4. Keterangan Ahli Gunawan Muhamad
- Bahwa lembaga sensor film adalah salah satu dari bayang-bayang yang
lampau. -
Bahwa ada salah paham dari pihak yang menanggapi permintaan dihilangkannya lembaga sensor film. Permintaan para seniman film itu
ditafsirkan sebagai permintaan akan kebebasan tanpa batas. Dalam kehidupan masyarakat tidak ada kebebasan yang tanpa batas.
- Bahwa yang dipersoalkan saksi adalah siapa yang berhak menentukan
batas itu, dan mengapa si X mendapatkannya sementara si Y dan si Z tidak? Mengapa lembaga sensor film, dalam bentuk dan personalianya yang
sekarang, memegang hak tersebut? Benar-benar tidak cacatkah undang- undang yang mengangkat mereka?
- Bahwa bagaimana cara menyeleksi para juru sensor itu, yakni pemegang
hak “memberi batas” itu? Secara terbuka atau tertutup? Bagaimana cara juru sensor memutuskan batas-batas kemerdekaan itu?
- Bahwa secara demokratis atau sewenang-wenang, hanya berdasarkan
siapa yang kuat dengan prinsip, “demokrasi” adalah kediktatoran mayoritas?
- Bahwa apakah batas itu mutlak dan kekal, tak dapat diubah dan tak akan
berubah sesuai dengan kondisi sosial-ekonomi dan budaya baru? -
Bahwa keputusan tentang pelanggaran batas itu ditentukan? Apakah ada kesempatan atau hak pihak yang dituduh sebagai pelanggar? Adakah
institusi untuk naik banding? -
Bahwa dengan menegaskan “kemerdekaan itu ada batasnya”, ada tendensi untuk hanya melihat batasnya, dan mengabaikan kemerdekaannya. Itulah
yang terbukti dalam sejarah Indonesia. Dengan mengulang-ulang adagium “kemerdekaan itu ada batasnya”, dalam masa “demokrasi terpimpin” dan
“Orde Baru”, kemerdekaan berekspresi dan bersuara ditiadakan, segara atau perlahan-lahan.
- Bahwa saksi pernah menjadi anggota Badan Sensor Film di antara tahun
1968-1970. Dari pengalaman dapat disimpulkan bahwa lembaga ini tidak bebas dari kesalahan dan bahkan kecurangan. Sensor sering melihat
sebuah adegan film secara terpisah-pisah, lepas dari konteks dan keseluruhannya ini sikap yang bebahaya.
46
- Bahwa Lembaga Sensor adalah sebuah kekuasaan yang tertutup, juga
tanpa pembela dan tanpa hak banding, mudah sewenang-wenang dan korupsi.
- Bahwa sekarang ada “gerakan syahwat merdeka” adalah memanipulasi
keadaan. Sebuah “gerakan” adalah sesuatu yang diorganisir dan digerakkan oleh satu pusat. Padahal yang terjadi sekarang adalah akibat
masuknya teknologi informasi yang baru seperti internet dan maraknya dorongan modal untuk mencari laba dengan mudah, termasuk membuat
majalah Playboy, membuat website film seks, mengedarkan DVD porno. -
Bahwa sinyalemen semacam itu selain manipulasi juga menunjukkan tidak cukupnya kepercayaan akan daya kritis dan daya tahan bangsa Indonesia,
terutama generasi mudanya. Hal ini ditambah dengan tidak adanya riset yang memadai tentang dampak film bagi masyarakat, khususnya di
kalangan anak-anak remaja. Benarkah jika betul naiknya angka aborsi sekarang itu akibat pengaruh film, dan bukan oleh sebab lain?
- Bahwa belum ada kesepakatan apakah tindakan yang disebut “amoral” itu
dapat dikategorikan sebagai perbuatan “kriminal”. -
Bahwa gagasan hak-hak asasi itu berdasarkan pengalaman “Barat”. Jangan pula mempersoalkan apakah hak itu “universal” atau tidak. Di bulan Juli
1945, dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan, Bung Hatta sudah mengemukakan pentingnya hak itu dicantumkan dalam konstitusi. Itu jauh
sebelum the Universal Declaration of Human Rights dimaklumkan. -
Bahwa hak asasi yang diperjuangkan termasuk hak untuk bebas berekspresi lahir dari kebutuhan Indonesia berdasarkan pengalaman pahit
Indonesia. Sebab itulah sejarah perjuangan Indonesia dan bukan sejarah Arab Saudi atau Malaysia, misalnya adalah sejarah perjuangan merebut
hak-hak itu. -
Bahwa kemerdekaan adalah “hak semua bangsa”. Dengan berdasarkan pengalaman nasional yang pahit, konstitusi menegaskan sifat universal dari
kemerdekaan manusia. -
Bahwa dengan kekurangan di sana-sini, kita mempunyai konstitusi yang menjamin dan mempertahankan hak-hak. Maka siapa yang hendak
menelikung hak-hak itu sama halnya dengan berkhianat kepada konstitusi, kepada para korban pelanggaran, dan kepada sejarah perjuangan .
47
5. Keterangan Ahli Nono Anwar Makarim Ahli Hukum SENSOR KEHABISAN LEGITIMASI