BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi
masyarakat dunia yang dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok resiko tinggi yakni bayi, anak balita, ibu hamil, selain itu malaria secara langsung
menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja Ditjen PP PL, 2008.
Wilayah penyebaran malaria di dunia sangat luas yakni antara garis bujur 60
di Utara dan 40 di Selatan yang meliputi lebih dari 100 negara yang beriklim
tropis dan sub tropis. Penduduk yang berisiko terkena malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau 41 dari penduduk dunia. Setiap tahun jumlah kasus malaria
berjumlah 300 − 500 juta dan mengakibatkan 1,5 sampai 2,7 juta kematian
Gunawan, 2000. Indonesia salah satu negara yang endemis malaria. Sampai tahun 2009,
sekitar 80 KabupatenKota masih termasuk katagori endemis malaria dan sekitar 45 penduduk bertempat tinggal di daerah yang berisiko tertular malaria.
Sementara jumlah kasus yang dilaporkan pada tahun 2009 sebanyak 1.143.024 orang. Jumlah ini mungkin lebih kecil dari keadaan yang sebenarnya karena lokasi
Universitas Sumatera Utara
yang endemis malaria adalah desa-desa yang terpencil dengan sarana transportasi yang sulit dan akses pelayanan kesehatan yang rendah Dinkes Jambi, 2010.
Kematian banyak terjadi pada negara-negara yang menjadi daerah endemik malaria, antara lain negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia,
terutama di Propinsi bagian timur seperti daerah pedesaan di luar Jawa dan Bali. Di Jawa Tengah dan Jawa Barat, malaria merupakan penyakit yang muncul
kembali re-emerging diseases. Menurut data dari fasilitas kesehatan Depkes 2001 diperkirakan prevalensi malaria adalah 850,2 kasus per 100.000 penduduk
dengan angka yang tertinggi 20 di Gorontalo, 13 di NTT dan 10 di Papua. Survei Kesehatan Rumah Tangga SKRT tahun 2001 memperkirakan
angka kematian spesifik akibat malaria di Indonesia adalah 11 per 100.000 untuk laki-laki dan 8 per 100.000 untuk perempuan. Sebagai negara endemik, malaria di
Indonesia sering diidap oleh para penduduk yang tinggal di areal persawahan dekat dengan hutan.
Sumatera Utara merupakan daerah yang endemis malaria di antaranya Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Labuhan Batu, Serdang Bedagai, Asahan,
Samosir, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Nias, Nias Selatan, Batu Bara, Padang Lawas, Padang Lawas Utara dan
Kabupaten Labuhan Batu Utara. Salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang endemis malaria seperti Kabupaten Nias Selatan merupakan daerah tertinggi
kasus malaria di Sumut dengan 1.163 kasus 3,73 persen, Madina dengan 1.225 kasus 3,12 persen, Batu Bara dengan 785 kasus 2,07 persen, Labuhan Batu
Utara Labura dengan 658 kasus 1,97 persen. Pemprovsu, 2010
Universitas Sumatera Utara
Kabupaten Mandailing Natal Madina Provinsi Sumatera Utara masih cukup tinggi malaria falciparum. Prevalensi penyakit malaria di wilayah
Kabupaten Madina pada tahun 2006 – 2008 adalah pada tahun 2006 sebesar 23,54 per 1.000 penduduk, tahun 2007 sebesar 14,19 per 1.000 penduduk dan tahun
2008 sebesar 36,34 per 1.000 penduduk Dinkes Madina, 2009. Bahkan jumlah kasus terbaru di Desa Gunung Manaon Kecamatan Panyabungan adalah 12 orang
dari 1080 penduduk pada bulan Februari 2012 Puskesmas Panyabungan Jae, 2012.
Terkait dengan pemberantasan malaria, Pemkab Madina melalui Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Madina telah melakukan berbagai hal, yaitu mulai
dari penemuan aktif penderita, penegakan diagnosa malaria melalui pemeriksaan mikroskopis, penatalaksanaan kasus dan pengobatan, pengobatan menggunakan
Artemisinin Combination Therapy ACT, pengobatan malaria pada ibu hamil, penyemprotan rumah, pembentukan Pos Malaria di desa Posmaldes, penyediaan
sarana, bahan laboratorium dan obat-obatan, pembagian kelambu anti nyamuk, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pemberantasan tempat perindukan
nyamuk. Indonesia ada berbagai suku bangsa dengan ragam kebiasaan dan perilaku
yang merupakan faktor berpengaruh dalam menunjang keberhasilan partisipasi masyarakat dalam program pengendalian malaria. Masih terbatasnya studi tentang
pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang telah dilakukan, beberapa studi yang sudah ada Laihad Arbani, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa perilaku yang tidak menunjang dalam upaya pengendalian malaria ini adalah kebiasaan masyarakat yang biasa mencari pengobatan sendiri
dengan dosis tidak tepat, kebiasaan berada di luar rumah atau beraktivitas pada malam hari tanpa perlindungan dari gigitan nyamuk, dan adanya penebangan
hutan bakau oleh masyarakat yang akan mengakibatkan terbentuknya tempat perindukan baru vektor malaria Laihad Arbani, 2010.
Keadaan lingkungan berpengaruh besar terhadap ada tidaknya malaria di suatu daerah. Adanya danau air payau, genangan air di hutan, pesawahan, tambak
ikan, pembukaan hutan, dan pertambangan di suatu daerah akan meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria karena tempat-tempat tersebut
merupakan tempat perindukan nyamuk malaria. Suhu dan curah hujan di suatu daerah berperan penting dalam penularan penyakit malaria. Biasanya, penularan
malaria lebih tinggi pada musim hujan dibandingkan kemarau. Air hujan yang menimbulkan genangan air, merupakan tempat yang ideal untuk perindukan
nyamuk malaria. Dengan bertambahnya tempat perindukan, populasi nyamuk malaria juga bertambah sehingga bertambah pula jumlah penularannya Prabowo,
2004. Masyarakat harus ikut serta secara bersama-sama membasmi jentik-jentik
nyamuk, sebab jika dalam jentik kita belum begitu bahaya, tapi setelah menjadi nyamuk maka akan berbahaya, karena peranan warga sangat mendukung, sebab
sekalipun pemerintah terus-terusan membasmi tanpa ada dukungan masyarakat akan sia-sia saja Dinas Kesehatan Madina, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang peran serta masyarakat dalam pencegahan penyakit malaria di Desa
Gunung Manaon Kecamatan Panyabungan.
2. Perumusan Masalah