2.2. Prinsip Persamaan di Depan Hukum Equality
Before The Law
Prinsip ini direkam di dalam Pasal 27 ayat 1 Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang
menyatakan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung tinggi
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Mengingat konstitusi itu adalah suatu kontrak, maka equality before
the law adalah bagian dari konstitusi juga dapat disebut sebagai suatu kontrak.
2.3. Prinsip Persamaan di Depan Hukum Equality
Before The Law Sebagai Suatu Kontrak
Prinsip ini telah terurai dalam sub bab 2.2 di atas. Karena konstitusi yang juga adalah suatu kontrak yang merekam prinsip ini,
maka secara otomatis Indonesia telah menjadi suatu negara yang berdasarkan atas hukum. Hakikat dapat dipahami dengan melihat
pengertian dari sesuatu. Secara spesifik, negara hukum dimengerti, manakala
Hukum the
law dilihat
sebagai panglima
tertinggisupreme
80
dalam negara yang menggeser kedudukan penggunaan kesewenang-wenangan.
Dalam hakikat yang dipahami dari pengertian negara hukum seperti demikian itu, maksud tujuan dari adanya berbagai peraturan
perundang-undangan yang berlaku, adalah untuk memungkinkan atau membantu orang, terutama rakyat, menyadari bahwa mereka
telah memiliki suatu dasar yang pasti, dan tanpa perasaan takut danatau segan berhak entitle menuntut atau menagih piutang atau
hak-hak rights mereka, dari para penyelenggara negara yang telah diberikan kepercayaan oleh Hukum untuk mengurus negara, bagi
kepentingan si tuan, yaitu rakyat. Apakah hal di atas berarti bahwa dalam suatu hubungan
hukum antara rakyat sebagai tuan gusti dengan penyelenggara negara sebagai hamba atau pelayan atau servant public servant,
maka bukanlah adil bila hubungan hukum itu bersifat hubungan
80
Jeferson Kameo, Menegakkan Negara Hukum yang Berkedaulatan Rakyat, Makalah untuk Diskusi Perkumpulan Praxis, YLSKAR, SPPQT, Perkumpulan
Perdikan, Yayasan Tifa dalam Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat FBBPR dan Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, 29 November
2011, hlm. 1. Restatement, dalam Pasal 1 ayat 3 TAP MPR yang mengatur Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 UUD
45, Bab 1, Bentuk dan Kedaulatan, distipulasi bahwa: “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Agar dapat memperoleh gambaran ideas yang lain tentang
kepanglimaan atau kedigdayaan Hukum, Jeferson Kameo menganjurkan kepada kita untuk membandingkan tulisan Ronald Dworkin, dalam Dworkin, R. 1986,
Law’s Empire, Fontana.
antara rakyat atau atasan yang lebih tinggi status dan kedudukannya jika dibandingkan dengan penyelenggara negara atau bawahan yang
jauh lebih rendah statusnya? Mengacu pada dasar yang dianggap pasti itu, nilai yang juga
penting ditambahkan di sini adalah, bahwa mereka rakyat atau para pihak yang merupakan gabungan dari subyek-subyek hukum itu
dapat dengan mudah memastikan bagaimana nantinya pemerintah yang telah mereka pilih, karena sebelumnya mereka telah didikte
oleh hukum untuk memilih pemimpin tersebut, akan mengelola kekuasaan yang ada di dalam tangannya dalam keadaan-keadaan
tertentu, dalam keadaan susah maupun dalam keadaan duka, hanya untuk kepentingan dan semata-mata sebesar-besarnya kemakmuran
dan kesejahteraan rakyat. Dengan perkataan lain, apabila rakyat meyakini bahwa
sebenarnya sudah ada di dalam diri mereka suatu dasar yang pasti, yang tercermin dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang
berlaku itu, maka pada gilirannya rakyat dapat merencanakan apa yang akan mereka lakukan sesuai dengan kepentingan yang menurut
rakyat tersebut merupakan kepentingan mereka yang paling baik.
Ada yang berpendapat, bahwa secara prinsipiil, tanpa aturan- aturan, baik itu yang sudah diatur dalam berbagai peraturan
perundang-undangan yang berlaku, maupun yang diterapkan oleh hakim dalam berbagai putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum yang tetap, yang di dalamnya mengandung kaedah- kaedah terhadap suatu aktivitas tertentu, maka pemerintah yang
bersangkutan tidak memiliki kekuasaan sama sekali untuk intervensi ke dalam kemerdekaan setiap orang yang ada di dalam negara yang
mau mendeklarasikan dirinya sebagai suatu negara hukum
tersebut.
81
Dalam pengertian yang menunjuk hakikat negara hukum, sebagaimana telah dikemukakan di atas itu, maka tuntutan yang
harus niscaya atau mau tidak mau wajib ada, adalah bahwa semua penyelenggara negara, termasuk di dalamnya kepala negara the
head of state harus ditundukkan kepada hukum yang berlaku take it or simply leave it. Inilah yang telah menyebabkan seorang ahli
Hukum Tata Negara Inggris England yang sangat terkemuka,
81
Prinsip seperti ini pernah dinyatakan dalam suatu keputusan pengadilan, yang mengadili perkara antara Entick v Carrington 1765 19 St Tr 1030 at 1066 per
lord Camden CJ. Perlu dikemukakan di sini, bahwa semua keputusan pengadilan dan beberapa literatur klasik yang dicantumkan dalam makalah tersebut makalah
Jeferson Kameo, adalah putusan-putusan pengadilan dan kepustakaan temuan dalam penelitian individual Jefferson Kameo ketika diundang tanpa syarat
unconditional ke Faculty of Law and Financial Studies University of Glasgow, Scotland.
bernama Dicey
82
bertekuk lutut dan mengakui kebenaran hukum di negara tetangganya Skotlandia, yang memaksa setiap orang untuk
patuh kepada prinsip yang didikte oleh Hukum, bahwa setiap warga negara
harus dimampukan
untuk dapat
meminta pertanggungjawaban setiap pejabat pemerintah atas setiap
perbuatannya di pengadilan the ordinary courts of law. Bukankah uraian tersebut di atas secara terang-benderang
telah memperlihatkan latar belakang atau kausa a case, bahwa negara hukum yang ditulis secara eksplisit dalam dokumen
perjanjian atau konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia itu pada prinsipnya, karena dikte hukum the dictate of the law harus
selalu dimengerti sebagai kaedah yang lebih berpihak kepada kedaulatan rakyat? Jawabannya sudah barang tentu ya.
Benar, sebagaimana telah dipaparkan di atas, bahwa kaedah negara hukum itu mengandung suatu spirit yang lebih berpihak
kepada kedaulatan rakyat. Oleh karena itu, untuk apalagi hal itu;
82
Dicey adalah seorang penulis Inggris yang sudah mati, namun sangat terkenal dalam bidang Hukum Tata Negara. Dikatakan bahwa karyanya banyak sekali
dirujuk tanpa catatan oleh penulis-penulis Indonesia yang terkenal. Tetapi, Dicey telah menulis sejak tahun 1885. Karyanya kemudian dicetak ulang untuk
kesepuluhkalinya pada tahun 1959. Lihat, Dicey A. V. 1885, 1959, Introduction to the Study of the Constitution 1885, 10
th
ed, 1959, hlm, 187-188. Dikutip dari Jeferson Kameo, Menegakkan Negara Hukum yang Berkedaulatan Rakyat, supra
foot note no. 137.
nilai yang lebih berpihak kepada kedaulatan rakyat yang ditegakkan atau kita sekalian pertanyakan “kedigdayaannya”?
a. Berlaku Sebagai Subjek Hukum pada Umumnya