Tabel 3.12 Skala Penafsiran Rata-Rata Skor Jawaban Responden
Rentang Penafsiran
3,44 - 4,00 Sangat baikSangat tinggi
2,83 - 3,43 BaikTinggi
2,22 - 2,82 CukupSedang
1,61 - 2,21 Tidak baikRendah
1,00 - 1,60 Sangat tidak baik Sangat rendah
Setelah hasil diperoleh, kemudian dikonsultasikan dengan modifikasi kriteria atau klasifikasi dari Riduwan 2006:88 adalah sebagai berikut:
Tabel 3.13 Rata-rata Hasil Penelitian
Persentense Kriteria
0 - 20 Sangat LemahSangat Kurang
21 - 40 LemahKurang
41 - 60 Cukup
61 - 80 KuatBaik
81 - 100 Sangat KuatSangat Baik
4. Mengubah skor mentah menjadi skor baku
Pada dasarnya peneliti menggunakan instrumen dengan alternatif jawaban yang diberi bobot interval. Namun pada penelitian sosial dengan menghimpun persepsi
manusia dapat dimungkinkan adanya perbedaan tingkat interval yang dimaksud. Hal ini sejalan dengan pendapat Furqon 2004:8 berikut:
Pengakuan bahwa skor-skor yang dihasilkan oleh suatu instrumen itu disebut data interval didasarkan asumsi kesamaan jarak antara skor-skor yang diperoleh.
Jika karena berbagai hal, asumsi ini tidak dapat dipertahankan maka skor yang dihasilkan oleh suatu instrumen akan lebih merupakan data ordinal
Agar analisis ini sesuai dengan prosedur pengujian statistik parametrik, maka penulis mengubah data ordinal menjadi data interval dengan rumus:
X
i
–
Ti
= 50 + 10 S
Keterangan: T
i =
Skor baku data interval X
i =
Skor mentah data ordinal = Rata- rata mean
S = Standar deviasiSimpangan baku
Dalam penelitian ini skala yang digunakan pada variabel bebas dan variabel terikat berbeda. Variabel bebas kinerja kepala sekolah X
1
dan kinerja guru X
2
menggunakan skala likert yang alternatif jawabannya yaitu: selalu, sering, jarang, dan tidak pernah. Variabel terikat budaya mutu Y menggunakan skala guttman yang
jawabannya bersifat dikotomi ya atau tidak. Sehingga untuk mengolah skor variabel penelitian diatas perlu dilakukan penyetaraan skor. Menurut Sumadi Suryabrata
2004 untuk menyetarakan skor antar skala yang berbeda dengan menggunakan skor standar yang merupakan skor berdasarkan kepada distribusi normal. Skor standar
yang digunakan dalam penelitian ini adalah skor T. Skor T adalah skor dengan rata- rata standar 50 dan deviasi standar 10. Skor ini berdasarkan kepada skor z atau
normal deviate. Rumus dari skor z ini adalah
50 10 xz
++++
. Z adalah satuan yang menunjukkan penyimpangan suatu skor dari rata-ratanya. Skor z 0 menunjukkan
bahwa skor mentah yang bersangkutan sama persis dengan rata-rata skor mentah. Jika skor z plus berarti skor mentahnya di atas rata-rata dan jika minus skor mentahnya
berada di bawah rata-rata. Adapun langkah-langkah mencari skor standar adalah sebagai berikut:
Langkah 1 : Menghitung skor z dengan rumus:
X - Keterangan:
Z = X
= Skor responden 1,2,... S
= Skor rata-rata responden S
= Standar deviasi Z
= normal deviate
Langkah 2
: Menghitung skor T dengan rumus: T = 50 + 10 x Z
Keterangan: Z
= normal deviate T
= skor standar .
5. Uji Normalitas Distribusi Data Uji normalitas digunakan untuk mengetahui dan menentukan teknik statistik apa
yang akan digunakan pada pengolahan data selanjutnya. Apabila penyebaran datanya normal maka akan digunakan statistik parametrik sedangkan apabila penyebaran tidak
normal maka akan digunakan teknik statistik non parametrik. Uji normalitas distribusi data yang digunakan adalah One Sample Kolgomorov-Smirnov Test dengan
menggunakan media perangkat lunak komputer SPSS. 6.
Uji Regresi Linier Uji regresi linier ini dimaksudkan untuk mencari hubungan fungsional antara
variabel X
1
,
X
2
dengan Y dan, X
1
dan X
2
secara bersama-sama terhadap Y. Uji ini dilaksanakan dengan menggunakan rumus:
= a + b X
1
regresi sederhana
= a + b X
2
regresi sederhana
= a + b X
1
+ b X
2
regrasi ganda
Keterangan: = Harga variabel Y yang diramalkan
a = Harga garis regresi, yaitu apabila X
1
atau X
2
= 0 b = Koefisien regresi, yaitu besarnya perubahan yang terjadi pada Y, jika satu unit
perubahan terjadi pada X
1
dan atau X
2
X
1
, X
2
= Harga-harga pada variabel X
1
dan X
2
7. Menguji Hipotesis Penelitian
a. Menghitung koefisien korelasi antara variabel X
1
dengan variabel Y, variabel X
2
dengan variabel Y memakai rumus:
r
hitung
=
∑ ∑
∑ { .∑
∑ }{ .∑
∑ }
b. Kemudian menguji signifikasi koefisien korelasi antar variabel tersebut, dengan
rumus:
t
hitung
=
√ √
Keterangan : r
= Koefisien korelasi product moment n
= Jumlah responden Kriteria signifikansi apabila t
hitung
t
tabel
Distribusi tabel t untuk α = 0,05 dan derajat kebebasan dk = n – 2
c. Menghitung korelasi variabel X
1
dan X
2
secara bersama-sama dengan Y menggunakan rumus korelasi ganda sebagai berikut:
r
X1X2Y
=
Selanjutnya untuk mengetahui signifikansi korelasi ganda dicari dulu F
hitung
kemudian dibandingkan dengan F
tabel
F
hitung
=
+ ,
,-,
Keterangan : R
= Nilai koefisien korelasi ganda k
= Jumlah variabel bebas Independent n
= Jumlah sampel F
hitung
= Nilai F yang dihitung Kriteria signifikansi :
Jika F
hitung
≥ F
tabel
, maka tolak Ho artinya signifikan Dimana α = 0,05 dan F
tabel
= F
{1-α dk=k, dk=n-k-1}
d. Mencari besarnya koefisien determinan
Koefisien determinan digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel independen terhadap variabel dependen. Untuk mengujinya dipergunakan rumus
sebagai berikut:
KD = r
2
x 100
Keterangan : KD
= Koefisien determinan yang dicari r
2
= Koefisien korelasi Demikianlah langkah-langkah dalam prosedur pengolahan data yang akan
dilaksanakan peneliti. Dengan pengolahan data sebagaimana yang dimaksud diharapkan mampu menghasilkan penelitian yang berkualitas yang ditandai dengan
pemecahan masalah dan pencapaian tujuan penelitian.
114
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan hasil penelitian sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, pada bagian akhir ini penulis mengemukakan
beberapa kesimpulan, memberikan implikasi penelitian ini dan sekaligus menyampaikan rekomendasi, maka bagian akhir sebagai berikut:
A. Kesimpulan
Menurut persepsi guru atas kinerja kepala sekolah dan kinerja guru secara bersama- sama berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap persepsinya budaya mutu pada
Sekolah Menengah Pertama SMP Negeri di Kota Bandung. Secara rinci hasil penelitian dapat disimpulkan seperti dibawah ini:
1. Kinerja kepala sekolah pada Sekolah Menengah Pertama SMP Negeri di Kota
Bandung diukur melalui sub variabel 1 kepribadian, 2 manajerial, 3 kewirausahaan, 4 supervise dan 5 sosial, berada pada kategori baik menurut persepsi guru. Hal ini
ditunjukkan oleh skor rata-rata jawaban responden terhadap variabel kinerja kepala sekolah sebesar 3,27. Tanggapan karakteristik responden wanita, berusia 41 – 50 tahun
dan 51 – 60 tahun, masa kerja 11 -20 tahun dan 21 – 30 tahun, golongan IVa dan IVb dan tingkat pendidikan S
2
lebih baik terhadap variabel penelitian ini
2. Kinerja guru pada Sekolah Menengah Pertama SMP Negeri di Kota Bandung diukur
melalui sub variabel 1 professional dan 2 pedagogik, berada pada kategori baik menurut persepsi guru. Hal ini ditunjukkan oleh skor rata-rata jawaban responden
terhadap variabel kinerja guru sebesar 3,33. Tanggapan karakteristik responden wanita, berusia 41 – 50 tahun dan 51 – 60 tahun, masa kerja 11 -20 tahun dan
21 – 30 tahun, golongan IIId, IVa dan IVb dan tingkat pendidikan S
2
lebih baik
terhadap variabel penelitian ini
3. Budaya mutu pada Sekolah Menengah Pertama SMP Negeri di Kota Bandung diukur
melalui sub variabel 1 orientasi ke depan, 2 orientasi inovasi dan perubahan dan 3 orientasi pada kekaryaan, berada pada kategori sangat baik menurut persepsi guru.
Hal ini ditunjukkan oleh skor rata-rata jawaban responden terhadap variabel budaya mutu sebesar 0,89. Tanggapan karakteristik responden wanita, berusia 41 – 50 tahun
dan 51 – 60 tahun, masa kerja 11 -20 tahun dan 21 – 30 tahun, golongan IIIb, IVa dan IVb dan tingkat pendidikan S
2
lebih baik terhadap variabel penelitian ini
4. Menurut persepsi guru bahwa kinerja kepala sekolah berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap budaya mutu. Besarnya pengaruh variabel kinerja kepala sekolah terhadap budaya mutu pada Sekolah Menengah Pertama SMP Negeri di Kota
Bandung tergolong rendah, diperoleh skor 32,1 dari skor ideal. Hasil penelitian ini menginformasikan bahwa kinerja kepala sekolah yang diterapkan dalam kategori
kurang dan perlu ditingkatkan lagi agar mendukung tercapainya budaya mutu di sekolah.
5. Kinerja guru berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap persepsinya atas
budaya mutu. Besarnya pengaruh variabel kinerja guru terhadap persepsinya atas budaya mutu pada Sekolah Menengah Pertama SMP Negeri di Kota Bandung
tergolong cukup kuat, diperoleh skor 47,5 dari skor ideal. Hasil penelitian ini menerangkan bahwa kinerja guru yang diterapkan dalam kategori cukup, namun masih
perlu ditingkatkan lagi agar lebih optimal sehingga dapat mendorong terciptanya budaya mutu di sekolah.
6. Menurut persepsi guru bahwa kinerja kepala sekolah berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap kinerja guru. Besarnya pengaruh variabel persepsi guru atas kinerja kepala sekolah terhadap kinerja guru pada Sekolah Menengah Pertama SMP Negeri
di Kota Bandung tergolong rendah, diperoleh skor 26,2 dari skor ideal. Hasil penelitian ini menginformasikan bahwa persepsi guru atas kinerja kepala sekolah yang
diterapkan dalam kategori kurang dan perlu ditingkatkan lagi agar para guru dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya dalam proses belajar mengajar di sekolah. 7.
Berdasarkan hasil analisis regresi, persepsi guru atas kinerja kepala sekolah dan kinerja guru memberikan kontribusi terhadap persepsinya atas budaya mutu, ini
ditunjukkan dengan skor koefisien determinasi. Hal ini mengandung arti bahwa peningkatan kinerja kepala sekolah dan peningkatan kinerja guru akan memberikan
dampak pada penciptaan dan pengembangan mutu pendidikan. 8.
Persepsi guru atas kinerja kepala sekolah, kinerja guru dan karakteristk responden jenis kelamin, usia, masa kerja, golongan dan pendidikan secara bersama-sama
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap persepsinya atas budaya mutu. Besarnya pengaruh secara simultan antara variabel persepsi guru atas kinerja kepala
sekolah, kinerja guru dan karakteristk responden jenis kelamin, usia, masa kerja, golongan dan pendidikan terhadap persepsinya atas budaya mutu pada Sekolah
Menengah Pertama Negeri di Kota bandung tergolong kuat, diperoleh skor 57,1. Hal ini memberikan pemahaman bahwa integrasi persepsi guru atas kinerja kepala
sekolah, kinerja guru dan karakteristik responden memberikan kontribusi lebih berarti terhadap persepsinya atas budaya mutu bila dibandingkan dengan salah satu dari
variabel penelitian tsesebut tidak ada. Temuan ini menerangkan bahwa masih ada beberapa faktor-faktor lain yang mempengaruhi budaya mutu di sekolah.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan penelitian tentang pengaruh persepsi guru atas kinerja kepala dan kinerja guru terhadap persepsinya atas budaya mutu pada Sekolah Menengah Pertama
SMP Negeri di Kota Bandung, peneliti menemukan beberapa implikasi sebagai berikut: 1.
Kepala sekolah sebagai pemimpin tertinggi di sekolah diharapkan menumbuh- kembangkan sikap dan pandangan guru serta personil sekolah lainnya agar senantiasa
beorientasi pada mutu. Untuk itu, kepala sekolah dituntut untuk memiliki pemahaman dan ketrampilan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Optimalisasi
kepala sekolah dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab harus didukung oleh struktur dan peraturan yang jelas dalam sistem manajemen sekolah.
2. Dalam rangka meningkatkan budaya mutu diharapkan kepala sekolah dan guru harus
memiliki kinerja yang baik dengan cara belajar terus-menerus untuk meningkatkan kompetensinya. Terdapat lima kompentensi yang perlu dikembangkan oleh kepala
sekolah, yaitu: kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi dan sosial. Dan terdapat 4 kompetensi yang perlu dikembang oleh guru, yaitu: kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. 3.
Guru adalah pelaksana utama proses belajar mengajar di sekolah dan merupakan orang yang memiliki kesempatan lebih banyak berkomunikasi secara langsung dengan
peserta didik. Karena itu guru sangat diharapkan mengembangkan budaya mutu dengan menciptakan suasana belajar yang kondusif baik dan menjalin komunikasi
yang efektif dengan sesama guru maupun dengan personil sekolah lainnya agar peserta didik memperoleh prestasi belajar yang diharapkan.