Keterangan Ahli H. M Rusli Yunus PGRI

- Bahwa berdasarkan pengaduan dari masyarakat yang Komisi Penyiaran Indonesia terima dan masih ada LSF masyarakat masih mengadukan hal ini dan masih mengganggap bahwa sebagian film yang diputar di bioskop ataupun yang tayang di televisi tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan agama yaitu seperti yang tadi kekerasan seks dan mistik kandungannya. - Bahwa bagaimana terjadinya bila tidak ada sensor dan LSF. Padahal Undang- Undang Penyiaran tidak mengamanahkan Komisi Penyiaran Indonesia tidak menganjurkan atau memerintah Komisi Penyiaran Indonesia untuk melakukan sensor terhadap film maupun sinetron. - Bahwa dari catatan pelanggaran yang ada di Komisi Penyiaran Indonesia menunjukkan aspek isi siaran dan jam tayang menjadi pelanggaran yang paling sering dilakukan stasiun televisi swasta nasional. - Bahwa dalam Undang-Undang Perfilman dan juga Undang-Undang Penyiaran terdapat pasal-pasal yang menyatakan keharusan film sinetron dan iklan untuk disensor karena dengan demikian masyarakat khususnya generasi muda Indonesia dapat terlindungi dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh film sinetron maupun iklan. - Bahwa film sebagai produk seni dan budaya mempunyai peran penting bagi pengembangan budaya bangsa dan untuk itu perlu terus dipelihara dan dikembangkan namun selain film masih banyak produk seni dan budaya lain di setiap wilayah Indonesia juga patut untuk dipelihara dan dikembangkan dan negara memiliki kewajiban untuk memelihara keduanya seperti yang tercantum dalam Pasal 32 Undang-Undang Dasar 1945.

4. Keterangan Ahli H. M Rusli Yunus PGRI

- Bahwa pandangan PGRI pada sidang Mahkamah Konstitusi perihal pengujian tentang UU Perfilman terhadap UUD 1945 adalah kebebasan berkarya dan berkreasi sepanjang karya itu diperuntukkan bagi masyarakat atau publik. - Bahwa tidak berarti bebas yang sebebas-bebasnya tanpa ada batasnya, siapapun di negeri ini bebas berkreasi dan berkarya termasuk membuat film ataupun sinetron. - Bahwa kebebasan itu harus dimaknai sebagai kebebasan dalam arti tidak tak terbatas tetapi dibatasi oleh undang-undang yang dimaknai juga sebagai upaya 124 demokratisasi, HAM, dan supremasi hukum untuk kepentingan bersama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. - Bahwa dalam hal ini UUD 1945 dalam Pasal 28J menegaskan pada ayat 2, “bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas kebebasan hak orang lain dan untuk dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. - Bahwa pada UU Perfilman Pasal 13 menyatakan, “pembuatan film didasarkan atas kebebasan berkarya yang bertanggung jawab”. - Bahwa Pasal 4 UU Perfilman juga mengatakan, “perfilman Indonesia dilaksanakan dalam rangka memelihara dan mengembangkan budaya bangsa dengan tujuan menunjang terwujudnya pembangunan nasional”. - Bahwa eksistensi Lembaga Sensor Film merupakan filter terhadap segala hasil karya dan kreasi yang berdasarkan moral Pancasila dan wawasan kebangsaan. Hal-hal yang dilakukan oleh LSF memotong bagian film atau bahkan menolak menayangkan film yang bertentangan dengan Pancasila dan wawasan kebangsaan yang pada hakikatnya juga merupakan filter terhadap kesentosaan hidup berbangsa dan bernegara. Apabila dalam kondisi dan situasi masyarakat dewasa ini LSF ditiadakan, maka dikhawatirkan akan terjadi gegar budaya atau cultural shock, gempa moral, dan abrasi kehidupan beragama. - Bahwa semua yang termasuk komunitas pendidikan terpanggil untuk menyelamatkan generasi muda bangsa dari dekadensi moral dan kekerasan yang diperoleh lewat film, sinetron, dan sebagainya. Tugas guru antara lain mendidik anak bangsa yang cerdas dan kompetitif yang bermoral tentu akan sia-sia jika pada saat yang bersamaan mereka juga secara bertubi-tubi ”dididik dan ditanami” dengan nilai-nilai yang bertentangan lewat film, sinetron, dan sebagainya. - Bahwa LSF memikul tugas yang mulia tetapi berat karena tekanan-tekanan kalangan yang tampaknya kadang-kadang lebih mengarah kepada komersialisme dan materialisme daripada kepentingan pembinaan moral bangsa terutama generasi mudanya. 125 - Bahwa PGRI mendukung keberadaan LSF dan tentu akan lebih baik apabila disempurnakan lagi.

5. Keterangan Ahli K.H. Amidhan Anggota MUIMantan Anggota PAH I perubahan UUD 1945