsen dengan konsumen yang terikat secara langsung dengan perjanjian. Tanpa mengabaikan jenis-jenis perjanjian lainnya, pengalihan barang dari produsen kepada

       38

 AZ. Nasution, Perlindungan Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Kontrak Pembelian Rumah Murah,  Makalah, disampaikan dalam seminar sehari tentang Pertanggungan Jawab Produk dan Kontrak Bangunan,  Jakarta, 1998, hlm. 18‐19. 


(42)

konsumen pada umumnya dilakukan dengan perjanjian jual-beli, baik yang dilakukan secara tertulis maupun secara lisan. Salah satu bentuk perjanjian tertulis yaitu perjanjian baku dimana perjanjian ini dipergunakan jika salah satu pihak sering berhadapan dengan pihak lain dalam jumlah yang banyak dan memiliki kepentingan yang sama.

Berdasarkan asas kebebasan berkontrak diatur dalam pasal 1338 ayat (1) B.W., yaitu bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Sedangkan pengertian sah telah memenuhi syarat sahnya perjanjian berrdasarkan pasal 1320 B.W., sebagai berikut.

a. Kata sepakat mereka yang mengikatkan diri; b. Adanya kecakapan untuk mengadakan perikatan; c. Mengenai suatu objek tertentu; dan

d. Mengenai causa yang dibolehkan.

Ketentuan yang dimaksud yaitu kesempurnaan kata sepakat, karena apabila kata sepakat diberikan dengan adanya paksaan, kekhilafan atau penipuan, maka perjanjian tersebut tidak sempurna sehingga masih ada kemungkinan dibatalkan.39

2. Hubungan Tidak Langsung

Hubungan tidak langsung pada bagian ini adalah hubungan antara produsen dengan konsumen yang tidak secara langsung terikat dengan perjanjian, karena adanya pihak di antara pihak konsumen dengan produsen. Ketiadaan hubungan langsung dalam bentuk perjanjian antara pihak produsen dengan konsumen ini tidak berarti bahwa pihak konsumen yang dirugikan tidak berhak menuntut ganti rugi kerugian kepada produsen


(43)

dengan siapa dia tidak memiliki hubungan perjanjian, karena dalam hukum perikatan tidak hanya perjanjian yang melahirkan perikatan.40

Maka bagi konsumen yang dirugikan karena suatu produk tertentu, tidak perlu harus terikat perjanjian untuk dapat menuntut ganti kerugian, akan tetapi dapat juga menuntut dengan alasan bahwa penyalur melakukan perbuatan melanggar hukum, dan dasar tanggung gugat produsen adalah tanggung gugat yang didasarkan pada adanya kesalahan produsen. Kecenderungan konsumen untuk mempergunakan suatu produk sangat terkait dengan informasi yang diperoleh konsumen mengenai suatu produk tertentu melalui iklan yang pada umumnya dibuat oleh produsen yang tidak terikat perjanjian dengan konsumen.

Walaupun iklan dapat merugikan konsumen, namun banyak produsen di Indonesia, iklan seolah-olah dianggap sebagai suatu alat promosi yang tidak memiliki akibat hukum. Iklan yang dapat merugikan konsumen dapat berupa:

1. Bait advertising

Suatu iklan yang menarik, namun penawaran yang disampaikan tidak jujur untuk menjual produk karena pengiklanan tidak bermaksud menjual barang yang diiklankan. Tujuannya agar konsumen mengganti membeli barang yang diiklankan dengan barang lainnya yang lebih menguntungkan pengiklan.41

2. Blind advertising

Suatu iklan yang cenderung membujuk konsumen untuk berhubungan dengan pengiklan, namun tidak menyatakan tujuan utama iklan tersebut untuk menjual barang atau jasa, dan tidak menyatakan identitas pengiklan.42

       40

Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H. Prinsip‐Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia  41

 Stanley Morganster, Legal Protection for the Consumer Second Edition, (Dobbs Ferry‐New York: Oceana  Publications, Inc, 1978), hlm. 22. 

42  Ibid. 


(44)

3. False advertising

Untuk membujuk pembelian barang yang di iklankan, dan bujukan pembelian tersebut merugikan pembeli, serta dibuat atas dasar tindakan kecurangan atau penipuan.43 Secara umum, informasi yang disampaikan kepada konsumen dilakukan dengan cara merepsentasikan suatu produk dengan berbagai cara dengan berbagai media, namun dalam pelaksanaannya kadang terjadi pernyataan tidak benar yang dilakukan oleh suatu pihak untuk membujuk pihak lain masuk dalam suatu perjanjian.44

G. Hak dan kewajiban produsen, penyalur dan konsumen dalam jual beli alat berat.

Penyalur dan konsumen disebut juga sebagai pelaku usaha memiliki hak dan kewajiban, berikut hak dan kewajiban pelaku usaha dalam jual beli. Hak pelaku usaha adalah :

1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad baik;

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Kewajiban pelaku usaha adalah45 :

1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha;

       43 

Milton Handler, Bussines Tort, Case and Materials, (New York: Foundation Press, 1972), hlm. 475.  44

 G.C. Cheshire and Fifoot, C.H.S. The Law of Contract, Fourth Australian Edition, by Higgins, P.F.P., et al.,  (Sidney: Butterworths, 1981), hlm. 253. 


(45)

2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta member penjelasan penggunaan, perbaikan, pemeliharaan; 3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta member jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; 7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa

yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Hak dan kewajiban konsumen

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan;

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi jaminan yang dijanjikan;

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;


(46)

6. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau pengantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

7. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Kewajiban konsumen adalah :

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamana dan keselamatan;

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; 3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.46

       46


(47)

BAB III

CACAT TERSEMBUNYI PRODUK DALAM JUAL BELI ALAT BERAT MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG

PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Cacat Tersembunyi Produk dalam Jual Beli

Jual beli merupakan perbuatan yang paling sering dilakukan oleh setiap orang, baik itu jual beli dalam skala kecil maupun skala besar. Namun, tidak semua transaksi jual beli ini dilakukan secara benar. Terkadang terdapat penjual yang beritikad buruk sehingga menjual barang yang terdapat cacat tersembunyi demi mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya. Secara umum cacat tersembunyi dapat diartikan sebagai suatu cacat yang tidak diketahui pada saat jual beli dilakukan, yang apabila diketahui dapat membatalkan pembelian ataupun harga yang ditawarkan berkurang.

Hal ini sebenarnya sering kita alami, namun untuk jual beli dalam skala kecil, meskipun terdapat cacat tersembunyi dalam barang yang dijual, biasanya sebagian besar pembeli hanya merelakan saja barangnya, mungkin karena nilai barang yang lebih kecil dibandingkan dengan usaha yang diperlukan untuk menuntut ganti rugi. Kondisi yang berbeda apabila kita melakukan jual beli dalam skala besar yang nilai transaksinya cukup besar, seperti jual beli alat berat, kendaraan, furniture, dan sebagainya. Namun sekali lagi, tidak semua barang memiliki kualitas yang baik, terdapat beberapa barang yang ternyata memiliki cacat tersembunyi. Lalu apa saja hak dari pembeli, dan bagaimana kewajiban penjual apabila terdapat cacat tersembunyi pada barang tersebut.


(48)

Jual beli sendiri diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Dalam Pasal 1474 KUHPerdata disebutkan bahwa dalam suatu perbuatan jual beli, penjual memiliki 2 kewajiban yaitu menyerahkan barangnya dan menanggung barang tersebut.47 Kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 1491 KUHPerdata, yang dimaksud dengan menanggung barang adalah bahwa penjual harus menjamin mengenai penguasaan barang (tidak ada gangguan dari pihak ketiga) dan tidak ada cacat tersembunyi dalam barang tersebut.

Selain dari KUHPerdata, cacat tersembunyi juga diatur dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Dalam UUPK ini kembali dikenalkan prinsip “Product Liability” atau tanggung jawab produk, dimana produsen bertanggung jawab untuk barang yang dibuatnya yang menimbulkan kerugian akibat dari cacat pada barang tersebut. Dalam Pasal 9 UUPK juga disebutkan bahwa “pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi. Dengan aturan-aturan tersebut, sudah jelas bahwa penjual memiliki tanggungjawab untuk setiap cacat tersembunyi yang ada pada barangnya.

Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 18 dijelaskan bahwa “pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen atau perjanjian apabila diantaranya :48

a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan barang kembali barang yang dibeli konsumen;

       47

 Kitab Undang-Undang hukum Perdata (KUHPerdata). Dalam pasal 1474 KUHPerdata.  48


(49)

c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli konsumen.

Setiap klausula baku yang ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian seperti dijelaskan diatas dinyatakan batal demi hukum. Kemudian dalam Pasal 62 UUPK disebutkan sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan diatas akan dikenakan sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000 (dua milyar rupiah). Dengan sanksi yang cukup berat tersebut, diharapkan penjual barang dapat lebih berhati-hati dan tidak hanya mementingkan keuntungan yang diperoleh, tetapi juga memperhatikan hak-hak dari pembeli.

Jual beli menurut Pasal 1457 KUHPerdata adalah suatu peersetujuan yang mengikat pihak penjual berjanji menyerahkan sesuatu barang/benda (zaak) dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk membayar harga. Dari pengertian di atas, persetujuan jual beli sekaligus membebankan dua kewajiban:

a. kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli. b. Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada penjual.

Perkataan jual beli menunjukkan bahwa dari satu pihak perbuatan dinamakan menjual sedangkan pihak yang lain dinamakan pembeli. Pengertian jual beli tersebut terlihat memberikan dua kewajiban seperti yang dijelaskan di atas kewajiban untuk membayar bagi pembeli dan kewajiban untuk menyerahkan barang bagi penjual. Jadi jual beli dapat disimpulkan sebagai hubungan timbal balik dengan pihak yang satu berjanji untuk menyerahkan suatu barang yang menjadi objek perjanjian sedangkan pihak yang lain berjanji membayar harga barang yang telah disepakati.


(50)

Syarat-syarat jual beli dapat dapat kita lihat dari Pasal 1476 KUHPerdata, yaitu49 a. Harus antara mata uang dan uang

b. Barang yang dijual adalah milik sendiri

c. Jual beli itu bukan antara suami isteri yang masih dalam perkawinan. Terjadinya jual beli seperti yang dijelaskan dalam Pasal 1458 KUHPerdata adalah:

a. Apabila kedua belah pihak telah sepakat mengenai harga dan barang, walaupun barang tersebut belum diserahkan dan harganya pun belum dibayar, peerjanjian jual beli dianggap sudah jadi.

b. Jual beli yang memakai masa percobaan dianggap terjadi untuk sementara.

c. Sejak disetujuainya perjanjian jual beli secara demikian, penjual terus terikat, sedang pembeli baru terikat kalau jangka waktu percobaan itu telah lewat, dan telah dinyatakan setuju.

d. Sejak diterima uang muka dalam pembelian dengan pembayaran uang muka, kedua belah pihak tak dapat membatalkan perjanjian jual beli itu, meskipun pembeli membiarkan uang muka tersebut para penjual, atau penjual membayar kembali uang muka itu kepada pembeli.

Dalam ketentuan Pasal 1332 KUHPerdata “ hanya barang-barang yang biasa diperniagakan saja yang boleh dijadikan objek persetujuan. Kalau demikian apa saja yang dapat dijadikan objek persetujuan dengan sendirinya dapat dijadikan objek jual beli. Asalkan benda yang menjadi objek jual beli tersebut sudah ada atau tidak gugur pada saat persetujuan jual beli diperbuat maka jual beli dianggap sah”.

Para pihak di dalam jual beli mempunyai kewajiban yang berbeda, kewajiban penjual ini diatur dalam Pasal 1472 KUHPerdata50. Penjual wajib menegaskan dengan jelas untuk apa pihak


(51)

penjual mengikat diri dalam perjanjian jual beli, dalam pasal tersebut memberikan suatu interprestasi : segala sesuatu yang kurang jelas dalam perjanjian jual beli, atau yang mengandung pengertian kembar, harus diartikan sebagai maksud yang merugikan bagi pihak penjual. Penjual yang dibebani kewajiban untuk menyerahkan barang ditinjau dari segi ketentuan umum hukum perjanjian adalah berkedudukan sebagai pihak debitur. Umumnya dalam jual beli, pihak penjual mempunyai kedudukan yang lebih kuat dibandingkan dengan kedudukan pembeli yang lebih lemah. Jadi penafsiran yang membebankan kerugian pada penjual tentang pengertian perjanjian yang kurang jelas atau yang mengandung pengertian kembar, tidak bertentangan dengan ketertiban umum (openbare orde).

Dalam Pasal 1474 KUHPerdata, pada pokoknya kewajiban penjual menurut pasal tersebut terdiri atas dua :

a. Kewajiban penjual untuk menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli.

b. Kewajiban penjual memberi pertanggungan atau jaminan (vrijwaring), bahwa barang yang dijual tidak mempunyai sangkutan apapun, baik yang berupa tuntutan maupun pembebanan.

Penyerahan barang dalam jual beli, merupakan tindakan pemindahan barang yang dijual kedalam kekuasaan dan pemilikan pembeli. Kewajiban menjamin atau menanggung (vrijwaring) adalah kewajiban bagi penjual, dalam ketentuan Pasal 1491 KUHPerdata, penjual harus menanggung/menjamin barang yang dijual dalam keadaan :

a. Tentram dan damai ( rustig en vreedezaam) dalam kekuasaan pemilik pembeli, tanpa ganggu gugat dari siapapun juga.

b. Menjamin, bahwa barang yang dijual tidak mempunyai cacat tersembunyi dan cacat yang nyata.

       50 Ibid, hlm


(1)

menarik barang dari penguasaan pembeli dan memberikan izin untuk memasuki area dan gedung milik atau dalam kekuasaan pembeli dan memberikan izin untuk memasuki area dan gedung milik atau dalam kekuasaan pembeli, pihak penyalur (Penjual) tidak bertanggung jawab atas keterlambatan pengapalan/penyerahan barang, bila terjadi :

a. Force majeur seperti : kebakaran, huru

hara, peperangan, revolusi, pemogokan, kerusakan/tenggelamnya alat angkut, bencana alam, kondisi cuaca dan hal-hal lain yang berada diluar kendali penjual.

b. Penolakan melakukan export dari Negara

pabrik pembuat barang, penambahan barang import, atau penahanan oleh pihak berwajib/berkuasa/pemerintah/rakyat.

c. Penundaan akibat perubahan :

Alokasi import di luar negeri, pelabuhan tujuan atau jenis barang yang dibeli.

d. Perubahan peraturan perundangan

sehingga terjadi hal-hal diluar kemampuan pihak penjual.

Berdasarkan wawancara dengan Irwin Hartanto selaku business consultant PT United Tractors Tbk cabang medan bahwa apabila terjadi cacat tersembunyi pada produk yang diketahui oleh konsumen pada saat pemakaian alat berat tersebut, maka pihak penyalur akan segera melakukan peninjauan ke lokasi tempat alat berat tersbut serta melakukan pengecekan secara menyeluruh terhadap alat berat dengan tenaga teknisi yang ahli di bidangnya, jika kerusakan atau kelalaian di akibatkan oleh penyalur pihak penyalur akan member ganti rugi sesuai kerusakan (komponen atau suku cadang), namun jika kerusakan di akibatkan oleh kelalaian konsumen, maka pelaku usaha (penyalur) tidak bertanggung jawab atas cacat yang dialami oleh konsumen.


(2)

Pihak konsumen akan diberikan garansi terhadap pembelian alat berat, berupa service dan memberikan informasi serta pelatihan dalam pemakaian alat berat tersebut.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dalam tulisan ini, maka diperoleh beberapa beberapa kesimpulan sebagai :

1. Hubungan antara produsen, penyalur dan konsumen adalah merupakan hubungan kontraktual. Konsumen mempunyai hubungan kontraktual dengan penyalur dan produsen baik secara langsung maupun tidak langsung, hal ini sesuai antara lain dengan Pasal 1338 KUHPerdata sesuai dengan asas kebebasan berkontrak (freedom of contract atau laissez faire), dinyatakan, semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku halnya sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Demikian halnya yang diatur dalam UUPK Pasal 2 perlindungan konsumen berasaskan kepastian hukum dan Pasal 6 mengenai hak dan kewajiban pelaku usaha kepada konsumen

2. Mengenai cacat tersembunyi produk dalam jual beli alat berat menurut Pasal 1458 KUHPerdata bahwa dalam suatu perbuatan jual beli, penjual (penyalur) memiliki kewajiban menyerahkan barang dan menanggung barang, dimana penjual harus menjamin mengenai penguasaan barang (tidak ada gangguan dari pihak ketiga) dan tidak ada cacat tersembunyi dalam barang tersebut. Sedangkan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen terdapat prinsip product lialibility dimana pelaku usaha bertanggung jawab untuk barang yang dibuatnya yang menimbulkan kerugian akibat dari cacat pada barang atau produk.


(3)

3. Pertanggungjawaban penyalur alat berat terhadap cacat tersembunyi produk, sesuai dengan pasal 1365 penyalur dibebani tanggung jawab mutlak (strict lialibility) tanpa mempersoalkan kesalahan, untuk mengganti kerugian konsumen yang digolongkan sebagai perbuatan melawan hukum.

B. Saran

Berdasarkan pemaparan dan kesimpulan yang disampaikan diatas, maka terdapat beberapa saran yang dapat diberikan, yaitu:

1. Untuk menjamin kepastian hukum dalam jual beli alat berat terhadap cacat tersembunyi produk, konsumen hendaknya lebih teliti dalam melakukan perjanjian jual beli dan melakukan perjanjian atau kesepakatan sesuai Pasal 1320 dan Pasal 1338.

2. Konsumen harus lebih bijak serta paham betul tentang informasi penggunaan alat berat, serta mengetahui garansi atau asuransi apa saja yang diperoleh bila terjadi cacat produk dan jangka waktu garansi tersebut, sehingga jika terjadi kerusakan pada alat berat konsumen tahu klaim kepada pihak pelaku usaha (produsen atau penyalur).

3. Konsumen membutuhkan perlindungan hukum yang sifatnya universal, lemahnya kedudukan konsumen pada umumnya dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha yang relatife lebih kuat dalam banyak hal. Konsumen harus mengetahui aturan perundang-undangan tentang hak dan kewajiban pelaku usaha terhadap konsumen.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Yusuf, Sofie. Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 179.

Saefullah.. Tanggung jawab Produsen Terhadap Akibat Hukum Yang Ditimbulkan Dari Produk Pada Era PasarBebas,. dalam Ibid, husnisyawali (editor), 2004, hlm. 44.

Toar Agnes M. ”Tanggung Jawab Produk dan Sejarah Perkembangannya di Beberapa Negara”, makalah Penataran Hukum Perikatan,.(Ujung Pandang, 17-29 juli 1989),hlm. 1-2.

Duitjer Tebbens Harry, 1980, International Product Lialibility, dan Noordhoff Sijthoff International Publishers,( Netherland), hlm.4.

Badrulzaman, Darus, Mariam Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, hlm 66, 2001.

Subekti, R. Aneka Perjanjian,.(Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995), hlm.2.

Miru, Ahmdi Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak,.(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 127.

Rahardjo,Handri. Cara Pintar memilih dan mengajukan kredit,(Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2003), hlm. 10.

Darus, Mariam dan Badrulzaman. Aneka Hukum Bisnis. (Bandung :Alumni, 1994), hlm. 20

Sidabalok Janus. 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia.

Soetojo Prawirohamidjojo R, dan Pohan Marthalena, Hukum Perikatan (Surabaya: Bina IIMU, 1984).

Miru,Ahmadi. Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia Morganster,Stanley. Legal Protection for the Consumer Second Edition, (Dobbs


(5)

Ferry-Handler,Milton, Bussines Tort, Case and Materials, (New York: Foundation Press, 1972), hlm. 475.

Cheshire ,C,Cheshire and Fifoot. The Law of Contract, Fourth Australian Edition, by Higgins, P.F.P., et al., (Sidney: Butterworths, 1981), hlm. 253.

Yahya Harahap M. Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni,(Bandung), Hal 191, 1986. Hartono Redjiki Sri.” Perlindungan Konsumen di Indonesia (tinjauan makro),” Mimbar Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Edisi Khusus No.39/X/2001,hlm 147.

Widjaja Gunawan & Yani Ahmad. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, cetakan ke 2 januari 2001, hlm 59.

Barkatulah Halim Abdul. Hukum Perlindungan Konsumen “kajian teoritis dan perkembangan pemikiran, cetakan 1 April 2008, hlm 51.

Muhammad,Abdulkadir.”Hukum Perusahaan Indonesia”,(Bandar lampung 2 Mei 2006), hlm 518

B. Peraturan Perundang-Undangan

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kitab Undang-Undang hukum Perdata (KUHPerdata). Dalam pasal 1474 KUHPerdata.

C. Jurnal

AZ. Nasution, Perlindungan Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Kontrak Pembelian Rumah Murah, Makalah, disampaikan dalam seminar sehari tentang Pertanggungan Jawab Produk dan Kontrak Bangunan, Jakarta, 1998, hlm. 18-19.

Stanley Morganster, Legal Protection for the Consumer Second Edition, (Dobbs Ferry-New York: Oceana Publications, Inc, 1978), hlm. 22.

Kimberly Jade Tilman, “Product Defect Resulting In Pure Economic Loss: Under What Theory Can a Consumer Recover”; Journal of Product Lialibility, Vol. 9, 1986, Pergamon Journal, Printed in USA, hlm 276.

Beales, Craswell and Salop. Hal ini sebagaimana juga digambarkan dalam defenisi “ Deceptive” yang terdapat pada Federal Trade Commision Improvenment Act 1980.


(6)

Ray H. Anderen.’’Current Problem In Product Lialibility Law and Products Lialibility Insurance’’, Insurance Counsel Journal, July 1964, hlm. 201-205.

Andrew Carl Soacone,” The Emergence of Strict Lialibility: A Historical Perspective and Other Consideration

D. Website

http://id.wikipedia.org/wiki/Pertambangan (diakses tanggal 28 Juni 2014)

http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_11_67.htm Undang-Undang No.11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-

Ketentuan Pokok Pertambangan (diakses tanggal 28 Juni 2014)

www.Company profile united tractors tbk.com (diakses tanggal 28 Juni 2014)

www.unitedtractors.com/Finance/Default/Financial/38.( diakses tanggal 28 Juni 2014) www.leadership-street.com/2013/pt-united-tractors-tbk-untr-report. (diakses tanggal 28 Juni 2014)

www.share-pdf.com/unitedtractors/Hal%201-9%20edit.htm . (diakses tanggal 28 Juni 2014)

www.leadership-street.com/2013/pt-united-tractors-tbk-untr-report.( diakses tanggal 28 Juni 2014)