Persepsi Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru IPS SMP Di Kota Yogyakarta.

(1)

DI KOTA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta Untuk

Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh : Anggita Nilam Sari

12416241049

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

v

Dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.

(QS Al-Najm 53:39)

Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama

kesulitan ada kemudahan. (QS Al-Insyirah 94:5-6)


(6)

vi

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Karya ini peneliti persembahan kepada:

1. Bapak Tasman dan Ibu Turyati, orang tua hebat yang selalu memberi kasih sayang kepada putra-putrinya.


(7)

vii

DI KOTA YOGYAKARTA Oleh:

Anggita Nilam Sari NIM. 12416241049

ABSTRAK

Kinerja guru merupakan fenomena yang perlu untuk diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja guru IPS SMP di Kota Yogyakarta berdasarkan persepsi dari kepala sekolah.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Variabel dalam penelitian ini adalah kinerja guru. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru IPS SMP di Kota Yogyakarta yang berjumlah 114 guru dari 48 sekolah. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan teknik pengolahan data deskriptif yang dituangkan dalam bentuk persentase.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kinerja guru IPS SMP di Kota Yogyakarta menurut persepsi kepala sekolah sebagian besar adalah baik. Hal tersebut tampak dari persentase hasil penelitian dari 114 guru, 44,74% termasuk dalam kategori baik dengan nilai rata-rata sebesar 86,25. Adapun persentase hasil keseluruhan yaitu sebanyak 42,98% memiliki kinerja amat baik, 44,74% memiliki kinerja baik, 7,89% memiliki kinerja cukup, 3,51% memiliki kinerja sedang, 0,88% memiliki kinerja kurang.


(8)

viii

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Tugas Akhir Skripsi (TAS) yang

berjudul “Persepsi Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru IPS SMP Di Kota

Yogyakarta” ini dapat diselesaikan dengan lancar. Penyusunan TAS ini untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta.

Penyusunan TAS ini tidak dapat berjalan lancar tanpa jasa berbagai pihak. Oleh karena itu, diucapkan terimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial yang telah memberikan izin dan bantuan selama penyusunan TAS ini.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penyusunan TAS ini.

3. Bapak Satriyo Wibowo, S. Pd., Penasihat Akademik yang telah memberikan arahan dan nasihat selama penyusunan TAS ini.

4. Ibu Suparmini, M. Si., Dosen Pembimbing yang telah mencurahkan waktu, serta memberikan bimbingan dan dukungan selama penyusunan TAS ini. 5. Bapak Supardi, M. Pd., Dosen Narasumber yang telah memberikan kritik dan

saran dalam penyusunan TAS ini.

6. Dosen-dosen Jurusan Pendidikan IPS yang telah mencurahkan ilmu dan bimbingan.


(9)

ix

7. Petugas Administrasi Jurusan Pendidikan IPS yang telah meluangkan waktu untuk membuat surat-surat izin penelitian.

8. Kepala-Kepala Sekolah SMP di Kota Yogyakarta yang telah memberikan bantuan selama penelitian berlangsung.

9. Kedua orang tua, Bapak Tasman dan Ibu Turyati serta kedua saudara yang telah mencurahkan kasih sayang dan dukungan selama penyusunan TAS ini. 10. Septian Teguh Wijiyanto yang telah menjadi motivator untuk segera

menyelesaikan TAS ini. Terimakasih juga untuk bantuan dan dukungan yang telah diberikan.

11. Apriliani Nurmalia, Sahar Nur Samah, Anisa Ganiy yang telah menjadi supporter jarak jauh. Terimakasih atas dukungannya.

12. Teman-teman seperjuangan Ade Rachma Yuliani, Ridha Pangestika, Zamroh Azizah Al Mukaromah, Devi Wakhyuningtiyas, Imna Layinatussifa, Hida Mujahida, Ajeng Ngesti Pujawati, Pitri Dwi Astuti, Lois Wayan Pratiwi, dan teman-teman Pendidikan IPS 2012 B lainnya. Terimakasih untuk kebersamaan, bantuan, dan dukungan kalian selama ini.

13. Teman-teman organisasi di HIMA DIPSOS 2013, BEM FIS 2014, dan BEM FIS 2015, terimakasih untuk kebersamaan, ilmu, dan pengalamannya selama ini.

14. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian TAS ini.

Demikianlah yang dapat disampaikan. Semoga bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak di atas memperoleh balasan kebaikan dari Allah SWT.


(10)

(11)

xi

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Batasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI ... 9

A. Kajian Teori ... 9

1. Pengertian Persepsi ... 9

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi ... 10

3. Proses Persepsi ... 13

4. Pengertian Kepala Sekolah... 14

5. Tugas, Peranan, dan Tanggung Jawab Kepala Sekolah ... 16

6. Pengertian Kinerja Guru ... 22

7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja ... 24

8. Indikator Kinerja Guru ... 25

9. Penilaian Kinerja Guru ... 45

B. Penelitian Yang Relevan ... 46

C. Kerangka Pikir ... 48

BAB III METODE PENELITIAN ... 50

A. Desain Penelitian ... 50

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 50

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 51

D. Populasi ... 52

E. Teknik Pengumpulan Data ... 54

F. Instrumen Penelitian ... 55


(12)

xii

1. Persepsi Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru

IPS SMP di Kota Yogyakarta tentang Kompetensi Pedagogik ... 70

2. Persepsi Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru IPS SMP di Kota Yogyakarta tentang Kompetensi Kepribadian ... 75

3. Persepsi Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru IPS SMP di Kota Yogyakarta tentang Kompetensi Profesional ... 80

4. Persepsi Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru IPS SMP di Kota Yogyakarta tentang Kompetensi Sosial ... 85

5. Persepsi Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru IPS SMP di Kota Yogyakarta ... 90

E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 95

1. Persepsi Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru IPS SMP Di Kota Yogyakarta tentang Kompetensi Pedagogik ... 95

2. Persepsi Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru IPS SMP Di Kota Yogyakarta tentang Kompetensi Kepribadian ... 97

3. Persepsi Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru IPS SMP Di Kota Yogyakarta tentang Kompetensi Profesional ... 99

4. Persepsi Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru IPS SMP Di Kota Yogyakarta tentang Kompetensi Sosial ... 101

5. Persepsi Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru IPS SMP Di Kota Yogyakarta ... 103

D. Keterbatasan Penelitian ... 104

BAB V PENUTUP ... 106

A. KESIMPULAN ... 106

B. IMPLIKASI ... 107

C. SARAN ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 108


(13)

xiii

Halaman

Tabel 1. Jumlah Kepala Sekolah Dan Guru IPS SMP di Kota Yogyakarta ... 54

Tabel 2. Kisi-kisi Angket Persepsi Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru IPS SMP di Kota Yogyakarta ... 57

Tabel 3. Konversi Skor Ke Nilai Kompetensi ... 61

Tabel 4. Konversi Nilai Kinerja Hasil Penilaian ... 63

Tabel 5. Data Status Kepegawaian Guru IPS SMP di Kota Yogyakarta ... 64

Tabel 6. Data Pangkat/Golongan Guru IPS SMP di Kota Yogyakarta ... 65

Tabel 7. Data Pendidikan Terakhir Guru IPS SMP di Kota Yogyakarta ... 66

Tabel 8. Data Kepemilikan Sertifikat Profesional Guru IPS SMP di Kota Yogyakarta ... 67

Tabel 9. Data Umur Guru IPS SMP di Kota Yogyakarta ... 67

Tabel 10. Data Lama Bekerja Guru IPS SMP di Kota Yogyakarta ... 68

Tabel 11. Data Umur Kepala Sekolah SMP di Kota Yogyakarta ... 68

Tabel 12. Data Pendidikan Terakhir Kepala Sekolah SMP di Kota Yogyakarta ... 69

Tabel 13. Data Lama Bekerja Kepala Sekolah SMP di Kota Yogyakarta ... 69

Tabel 14. Distribusi Frekuensi Nilai Kinerja Guru IPS SMP di Kota Yogyakarta tentang Kompetensi Pedagogik ... 71

Tabel 15. Distribusi Frekuensi Nilai Kinerja Guru IPS SMP di Kota Yogyakarta tentang Kompetensi Pedagogik ... 72

Tabel 16. Hasil Perhitungan Rata-Rata Nilai Setiap Indikator Untuk Kompetensi Pedagogik ... 74

Tabel 17. Distribusi Frekuensi Nilai Kinerja Guru IPS SMP di Kota Yogyakarta tentang Kompetensi Kepribadian ... 76

Tabel 18. Distribusi Frekuensi Nilai Kinerja Guru IPS SMP di Kota Yogyakarta tentang Kompetensi Kepribadian ... 77

Tabel 19. Hasil Perhitungan Rata-Rata Nilai Setiap Indikator untuk Kompetensi Kepribadian ... 79

Tabel 20. Distribusi Frekuensi Nilai Kinerja Guru IPS SMP di Kota Yogyakarta tentang Kompetensi Profesional ... 81

Tabel 21. Distribusi Frekuensi Nilai Kinerja Guru IPS SMP di Kota Yogyakarta tentang Kompetensi Profesional ... 82

Tabel 22. Hasil Perhitungan Rata-Rata Nilai Setiap Indikator untuk Kompetensi Profesional ... 84

Tabel 23. Distribusi Frekuensi Nilai Kinerja Guru IPS SMP di Kota Yogyakarta tentang Kompetensi Sosial ... 86

Tabel 24. Distribusi Frekuensi Nilai Kinerja Guru IPS SMP di Kota Yogyakarta tentang Kompetensi Sosial ... 87

Tabel 25. Hasil Perhitungan Rata-Rata Nilai Setiap Indikator untuk Kompetensi Sosial ... 89

Tabel 26. Distribusi Frekuensi Nilai Kinerja Guru IPS SMP di Kota Yogyakarta ... 91


(14)

(15)

xv

Halaman Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Penelitian ... 50 Gambar 2. Diagram Batang Frekuensi Nilai Kinerja Guru IPS SMP di

Kota Yogyakarta tentang Kompetensi Pedagogik ... 71 Gambar 3. Diagram Lingkaran Nilai Kecenderungan Kinerja Guru

IPS SMP di KotaYogyakarta tentang Kompetensi Pedagogik ... 73 Gambar 4. Diagram Batang Frekuensi Hasil Perhitungan Rata-Rata

Nilai Setiap Indikator untuk Kompetensi Pedagogik ... 75 Gambar 5. Diagram Batang Frekuensi Nilai Kinerja Guru IPS SMP

di Kota Yogyakarta tentang Kompetensi Kepribadian ... 77 Gambar 6. Diagram Lingkaran Nilai Kinerja Guru IPS SMP di

KotaYogyakarta tentang Kompetensi Kepribadian ... 78 Gambar 7. Diagram Batang Frekuensi Hasil Perhitungan Rata-Rata

Nilai Setiap Indikator untuk Kompetensi Kepribadian ... 80 Gambar 8. Diagram Batang Frekuensi Nilai Kinerja Guru IPS SMP

di Kota Yogyakarta tentang Kompetensi Profesional ... 82 Gambar 9. Diagram Lingkaran Nilai Kinerja Guru IPS SMP

di KotaYogyakarta tentang Kompetensi Profesional ... 83 Gambar 10. Diagram Batang Frekuensi Hasil Perhitungan Rata-Rata

Nilai Setiap Indikator untuk Kompetensi Profesional ... 85 Gambar 11. Diagram Batang Frekuensi Nilai Kinerja Guru IPS

SMP di Kota Yogyakarta tentang Kompetensi Sosial ... 87 Gambar 12. Diagram Lingkaran Nilai Kinerja Guru IPS SMP

di KotaYogyakarta tentang Kompetensi Sosial ... 88 Gambar 13. Diagram Batang Frekuensi Hasil Perhitungan Rata-Rata

Nilai Setiap Indikator untuk Kompetensi Sosial ... 90 Gambar 14. Diagram Batang Frekuensi Nilai Kinerja Guru IPS

SMP di Kota Yogyakarta ... 92 Gambar 15. Diagram Lingkaran Nilai Kinerja Guru IPS SMP

di KotaYogyakarta ... 93 Gambar 16. Diagram Batang Frekuensi Hasil Perhitungan Rata-Rata Nilai


(16)

xvi

Lampiran 4. Tabulasi Data Penelitian ... 129 Lampiran 5. Hasil Perhitungan Data Penelitian ... 144 Lampiran 6. Surat-surat Penelitian ... 147


(17)

1

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Kualitas masyarakat akan sangat berpengaruh pada pembangunan fisik maupun non-fisik suatu negara. Kualitas masyarakat dapat tercipta melalui lembaga pendidikan yang baik. Pendidikan yang baik akan menjadi bekal bagi masyarakat untuk semakin menunjukan kualitasnya serta mampu bersaing dalam berbagai bidang kehidupan.

Kualitas masyarakat suatu negara dapat diciptakan melalui lembaga pendidikan seperti sekolah. Sekolah diharapkan dapat mempersiapkan generasi anak bangsa untuk mampu bersaing dalam kompetisi global yang semakin terasa dalam berbagai bidang kehidupan. Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan formal, menjadi penentu keberhasilan pembangunan bangsa. Hal ini dijelaskan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa sekolah merupakan lembaga pendidikan yang berfungsi untuk menghasilkan generasi yang berkualitas dan tentunya menjadi hal yang wajib bagi suatu negara untuk meningkatkan kualitas pendidikannya.

Kualitas pendidikan juga dilihat dari masyarakatnya yang memiliki kompetensi yang sesuai. Masyarakat yang berkualitas dapat memberikan kontribusi yang tinggi bagi masa depan bangsa. Kualitas pendidikan tidak lepas dari peran kinerja para guru. Tanpa kinerja guru yang baik maka pencapaian


(18)

kualitas akan sulit untuk dicapai. Hal tersebut berarti guru memiliki peran yang penting, karena gurulah yang menjadi kreator dalam proses belajar mengajar.

Guru merupakan salah satu komponen dalam sistem pendidikan yang memiliki posisi strategis dan mengambil banyak peran. Guru memiliki peranan penting dalam keberhasilan pendidikan suatu negara. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mempersiapkan guru yang profesional, berkualitas, dan memenuhi kompetensi yang telah ditentukan.

Dalam rangka meningkatkan kualitas guru, salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan penilaian kinerja. Kinerja guru dapat terwujud dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab guru baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Penilaian kinerja guru penting dilakukan sebagai dasar untuk mengetahui bagaimana kualitas pengajaran yang dilakukan. Penilaian kinerja difokuskan pada peningkatan karir guru, kesejahteraan guru, kebutuhan, dan kompetensi guru. Penilaian kinerja tersebut tentunya juga dilakukan untuk mengevaluasi kinerja guru.

Penilaian kinerja guru dan uji kompetensi guru merupakan upaya untuk peningkatan kualitas guru dan mutu pendidikan. Sejak tahun 2005 pemerintah telah melaksanakan program sertifikasi, dan saat ini di Indonesia terdapat banyak guru yang telah tersertifikasi, dan telah memperoleh tunjangan profesi. Namun persoalannya guru yang berkompeten hanya dilandaskan pada mereka yang telah tersertifikasi tampaknya sulit untuk dipertanggungjawabkan. Banyak diantara guru yang bersertifikat namun sebenarnya mereka belum memiliki kompetensi dan kelayakan menjadi guru profesional sehingga


(19)

walaupun banyak guru yang telah tersertifikasi namun mutu pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil Uji Kompentensi Guru (UKG) tahun 2015. Hasil UKG Nasional Kompetensi Pedagogik adalah 48,94, berada di bawah standar kompetensi minimal, yaitu 55 (Kemendikbud, 2016). Kompetensi pedagogik dapat dilihat dari kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dari awal perencanaan sampai dengan evaluasi pembelajaran, jika nilai guru berada pada nilai tersebut itu berarti kemampuan guru masih tergolong kurang. Padahal jumlah guru di Indonesia yang di data Kemendikbud sebanyak 3.015.315, hanya sekitar 72.082 guru yang belum memiliki sertifikat (Warta Kota, 2016). Guru yang telah memiliki sertifikat profesional seharusnya memiliki pula kompetensi yang sesuai. Fakta ini memperlihatkan betapa rendah kompetensi guru di Indonesia padahal banyak diantara guru tersebut yang telah memiliki sertifikat pendidik profesional.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen mensyaratkan beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dalam satu minggu. Padahal tugas seorang guru tidak hanya mengajar. Guru juga memiliki tuntutan lain seperti kualifikasi, kompetensi, dan sertifikat pendidik yang juga harus terpenuhi untuk menjadi guru profesional. Beban kerja guru yang berat menjadi penyebab kurangnya kinerja guru. Beban kerja guru yang banyak menyebabkan banyak guru kurang maksimal dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab karena banyaknya tuntutan yang harus terpenuhi sedangkan waktu yang dimiliki juga tebagi-bagi.


(20)

Dilansir dari Radar Jogja 26 November 2015 saat ini jumlah Guru Tidak Tetap (GTT) dan NaBan (Tenaga Bantuan) di Kota Yogyakarta berjumlah 522 orang. Terdiri dari 234 guru naban yang diangkat oleh Kepala Dinas Pendidikan dan diperbarui setiap tahun, serta 288 orang yang merupakan GTT atau PTT murni atau yang diangkat oleh kepala sekolah. Berdasarkan data tersebut, diketahui jumlah GTT dan Naban di Kota Yogyakarta masih cukup banyak. GTT dan Naban tersebut memiliki gaji yang rendah. Gaji guru yang rendah menyebabkan guru memiliki pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan. Penelitian yang dilakukan oleh Wiles dalam Ahmad Barizi dan Idris 2010:153) menyatakan bahwa guru yang tidak maksimal kerjanya kebanyakan bersumber dari gaji yang tidak cukup, kemudian ia mencari pekerjaan untuk menutupi kekurangannya. Akibatnya etos kerjanya sebagai guru semakin menurun.

Rerata nilai hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) di Yogyakarta pada tahun 2015 sebagai berikut, Kota Yogyakarta memperoleh rata-rata nilai 69, 12; Kabupaten Sleman memperoleh rata-rata nilai 67,04; Kabupaten Bantul memperoleh rata nilai 67,04; Kabupaten Gunung Kidul memperoleh rata-rata nilai 66,15; Kabupaten Kulonprogo memperoleh rata-rata-rata-rata nilai 65,91. Berdasarkan data tersebut Kota Yogyakarta menduduki nilai tertinggi, kualitas pendidikan di DIY, Kota Yogyakarta juga berada pada peringkat pertama. Namun, data dari Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta hasil UKG guru IPS di Kota Yogyakarta hanya 64,76, selain itu masih belum diketahui bagaimana hasil penilaian kinerja guru, karena data tentang Penilaian Kinerja Guru hanya


(21)

dimiliki oleh masing-masing sekolah, sehingga masih belum terdapat data yang menjelaskan bagaimana kinerja guru yang ada di Kota Yogyakarta.

Berbagai upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kinerja guru, seperti seminar, penataran, dan pelatihan. Meningkatkan kinerja guru memanglah tidak semudah membalikan telapak tangan. Peningkatkan kinerja guru memerlukan peran dari berbagai pihak. Salah satu pihak yang berperan dalam peningkatan kinerja guru yaitu kepala sekolah.

Kepala sekolah juga berperan dalam peningkatan kinerja guru serta keberhasilan pendidikan nasional. Wahjosumidjo (2010: 203) mengemukakan kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, sehingga kepala sekolah memiliki kewajiban untuk selalu mengadakan pembinaan dalam arti berusaha agar pengelolaan, penilaian, bimbingan, pengawasan, dan pengembangan pendidikan dapat dilaksanakan dengan lebih baik. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah juga menjelaskan kompetensi yang harus dimiliki kepala sekolah/madrasah yaitu kepala sekolah harus memenuhi kompetensi manajerial. Kompetensi manajerial tersebut salah satunya yaitu mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal dan melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.

Kepala sekolah memiliki tugas sebagai penanggungjawab administratif sekolah yang bertanggungjawab mengenai penyelenggaraan sekolah. Kepala


(22)

sekolah bertanggungjawab penuh dalam semua aspek operasional penyelenggaraan sekolah. Kepala sekolah seperti layaknya manajer perusahaan. Keberhasilan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh keberhasilan kepala sekolah dalam mengelola tenaga kependidikan yang tersedia di sekolah. Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang berpengaruh dalam peningkatan kinerja guru.

Peranan kepala sekolah dapat berpengaruh terhadap kinerja guru. Hal ini dapat terjadi karena salah satu fungsi kepala sekolah adalah mengadakan evaluasi dalam pelaksanaan kegiatan sekolah. Evaluasi atau penilaian kepala sekolah terhadap kinerja guru dilaksanakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali setahun, yaitu pada awal tahun ajaran dan akhir tahun ajaran.

Berdasarkan uraian di atas, menunjukan bahwa terdapat permasalahan tentang kinerja guru di Kota Yogyakarta, padahal kinerja guru merupakan salah satu komponen yang berperan penting dalam sistem pendidikan. Peran kepala sekolah sebagai manajer di sekolah yaitu sebagai penanggung jawab segala kegiatan yang berlangsung di sekolah. Sehingga kepala sekolah memiliki peranan untuk mengelola sumber daya manusia di sekolah (guru). Dengan dasar persepsi kepala sekolah terhadap kinerja guru diharapkan akan dapat menjelaskan bagaimana kinerja guru yang ada di Kota Yogyakarta. Dengan melihat latar belakang tersebut, maka timbulah keinginan untuk mengetahui bagaimana kinerja guru pendidikan IPS dilihat dari persepsi kepala sekolah. Untuk itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul


(23)

“Persepsi Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru IPS SMP di Kota

Yogyakarta”.

B.Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka dapat diindentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:

1. Guru telah memiliki sertifikat pendidik profesional tetapi kualitas pendidikan masih rendah.

2. Beban kerja guru yang berat menyebabkan guru kurang maksimal kinerjanya.

3. Kinerja guru yang rendah karena banyak guru yang tidak menekuni profesinya dengan utuh, sehingga mempengaruhi kedisiplinan dan persiapan saat mengajar.

4. Belum terdapat data yang menjelaskan bagaimana kinerja guru yang ada di Kota Yogyakarta.

C.Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, dan untuk menghindari meluasnya permasalahan karena keterbatasan penulis, maka dalam penelitian ini permasalahan yang akan diteliti dibatasi pada kinerja guru IPS SMP di Kota Yogyakarta berdasarkan persepsi kepala sekolah.

D.Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah dan pembatasan masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu bagaimana persepsi kepala sekolah terhadap kinerja guru IPS SMP di Kota Yogyakarta.


(24)

E.Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah tersebut, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui kinerja guru IPS SMP di Kota Yogyakarta berdasarkan persepsi dari kepala sekolah.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

Melalui penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan mengenai kinerja guru IPS SMP di Kota Yogyakarta. Selain itu dengan penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme guru yang dapat dilihat dari kinerjanya selama proses pembelajaran yang dilakukan. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Sekolah

Memberikan informasi bagi pihak sekolah (kepala sekolah) sebagai bahan masukan dalam mengambil kebijakan agar guru dapat melaksanakan kinerjanya dengan maksimal. Penelitian ini juga sebagai bahan evaluasi bagi guru untuk dapat meningkatkan kualitas kinerjanya. b. Bagi peneliti

Dapat menambah pengalaman dan pengetahuan peneliti mengenai kinerja guru sehingga dapat diterapkan ketika terjun dalam dunia pendidikan.


(25)

9

KAJIAN TEORI

A.Hakikat Persepsi 1. Pengertian Persepsi

Persepsi memiliki arti tanggapan atau penerimaan langsung dari sesuatu. Miftah thoha (1983: 138) mengemukakan pengertian persepsi sebagai suatu proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya melalui indera yang dimiliki. Wibowo (2013: 60) menjelaskan persepsi sebagai suatu proses yang memungkinkan kita mengorganisir informasi dan menginterpretasikan kesan terhadap lingkungan sekitarnya. Dengan demikian persepsi merupakan proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk dalam alat indera. Dalam memahami stimulus/informasi yang ada memerlukan pertimbangan informasi mana saja yang perlu diperhatikan, bagaimana mengkategorikan informasi, dan bagaimana menginterpretasikannya dalam kerangka kerja pengetahuan yang telah ada.

Bimo Walgito (2010: 99) mengemukakan pengertian persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu oleh alat indera atau juga disebut proses sensoris yang kemudian dilanjutkan dengan proses persepsi. Persepsi diawali dengan penginderaan. Persepsi bukan merupakan proses sekali jadi, melainkan suatu proses menggabungkan,


(26)

menginterpretasikan, dan akhirnya memberikan penilaian. Hasil akhir dari persepsi merupakan kesadaran individu terhadap keadaan di sekitarnya.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, peneliti menggunakan pengertian persepsi yang dikemukakan oleh Bimo Walgito yang menjelaskan persepsi sebagai proses proses menggabungkan, menginterpretasikan, dan akhirnya memberikan penilaian. Penginderaan yang dilakukan merupakan proses pengamatan yang bersifat kompleks dalam menerima dan menginterprtasikan informasi-informasi yang berada di lingkungan. Proses penginderaan hanya merupakan awal dari proses persepsi. Penginderaan hanya memberikan gambaran nyata tentang suatu obyek, sedangkan persepsi mampu memahami lebih dari gambaran nyata suatu obyek tersebut. Seseorang yang memiliki persepsi tentang suatu obyek berarti ia mengetahui, memahami, dan menyadari tentang onyek tersebut. Dalam proses persepsi individu akan mengadakan penyeleksian apakah stimulus itu berguna atau tidak baginya, serta menentukan apa yang terbaik untuk dilakukan.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi

Suatu obyek yang sama dapat dipersepsikan berbeda oleh orang yang berbeda. Perbedaan tersebut dikarenakan pengaruh beberapa faktor. Bimo Walgito (2010: 101) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu:


(27)

a. Obyek yang dipersepsi. Obyek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar dan dari dalam diri individu yang mempersepsi.

b. Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf. Alat indera merupakan alat untuk menerima stimulus. Disamping itu terdapat syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf (otak) dan syaraf motoris sebagai alat untuk melakukan respon. c. Perhatian. Perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan

dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan dari aktivitas individu yang ditunjukan kepada sesuatu atau sekumpulan obyek.

Robbins dan Judge dalam Wibowo (2013: 60-61) menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu:

a. Perceiver, yaitu orang yang memberikan persepsi. Perceiver

mengandung komponen sikap, motif, minat atau kepentingan.

b. Target, yaitu obyek yang menjadi sasaran persepsi. Faktor ini mengandung komponen sesuatu yang baru, gerakan, suara, besaran atau ukuran, latar belakang, kedekatan, dan kesamaan.

c. Situasi, yaitu keadaan pada saat persepsi dilakukan. Faktor ini mengandung komponen waktu, kerja, pengaturan kerja, dan pengaturan sosial.


(28)

Perbedaan pemilihan persepsi antara orang satu dengan yang lain dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang berasal dari luar maupun dari dalam (Miftah Thoha, 1983: 153). Faktor-faktor tersebut yaitu:

a. Faktor-fakor daril luar, antara lain:

1) Intensitas, semakin besar intensitas stimulus dari luar tentu semakin besar pula hal-hal itu dapat dipahami.

2) Ukuran, faktor ini menyatakan semakin besar ukuran obyek, maka semakin mudah untuk bisa diketahui dan dipahami. Bentuk ukuran suatu obyek akan mempengaruhi persepsi seseorang. Bentuk ukuran suatu obyek orang akan mudah menarik perhatian yang pada gilirannya dapat membentuk persepsinya.

3) Keberlawanan atau kontras. Prinsip ini menyatakan bahwa stimulus dari luar yang penampilannya berlawanan dengan latar belakang atau sekelilingnya atau sama sekali di luar sangkaan orang banyak, akan menarik banyak perhatian.

4) Pengulangan. Stimulus dari luar yang diulang akan memberikan perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan yang sekali dilihat. 5) Gerakan. Orang akan memberikan banyak perhatian terhadap obyek

yang bergerak dalam jangkauan pandangannya dibandingkan dari obyek yang diam.

6) Baru atau familier. Situasi eksternal yang baru maupun yang sudah dikenal dapat digunakan sebagai penarik perhatian.


(29)

b. Faktor-faktor dari dalam yaitu:

1) Belajar atau pemahaman, merupakan semua faktor dari dalam yang membentuk adanya perhatian kepada suatu obyek sehingga menimbulkan adanya persepsi adalah didasarkan dari kekomplekan kejiwaan. Kekomplekan kejiwaan ini selaras dengan proses pemahaman atau belajar dan motivasi yang dimiliki masing-masing orang.

2) Motivasi. Motivasi dan kepribadian tidak dapat dipisahkan dari proses belajar, keduanya memiliki dampak yang sangat penting. Sesuatu yang menarik perhatian sering kali lebih menimbulkan persepsi. 3) Kepribadian. Kepribadian, nilai-nilai dan juga umur dapat

memberikan dampak terhadap cara seseorang melakukan persepsi pada lingkungan sekitarnya.

Penelitian ini menggunakan pendapat dari Miftah Thoha yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang berasal dari dalam dan dari luar diri individu.

3. Proses Persepsi

Bimo Walgito (2010: 102) menyatakan bahwa persepsi terdiri dari adanya obyek yang menimbulkan stimulus, kemudian terjadi proses kealaman atau proses fisik dimana stimulus mengenai alat indera, lalu stimulus yang diterima panca indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak atau yang disebut proses fisiologis, dan berikutnya adalah proses psikologis atau proses interpretasi di dalam syaraf otak. Alat indera merespon suatu


(30)

stimulus kemudian diinterpretasikan oleh otak sehingga individu mengerti apa yang dimaksud oleh alat indera, hal inilah yang disebut persepsi.

Penginderaan manusia memiliki hubungan yang erat dengan persepsi. Penginderaan merupakan tahap awal terbentuknya sebuah persepsi. Persepsi seseorang dengan yang lain berbeda terhadap suatu obyek, hal ini disebabkan karena pengaruh dari beberapa faktor yang berasal dari dalam maupun dari luar individu.

Persepsi kepala sekolah terhadap kinerja guru merupakan suatu proses dimana kepala sekolah menginterpretasi serta memberikan respon/tanggapan terhadap stimulus (kinerja guru), termasuk respon dan kesan terhadap kinerja guru. Respon ini dapat berupa pendapat, tindakan, atau bahkan dalam bentuk penolakan terhadap stimulus. Persepsi kepala sekolah terhadap kinerja guru akan mempengaruhi sikap, perilaku, dan kebijakan yang diambil kepala sekolah.

B.Hakikat Kepala Sekolah 1. Pengertian Kepala Sekolah

Kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang memiliki peran penting. Hal ini dikarenakan kepala sekolah merupakan pemimpin yang lebih dekat dan langsung berubungan dengan pelaksanaan program pendidikan pada tiap-tiap sekolah. Ngalim Purwanto (2005: 101) mengemukakan terlaksana atau tidaknya program dan tujuan sekolah sangat tergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan.


(31)

Kepala sekolah merupakan gabungan dari kata “kepala” dan “sekolah”. Kata “kepala” dapat diartikan “ketua” atau “pemimpin” dalam suatu organisasi. Sedangkan “sekolah” adalah sebuah lembaga di mana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Jadi secara umum kepala sekolah dapat diartikan sebagai pemimpin sekolah atau suatu lembaga dimana tempat menerima dan memberi pelajaran.

Wahjosumidjo (2010: 83) kepala sekolah didefinisikan sebagai seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah. Kepala sekolah memimpin sekolah dimana proses belajar mengajar berlangsung atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.

Daryanto (2006: 80) menjelaskan kepala sekolah merupakan personel sekolah yang memiliki tanggung jawab terhadap seluruh kegiatan-kegiatan sekolah. Kepala sekolah mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan kegiatan pendidikan dalam lingkungan sekolah yang dipimpinnya.

Mulyasa (2005: 24) mengemukakan kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Hal ini dimaksudkan, kepala sekolah bertanggung jawab atas manajemen pendidikan secara mikro yang secara langsung berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah. Sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 12 ayat 1 PP No. 28 tahun 1990 bahwa: kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan,


(32)

administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pengertian kepala sekolah dari Daryanto yang menjelaskan kepala sekolah sebagai seseorang yang bertanggung jawab dalam kegiatan sekolah. Kepala sekolah sebagai personel sekolah memiliki tanggung jawab terhadap segala sumber daya yang ada dan memimpin seluruh kegiatan sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan bersama dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

2. Tugas, Peranan dan Tanggung Jawab Kepala Sekolah

Dalam satuan pendidikan, kepala sekolah menduduki dua jabatan penting untuk bisa menjamin kelangsungan proses pendidikan sebagaimana yang telah digariskan oleh peraturan perundang-undangan. Pertama, kepala sekolah adalah pengelola pendidikan di sekolah secara keseluruhan. Kedua,

kepala sekolah adalah pemimpin formal pendidikan di sekolahnya.

Moch. Idochi Anwar (2003: 75) juga menjelaskan kepala sekolah sebagai pengelola pendidikan yang bertangung jawab terhadap keberhasilan penyelenggaraan kegiatan pendidikan dengan melaksanakan administrasi sekolah dan seluruh substansinya. Kepala sekolah juga bertanggung jawab dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia yang ada agar mereka mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Sebagai pemimpin formal, kepala sekolah bertanggung jawab terhadap tercapainya tujuan pendidikan melalui upaya menggerakkan para bawahan ke arah pencapaian tujuan


(33)

pendidikan yang telah ditetapkan. Ini berarti kepala sekolah juga menjalankan fungsi kepemimpinan yang berhubungan dengan pencapaian tujuan pendidikan maupun penciptaan iklim sekolah yang kondusif dan terlaksananya proses belajar mengajar yang efektif dan efisien.

Kepala sekolah merupakan personel sekolah yang bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan-kegiatan sekolah (Daryanto, 2006: 80). Hal ini berarti kepala sekolah tidak hanya bertanggung jawab atas kelancaran jalannya sekolah secara teknis akademis saja, akan tetapi segala kegiatan yang ada pada lingkungan sekolah yang dipimpinnya termasuk menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar sekolah. Fungsi kepala sekolah menurut Daryanto (2006: 81-82) yaitu:

a. Merumuskan tujuan kerja dan pembuat kebijaksanaan (policy) sekolah. b. Pengatur tata kerja (mengorganisasi ) sekolah, yang mencakup:

1) Mengatur pembagian tugas dan wewenang. 2) Mengatur petugas pelaksana.

3) Menyelenggarakan kegiatan (mengkoordinasi). c. Pensupervisi kegiatan sekolah, meliputi:

1) Mengawasi kelancaran kegiatan. 2) Mengarahkan pelaksanaan kegiatan.

3) Mengevaluasi (menilai) pelaksanaan kegiatan.

4) Membimbing dan meningkatkan kemampuan pelaksana dan sebagainya.


(34)

Kepala sekolah yang efektif dalam mengelola program dan kegiatan pendidikan adalah yang mampu memberdayakan seluruh potensi kelembagaan dalam menentukan kebijakan, pengadministrasian dan inovasi kurikulum di sekolah yang dipimpinnya. Mulyasa (2003: 98-121) menjelaskan peran dan tanggung jawab kepala sekolah sebagai berikut: a. Kepala Sekolah Sebagai Edukator (Pendidik)

Kepala sebagai Pendidik harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolahnya, menciptakan iklim sekolah yang kondusif, memberikan nasehat kepada warga sekolah, memberikan dorongan pada seluruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik. Upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja sebagai pendidik, khususnya dalam meningkatkan kinerja tenaga kependidikan (guru) yaitu dengan memberikan kesempatan kepada guru untuk mengikuti berbagai pendidikan dan pelatihan secara teratur, memberikan kesempatan pada guru untuk berpartisipasi aktif dalam perkumpulan guru seperti Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), memberi kesempatan pada guru untuk mengikuti seminar, diskusi, lokakarya, penyediaan sumber belajar, melakukan Penilaian Kinerja Guru (PKG) sekurang-kurangnya 2 (dua) kali setahun, yaitu pada awal tahun dan akhir tahun ajaran.


(35)

b. Kepala Sekolah Sebagai Manajer

Kepala sekolah sebagai seorang manajer di sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga pendidikan melalui kerjasama, memberi kesempatan kepada guru untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.

c. Kepala Sekolah Sebagai Administrator

Kepala sekolah sebagai administrator harus memiliki kemampuan untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi personalia, mengelola administrasi peserta didik, mengelola administrasi sarana dan prasarana, mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan. Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara efektif dan efisien agar dapat menunjang produktivitas sekolah.

d. Kepala Sekolah Sebagai Supervisor

Supervisi merupakan suatu proses yang dirancang secara khusus untuk membantu para guru dan supervisor dalam mempelajari tugas sehari-hari di sekolah, agar dapat menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk memberikan layanan yang lebih baik pada orang tua peserta didik dan sekolah, serta berupaya menjadikan sekolah sebagai masyarakat belajar yang lebih efektif.

Kepala sekolah sebagai supervisor harus mewujudkannya dalam kemampuan menyusun dan melaksanakan program supervisi pendidikan serta memanfaatkan hasilnya. Kemampuan menyusun program supervisi


(36)

harus diwujudkan dalam penyusunan program supervisi kelas, pengembangan program supervisi untuk kegiatan ekstrakulikuler, pengembangan program supervisi perpustakaan, laboratorium, dan ujian. Kemampuan melaksanakan diwujudkan dalam program supervisi klinis dan nonlkinis, dan program supervisi kegiatan ekstrakulikuler. Sedangkan kemampuan memanfaatkan hasil supervisi pendidikan harus diwujudkan dalam pemanfaatan hasil supervisi untuk meningkatkan kinerja tenaga pendidikan seperti Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) dan pemanfaatan hasil supervisi untuk mengembangkan sekolah.

e. Kepala Sekolah Sebagai Leader

Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas. Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan berkomunikasi.

f. Kepala Sekolah Sebagai Innovator

Kepala sekolah sebagai innovator harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan


(37)

teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah, dan mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif.

g. Kepala Sekolah Sebagai Motivator

Kepala sekolah sebagai motivator harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar.

Teknik-teknik yang dapat digunakan kepala sekolah untuk menjalankan fungsinya yaitu dengan teknik yang bersifat kelompok dan individu (Syaiful Sagala, 2010: 174-191)

a. Teknik Bersifat Kelompok 1) Pertemuan Orientasi 2) Rapat Guru

3) Studi Kelompok Antar Guru 4) Diskusi

5) Lokakarya

6) Tukar Menukar Pengalaman 7) Diskusi Panel

8) Seminar 9) Simposium b. Teknik Individual


(38)

1) Kunjungan Kelas 2) Observasi Kelas 3) Intervisitasi

4) Menilai Diri Sendiri 5) Demontrasi Mengajar 6) Buletin Supervisi

Jadi dapat disimpulkan bahwa penilaian kepala sekolah adalah proses dan pemberian nilai dari kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah terhadap kinerja guru berdasarkan kriteria tertentu dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan di sekolah.

C.Hakikat Kinerja Guru IPS 1. Pengertian Kinerja Guru IPS

Dilihat dari arti kata kinerja berasal dari kata job performance atau

actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Jadi menurut arti bahasanya kinerja dapat diartikan sebagai prestasi atau tindakan yang dicapai dalam melaksanakan suatu kegiatan.

Kinerja dapat diartikan sebagai kemampuan kerja atau prestasi kerja atau hasil unjuk kerja. Hadari Nawawi (2006: 66) mengemukakan kinerja bukan sifat atau karakteristik individu, tetapi kemampuan kerja yang dapat dilihat dari cara bekerja dan hasil yang dicapai. Pengertian yang sama juga dikemukakan oleh Uhar Suharsaputra (2013: 167), kinerja merupakan kemampuan kerja atau prestasi kerja yang dilakukan pegawai untuk memperoleh hasil kerja yang optimal.


(39)

Kinerja adalah hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik organisasi tersebut bersifat profit oriented dan non profit oriented yang dihasilkan selama satu periode tertentu. (Irfan Fahmi, 2010: 2). Anwar Prabu Mangkunegara (2005: 9) mengemukakan kinerja adalah prestasi kerja atau hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM dalam periode waktu tertentu untuk melakasanakan kerja sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Suyadi Prawirosentono (2008: 2) menjelaskan pengertian kinerja sebagai hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau kelompok dalam organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Supardi (2013: 47) juga mengungkapkan pengertian kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang untuk mencapai tujuan berdasarkan atas standarisasi atau ukuran dan waktu yang disesuaikan dengan jenis pekerjaannya dan sesuai dengan norma dan etika yang telah ditetapkan. Kinerja sebagai hasil kerja seseorang didasarkan atas waktu untuk melaksanakan dan disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang dilakukan. Kinerja yang dilakukan juga secara legal sesuai dengan aturan yang berlaku.

Kinerja guru merupakan penampakan kompetensi yang dimiliki oleh guru, yaitu kemampuan sebagai guru dalam melaksanakan tugas-tugas dan yang dibebabkan kepadanya. Jasmani dan Syaiful Mustofa (2013: 156) mengemukakan kinerja guru adalah hasil kerja yang dicapai oleh guru di


(40)

lembaga pendidikan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya dalam mencapai tujuan pendidikan. Dengan kata lain, hasil kerja yang dicapai seorang guru dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhannya.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pengertian kinerja guru dari Jasmani dan Syaiful Mustofa yang menjelaskan kinerja guru sebagai hasil kerja guru dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Hasil kerja guru ditunjukan pada penampakan kompetensi yang dimiliki dalam melaksanakan tugasnya yang menghasilkan hasil yang memuaskan dan pencapaian tujuan pendidikan tidak hanya dalam bidang mengajar di dalam kelas tetapi kinerja di luar mengajar.

2. Faktor-Faktor yang Memperngaruhi Kinerja Guru

Kinerja guru merupakan hasil kerja, kemampuan, prestasi atau dorongan guru untuk melaksanakan pekerjaan. Kinerja terjadi karena terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi. Jasmani dan Syaiful Mustofa (2013: 160), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu:

a. Faktor dari dalam, meliputi motivasi, keterampilan, dan pendidikan. b. Faktor dari luar, meliputi iklim kerja, tingkat gaji.

Supardi (2013: 50) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja terdiri atas pengetahuan, keterampilan, motivasi, kepercayaan, nilai-nilai dan sikap. Anwar Prabu Mangkunegara (2005: 13-14), faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah:


(41)

a. Faktor Kemampuan (Ability)

Kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (Knowledge+ skill). Artinya pimpinan dan karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata dengan pendidikan memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari akan lebih mudah dalam mencapai kinerja maksimal.

b. Faktor Motivasi (Motivation)

Motivasi diartikan sebagai suatu sikap pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukan motivasi kerja dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut peneliti sependapat dengan pendapat Anwar Prabu Mangkunegara yang menjelasakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru yaitu faktor kemampuan dan faktor motivasi. Faktor kemampuan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kemampuan guru dalam menguasai kompetensi guru, sedangkan faktor motivasi yaitu kondisi lingkungan sekolah maupun diluar sekolah. 3. Indikator Kinerja Guru

Tiap individu, kelompok atau organisasi memiliki kriteria penilaian tertentu atas kinerja dan tanggung jawab yang diberikan. Supardi (2013: 49)


(42)

mengemukakan bahwa kinerja pegawai dapat dilihat dari seberapa baik kualitas pekerjaan yang dihasilkan, tingkat kejujuran dalam berbagai situasi, inisiatif dan prakarsa memunculkan ide-ide baru dalam melaksanakan tugas, sikap karyawan terhadap pekerjaan, kerjasama dan kendala, pengetahuan dan keterampilan tentang pekerjaan, pelaksanaan tanggung jawab, serta pemanfaatan waktu secara efektif.

Sardiman (2010: 164) mengemukakan terdapat sepuluh kompetensi guru yang merupakan profil kemampuan dasar bagi seorang guru. Sepuluh kompetensi tersebut meliputi: 1) Penguasaan bahan; 2) Pengelolaan program belajar mengajar; 3) Pengelolaan kelas; 4) Penggunaan media/sumber; 5) Penguasaan landasan pendidikan; 6) Mengelola interaksi belajar-mengajar; 7) Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran; 8) Mengenal fungsi dan program layanan bimbingan serta penyuluhan; 9) Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah; 10) Memahami prinsip-prinsip dan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.

Kinerja guru secara utuh dan menyeluruh mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional (Undang-Undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen). Keempat kompetensi tersebut telah dijabarkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 dan menjadi pedoman untuk melaksanakan tugas dan fungsinya, terutama dalam pembelajaran dan bimbingan.


(43)

a. Kompetensi Pedagogik

Kata pedagogik diturunkan dari bahasa Latin yang bermakna mengajari anak. Dalam makna modern, istilah pedagogy dalam bahasa Inggris merujuk pada seluruh konteks dan sumber daya operasi pengajaran dan pembelajaran yang secara nyata terlibat di dalamnya. Meski demikian, baik diambil dari bahasa Latin maupun Bahasa Inggris, kata pedagogik mempunyai makna yang kira-kira sama.

Sudarwan Danim (2010: 47) mengemukakan konsep paling tradisional dari pedagogik bermakna suatu studi tentang bagaimana menjadi guru. Lebih khusus lagi, awalnya kata pedagogik bermakna cara seseorang guru mengajar atau seni mengajar. Menurut Danim, konsep lebih modern tentang pedagogik merujuk pada strategi pembelajaran, dengan titik tekan pada gaya guru mengajar.

Kompetensi pedagogik sering dimaknai sebagai kemampuan mengelola pembelajaran. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir a dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Kompetensi pedagogik guru mencakup konsep kesiapan mengajar yang ditunjukan oleh penguasaan dan keterampilan mengajar. Marselus


(44)

R. Payong (2011: 29) mengemukakan bahwa kompetensi pedagogik terkait erat dengan kemampuan didaktik dan metodik yang harus dimiliki guru sehingga dapat menjadi pendidik dan pembimbing yang baik. Guru tidak hanya sebagai pengajar yang mentransfer ilmu, pengetahuan dan keterampilan kepada siswa tetapi juga merupakan pembimbing dan pendidik yang dapat membentuk siswa mengembangkan potensi yang dimiliki baik potensi akademis maupun non akademis.

Ayusita Mahanani (2011: 47) menjelaskan kemampuan pedagogik sebagai kemampuan pemahaman tentang peserta didik secara mendalam dan penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik. Pemahaman tentang peserta didik ini dimaksudkan sebagai pemahaman tentang psikologi perkembangan anak. Sedangkan pembelajaran yang mendidik meliputi kemampuan merancang pembelanjaran, mengimplementasikan pembelajaran, menilai proses dan hasil pembelajaran, dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan.

Kompetensi pedagogik bukanlah kompetensi yang hanya bersifat teknis belaka (Dwi Siswoyo, 2011: 130). Selain mencakup pemahaman dan perkembangan peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, serta sistem evaluasi pembelajaran seorang guru harus pula menguasai “ilmu pendidikan”. Sehingga kompetensi pedagogik sangatlah penting untuk dimiliki oleh guru untuk dapat menyelenggarakan pembelajaran dengan optimal.


(45)

Guru yang memiliki kompetensi pedagogik dapat memahami peserta didiknya, dengan memahami peserta didik guru dapat merancang perencanaan pembelajaran yang sesuai dengan karakter peserta didik. Dengan demikian, pelaksanaan pembelajaran dapat berlangsung dengan efektif dan efisien. Hal ini dikarenakan guru dapat mengetahui metode maupun media yang cocok digunakan saat pembelajaran. Selain itu, guru dapat merancang penilaian dengan memilih teknik penilaian yang tepat sesuai dengan apa yang ingin dinilai. Dengan memahami karakteristik peserta didik, guru dapat mengetahui potensi-potensi yang dimiliki peserta didik sehingga guru dapat membantu mengambangkan potensi yang dimiliki peserta didiknya tersebut.

Mulyasa (2013: 75), mengemukakan kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran meliputi hal berikut:

1) Memahami landasan kependidikan 2) Memahami peserta didik

3) Mengembangkan kurikulum/silabus 4) Merancang pembelajaran

5) Melaksanakan pembelajaran yang mendidik dan dialogis 6) Pemanfaatan teknologi pembelajaran

7) Evaluasi hasil belajar

8) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.


(46)

Syaiful Sagala (2011: 32) menjelaskan kompetensi pedagogik sebagai kemampuan dalam mengelola peserta didik yang meliputi:

1) Pemahaman guru tentang landasan dan filsafat pendidikan. 2) Pemahaman guru tentang potensi dan keberagaman peserta didik. 3) Kemampuan guru mengembangkan kurikulum/silabus dalam bentuk

dokumen maupun implementasi dalam bentuk pengalaman belajar. 4) Kemampuan guru menyusun rencana dan strategi pembelajaran sesuai

dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar.

5) Kemampuan guru melaksanakan pembelajaran yang mendidik dengan suasana dialogis dan interaktif.

6) Kemampuan guru melaksanakan evaluasi hasil belajar sesuai dengan prosedur dan standar yang dipersyaratkan.

7) Kemampuan guru mengembangkan bakat dan minat peserta didik melalui kegiatan intrakuler dan ekstrakurikuler untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya.

Sudarwan Danim (2013: 22) mengungkapkan lima sub kompetensi yang terkandung dalam kompetensi pedagogik guru, yaitu: 1) Pemahaman peserta didik yang mendalam.

2) Perencanaan pembelajaran, termasuk pemahaman tentang landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran.

3) Pelaksanaan pembelajaran.


(47)

5) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dari awal perencanaan pembelajaran sampai dengan evaluasi pembelajaran, sehingga dapat membimbing peserta didik untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. Kemampuan ini mencakup konsep kesiapan mengajar yang ditunjukan dengan penguasaan dan keterampilan mengajar. Pada penelitian ini indikator yang digunakan terkait dengan kompetensi pedagogik guru sesuai dengan kompetensi inti guru dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru, yaitu: 1) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, kultural,

emosional, dan intelektual.

2) Menguasai teori-teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.

3) Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran atau bidang pengembangan yang diampu.

4) Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.

5) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.

6) Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.


(48)

7) Berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan peserta didik.

8) Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. 9) Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan

pembelajaran.

10) Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

b. Kompetensi Kepribadian

Kepribadian setiap individu berbeda-beda dan memiliki keunikan tersendiri. Kepribadian dapat terbentuk dari bawaan sejak lahir akan tetapi dipengaruhi juga oleh lingkungan sekitar. Sjarkawi (2006: 11), kepribadian adalah karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan juga bawaan seorang sejak lahir

Nana Syaodih (2005: 136) mengungkapkan bahwa kepribadian merupakan keterpaduan antara aspek psikis dan aspek fisik. Keterpaduan aspek psikis dan fisik tersebut lebih dari sekedar penjumlahan ciri-ciri atau sifat-sifat menonjol atau yang lebih sering diperlihatkan kepada orang lain, sebab dalam keterpaduan terdapat hubungan fungsional yang saling mempengaruhi.

Baharuddin (2009: 209) merumuskan definisi kepribadian sebagai berikut: 1) Suatu kebulatan yang terdiri dari aspek-aspek fisik dan psikis;


(49)

2) Bersifat dinamis dalam hubungannya dengan lingkungan; 3) Kepribadian seseorang adalah khas, berbeda dari orang lain; 4) Kepribadian berkembang dengan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari luar dan dalam.

Berdasarkan rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa kepribadian adalah suatu keterpaduan dari sistem fisik dan psikis individu yang khas dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sehingga kepribadian yang dimiliki seseorang tidak terjadi secara spontan tetapi sebagai hasil dari bawaan dan penyesuaian dengan lingkungan.

Sebagai individu yang berkecimpung di dunia pendidikan, guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik.

Ungkapan “guru bisa digugu dan ditiru” mengandung makna bahwa

seorang guru haruslah dapat dipercaya dan dapat menjadi teladan, sehingga sebagai seorang guru haruslah memiliki kepribadian yang baik.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir b, dikemukakan bahwa kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Mulyasa (2013: 117) mengemukakan bahwa setiap guru dituntut memiliki kompetensi kepribadian yang memadai, bahkan menjadi landasan bagi kompetensi-kompetensi lainnya. Hal ini dikarenakan guru tidak hanya dituntut untuk mampu memaknai


(50)

pembelajaran, tetapi bagaimana guru dapat menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik.

Kompetensi kepribadian adalah kesiapan mental, kepribadian, dan moralitas guru untuk mengemban amanah sebagai guru (Ayusita Mahanani, 2011: 51). Sehingga kompetensi kepribadian ini haruslah tercermin dalam sikap dan perilaku guru dalam kehidupan sehari-hari, baik selama kegiatan pembelajaran di sekolah maupun di luar sekolah.

Moh Roqib dan Nurfuadi (2009: 122) berpendapat bahwa kompetensi kepribadian adalah kompetensi yang berkaitan dengan perilaku pribadi guru itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai luhur sehingga terpancar dalam perilaku sehari-hari. Hal ini dengan sendirinya berkaitan erat dengan falsafah hidup yang mengharapkan guru menjadi model manusia yang memiliki nilai-nilai luhur. Nilai-nilai luhur tersebut diharapkan bisa menjadi teladan bagi peserta didiknya.

Martinis Yamin dan Maisah (2010: 9) mengemukakan pendapat tentang kompetensi kepribadian sebagai kemampuan personal yang dimiliki guru. Kompetensi kepribadian guru dapat digambarkan sebagai berikut: 1) Mantap; 2) Stabil; 3) Dewasa; 4) Arif dan bijaksana; 5) Berwibawa; 6) Berakhlak mulia; 7) Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; 8) Mengevaluasi kinerja sendiri; 9) Mengembangkan diri secara berkelanjutan


(51)

Kunandar (2011: 75) mengemukakan standar kompetensi kepribadian guru, yaitu:

1) Mantap dan stabil. 2) Dewasa.

3) Disiplin dan arif. 4) Berwibawa.

5) Berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang harus dimiliki guru yang tercermin dari tata kelakuan, tutur kata, dan perilaku sehari-hari. Dalam penelitian ini indikator yang digunakan terkait dengan kompetensi kepribadian guru sesuai dengan kompetensi inti guru dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru, yaitu:

1) Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.

2) Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.

3) Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.

4) Menunjukan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.


(52)

c. Kompetensi Profesional

Istilah profesional berasal dari profession. Arifin (1995: 105) mengemukakan bahwa profession mengandung arti yang sama dengan kata occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau pelatihan khusus. Martinis Yamin (2007: 3) mengemukanan profesi mempunyai pengertian seseorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur berlandaskan intelektualitas.

Kunandar (2011: 45) menyebutkan bahwa profesional berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Jadi, profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu.

M. Uzer Usman (2010: 14-15) mengemukakan bahwa profesional merupakan sebuah pekerjaan yang memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Kata profesional itu sendiri berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperi guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain, pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu


(53)

dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.

Berdasakan pendapat para ahli tentang profesional tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa profesional merupakan keahlian, kemampuan, dan keterampilan seseorang terhadap pekerjaan yang dimiliki yang diperoleh melalui pendidikan atau pelatihan. Hal ini berarti guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. (M. Uzer Usman 2010: 14-15). Atau dengan kata lain, guru profesional adalah orang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya.

Guru yang profesional tentunya harus memiliki kompetensi profesional. Kompetensi profesional merupakan kompetensi yang harus dikuasai guru dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas utamanya, yaitu mengajar. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir c kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan guru untuk membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Pendidikan Nasional. Ayusita Mahanani (2011:56) menjelaskan kompetensi profesional sebagai kemampuan melaksanakan tugas pokok


(54)

guru di bidang pembelajaran secara optimal, terutama dalam hal penguasaan dan pengembangan materi pembelajaran.

Dwi Siswoyo (2011: 130) mengemukakan kompetensi profesional sebagai kemampuan yang harus dimiliki pendidik di sekolah berupa penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Dalam hal ini mencakup penguasaan materi pelajaran yang diampu, penguasaan kurikulum dan silabus sekolah, metode khusus pembelajaran bidang studi, dan wawasan etika dan pengembangan profesi. Martinis Yamin dan Maisah (2010: 11) mengemukakan kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi yang dimiliki, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuan.

Dwi Siswoyo (2011: 136) menjelaskan prinsip-prinsip profesionalisme guru sebagai berikut:

1) Berdasarkan minat, panggilan jiwa, dan idealisme.

2) Profesi yang menuntut komitmen tinggi terhadap peningkatan mutu pendidikan, iman taqwa dan akhlak mulia.

3) Kualifikasi akademik dan latarbelakang pendidikan yang relevan. 4) Memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugasnya di sekolah. 5) Menuntut tanggungjawab tinggi atas tugas profesinya demi kemajuan


(55)

Yamin dan Maisah (2010: 11) juga menjelaskan kompetensi profesional secara lebih ringkas sebagai berikut:

1) Memiliki konsep struktur dan metode keilmuan yang sesuai dengan materi ajar yang diampu.

2) Materi ajar yang diampu ada dalam kurikulum sekolah. 3) Saling berhubungan antar mata pelajaran yang terkait.

4) Menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. 5) Menggunakan konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan

budaya nasional.

M. Uzer Usman (2010: 17-19), kompetensi profesional yang harus dipenuhi atau dimiliki seorang guru atau calon guru adalah:

1) Penguasaan terhadap landasan pendidikan, yakni memahami tujuan pendidikan agar dapat mencapai tujuan pendidikan nasional, memahami fungsi sekolah sebagai bagian dalam masyarakat, memahami prinsip-prinsip psikologi pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam proses belajar mengajar.

2) Penguasaan terhadap bahan pengajaran yang diampu, yakni menguasai bahan pengajaran kurikulum pendidikan dasar dan menengah, menguasai bahan pengayaan.

3) Memiliki kemampuan untuk menyusun program pengajaran, yakni menetapkan tujuan pembelajaran, memilih dan mengembangkan bahan pembelajaran, memilih dan mengembangkan strategi belajar


(56)

mengajar, memilih dan mengembangkan media pengajaran yang sesuai, memilih dan memanfaatkan sumber belajar.

4) Melaksanakan program pembelajaran sesuai dengan program yang telah disusun, yakni menciptakan iklim belajar yang tepat, mengatur ruangan belajar, dan mengolah interaksi belajar mengajar.

5) Melaksanakan penilaian hasil dan proses belajar mengajar, yakni menilai prestasi murid untuk kepentingan pengajaran dan menilai proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.

Berdasarkan berbagai pendapat tentang kompetensi profesional nampak bahwa kompetensi profesional merupakan kompetensi yang harus dikuasai guru dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas utamanya mengajar. dengan demikian kompetensi profesional membantu guru dalam menguasai jenis-jenis materi pembelajaran, mengurutkan materi pembelajaran, mengorganisasikan materi pembelajaran, dan mendayagunakan sumber belajar sebaik mungkin agar menghasilkan siswa yang berkualitas.

Mulyasa (2013: 136-138) mengemukakan secara lebih khusus kompetensi profesional guru sebagai berikut:

1) Pemahaman terhadap Standar Nasional Pendidikan

2) Kemampuan mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 3) Penguasaan materi pembelajaran yang diampu.

4) Pengelolaan program pembelajaran. 5) Kemampuan mengelola kelas.


(57)

6) Menggunakan media dan sumber pembelajaran saat pembelajaran berlangsung.

7) Penguasaan terhadap landasan kependidikan.

8) Memahami dan melaksanakan pengembangan peserta didik. 9) Memahami dan menyelenggarakan administrasi sekolah. 10) Memahami penelitian dalam pembelajaran.

11) Menampilkan keteladanan dan kepemimpinan dalam pembelajaran. 12) Mengembangkan teori dan konsep dasar pendidikan.

13) Memahami dan melaksanakan konsep pembelajaran individual.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi profesional guru adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan guru dapat melaksankan tugas utamanya yaitu mengajar. Kompetensi profesional mengacu pada perbuatan yang bersifat rasional dan memiliki spesifikasi tertentu dalam melaksanakan tugas kependidikan. Guru sebagai tenaga profesional dituntut untuk memiliki kemampuan yang sesuai dengan bidangnya. Dalam penelitian ini indikator yang digunakan terkait dengan kompetensi profesional guru sesuai dengan kompetensi inti guru dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru, yaitu:

1) Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.


(58)

2) Menguasai standar kompetensi, dan kompetensi dasar mata pelajaran atau bidang pengembangan yang diampu.

3) Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif. 4) Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan

melakukan tindakan reflektif.

5) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.

d. Kompetensi Sosial

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sosial diartikan sebagai suatu yang berhubungan dengan masyarakat. Sedangkan kata sosialisasi diartikan sebagai proses belajar seorang anggota masyarakat untuk mengenal dan menghayati kebudayaan masyarakat dilingkungannya. Jadi kata sosial erat kaitannya dengan kehidupan yang berhubungan dengan orang lain yang berada di lingkungan sekitar tempat kita hidup, karena manusia tidak akan mampu hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Hal ini berarti kompetensi sosial guru berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

Guru merupakan bagian dari kehidupan sosial masyarakat sehingga guru dituntut untuk memiliki kompetensi sosial yang memadai. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir d kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul


(59)

secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Agus Wibowo dan Hamrin (2012: 124) mengemukakan kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi, menjalin kerja sama, dan berinteraksi secara efektif dan efisien, dengan anak didik, sesama pendidik, orang tua/wali, maupun dengan masyarakat sekitar.

Ayusita Mahanani (2011: 54) menjelaskan kompetensi sosial adalah kemampuan guru dalam menjalin relasi yang positif, empatik, dan santun dengan atasan, sesama guru dan pegawai, siswa, wali, murid, dan masyarakat. Dwi Siswoyo (2011: 131) mengemukakan kompetensi sosial sebagai kompetensi yang harus dimiliki guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengen peserta didik, sesama guru, orang tua/wali, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini mencerminkan sikap profesional guru di hadapan anak didik maupun masyarakat sekitar.

Moh Roqib dan Nurfuadi (2009: 132) mendefinisikan kompetensi sosial guru merupakan kemampuan guru dalam memahami dirinya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan mampu mengembangkan tugas sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Kompetensi sosial juga mengandung arti bahwa seorang guru tidak boleh membeda-bedakan peserta didik meski berbeda latar belakang ekonomi, sosial, maupun budayanya. Seorang guru harus bisa bersikap obyektif dimanapun berada.


(60)

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang nampak pada kemampuannya untuk berkomunikasi secara efektif dengan lingkungan sekolah maupun dengan lingkungan masyarakat.

Martinis Yamin dan Maisah (2010: 12) secara ringkas menerangkan kompetensi sosial guru sebagai berikut:

1) Berkomunikasi lisan dan tulisan

2) Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional 3) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga

kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan 4) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar

Kompetensi sosial guru memiliki poin-poin yang mencakup kewajiban seorang guru untuk ditetapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mulyasa (2013: 173) telah menguraikan hal tersebut lebih lanjut dalam RPP tentang guru, bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat, yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi untuk:

1) Berkimunikasi secara lisan, tulisan, dan isyarat.

2) Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional. 3) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga

kependidikan, orang tua/wali peserta didik. 4) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.


(61)

Dalam penelitian ini indikator yang digunakan terkait dengan kompetensi sosial guru sesuai dengan kompetensi inti guru dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru, yaitu:

1) Bersifat inklusif dan bertindak objektif serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.

2) Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.

3) Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.

4) Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.

4. Penilaian Kinerja Guru

Penilaian kinerja mempunyai hubungan dengan produktivitas suatu organisasi karena merupakan indikator dalam menentukan usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Penialaian kinerja guru juga digunakan untuk mengetahui apakah tugas, tanggung jawab, dan wewenang guru sudah terlaksana atau belum.

Kemendiknas (2011: 1) menjelaskan penilaian kinerja guru diperlukan untuk menjamin terjadinya proses pembelajaran yang berkualitas di semua jenjang pendidikan. Penilaian kinerja guru bermanfaat untuk mengetahui perkembangan dan kemajuan sesuai dengan standar yang telah ditentukan


(62)

dan sekaligus sebagai umpan balik bagi guru untuk dapat memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya.

Mulyasa (2013: 90) menjelaskan pengertian penilaian kinerja guru sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja guru melalui pembinaan dan pengawasan yang dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan. Pembinaan dan pengawasan tersebut dapat dilakukan oleh sesama guru, kepala sekolah, maupun pengawas.

Nanang Priatna (2013: 1) mengemukakan penilaian kinerja guru merupakan sistem penilaian yang dirancang untuk mengidentifikasi kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya melalui pengukuran penguasaan kompetensi yang ditunjukan dalam unjuk kerjanya. Kompetensi dalam penilaian kinerja guru disesuaikan dengan amanat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru yaitu Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Profesional, dan Kompetensi Sosial.

Kemendiknas (2011: 3) fungsi utama dari penilaian kinerja guru yaitu untuk menilai kemampuan guru dalam menerapkan kompetensi dan keterampilan yang diperlukan serta untuk mengehitung angka kreditnya. Hasil dari penilaian kinerja guru dapat menggambarkan kekuatan dan kelemahan guru dalam rangka memperbaiki maupun meningkatkan kualitas kinerjanya. Penilaian kinerja guru juga menjadi acuan untuk menentukan kebijakan dari kepala sekolah terkait dengan peningkatan kinerja dan mutu sekolah.


(63)

D.Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Arum Mita Pertiwi (Skripsi). Mahasiswi jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi yang meneliti tentang “Persepsi Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan di SD/MI se-Kecamatan Wadaslintang Kabupaten Wonosobo” penelitian tersebut menyatakan bahwa pe rsepsi kepala sekolah terhadap kinerja guru penjasorkes tingkat SD/MI se-Kecamatan Wadaslintang Kabupaten Wonosobo menunjukan kriteria tinggi yaitu 84,79% atau dengan total skor rata-rata 83, 94 dari total skor 99, dengan distribusi sebagai berikut: kompetensi kepribadian sebesar 89,15% atau dengan rata-rata 21,40% dari total skor 24, kompetensi pedagogik sebesar 87,34% dengan skor rata-rata 20,96 dari skor total 24, kompetensi profesional sebesar 79,82% dengan skor rata-rata 26,34 dari total skor 33, dan kompetensi sosial sebesar 84,70% dengan skor rata-rata 15,25 dari total skor 18. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu sama-sama meneliti kinerja guru. Perbedaan penelitian terletak pada obyek yang diteliti dan lokasi penelitian. Pada penelitian yang dilakukan oleh Arum Mita Pertiwi obyek penelitian adalah guru penjasorkes SD/MI di Kecamatan Wadaslintang Kabupaten Wonosobo. Sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti obyek penelitiannya adalah guru IPS SMP di Kota Yogyakarta.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Asih Rahayu (Skripsi), yang meneliti tentang “Peran Kepala Sekolah sebagai Motivator dalam Pengoptimalan


(64)

Kinerja Guru dan Karyawan di SMK Yayasan Pendidikan Ekonomi (YPE) Cilacap”. Penelitian tersebut menyatakan bahwa peran kepala sekolah sebagai motivator untuk mengoptimalkan kinerja guru dan karyawan di SMK YPE Cilacap yaitu dengan 1) membuat empat program, yaitu a) memfokuskan pada pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar di sekolah, b) mengembangkan kreativitas guru dalam mengajar dengan membuat program tahunan, program semester, dan rencana program pembelajaran (yang mengikuti kurikulum terbaru yakni kurikulum 2013), c) penyediaan sarana dan prasarana, dan d) menegakan disiplin di lingkungan sekolah dengan memberikan contoh hadir tepat waktu pada jam kerja; 2) pelaksanaan program berjalan cukup baik. Meskipun masih ada kendala, kepala sekolah bersikap tanggap terhadap permasalahan yang ada dan melakukan pengawasan secara langsung dan tidak langsung; 3) kepala sekolah melakukan evaluasi kinerja guru dan karyawan mulai dari proses pelaksanaan sampai dengan pembuatan laporan hasil kerja. Perbedaan dengan penelitian tersebut yaitu pada obyek yang diteliti. Penelitian Asih Rahayu meneliti peran dari kepala sekolah sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu tentang penilaian kepala sekolah.

E.Kerangka Berpikir

Persepsi kepala sekolah terhadap kinerja guru merupakan suatu proses dimana kepala sekolah memberikan respon/tanggapan terhadap kinerja guru. Persespi dilakukan berdasarkan pengumpulan data/informasi termasuk juga


(65)

respon dan kesan terhadap kinerja yang dilakukan oleh guru dalam melakasanakan tugas-tugas kependidikan di sekolah.

Persepsi kepala sekolah terhadap kinerja guru akan mempengaruhi sikap, perilaku, dan kebijakan yang akan diambil kepala sekolah tersebut. Sesuai dengan Undang-Undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen kinerja guru pada penelitian ini mencakup empat kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional.

Melalui persepsi kepala sekolah tersebut akan menjelaskan atau menggambarkan bagaimana kinerja guru IPS. Melalui hasil yang diperoleh tersebut dapat menjadi bahan bagi kepala sekolah untuk mengambil kebijakan agar guru dapat memiliki kinerja yang lebih baik, selain itu dapat pula sebagai masukan bagi guru untuk memperbaiki dan mengembangkan kinerjanya.


(66)

Kerangka yang telah dijelaskan diilustrasikan pada gambar sebagai berikut:

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Penelitian Kinerja Guru

Penilaian Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru IPS Pengamatan Kepala Sekolah Terhadap Guru

Kompetensi Sosial Kompetensi

Profesional Kompetensi

Kepribadian Kompetensi


(67)

51

METODE PENELITIAN

A.Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan teknik pengumpulan data menggunakan angket. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu (Saifuddin Azwar, 2014: 7). Suharsimi Arikunto (2009: 234) mengemukakan bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai suatu status gejala yang ada, yaitu keadaan menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Jadi penelitian deskriptif merupakan penelitian yang mengambarkan secara sistematik suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja guru IPS di SMP di Kota Yogyakarta berdasarkan persepsi kepala sekolah.

B.Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP-SMP yang berada dalam wilayah Kota Yogyakarta. Penelitian dimulai dari penentuan judul, penyusunan proposal penelitian, seminar proposal penelitian, pengumpulan data penelitian, hingga pembuatan laporan penelitian. Waktu penelitian yaitu pada November 2015 sampai dengan Juni 2016.


(68)

C.Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel Penelitian

Variabel dapat diartikan sebagai obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Suharsini Arikunto, 2006: 116).

Variabel pada penelitian ini yaitu kinerja guru. Kinerja guru IPS adalah hasil kerja guru IPS yang ditunjukan pada penampakan kompetensi yang dimiliki dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk mencapai tujuan pendidikan tidak hanya dalam bidang mengajar di dalam kelas tetapi kinerja di luar mengajar.

2. Definisi Operasional Variabel

Persepsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah persepsi kepala sekolah terhadap kinerja guru IPS SMP di Kota Yogyakarta. Persepsi kepala sekolah terhadap kinerja guru didasarkan pada hasil interpretasi serta respon/tanggapan yang diberikan kepala sekolah terhadap stimulus (kinerja guru). Indikator kinerja yang digunakan pada penelitian ini sesuai dengan Undang-Undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Indikator kinerja guru tersebut mencakup empat kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional.

a. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan


(69)

pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

b. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia.

c. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

d. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan guru untuk membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Pendidikan Nasional.

D.Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Suharsini Arikunto, 2006: 130). Dalam penelitian ini populasinya adalah guru IPS SMP yang unit kerjanya di Kota Yogyakarta yang berjumlah 114 guru, namun dalam penelitian ini kinerja guru dinilai berdasarkan persepsi dari kepala sekolah yang berjumlah 48 kepala sekolah yang unit kerjanya di Kota Yogyakarta.


(70)

Tabel 1. Jumlah Guru dan Kepala Sekolah IPS SMP di Kota Yogyakarta No. Status

Sekolah Nama Sekolah

Jumlah Kepala Sekolah Jumlah Guru IPS

1 Negeri SMP Negeri 1 Yogyakarta 1 3

2 Negeri SMP Negeri 2 Yogyakarta 1 4

3 Negeri SMP Negeri 3 Yogyakarta 1 3

4 Negeri SMP Negeri 4 Yogyakarta 1 4

5 Negeri SMP Negeri 5 Yogyakarta 1 6

6 Negeri SMP Negeri 6 Yogyakarta 1 4

7 Negeri SMP Negeri 7 Yogyakarta 1 4

8 Negeri SMP Negeri 8 Yogyakarta 1 6

9 Negeri SMP Negeri 9 Yogyakarta 1 3

10 Negeri SMP Negeri 10 Yogyakarta 1 3

11 Negeri SMP Negeri 11 Yogyakarta 1 3

12 Negeri SMP Negeri 12 Yogyakarta 1 3

13 Negeri SMP Negeri 13 Yogyakarta 1 2

14 Negeri SMP Negeri 14 Yogyakarta 1 2

15 Negeri SMP Negeri 15 Yogyakarta 1 4

16 Negeri SMP Negeri16 Yogyakarta 1 5

17 Swasta SMP Muh. 3 Yogyakarta 1 4

18 Swasta SMP Muh. 4 Yogyakarta 1 2

19 Swasta SMP Muh. 5 Yogyakarta 1 1

20 Swasta SMP Muh. 6 Yogyakarta 1 1

21 Swasta SMP Muh. 7 Yogyakarta 1 3

22 Swasta SMP Muh. 8 Yogyakarta 1 2

23 Swasta SMP Muh. 9 Yogyakarta 1 2

24 Swasta SMP Muh. 10 Yogyakarta 1 2

25

Swasta MTS Muhammadiyan Karang Kajen

1 2

26

Swasta MTS Muhammadiyah Gedong Tengen

1 1

27 Swasta SMP Piri 1 Yogyakarta 1 2

28 Swasta SMP Piri 2 Yogyakarta 1 1

29 Swasta SMP Budi Luhur Yogyakarta 1 1

30

Swasta SMP Taman Dewasa IP Yogyakarta

1 2

31

Swasta SMP Taman Dewasa Kumendaman


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

PENGARUH PERSEPSI GURU TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, BUDAYA SEKOLAH, DAN PENGELOLAAN STRES TERHADAP KINERJA GURU DI SMP NEGERI KOTA GUNUNGSITOLI.

0 3 39

PERSEPSI GURU TENTANG POLA MANAGERIAL KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI GURU TERHADAP KINERJA GURU SEKOLAH Persepsi Guru Tentang Pola Managerial Kepala Sekolah Dan Motivasi Guru Terhadap Kinerja Guru Sekolah Menengah Pertama Negeri Di Kecamatan Kebakkramat Tah

0 4 17

PENGARUH PROFESIONALISME GURU DAN PERSEPSI GURU TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA Pengaruh Profesionalisme Guru Dan Persepsi Guru Tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru Di SMA Sragen Kota.

0 2 12

PENDAHULUAN Pengaruh Profesionalisme Guru Dan Persepsi Guru Tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru Di SMA Sragen Kota.

0 3 7

HUBUNGAN IKLIM ORGANISAI DAN PERSEPSI TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DENGAN KINERJA GURU DI SMP NEGERI KOTA MEDAN.

0 1 12

HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DAN PERSEPSI TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DENGAN KINERJA GURU DI SMP NEGERI KOTA MEDAN.

0 0 22

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN PERSEPSI GURU TERHADAP SUPERVISI KEPALA SEKOLAH DENGAN KINERJA GURU SMP NEGERI DI KOTA MEDAN.

0 2 21

PENGARUH KINERJA KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA GURU TERHADAP BUDAYA MUTU PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) NEGERI : Survey Terhadap Persepsi Guru di Kota Bandung.

0 16 93

Pengaruh Komitmen Guru dan Persepsi Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru SMA Negeri Di Kota Sawahlunto.

0 1 15

PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KOHESIVITAS GURU DI SMP NEGERI KOTA YOGYAKARTA.

0 0 194