- Bahwa belum ada suatu penelitian yang dapat membuktikan setelah adanya
badan sensor konsumen menjadi sangat bermoral. -
Bahwa saat ini klasifikasi yang ada pada badan sensor film tidak tepat, karena pada saat menentukan film itu 17 tahun ke atas, sudah melanggar
hak anak. Karena anak itu usianya sampai 18 tahun, artinya di saat badan sensor menyatakan bahwa film ini 17 tahun ke atas badan sensor itu sudah
membiarkan film-film ini ditonton menurut Undang-Undang Anak adalah ditonton oleh anak-anak.
- Bahwa klasifikasi harusnya lebih rigid lagi, untuk anak-anak 13 tahun ke
atas, 17 tahun bahkan remaja sekarang itu digolongkan sampai 24 tahun maka di atas 24 tahun dan untuk orang yang dewasa.
- Bahwa bukan badan sensor yang akan berperan, kematangan, kondisi itu
yang akan menentukan. -
Bahwa masalah pensensoran diperlukan untuk klasifikasi penonton film sesuai dengan usia dan sesuai dengan kepentingannya bahkan mungkin
juga dapat dilabeli film seks, horor, mistik, drama rumah tangga, itu yang diperlukan oleh konsumen.
9. Keterangan Ahli Prof. Dr. Siti Musda Mulia, MA.
- Bahwa secara konstitusional Indonesia merupakan satu di antara 180
negara yang telah menandatangani atau meratifikasi Konvensi Internasional mengenai Penghapusan Segala Macam Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan yang di kenal dengan istilah CEDAW The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women.
- Bahwa konsekuensi logis dari ratifikasi Indonesia harus melakukan upaya-
upaya untuk menyelaraskan Undang-Undang Nasional dengan isi CEDAW. Dan konsekuensi lain adalah bahwa Indonesia harus memberikan laporan
secara periodik setiap empat tahun ke Komite CEDAW di PBB yang berkedudukan di New York.
- Bahwa dalam laporan ke-4 dan ke-5 pada bulan Agustus yang lalu ada satu
hal yang masih dipertanyakan di sana adalah keseriusan Indonesia melakukan reformasi hukum.
- Bahwa berkaitan dengan Undang-Undang Perfilman ini ada tiga hal yang
patut dibicarakan yang pertama menyangkut soal content of law- nya, yang kedua soal stretch of law yang kedua problem dalam struktur of law-nya,
65
ketiga, adalah melakukan upaya-upaya reformasi termasuk upaya reformasi terhadap Undang-Undang Perfilman, hingga seluruh undang-undang yang
dimiliki nantinya adalah undang-undang yang betul-betul akomodatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang memberdayakan manusia, baik
sebagai individu maupun sebagai warga sipil.
10. Keterangan Ahli Ratna Sarumpet
- Bahwa film adalah karya cipta seni dan budaya yang berfungsi sebagai
media komunikasi dan informasi, sebagai media penyadaran dan cermin bagi penonton melihat kehidupan nyatanya.
- Bahwa persoalan perlu tidaknya Lembaga Sensor Film LSF memang
sudah menjadi polemik menyedihkan, terutama karena polemik itu justru terjadi antar sesama insan Film.
- Bahwa LSF adalah lembaga yang dibentuk Penguasa Orde Baru sebagai
alat pemasung hak-hak rakyat menyampaikan suara dan pikirannya, dalam mengekspresikan dirinya
- Bahwa film Chairil Anwar sedianya akan digarap oleh almarhum
Syumanjaya dan gagal. Departemen Penerangan sebagai pemberi izin, menolak memberikan izin konon karena tokoh Chairil Anwar akan
diperankan WS Rendra yang oleh penguasa Orba dianggap sebagai pembangkang. Akibatnya, di samping hak azasi almarhum Syumanjaya dan
teamnya mengekspresikan diri, hak azasi masyarakat memperoleh informasi dan pendidikan, mendapatkan pengalaman tentang pujangga
besar itu terenggut. -
Bahwa pelanggaran hak azasi yang sama buruknya juga terjadi ketika Film petualang-petualang, karya almarhum Arifin C Noer ditolak LSF dan tidak
pernah disaksikan masyarakat hanya karena film ini bercerita tentang perilaku korupsi para pejabat termasuk isteri-isterinya di sebuah
perusahaan. -
Bahwa apa yang menimpa dua film diatas adalah pelanggaran terhadap undang-undang. LSF telah dengan angkuh, brutal dan semena-mena
menafikan definisifungsi film seperti tertuang dalam tubuh UU Perfilman 1992 maupun yang selalu tertera di berbagai PP yang mengikuti UU
dimaksud yakni, PP Nomor 694, PP Nomor 794, PP Nomor 894, SK MENPEN Nomor 21594, SK MENPEN Nomor 21694, SK MENPEN Nomor
66
21794. Dua peristiwa penyensoran diatas merupakan peristiwa sangat mencekam, sangat membekas dan sangat memalukan.
- Bahwa naskah Drama MARSINAH, Nyanian Dari Bawah Tanah MNDBT,
1994, dan Marsinah Menggugat MM, 1997 mencerminkan kebiadaban yang menimpa Marsinah adalah kebiadaban yang lazim di era Orde Baru,
era yang represif, yang diktator dan tidak menghormati HAM, yang politik ekonominya menempatkan tentara mengawal semua kebijakan Perusahaan
atas buruh yang harus mereka patuhi tanpa syarat. -
Bahwa dua naskah itu telah membuat penguasa Orba berang. MM dalam tournya ke 11 kota di Jawa dan Sumatera, di setiap kota selalu terancam
gagal dan tidak pernah luput dari teror dan intimidasi. Di Surabaya, dimana kasus Marsinah sedang disidangkan, ribuan aparat dari berbagai kesatuan,
bersenjata lengkap dan di Iengkapi dengan teng-teng raksasa menggagalkan pementasan. Tetapi di dua kota yang dikunjungi 2 minggu
setelahnya, yakni Bandung dan Lampung, pencekalan yang sama buruknya kembali menimpa pementasan.
- Bahwa sebagai karya seni, Teater dan Film, keduanya hanya berbeda di
medium. Tugas dan tanggung jawabnyapun sama, yakni memberikan informasi, menghibur, membangun kesadaran dan menjadi cermin bagi
penonton melihat kehidupan nyatanya. -
Bahwa peristiwa-peristiwa yang tidak menghormati demokrasi dan HAM seperti itu terus berulang dan berakumulasi menjadi kekuatan yang
kemudian menguatkan tekad bangsa ini untuk menghentikan orba dan menurunkan Soeharto, 1998. Namun setelah Soeharto lengser, setelah
penegakan demokrasi dan perlindungan HAM diikrarkan sebagai tonggak reformasi dan kembali mementaskan drama yang ditulis untuk
mempersolakan pelanggaran HAM di Aceh, ALIA, Luka Serambi Mekah, ternyata belum juga bebas dari dibayang-bayang Orba yang otoriter.
- Bahwa ‘mind set’ bentukan Orba yang menganggap penguasanegara
berhak mengintervensi dan mengawasi karya seni berhak menentukan mana yang boleh mana yang tidak, sampai hari ini 10 tahun setelah
reformasi masih kental melekat di benak para pejabat pemerintahan reformasi, resmi maupun tidak, disadari maupun tidak.
67
- Bahwa sebagai warga negara yang bertanggung jawab, tidak pantas
menafikan perjuangan reformasi yang panjang, yang pahit dan menakutkan, yang mengorbankan ribuan nyawa yang hasilnya sedang dinikmati
sekarang ini. -
Bahwa sebagai manusia dewasa yang memiliki nalar dan akal sehat paham apa makna demokrasi dan apa harga dari Hak Asasi Manusia.
- Bahwa apa yang diamanatkan reformasi dan berkewajiban membersihkan
‘mind set bentukan Orba yang secara liar masih melekat di benak berbagai pihak, orang perorang, maupun yang secara tertulis masih nongkrong dan
berkuasa di dalam sitem dan perundang-undangan hari ini.
Keterangan Saksi Pemohon 1. Keterangan Saksi Citrawati Bukhori
- Bahwa saksi berprofesi sebagai konsultan lepas dalam bidang
pengembangan sosial dan isu gender;
- Bahwa saksi adalah seorang istri dan seorang ibu dari dua orang ana,
perempuan berumur 17 tahun dan seorang anak laki-laki berumur 15 tahun;
- Bahwa pengertian film pun sekarang harus dimaknai secara luas tidak lagi
hanya berkonotasi pada film layar lebar;
-
Bahwa saksi tidak mungkin menyaring setiap film dalam pengertian luas yang diakses anak-anak saksi;
-
Bahwa saksi selaku orang tua menggariskan kriteria apa yang boleh mereka tonton serta aturan mainnya yang tentu saja ini merupakan suatu
proses transaksi tersendiri antar orang tua dan anak seiring dengan bertambahnya usia anak dan saksi harus memberi kepercayaan kepada
anak-anak mereka akan menjalani aturan tersebut. Ini merupakan bagian dari upaya saksi memberikan perlindungan dan sekaligus ruang gerak
kepada anak-anak tentunya akan sangat membantu apabila ada alat yang bisa membantu orang tua dalam menetapkan seberapa jauh isi sebuah film
layak untuk ditonton anak, sehingga semakin mantap saksi memberikan ruang gerak kepada anak;
- Bahwa setiap orangtua bercita-cita agar anaknya tumbuh menjadi orang
dewasa yang baik. Dan dalam prosesnya nilai-nilai baik dan luhur yaitu jujur, beretika, bertanggung jawab selalu ditanamkan kepada anak sejak
68
mereka bayi. Anakpun harus diberikan kesempatan belajar untuk dapat mempraktikkan nilai-nilai ini, mulai dari dirinya sendiri. Menjadi tugas orang
tua untuk membimbing, mengawasi anak dalam mempraktikkannya dan ini semua menjadi bagian tidak terpisahkan dari proses pendewasaan anak.
Membimbing anak serta membawa anak menuju kedewasaan tidaklah gampang;
- Bahwa selaku orang tua saksi selalu memberikan ruang gerak untuk
berdiskusi;
- Bahwa menurut saksi ketika film Tiga Hari Selamanya itu ditayangkan
karena saksi sadar production house-nya adalah yang paling bagus yang saksi yakin dengan mutunya, saksi mengajak anak-anak saksi nonton
bersama-sama film tersebut setelah menonton film tersebut maka film tersebut menjadi bahan berdiskusi saksi dan bukan hanya film Tiga Hari
Selamanya saja, tetapi film Gie juga dapat membawa anak-anak kemudian bertanya, sebetulnya sosok seperti apa Gie itu? Dalam film itu tidak hanya
hadir sebagai sosok yang formal yang selalu ditonjol-tonjolkan di dalam buku-buku sejarah dan itu dilihat dari sisi manusianya, dilihat dari sisi
kepribadiannya yang sebetulnya tidak jauh dari pribadi-pribadi lainnya yang punya keresahan, dia punya cita-cita, dan dia punya cinta. Sebagai
orangtua, saksi sangat merindukan sebuah film yang bukan hanya hiburan tetapi edukatif;
- Bahwa ketika film itu berhasil menggelitik atau memicu keingintahuan lebih
lanjut dari sang anak dan kemudian timbul diskusi-diskusi, baik ketika film itu sedang berlangsung dan setelah film itu selesai saksi mendiskusikannya
terus maka saksi sebagai orang tua menilai bahwa film itu telah memberikan ruang gerak bagi anak saksi untuk berpikiran lebih luas untuk
melihat hal-hal yang di luar keberadaannya sehari-hari, untuk melihat hal- hal tidak diketahuinya, karena tidak dekat dengannya.
- Bahwa tidak hanya terbatas pada film-film dewasa saja tetapi film Denias
juga oleh saksi menjadi bahan diskusi saksi dan anak-anak saksi usai menonton film tersebut karena anak-anak saksi tidak mengetahui;
- Bahwa saksi sering bercerita tentang kemiskinan, anak-anak saksi tidak
sadar sebetulnya bahwa sekolah bagi anak-anak Papua itu adalah sesuatu yang sangat dicita-citakan. Dan ketika pulang dari nonton itu mereka dapat
69
lebih menghargai betapa mereka fortunate dapat pergi ke sekolah yang baik.
- Bahwa saksi sebagai orang tua adalah penanggung jawab utama bagi
anak, orangtua mempunyai kewajiban untuk membesarkan anak menjadi manusia yang dewasa yang utuh;
- Bahwa saksi tidak setuju dengan istilah penjaga moral tetapi karena
memang istilah itu harus digunakan maka penjaga moral yang utama adalah tentu saja orangtua, sebagai orang yang paling bertanggung jawab
atas anak itu;
- Bahwa yang jadi pertimbangan saksi untuk menonton film adalah dari
resensi koran dan koran yang menjadi referensi kami adalah dua, kalau tidak Kompas, Jakarta Post. Dan ketika film itu kemudian diangkat dan
dibahas secara lebih jauh seperti misalnya film Berbagi Suami, Arisan, dan juga Gie film-film yang dianggap merupakan suatu terobosan maka tergelitik
hati saksi untuk mengajak anak-anak;
- Bahwa kadang-kadang isi atau esensi dari film itu lebih menjadi ukuran bagi
saksi untuk menentukan apakah saksi akan membawa anak-anak atau tidak dalam menonton film tersebut dan mendiskusikannya setelah menonton film
tersebut selain resensi saksi juga melihat rating film tersebut walaupun saksi dan anak-anak saksi tidak selalu setuju dengan rating-rating
disebutkan oleh koran-koran karena ada beberapa writer yang saksi biasanya sepakati dan beberapa writer tidak;
- Bahwa saksi juga melihat writer-nya, dalam film layar lebar dan posternya
tidak banyak mempengaruhi karena keputusan diambil ketika saksi berada di rumah dan berkata kepada anak-anak saksi bahwa film yang akan
ditonton sepertinya bagus, maka saksi berserta anak-anak nonton bersama-sama, jadi ketika sampai ke bioskop tanpa saksi melihat apakah
ada logo LSF di reklamenya atau tidak dan bagi saksi itu bukan menjadi suatu ukuran;
2. Keterangan Saksi Mira Lesmana -