Keterangan Ahli Budiyati Abiyoga Produser Film

- Bahwa tanpa kebebasan dan pilihan, hanya sensor dan indoktrinasi, maka tak ada tanggung jawab karena tak berhak meminta tanggung jawab bila tak ada pilihan, bila tak ada kebebasan maka yang dibutuhkan hanyalah klasifikasi informasi berdasarkan usia, bukan sensor dan indoktrinasi. - Bahwa betapa buruknya sensor dan indoktrinasi. Keduanya menuju kepada masyarakat tertutup yang dipenuhi kekerasan, kebohongan, dan kebodohan. Ketika rezim totaliter Soeharto Orde Baru digulingkan mahasiswa. Sensor dan indoktrinasi secara diametral bertentangan dengan demokrasia akan serta menghapuskan penataran kebodohan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila P4, membubarkan institusi kekerasan penjaga idelogi tersebut Badan Koordinasi Stabilitas Nasional Daerah Bakorstanasda, menghentikan pemutaran filem propaganda Pengkhiatanan G30SPKI yang ternyata dipenuhi kebohongan. Kebohongan dan kebodohan tampaknya ingin terus diabadikan oleh Lembaga Sensor Film LSF - Bahwa bila ada kegagalan penegakan hukum di masyarakat; bila ada kegagalan tokoh-tokoh agama membina moral umatnya; 3 bila ada lembaga semacam Komisi Penyiaran Indonesia dan sejenisnya yang tak memiliki atau tak mampu menegakkan wewenang; 4 bila ada kemiskinan dan kurangnya pendidikan pada mayoritas rakyat, sangatlah keliru dan menyesatkan bila menjadikan keempat realitas hukum, sosial, ekonomi, dan politik itu sebagai alasan untuk mencabut hak demokrasi dan hak konstitusional setiap warganegara untuk mendapatkan informasi apapun secara bebas. - Bahwa tindakan dan upaya mencabut kebebasan memperoleh informasi sebagai hak demokratis dan konstitusional setiap warga negara adalah logika yang sesat dan menyesatkan. - Bahwa sebuah Republik tanpa sensor dan indoktrinasi. Republik Konstitusional yang membela hak warganegaranya, membela kebebasan dan demokrasi.

3. Keterangan Ahli Budiyati Abiyoga Produser Film

- Bahwa pada bulan Januari 2006 BP2N penunjukan ahli sebagai TIM asistensi Perubahan Undang-Undang Perfilman. 44 - Bahwa rancangan undang-undang harus berorentasi pada paradigma baru era reformasi yaitu perlindungan hak asasi dan penegakan hukum serta aktualitasnya adalah kebebasan informasi dan komunikasi, kebebasan berkarya, perlindungan hak cipta yang memadai, hak moral atas karya dan perlindungan konsumen. - Bahwa akar masalah yang kemudian muncul adalah pada sistem kepemerintahan yang masih menganut atmosfir pembinaan sebagai warisan orde baruyang memposisikan publik sebagai pihak yang harus dilindungi. - Bahwa era reformasi harus melakukan transformasi ke arah pendekatan ke bawah, ke atas mencerminkan proses perwujudan masyarakat madani yang memahami hak dan kewajibannya untuk melakukan sharing in governance agar mampu membangun social invesment yang kuat dan social control yang kuat. - Bahwa atmosfir dapat dibangun bukan melalui sistem pembinaan tetapi melalui sistem pemberdayaan secara mandiri atau self empowerment. Dalam pelaksanaan fungsi lembaga sensor film, sistem pemberdayaan dapat dilakukan melalui penilaiaan klasifikasi dalam flim atau rating untuk menggerakkan semua unsur; - Bahwa unsur utama adalah peran serta keluarga sebagai kunci utama pemberdayaan publik dan sektor pendidikan; - Bahwa untuk menghalangi terhadap pemanfaatan film untuk tampilan eksploitas pornografi dan kekerasan dapat diakomodasikan dalam penilaian yang disebut unrated yaitu ditolak sama sekali; - Bahwa masalah utama yang dihadapi saat ini tidak berada pada flim yang disensor; - Bahwa self empowerment adalah kunci untuk membangun bangsa yang bermartabat yang tidak tergantung selalu kepada pemerintah; - Bahwa untuk flim yang akan disensor, apabila yang dipermasalahkan banyaknya warga masyarakat yang kurang mampu untuk dilindungi begitu pula anak-anak maka sistem klasifilasi memungkinkan untuk kejelasan perlindungannya sebagai wujud proses suatu pemberdayaan bersama; - Bahwa film mempunyai kemampuan untuk menggerakkan orang dengan dampak yang kuat dan keadilan yang melalui media elektronik; 45

4. Keterangan Ahli Gunawan Muhamad