ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR, INFLASI, DAN SUKU BUNGA TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2007 – 2015

(1)

THE ANALYSIS OF EXCHANGE RATE, INFLATIAON, AND BANK RATE INFLUENCE TOWARD INDONESIAN COMPOSITE INDEX IN INDONESIAN STOCK EXCHANGE

PERIOD 2007 2015

Oleh

SATRIO ANGGA MURTI 20120410208

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

iv Denganinisaya ,

Nama : SatrioAngga Murti

NomorMahasiswa : 20120410208

MenyatakanbahwaSkripsiinidenganjudul : “ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR,

INFLASI, DAN SUKU BUNGA TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM

GABUNGAN DI BURSA EFEK INDOENSIA PERIODE 2007-2015” tidak terdapat

karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain. Kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam DaftarPustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan

Yogyakarta, 18Juni 2016


(3)

v (QS.3:159)

“Berangkatlah, baik kamu merasa ringan atau berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu”

(QS.At-Taubah: 41)

“ Tak seorang pun pernah dihormati karena apa yang dia terima. Kehormatan adalah

perngahrgaan bagi orang yang telata memberikan sesuatu yang berarti”

( Calvin Coolidge)


(4)

vi

Segala puji atas rahmat dan hidayah-Nya serta syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan kesehatannya sehingga saya bisa menyelesaikan karya pertama ini dengan baik. Oleh karena itu, dengan rasa bangga dan bahagia saya ingin mempersembahkan sebuah hasil perjuangan saya kepada mereka yang istimewa yakni :

1. Kedua orang tua saya tercinta, Bapak Munir Hatiin dan Ibu Hj, Marhaeti,

terimakasih atas semua yang sudah diberikan darimulai kasih sayang yang tiada hentinya begitu pula dengan doa yang tiada hentinya. Saya berharap kedua orang tua saya sehat selalu

2. Saudara tercinta Dedi Murti Prawira, Muh. Syafril Murti, Agung Anugerah Murti

dan Salwa Atika yang selalu memberikan motivasi dan doanya .

3. Ibu Lela HindasahSE.M,Si atas segala waktu dan pikiran yang diberikan selama ini,

semua masukan yang berikan, kesabaran dalam membimbing saya.

4. Untuk teman seperjuangan skiripsi Shafira Ayu zulfawani, yang selalu ada

memotivasi disaat rasa malas datang untuk mengerjakan skripsi.

5. Untuk teman seperantauan, Muhajir, Fakhril Fawwaz, Sajono setiawan, Rizal Ardi

Setiawan, Ipung Indra Herdianto dan anak manajemen F Yang selama ini turut membantu dengan support maupun dalam proses pencarian referensi.


(5)

vii

7. Untuk teman serumah perumahan griya tirtanirmala asri, Sakti, Novi dan adel yang


(6)

viii

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh variable makro yaitu: Nilai tukar, inflasi dan sukubunga terhadap IHSG di bursa efek Indonesia. Periode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah Sembilan tahun, yaitu mulai tahun 2007 sampai

dengan tahun 2015. Teknik analisis yang digunakan adalah Uji Error correction model.

Hasil penelitian menemukan bahwah hanya kurs rupiah yang berpengaruh signifikan terhadap IHSG. Hal ini dibuktikan dengan nilai siginifkansi sebesar 0,0019. sedangkan inflasi dan suku bunga tidak berpengaruh signifikan terhadap IHSG. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi inflasi 0,6431dan suku bunga nilai signifikansi 0,9478. Penelitian ini hanya menggunakan tiga variabel makro ekonomi, sehingga penelitian selanjutnya perlu menemukan variabel makro ekonomi lain yang diduga berpengaruh terhadap IHSG.


(7)

ix

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan penyusunan skiripsi ini. Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada umatnya hingga akhir zaman, amin.

Penulisan skiripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomoi pada Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyayakarta.

Judul skripsi yang penulis susun adalah “ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR,

INFLASI DAN SUKU BUNGA TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2007 - 2015”

Penulis menyadari dalam penyusunan dan penulisan skiripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Nano Prawoto SE.,M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta

2. Ibu Retno Widowati PA.,M.Si Ph.D selaku kepala Program Studi Manajemen


(8)

x

dan bimbingannya selama saya menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

5. Ayah dan Ibu serta saudara-saudaraku yang senangtiasa memberikan dorongan dan

perhatian kepada penulis hingga dapat mnyelesaikan skripsi ini.

6. Staf dan Karyawan FakultasEkonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Terimakasih kepada semua orang yang disebutkan di atas untuk segala budi dan amal baiknya selama ini semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna maka dari itu penulis mengharapkan kritik maupun saran demi perbaikan kedepannya. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Yogyakarta, 18 Juni 2016 Penulis


(9)

xi

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

INTISARI ... viii

ABSTRAK ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. LatarBelakang ... 1

B. RumusanMasalahPenelitian... 5


(10)

xii

A. LandasanTeori ... 7

1. Pasar Modal... 7

a. PenawaranperdanakePublik ... 7

b. Pasar Modal Sekunder ... 9

2. IndeksHargaSaham ... 12

3. Analisis Fundamental “top down” ... 16

4. Variabelekonomimakro ... 18

a. Nilaitukar ... 19

b. Inflasi ... 20

c. Sukubunga ... 30

d. ProdukDomestikBruto ... 39

e. Tingkat Pengangguran ... 40

f. JumlahUangBeredar ... 41

B. HasilPenelitianTerdahulu ... 42

C. Hipotesis ... 46

1. Pengaruhnilaikursterhadap IHSG ... 46

2. PengaruhInflasiterhadap IHSG ... 48

3. PengaruhSukuBungaterhadap IHSG ... 50


(11)

xiii

A. Subyek/obyekPenelitian ... 54

B. Jenis data ... 54

C. TeknikPengambilanSampel ... 54

D. TeknikPengumpulanData ... 55

E. Definisioperasionalvariabel ... 56

1. Nilaitukar ... 56

2. Inflasi ... 56

3. SukuBunga ... 57

4. IndeksHargasahamGabungan ... 58

F. UjiKualitas Instrument Data ... 58

1. UjiStasioneritas ... 61

2. UjiDerjatIntegrasi ... 62

3. UjiKointegrasi ... 62

4. UjiAsumsiKlasik ... 63

a. UjiNormalitas ... 63

b. UjiMultikolinieritas ... 63

c. UjiHeteroskedastisitas ... 64


(12)

xiv

1. UjiStasionersitas ... 73

2. UjiderajatIntegrasi ... 75

3. UjiKointegrasi ... 76

4. Uji ECM ... 77

5. UjiAsumsiKlasik ... 80

a. UjiAutokorelasi ... 80

b. UjiMultikolinearitas ... 81

c. UjiNormalitas ... 81

d. UjiHeteroskedastisitas ... 82

C. HasilPenelitian (UjiHipotesis) ... 82

D. Pembahasan ... 84

BAB V SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN ... 92

A. Simpulan ... 92

B. Saran ... 93

C. KeterbatasanPenelitian ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 95


(13)

xv

Tabel 4.2 Hasil Uji Derajat Integrasi ... 75

Tabel 4.3 Hasil Uji Kointegrasi ... 77

Tabel 4.4 Uji ECM ... 78

Tabel 4.5 Hasil Uji Autokorelasi ... 80

Tabel 4.6 Uji Durbin-watson (DW test) ... 80

Tabel 4.7 Hasil Uji Multikolinearitas ... 81

Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas ... 81

Tabel 4.9 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 82


(14)

xvi

Gambar 2.2 Teori Keynes tentang Tingkat Bunga. ... 38

Gambar 2.3 Kerangka Model Penelitian ... 53

Gambar 4.1 Pertumbuhan IHSG ... 68

Gambar 4.2 Pertumbuhan Nilai Tukar ... 69

Gambar 4.3 Pertumbuhan Inflasi ... 70


(15)

xvii

Lampiran 1 Uji Stasioner Level

Lampiran 2 Uji Derajat integrasi Difference 1st

Lampiran 3 Uji Kointegrasi Lampiran 4 Uji ECM Lampiran 5 Uji Normalitas Lampiran 6 Uji Autokorelasi Lampiran 7 Uji Multikolinearitas Lampiran 8 Uji Heteroskedastisitas


(16)

(17)

(18)

(19)

ABSTRACT

This search aims to investigate the effected of selected macroeconomic variables, i.e,.exchange rate on IDR , inflation, and Bank rate on Indonesia composite indeks in indonesian stock exchange. The period used in this study is nine years, ie from 2007 to 2015. The paper employs a Error correction Model analysis.

The result indicates that only exchange rate on IDR significantly effects to Indonesian composite indeks. This is evidenced by a significance value of 0,0019.The inflation and bank rate do not effects to Indonesian composite indeks. This is evidenced by a significance 0,6431 and bak rate significance 0,9478. This research only covers three selected macroeconomic variables, therefore, further research should examine other potential macroeconomic variables.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Peningkatan laba oleh investor dapat ditempuh dengan berbagai cara, salah satunya dengan berinvestasi pada pasar modal. Kegiatan investasi merupakan suatu kegiatan yang menempatkan dana pada satu atau lebih aset selama periode tertentu dengan harapan dapat memperoleh pendapatan atau peningkatan atas nilai investasi awal (modal) yang bertujuan untuk memaksimalkan hasil yang diharapkan dalam batas resiko yang dapat diterima untuk tiap investor. Tujuan utama dari aktivitas pasar modal adalah untuk memperoleh keuntungan, para investor menggunakan berbagai cara

untuk memperoleh return yang diharapkan dengan baik melalui analisis

sendiri terhadap perilaku perdagangan saham maupun dengan memanfaatkan saran yang diberikan oleh para analisis pasar modal seperti broker, dealer, manajer investasi dan lain-lain.

Saham perusahaan go public sebagai komoditi investasi tergolong

berisiko tinggi. Karena sifatnya yang peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, baik oleh pengaruh yang bersumber dari luar atau dalam negeri,


(21)

perubahan dalam bidang politik, ekonomi moneter, undang-undang atau peraturan maupun perubahan yang terjadi dalam industri dan perusahaan yang mengelarkan saham itu sendiri. Sehingga investor dalam melakukan pembelian saham memerlukan pemikiran berdasarkan data-data dari perusahaan yang bersangkutan. Lingkungan ekonomi makro merupakan lingkungan yang mempengaruhi operasi perusahaan sehari-hari. Kemampuan investor dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro dimasa datang akan sangat berguna dalam pembuatan keputusan investasi yang menguntungkan. Seorang investor harus mempertimbangkan beberapa indikator ekonomi makro yang bisa membantu investor dalam membuat keputusan investasinya. Indikator ekonomi makro yang sering kali dihubungkan dengan pasar modal adalah fluktuasi tingkat bunga, inflasi, kurs rupiah, dan pertumbuhan PDB.

Tingkat bunga dan harga terlalu tinggi akan mempengaruhi nilai

sekarang (present value) aliran kas perusahaan, sehingga

kesempatan-kesempatan investasi yang tidak akan menarik lagi. Tingkat bunga yang tinggi juga akan meningkatkan biaya modal aka ditanggung

perusahaan dan juga akan menyebabkan return yang diisyaratkan investor


(22)

Tingginya tingkat inflasi menunjukkan bahwa risiko untuk melakukan investasi cukup besar sebab inflasi yang tinggi akan mengurangi tingkat

pengembalian (rate of return) dari investor. Menurut Sunariyah (2006),

meningkatnya inflasi secara relatif adalah signal negatif bagi investor. Dilihat dari segi masyarakat, inflasi yang tinggi akan menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Jika dilihat dari segi perusahaan, inflasi dapat meningkatkan biaya perusahaan seperti harga bahan baku untuk memproduksi suatu produk akan meningkat. Jika peningkatan biaya faktor produksi lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan, maka profitabilitas perusahaan akan menurun. Inflasi juga berdampak meningkatkan tingkat bunga. Meningkatnya tingkat suku bunga secara langsung akan meningkatkan beban bunga peusahaan sehingga perusahaan yang mempunyai utang yang tinggi kan mendapatkan dampak dari kenaikan tingkat bunga serta profitabilitas perusahaan akan menurun.

Kurs merupakan variabel makro ekonomi yang turut mempengaruhi volatilitas harga saham. Depresiasi mata uang domestik akan meningkatkan volume ekspor. Bila permintaan pasar internasional cukup elastis hal ini akan

meningkatkan cash flow perusahaan domestik, yang kemudian meningkatkan


(23)

produk dalam negeri, dan memiliki hutang dalam bentuk dollar maka harga sahamnya akan turun. Apresiasasi kurs akan menaikkan harga saham yang tercermin pada IHSG dalam perekonomian yang mengalami inflasi.. Penelitian yang dilakukan Kewal (2012), menunjukkan bahwa tingkat inflasi, dan suku bunga SBI tidak memilki pengaruh yang singnifikan terhadap IHSG, sedangkan kurs rupiah berpengaruh negatif signifikan terhadap IHSG.

Penelitian ini merupakan replikasi dan modifikasi penelitian penulis terlebih dahulu yang dilakukan Mohammad (2013), berjudul pengaruh

tingkat suku bunga, Bank Indonesia (BI Rate) terhadap indeks harga saham

gabungan (IHSG) di Bursa efek Indonesia (BEI) periode 2005-2012. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yakni pada periode penelitian, jumlah variabel yang diteliti dan model analisis dalam penelitian. penelitian sebelumnya hanya meneliti pada periode 2005-2012 sedangkan penelitian ini melakukan penelitian dengan periode 2007-2015 dan jumlah variabel yang diteliti dalam penelitian sebelumnya hanya satu variabel bebas yakni tingkat suku bunga Bank Indonesia, dalam penelitian ini penulis menambahkan dua variabel bebas yakni inflasi dan nilai tukar yang oleh peneliti ingin melihat pengaruh kedua variabel tersebut terhadap Indeks Harga Saham Gabungan serta adapun penelitian ini dilakukan menggunakan


(24)

metode analisis ECM (Error Correction Model).

Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian dengan judul”

Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Inflasi, Dan Suku Bunga Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2015”.

B. RUMUSAN MASALAH PENELITIAN

Atas dasar latar belakang masalah tersebut diatas, maka permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah terdapat pengaruh inflasi terhadap IHSG di Bursa Efek

Indonesia?

2. Apakah terdapat pengaruh suku bunga terhadap IHSG di Bursa Efek

Indonesia?

3. Apakah terdapat pengaruh nilai tukar terhadap IHSG di Bursa Efek

Indonesia ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis pengaruh inflasi terhadap IHSG di Bursa Efek

Indonesia.


(25)

Indonesia.

3. Untuk menganalisis pengaruh nilai tukar terhadap IHSG di Bursa Efek

Indonesia.

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan sebagai berikut :

1. Bagi para investor, penelitian ini bisa dijadikan alat bantu analisis

terhadap saham yang di perjual belikan di bursa melalui variabel-varibel yang digunakan dalam penelitian ini sehingga para investor dapat memilih investasi yang dinilai paling tepat.

2. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini bisa digunakan sebagai


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1.Pasar Modal

Perusahaan yang membutuhkan dana dapat menjual surat berharganya di

pasar modal. Surat berharga yang baru di jual di pasar primer (primary

market). Surat berharga yang baru dijual dapat berupa penawarann perdana

ke public(initial public offering atau IPO) atau tambahan surat berharga baru

jika perusahaan sudah going public (sekuritas tambahan ini sering disebut

dengan seasoned new issues). Selanjutnya surat berharga yang sudah beredar

diperdagangkan di pasar sekuder (secondary market).

a. Penawaran perdana ke publik

Perusahaan yang belum going public,awalnya saham-saham

perusahaan tersebut dimiliki oleh manajer-manajernya, sebagian lagi oleh pegawai-pegawai kunci dan hanya sejumlah kecil yang dimiliki oleh investor. Sebagaimana biasanya, jika perusahaan berkembang, kebutuhan modal tambahan sangat dirasakan. Pada saat ini, perusahaan harus menentukan untuk menambah modal dengan cara utang atau menambah


(27)

jumlah dari pemilikan dengan menerbitkan saham baru. Jika saham akan dijual untuk menambah modal, saham baru dapat dijual dengan berbagai macam cara sebagai berikut ini .

1) Dijual kepada pemegang saham yang sudah ada

2) Dijual kepada karyawan lewat ESOP (employee stock ownership

plan).

3) Menambah saham lewat dividen yang tidak dibagi (dividend

reinvestment plan).

4) Dijual langsung kepada pembeli tunggal (biasanya investor institusi)

secara privat (private placement).

5) Ditawarkan kepada publik

Jika keputusannya adalah untuk ditawarkan kepada public, maka beberapa factor untung dan ruginya yang dipertimbangkan. Keuntungan

dari going public diantaranya adalah sebagai berikut ini

1) Kemudahan meningkatkan modal dimasa mendatang

2) Meningkatkan likuiditas bagi pemegang saham

3) Nilai pasar perusahaan diketahui

Di samping keuntungan dari going public, beberapa kerugiannya


(28)

1) Biaya laporan yang meningkat

2) Pengungkapan (disclosure).

3) Ketakutan untuk diambil –alih

Keuputusan untuk going public atau tetap menjadi perusahaan privat

merupakan keputusan yang harus dipikirkan dengan baik. Jika

perusahaan memutuskan untuk going public dan melemparkan saham

perdananya ke publik, isu utama yang muncul adalah tipe saham apa yang akan dilempar, beberapa harga yang harus ditetapkan untuk selembar sahamnya dan kapan waktunya yang paling tepat.

b. Pasar modal sekunder

Setelah sekuritas baru selesai dijual dipasar primer melalui banker investasi, tugas dari sindikat pembelian sekuritas telah selesai dan

biasanya disebut dengam istilah “broken syndicate”. Sekuritas

bersangkutan kemudian diperdagangkan untuk public di pasar sekunder (secondary market) bersama-sama dengan sekutitas-sekuritas perusahaan

lainnya yang sudah berada disana. Pasar sekunder (secondary market)

dibedakan menjadi pasar bursa saham (stock exchange) dan over-the

counter (OTC) market. Sekuritas dari perusahaan kecil umumnya


(29)

besar di stock exchange.

1) Pasar bursa saham

Proses penjulan saham di stock exchange market (pasar modal

atau bursa efek) umumnya menggunakan system lelang sehingga

pasar sekunder ini juga sering disebut dengan auction market.

Disebut dengan pasar lelang karena transaksi dilakukan dengan

secara terbuka dan harga di tentukan oleh supply ( penawaran) dan

demand (permintaan ) dari anggota bursa yang meneriakkan ask

price (atau offer price atau harga penawaran terendah untuk jual)

dan bid price (harga permintaan tertinggi untuk dibeli). New York

Stock Exchange (NYSE), Tokyo Stock Exchange (TSE), Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) menggunakan system lelang, yaitu order pembelian dan penjualan sekuritas ditemukan sampai dicapai harga kesepakatan. BEJ (Bursa Efek Jakarta) dan BES (Bursa Efek Surabaya) bergabung menjadi BEI(Bursa Efek Indonesia) efektif mulai bulan November 2007.

Transaksi dibursa dilakukan dengan order standar dalam ukuran

round lot, yaitu 100 lembar saham (di NYSE) atau kelipatannya (di


(30)

kurang dari 100 disebut dengan odd lot.

Investor tidak dapat langsung melakukan transaksi di lantai bursa, tetapi diwakli oleh broker. Investor dapat memilih sendiri jenis dari

broker yang diinginkan, seperti misalnya full service broker atau

discount broker. Full service broker menawarkan jasa yang lengkap

termasuk sebagai berikut ini.

a) Investment research and advice

Tidak semua individual investor dapat melakukan sendiri penelitian yang berkualitas disebabkan oleh keterbatasan dana, waktu dan keahlian. Penelitian sejenis ini dapat disediakan oleh broker yang benefit dalam bentuk laporan-laporan atau pblikasi rutin. Hasil penelitian yang dibutuhkan oleh investor dapat meliputi trend pasar, prospek masa depan suatu perusahaan dan lain sebagainya

b) Asset management

Broker dapat berfungsi seperti halnya bank komersial, yaitu memberikan pinjaman dan mengelola dan yang dipercayakan. Untuk maksud seperti ini, investor dapat membuka rekening di broker yang disebut dengan rekening marjin.


(31)

c) Order execution

Tanpa melalui jasa broker, membeli dan menjual sekuritas merupakan hal yang tidak mudah. Misalnya, tanpa melalui broker, penjual harus mencari sendiri pembeli yang cocok dengan harga yang ditawarkan. Dengan broker, investor tidak perlu khawatir dengan semua kegiatan pembelian dan penjualan ini.

d) Clearing

Setelah suatu order di eksekusi, sebenarnya masih banyak

pekerjaan administrasi yang menunggu sesudahnya. Selain pekerjaan administrasi tersebut cukup panjang, mereka juga harus tidak boleh melakukan penyimpangan dengan semua regulasi dan hukum yang berlaku.

2.Indeks Harga saham

Seiring dengan meningkatnya akktivitas perdagangan, kebutuhan untuk memberikan informasi yang lebih lengkap kepada masyarakat mengenai perkembangan bursa juga semakin meningkat. Salah satu informasi yang diperlukan tersebut adalah harga saham sebagai cerminan dari pergerakan harga saham.


(32)

Indeks harga saham merupakan indikator utama yang menggunakan pergerakan harga saham. Dipasar modal sebuah indeks diharapkan memiliki lima fungsi yaitu:

a. Sebagai indikator tren pasar

b. Sebagai indicator tingkat keuntungan

c. Sebagai tolok ukur (benchmark) kinerja suatu portofolio

d. Memfasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif

e. Memfasilitasi berkembangnya produk derivatif.

Ada beberapa macam pendekatan atau metode perhitungan yang

digunkan untuk menghitung indeks, yaitu : (1) menghitung rata-rata (arithmetic mean) harga saham yang masuk dalam anggota indeks, (2)

menghitung(geometric mean) dari indeks individual saham yang masuk

anggota indeks, (3) menghitung rata-rata tertimbang nilai pasar. Umumnya

semua indeks harga saham gabungan (composite) menggunakan metode

rata-rata termasuk di bursa efek Indonesia.

Sekarang ini PT. Bursa Efek Indonesia memiliki delapan macam harga

saham yang secara terus menerus disebarluaskan melalui media cetak maupun elektronik, sebagai salah satu pedoman bagi investor untuk berinvestasi di Bursa Efek Indonesia. Ke delapan macam indeks tersebut


(33)

adalah :

a. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), menggunakan semua emiten

yang tercacat sebagai komponen perhitungan indeks.

b. Indeks Sektoral, menggunakan semua emiten yang termasuk dalam

masing-masing sektor.

c. Indeks LQ45, menggunakan 45 emiten yang dipilih berdasarkan

kriteria likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan.

d. Jakarta Islamic index (JII), menggunakan 30 emiten yang masuk

dalam kriteria syariah dan termasuk saham yang memiliki kapitalisasi besr dan likuiditas tinggi

e. Indeks kompas 100, menggunakan 100 saham yang dipilih

berdasarkan kriteria likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteri-kriteria yang telah ditentukan.

f. Indeks papan utama, menggunakan emiten yang masuk dalam kriteria

papan utama.

g. Indeks papan pengembangan, menggunakan emiten yang masuk

dalam kriteria papan pengembangan


(34)

Seluruh indeks yang ada di BEI menggunakan metode perhitungan yang sama, yaitu metode rata-rata tertimbang berdasarkan jumlah saham tercatat. Perbedaan utama yang terdapat pada masing-masing indeks adalah jumlah emiten dan nilai dasar yang digunakan untuk perhitungan indeks. Misalnya untuk indeks LQ45 menggunakan 45saham untuk perhitungan indeks sedangkan Jakarta Islamic Indeks (JII) menggunakan 30 saham untuk perhitungan indeks. Indeks-indeks tersebut ditampilkan terus menerus

melalui display wall di lantai bursa dan disebarkan ke masyarakat luas oleh

data vendor melalui data feed.

Indeks harga saham saat ini dijadikan barometer kesehatan ekonomi di

suatu Negara dan juga sebagai landasan analisis atas pasar terakhir. Fenomena ekonomi tersebut meliputi ekonomi makro dan makro ekonomi. Fenomena makro diantaranya perubahan nilai tukar, suku bunga, tingkat inflasi. Perubahan harga saham setiap hari perdagangan akan membentuk IHS . Angka indeks dibuat sedemikian rupa hingga dapa digunakan untuk menguur kinerja saham dicata di bursa efek, dimana return dan risiko pasar

tersebut dihitung. Return portofolio diharapkan mengikat jika IHS cenderung

meningkat, demikian sebaliknya return tersebut menurun jika IHS cenderung menurun. Bahkan saat ini HIS dapat dijadikan barometer yang menunjukkan


(35)

kesehatan suatu ekonomi negara dan dapat sebagai dasar dalam menganalisis kondisi pasar. Apabila terjadi peningkatan IHS maka kondisi pasar bagus.IHS digunakan oleh investor dalam melihat kondisi bursa yang akan digunakan untuk mengambil suatu keputusan saat melakukan transaksi saham.

3.Analisis Fundamental “top-down

Melakukan analisis penilaian saham, investor bisa melakukan analisis

fundamental secara “top-down” untuk menilai prospek perusahaan. Pertama

kali perlu dilakukan analisis terhadap faktor-faktor makro ekonomi yang mempengaruhi kinerja seluruh perusahaan, kemudian dilanjutkan dengan analisis industri, dan pada akhirnya dilakukan analisis terhadap perusahaan yang mengeluarkan sekuritas bersangkutan untuk menilai apakah sekuritas yang dikeluarkannya menguntungkan atau merugikan bagi investor (Tandelilin, 2001).

Proses analisis penilaian secara “top-down” terdiri dari tiga tahapan yaitu :

a. Analisis ekonomi dan pasar modal dengan tujuan membuat keputusan

alokasi penginvestasikan dana di beberapa negara atau dalam negeri dalam bentuk saham, obligasi ataupun kas

b. Anlaisis industri dengan tujuan berdasarakan analisis ekonomi dan pasar,


(36)

yang tidak berprospek baik.

c. Analisis perusahaan dengan bertujuan berdasarkan hasil analisis industri,

tentukan perusahaan-perusahaan mana dalam indutri terpilih yang berprospek baik.

Analsis ekonomi adalah salah satu dari tiga analisis yang perlu dilakukan investor dalam penentuan keputusan investasinya. Mengapa tahap ini penting? Analisis ekonomi perlu dilakukan karena kecenderungan adanya hubungan yang kuat apa yang terjadi pada lingkungan ekonomi makro dan kinerja suatu pasar modal. Pasar modal mencerminkan apa yang terjadi pada per-ekonomian makro karena nilai investasi ditentukan oleh aliran kas yang diharapkan serta tingkat return yang disyaratkan atas investasi tersebut, dan kedua faktor tersebut sangat dipengaruhi oleh perubahan ekonomi makro ataupun dalam kebijakan ekonomi makro yang ditentukan pemerintah. Sedangkan di sisi lainnya, harga saham merupakan cerminan dari ekspektasi investor terhadap

faktor-faktor earning, aliran kas dan tingkat return yang disyaratkan investor,

yang mana ketiga faktor tersebut juga dipengaruhi oleh kinerja ekonomi makro.

Tandelilin (2001), menyimpulkan adanya hubungan kuat antara harga saham dan kinerja ekonomi makro, dan menukan bahwa perubahan pada harga


(37)

saham selalu terjadi sebelum terjadinya perubahan ekonomi, mengapa bukan

sebaliknya? Ada dua alasan yang mendasarinya. Pertama, harga saham yang

terbentuk cerminan ekspektasi investor terhadap earning, dividen, maupun

tingkat bunga yang akan terjadi. Hasil estimasi investor terhadap ketiga variabel tersebut menentukan berapa harga saham yang sesuai. Dengan demikian, harga saham yang sudah terbentuk itu akan merefleksikan ekspektasi investor atas kondisi ekonomi dimasa datang, bukannya kondisi

ekonomi saat ini. Kedua, kinerja pasar modal akan bereaksi terhadap

perubahan-perubahan ekonomi makro seperti perubahan tingkat bunga, inflasi, ataupun jumlah uang beredar. Ketika investor menentukan harga saham yang tepat sebagai refleksi perubahan variabel ekonomi makro yang akan terjadi, maka masuk akal jika dikatakan harga saham terjadi sebelum perubahan ekonomi makro benar-benar terjadi.

4.Variabel ekonomi makro

Lingkungan ekonomi makro adalah lingkungan yang mempengaruhi operasi perusahaan sehari-hari. Kemampuan investor dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro dimasa akan datang, akan sangat berguna dalam pembuatan keputusan investasi yang menguntungkan. Untuk itu seorang investor harus memperhatikan beberapa indikator ekonomi makro


(38)

yang bisa membantu mereka dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro. Berikut ini akan dibahas beberapa variabel ekonomi makro yang perlu diperhatikan oleh investor :

a. Nilai tukar

Nilai tukar merupakan perbandingan nilai atau harga dua mata uang. Pengertian nilai tukar mata uang menurut FASB adalah rasio antara suatu unit mata uang dengan sejumlah mata uang lain yang bisa ditukar pada waktu tertentu. Perbedaan nilai tukar riil dengan nilai tukar nominal penting untuk dipahami karena keduanya mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap risiko nilai tukar (Sartono, 2001). Perubahan nilai tukar nominal akan diikuti oleh perubahan harga yang sama yang menjadikan perubahan tersebut tidak berpengaruh terhadap posisi persaingan relatif antara perusahaan domestik dengan pesaing luar negerinya dan tidak ada pengaruh terhadap aliran kas.

Ada dua pendekatan yang digunakan untuk menentukan nilai tukar (exchange rate) yaitu pendekatan moneter (monetary approach) dan

pendekatan pasar asset (asset market approach). Pada pendekatan moneter,

nilai tukar didefinisikan sebagai harga dimana mata uang asing (foreign

currency/foreign money) dijual belikan terhadap mata uang domestik


(39)

penawaran dan permintaan uang.

b. Inflasi

Inflasi mempengaruhi perekonomian melalui pendapatan dan kekayaan, dan melalui perubahan tingkat dan efisiensi produksi. Inflasi yang tidak bisa diramalkan biasanya menguntungkan para debitur, pencari dana, dan spekulator pengambil risiko.

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain. Syarat ada kecenderungan menaik yang terus-menerus juga perlu diingat. Kenaikan harga-harga karena, misalnya musiman, menjelang hari-hari besar atau yang terjadi sekali saja (dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan) tidak disebut inflasi. Kenaikan harga semacam ini tidak memerlukan kebijaksanaan khusus untuk menanggulanginya. Boediono (2001). Indikator inflasi adalah sebagai berikut (www.bi.go.id) :

1) Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indikator yang umum

digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan


(40)

jasa yang di konsumsi oleh masyarakat. Tingkat inflasi di Indonesia biasanya diukur dengan IHK.

2) Indeks Harga Perdagangan Besar merupakan indikator yang

menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang diperdagangkan di suatu daerah.

Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi

yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi mengalami

permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga harga-harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang terlalu

tinggi juga akan menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power

of money).

1) Teori Inflasi

Secara garis besar ada 3 kelompok teori mengenai inflasi yang

masing- masing menyoroti aspek – aspek tertentu.

a) Teori kuantitas (Irving fisher 1867-1947)

Teori kuantitas ini menyatakan bahwa proses inflasi itu terjadi karena 2 hal, yaitu jumlah uang beredar dan psikologi (harapan) masyarakat

mengenai kenaikan harga – harga (expectations). Ada 2 hal penting


(41)

ada penambahan volume uang beredar. Kedua, laju inflasi oleh harapan masyarakat mengenai kenaikan harga di masa yang akan datang. Boediono (2001).

b) Teori Keynes

Teori ini menerangkan bahwa proses inflasi terjadi karena permintaan masyarakat dan barang- barang selalu melebihi jumlah barang-barang

yang tersedia. Hal ini yang disebut juga dengan inflationary gap.

Inflationary gap terjadi apabila jumlah dari permintaan-permintaan

efektif dari semua golongan tersebut, pada tingkat harga yang berlaku melebihi jumlah maksimum dari barang-barang yang dihasilkan oleh masyarakat. Harga-harga akan naik, karena permintaan total melebihi jumlah barang yang tersedia. Adanya kenaikan harga-harga tersebut

berarti bahwa kegiatan rencan pembelian barang dari

golongan-golongan tersebut tidak terpenuhi, selanjutnya mereka akan berusaha untuk memperoleh dana yang lebih besar lagi, baik golongan pemerintah melalui pencetakan uang baru, atau para pengusaha swasta mealui kredit dari bank, atau pekerja dengan kenaikan tingkat upah yang lebih besar. Proses inflasi akan terus berlangsung selama jumlah permintaan efektif dari semua golongan masyarakat melebihi jumlah


(42)

output yang bisa dihasilkan pada tingkat harga yang berlaku.

c) Teori Strukturalis

Teori strukturalis lebh menekankan pada factor-faktor structural dari pereekonomian yang menyebabkan terjadinya inflasi, teori ini disebut juga teori inflasi jangka panjang karena yang dimaksud dengan factor-faktor structural disini adalah factor-faktor yang hanya bisa berubah secara gradual dan dalam jangka panjang. Teori ini memberi tekanan pada ketegaran dari struktur perekonomian Negara-negara sedang berkembang. Ada dua ketegangan yang menyebabkan inflasi, yaitu ketegaran berupa ketidakelastisan dari penerima ekspor dan ketegaran berupa ketidakelastisan dari penawaran bahan makanan dalam negeri. Kedua proses di atas pada umumnya berkaitan dan memperkuat satu sama lain dalam menyebabkan inflasi. Ketegaran

yang merupakan “ketidakelastisan” dari penerimaan ekspor ini adalah

ketegaran dimana nilai dari ekspor tumbuh secara lamban disbanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lain. Dasar penukaran yang makin

memburuk dan supply barang-barang ekspor yang tidak elastis ini

akan menyebabkan terjadinya kelambanan tersebut. Kelamabanan pertumbuhan penerimaan ekspor ini berarti kelambanan pertumbuhan


(43)

kemampuan mengimpor barang-barang yang dibutuhkan. Sedangkan bagi suatu Negara untuk mencapai target pertumbuhannya mengambil

kebijaksanaan pembangunan “import substitution strategy”. Inflasi

terjadi jika proses subtitusi impor ini makin meluas, sehingga menaikkan biaya produksi ke berbagai barang sehingga makin banyak harga-harga yang naik.

2) Jenis Inflasi

Inflasi dapat digolongkan menurut sifatnya, menurut sebabnya, bobot inflasi tersebut dan menurut asal terjadinya (Nopirin, 1987 dalam Slamet widodo,2011).

a) Menurut sifatnya :

I. Inflasi merayap

Kenaikan harga terjadi secara lambat, dengan presentase yang kecil dan dalam jangka waktu yang relative lama (dibawah 10% per tahun).

II. Inflasi Menengah

Kenaikan Harga yng cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relative pendek serta mempunyai sifat akselerasi


(44)

Kenaikan harga yang cukup besar sampai 5 atau 6 kali. Masyarakat tidak lagi berkeinginan menyimpang uang. Nilai uang merosot dengan tajam sehingga ingin ditukar dengan barang. Perputaran uang makin cepat

b) Menurut sebabnya

Secara umum terdapat beberapa factor yang menyebabkan terjadinya inflasi yaitu :

I. Inflasi Tarikan Permintaan (Demand-pull inflation)

Inflasi tarikan permintaan terjadi karena permintaan agregat melebihi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan barang atau jasa. Keadaan ini menyebabkan terjadi kekurangan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Akibatnya, pengusaha akan menaikkan harga dan hanya menjual kepada pembeli yang mampu membayar lebih tinggi.

II. Inflasi Desakan Biaya (cost-push inflation)

Inflasi desakan biaya terjadi akibat kenaikan biaya produksi seperti upah, bahan baku, dll sehingga mendorong perusahaan untuk menaikkan harga dalam rangka menutup biaya produksi yang dikeluarkannya.


(45)

c) Berdasarkan bobotnya

Menurut Boediono (2001), Ada berbagai cara untuk menggolongkan macam inflasi, dan penggolongan mana yang kita pilih tergantung

pada tujuan kita. Penggolongan pertama didasarkan atas “parah”

tidaknya inflasi tersebut. Di sini dibedakan beberapa macam inflasi :

I. Inflasi ringan, adalah inflasi dengan laju pertumbuhan yang

berlangsung secara perlahan dan berada posisi satu digit atau dibawah 10%

II. Inflasi sedang, adalah inflasi dengan tingkat laju pertumbuhan

berada diantara 10-30% per tahun atau melebihi dua digit dan sangat mengancam struktur dan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

III. Inflasi berat, merupakan inflasi dengan laju pertumbuhan berada

diantara 30-100% per tahun. Pada kondisi demikian, sektor-sektor produksi hamper lumpuh total kecuali yang dukuasai negara.

IV. Inflasi sangat berat (hyper inflation), adalah inflasi dengan laju

pertumbuhan melampaui 100% per tahun, sebagaimana yang terjadi pada masa Perang Dunia II (1939-1945).


(46)

d) Menurut Asalnya

I. Domestic Inflation, inflasi yang berasal dari dalam negeri sediri

ini timbul antara lain karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan percetakan uang baru, atau bisa juga disebabkan oleh gagal panen.

II. Imported Inflation, inflasi yang berasal dari luar negeri ini timbul

karena keanikan harga-harga di luar negeri atau Negara-negara langganan berdagang. Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri ini jelas lebih mudah terjadi pada Negara-negara yang menganut perekonomian terebuka, yaitu sektor perdagangan luar.

3) Klasifikai Inflasi

a) Inflation alamiah, adalah inflasi yang disebabkan oleh sebab-sebab

dimana orang tidak mempunyai kendali atasnya (dalam hal mencegah). Inflasi alamiah dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya menjadi dua golongan sebagai berikut :


(47)

ekspor meningkat (X) sementara impor rendah (M), maka mengakibatkan naiknya permintaan agregat karena tingkat daya beli masyarakat bertambah meningkat.

II. Akibat turunnya tingkat produksi (AS) karena terjadi paceklik,

perang atau embargo. Menyebabkan kondisi cost push inflation.

b) Human Error inflation

I. Korupsi dan administrasi yang buruk akan menimbulkan kenaikan

pada harga pokok produksi untuk menutupi biaya-biaya tidak perlu tersebut. Dengan naiknya harga pokok produksi akan mengakibatkan produsen menaikkan harga.

II. Pajak yang berlebih menyababkan dua implikasi berikut:

kekuarangan supply produksi akibat beralihnya kegiatan ekonomi pengusaha ke sektor yang lebih produktif untuk menutup pajak yang besar. Kenaikan harga produksi akan mengimbangi kenaikan pajak tersebut.

III. Pencetakan ung dengan maksud menarik keuntunga yang


(48)

4) Dampak Inflasi

Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, produksi serta produk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut dengan

equity effect, sedangkan efek terhadap alokasi factor produksi dan

pendapatan nasional masing-masing disebut dengan Efficiency dan

output effects (Nopirin, 1987)

a) Efek terhadap pendapatan (Equity Effect)

Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang di untungkan dengan adanya inflasi. Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Demikian juga orang yang menumpuk kekayaannya dalam bentuk uang kas akan menderita kerugian karena adanya inflasi. Sebaliknya, pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan presentase lebih besar dari pada laju inflasi. Dengan demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian pendapatan dan kekayaan masyrakat.


(49)

Inflasi mungkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasannya dalam keadaaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong produksi. Namun apabila

laju inflasi ini cukup tinggi (hyper inflation) dapat mempunyai akibat

sebaliknya, yakni penurunan output. Dalam keadaan inflasi yang

tinggi, nilai uang rill turun dengan drastis, masyarakat cenderung tidak mempunyai uang kas, transaksi mengarah ke barter, yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi barang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara inflas dan

output. Inflasi bisa dibarengi dengan kenaikkan output , tetapi bisa

juga dibarengi dengan penurunan output.

c. Suku bunga

1) Pengertian Suku Bunga

Menurut Peraturan Bank Indonesia nomor 7/2/PBI/2005, sertifikat Bank Indonesia yang untuk selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bak Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. Bunga merupakan hal penting bagi suatu bank dalam melakukan penarikan tabungan dan penyaluran


(50)

kreditnya. Bunga bagi bank bisa menjadi biaya (cost of fund) yang harus

dibayarkan kepada penabung. Tetapi dilain pihak, bunga juga dapat merupakan pendapatan bank yang diterima dari debitur karena kredit yang diberikannya (Hasibuan, 2007). Rahardjo (2009), menjelaskan bahwa kebijakan tingkat suku bunga merupakan kebijakan moneter yang diputuskan oleh pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi perbankan. Di Indonesia, informasi mengenai kebijakan moneter dapat dipantau melalui Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Hal tersebut disebabkan karena tingkat suku bunga SBI dapat dikendalikan langsung oleh Bank Indonesia. Menurut Maryanne (2009), tingkat suku bunga SBI menyatakan tingkat pembayaran atas pinjaman atau investasi lain, di atas perjanjian pembayaran kembali, yang dinyatakan dalam presentase yang ditetapkan Bank Indonesia dengan mengeluarkan Sertifikat Bank Indonesia.

Salah satu penyerderhanaan yang dibuat dalam mempelajari

makroekonomi adalah dengan menyebut “satu” suku bunga, yang pada

kenyataannya tentu banyak terdapat tingkat- tingkat suku bunga. Tingkat suku bunga ini berbeda tergantung dari tingkat kepercayaan kredit dari peminjam, jangka waktu dari pinjaman dan berbagai aspek perjanjian lainnya antara peminjam dan pemberi pinjaman. Obligasi Amerika Serikat jangka


(51)

pendek adalah salah satu asset yang paling sering diperdagangkan di seluruh dunia. Suku bunga yang dipublikasikan menunjukkan tingkat pengembalian nominal. Jika menerima 5 persen bunga dari bank sementara harga-harga juga naik sebesar 5 persen, maka hanya mengalami posisi impas. Tingkat suku bunga nominal mencerminkan pengembalian dalam dollar. Suku bunga riil mengurangi inflasi untuk memberikan pengembalian dollar dalam nilai konstan. Cukup mengejutkan, hanya terdapat relatif sedikit instrumen keuangan yang menjamin tingkat pengembalian riil dibanding nominal.

2) Teori Suku Bunga

a) Teori klasik

Tabungan, menurut teori klasik adalah fungsi dari tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menabung. Artinya, pada tingkat bunga yang lebih tinggi masyarakat akan lebih terdorong untuk mengorbankan/mengurangi pengeluaran konsumsi guna menambah tabungan (Nopirin,1992).

Investasi juga tergantung/merupakan fungsi dari tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga, keinginan untuk melakukan investasi juga makin kecil. Alasannya, seseorang pengusaha akan menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari


(52)

investasi besar dari tingkat bunga yang harus dibayar untuk dana investasi tersebut yang merupakan ongkos untuk penggunaan dana (Cost of capital). Makin rendah tingkat bunga, maka pengusaha

akan terdorong melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana juga makin kecil.

Tingkat bunga dalam keadaan keseimbangan (artinya tidak ada dorongan untuk naik turun) akan tercapai apabila keinginan menabung masyarakat sama dengan keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. Secara grafik keseimbangan tingkat bunga dapat di gambarkan seperti dalam gambar 2.1.

Gambar 2.1

Teori klasik tentang Tingkat Bunga Tingkat bunga

Tabungan i1

i0

Investasi i

Investasi o

S0 jumlah rupiah yang ditabung


(53)

Keseimbangan tingkat bunga pada titik io, dimana jumlah

tabungan sama dengan investasi. Apabila tingkat bunga diatas io,

jumlah tabungan melebihi keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. Para penabung akan bersaing untuk meminjamkan dananya dan persaingan ini akan menekan

tingkat bunga turun balik ke posisi io. sebaliknya, apabila tingkat

bunga dibawah ini, para pengusaha akan saling bersaing untuk memperoleh dana yang relatif jumlahnya lebih kecil. Persaingan

ini akan mendorong tingkat bunga naik lagi ke io.

Kenaikan efisiensi produksi misalnya, akan mengakibatkan keuntungan yang diharapkan naik. Sehingga, pada tingkat bunga yang sama pengusaha bersedia meminjam dana lebih besar untuk membiayaai investasinya, atau untuk dana investasi yang sama jumlahnya, pengusaha bersedia membayar tingkat bunga yang lebih tinggi. Keadaan ini dalam Gambar 2.1, ditunjukkan dengan bergesernya kurva permintaan investasi kekanan atas, dan keseimbangan tingkat bunga yang baru pada titik i1 Nopirin (1992).


(54)

b) Teori Keynes

Keynes mempunyai pandangan berbeda dengan kaum klasik. Tingkat bunga menurut Keynes merupakan suatu fenomena moneter. Artinya, tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Uang akan mempengaruhi kegiatan ekonomi (GNP), sepanjang uang ini mempengaruhi tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi dan dengan demikian akan mempengaruhi GNP. Sedang menurut kaum klasik, uang hanyalah mempengaruhi harga barang (teori kuantitas uang) Nopirin (1992).

Untuk menyederhanakan modelnya, Keynes hanya membagi susunan/komponen kekayaan dalam dua bentuk, yakni uang kas dan surat berharga (obligasi). Keuntungan apabila kekayaan diwujudkan dalam bentuk uang kas adalah kemudian dalam melakukan transaksi sebab uang kas merupakan alat pembayaran yang paling likuid. Likuid diukur dengan kecepatan menukar kekayaan dalam bentuk alat pembayar (untuk transaksi) tanpa adanya kerugian nilai. Jadi, uang tidak ada risiko capital gain atau loss seperti halnya pada bentuk kekayaan yang lain. Tetapi, bentuk kekayaan dalam uang kas


(55)

tidak dapat memberikan penghasilan (misalnya berupa bunga). Sebaliknya kekayaan dalam bentuk surat berharga, di mana harganya dapat naik turun tergantung dari tingkat bunga (apabila tingkat bunga naik harga surat berharga turun dan sebaliknya), sehingga ada kemungkinan pemegang surat berharga akan menderita

capital loss atau gain. Namun demikian, surat berharga

mendatangkan pendapatan yang berupa bunga. Dengan anggapan

bahwa masyarakat itu tidak suka risiko (risk aveters ) maka mereka

akan mau memegang bentuk kekayaan yang tinggi pula. Makin banyak surat berharga dalam susunan kekayaan, risikonya juga makin tinggi. Oleh karena itu harus didorong dengan tingkat bunga yang lebih tinggi pula. Tingkat bunga di sini adalah tingkat bunga

“rata-rata” dari segala macam surat berharga dalam masyarakat.

Permintaan akan uang, yang oleh Keynes disebut

dengan”liquidity preference” (permintaan uang) tergantung daripada

tingkat bunga. Dalam Gambar 2.2 sumbu horizontal mengukur jumlah dan pemintaan uang dengan sumbu vertical untuk tingkat bunga.


(56)

Gambar 2.2

Teori Keynes tentang Tingkat Bunga Tingkat bunga

(%) Jumlah uang

req

liquidity preference

Jumlah uang dan Permintaan uang

Permintaan akan uang mempunyai hubungan negatif dengan tingkat bunga. Hubungan negatif antara permintaan uang dengan tingkat bunga

dapatilah dijelaskan sebagai berikut. Pertama, Keynes menyatakan

bahwa masyarakat mempunyai keyakinan adanya suatu tingkat bunga normal. Apabila tingkat bunga turun dibawah tingkat normal, makin banyak orang yakin bahwa tingkat bunga akan kembali ke tingkat normal ( jadi mereka yakin bahwa tingkat bunga akan naik di waktu yang akan datng), jika mereka memegang surat berharga pada waktu tingkat bunga naik (dus, harganya turun) mereka akan menderita kerugian (capital loss). Mereka akan menghidari kerugian ini dengan cara megurangi surat berharga yang dipegangnya dan dengan sendirinya


(57)

menambah uang kas yang dipegang, pada waktu tingkat bunga naik. Hubungan ini disebut motif spekulasi permintaan uang kas sebab mereka melakukan spekulasi tentang harga surat berharga di masa yang akan

datang. Kedua, berkaitan dengan ongkos memegang uang kas

(opportunity cost of holding money. Makin tinggi tingkat bunga, makin

tinggi pula ongkos memegang uang kas juga turun. Sebaliknya, apabila tingkat bunga turun berarti ongkos memegang uang kas juga makin rendah sehingga pemintaan uang kas naik ( Nopirin,1992).

3) Tujuan Penerbitan Sertifikat Indonesia

Publikasi yang dilakukan Bank Indonesia melalui webseite nya, mengemukakan bahwa dalam operasi pasar terbuka BI dapat melakukan transaksi jual beli surat berharga termasuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI). SBI adalah surat beharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh BI sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek dengan system diskonto sebagai otoritas moneter, BI berkewajiban memelihara kestabilan Rupiah. Dalam paraigma yang dianut, jumlah uang primer (uang kartal + uang giral di BI) yang berlebihan dapat mengurangi kelebihan uang primer tersebut.


(58)

d. Produk domestik bruto (PDB)

Produk domestik bruto yang disingkat menjadi PDB atau sering disebut

dengan Gross Domestic Product atau disingkat menjadi GDP merupakan

jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selam satu tahun atau sering juga diartikan sebagai keseluruhan nilai pasar semua jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu negara atau masyarakat selama satu kurun waktu tertentu, misalnya satu tahun. PDB akan menghitung hasil yang produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari PDB dianggap bersifat bruto/kotor.

Pendapat lain menyebutkan PDB adalah jumlah output total yang dihasilkan dalam batas wilayah suatu negara dalam satu tahun. PDB mengukur nilai barang dan jasa yang di produksi di wilayah suatu negara tanpa membedakagn kewarganegaran pada satu periode waktu tertentu. Dengan demikian warga negara yang bekerja di egara lain, pendapatannya tidak dimasukkan kedalam PDB. Sebagai gambaran PDB indonesia baik oleh warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing WNA) yang ada


(59)

di Indonesia tetapi tidak diikutsertakan produk WNI di luar negeri. Definisi lain menyebutkan PDB sebagai nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksi milik warga negara tersebut dan warga negara asing. Ada pula yang menyatakan bahwa PDB adalah nilai uang berdasarkan harga pasar dari semua barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi oleh suatu perekonomian dalam suatu periode waktu tertentu biasanya satu tahun. Secara umum PDB dapat diartikan sebagai nilai akhir barang-barang dan jasa yang diproduksi didalam suatu negara selama periode tertentu (biasanya satu tahun).

e. Tingkat Pengangguran

Tingkat pengangguran ditunjukkan oleh presentase dari total jumkah tenaga kerja yang masih belum bekerja (meliputi pula pengangguran tak kentara maupun pengangguran kentara). Tingkat pengangguran ini mencerminkan sejauhmana kapasitas ekonomi suatu negara bisa dijalankan. Semakin besar tingkat pengangguran di suatu negara, berarti semakin besar kapasitas operasi ekonomi yang belum dimanfaatkan secara penuh. Jika hal ini terjadi maka tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi utama tidak bermanfaat secara penuh.


(60)

f. Jumlah uang beredar

Uang beredar adalah keseluruhan jumlah uang yang dikeluarkan secara resmi baik oleh bank sentral berupa uang kartal, maupun uang giral dan uang kuasi yang terdiri dari tabungan, deposito, valas. Uang beredar dalam pengertian luas ini juga digunaka dengan M2, dan pengertian sempit uang beredar selalu disingkat dengan M1.

Jumlah uang yang tersedia disebut suplai uang ( Money Supply). Dalam

perekonomian yang menggunakan uang komoditas suplai uang adalah jumlah dari komoditas itu. Dalam perekonomian yang menggunakan uang tas unjuk, seperti sebagian perekonomian dewasa ini, pemerintah mengendalikan

Money Supply : peraturan resmi memberikan pemerintah hak untuk

memonopoli pencetakan uang. Tingkat pengenaan pajak (taxation) dan

tingkat pembelian pemerintah merupakan instrumen kebijakan pemeri ntah, begitu pula suplai uang kontrol atas suplai yang disebut kebijakan moneter (Moneter Policy).

Jumlah uang beredar (JUB) yaitu M1 (uang dalam arti sempit) yang terdiri dari uang kartal dan uang giral, dan M2 (uang dalam arti luas) yang terdiri dari M1 ditambah uang kuasi.


(61)

B. Hasil Penelitian terdahulu

Hasil penilitian sebelumnya yang dilakukan Kewal (2012), menemukan bahwa tingkat inflasi, suku bunga SBI dan pertumbuhan PDB tidak memilki pengaruh yang signifikan terhadap IHSG, sedangkan kurs rupaih memepengaruhi secara negatif signifikan terhadap IHSG yang artinya semakin kuat kurs rupiah terhadap US$ (rupiah terapresiasi) maka akan meningkatkan harga saham, dan sebaliknya.

Arif (2014), melakukan penilitian dengan judul pengaruh produk

domestik bruto, jumlah uang beredar, inflasi, dan BI Rate terhadap indeks

harga saham gabungan di Indonesia periode 2007-2013. Penilitian tersebut menemukan bahwa Berdasarkan hasil analisis di atas maka dengan ini dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara variabel risiko sistematik eksternal Produk Domestik Bruto (PDB), Jumlah Uang Beredar (JUB), Inflasi (INF), dan suku bungan SBI terhadap harga saham di Indonesia yang dilihat berdasarkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama periode 2007 sampai dengan 2013. Hal ini ditunjukan oleh besarnya koefisien korelasi sebesar 0,94 . Naik turunnnya nilai harga saham di Indonesia yang dilihat berdasarkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama periode 2007 sampai dengan 2013 sangat dipengaruhi oleh variabel


(62)

risiko sistemik eksternal Produk Domestik Bruto (PDB), Jumlah Uang Beredar (JUB), Inflasi (INF), dan suku bunga SBI . Hal ini ditunjukan oleh besarnya nilai koefisien regresi R2 sebesar 0,883 atau sebesar 8,83 % sedangkan naik turunnya harga saham di Indonesia yang dilihat berdasarkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama periode 2007 sampai dengan 2013 dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berisisko sistemik eksternal sebesar 1,17 %.

Mohammad (2013), melakukan penelitian tingkat suku bunga bank

indonesia (BI Rate) terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) di bursa

efek indonesia (BEI) periode 2005-2012. Menemukan hasil bahwa tingkat suku bunga Indonesia berpengaruh secara signifikan terhadap indeks harga saham gabungan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat suku bunga Bank Indonesia berpengaruh negative terhadap IHSG, ketika tingkat suku bunga naik maka harga saham akan turun dan sebaliknya. Terjadinya

peristiwa ridak normal yakni menurunnya suku BI Rate yang menyebabkan

harga saham juga turun dan sebaliknya. Jadi, naik atau turunnya harga saham bukanlah tergantung pada suku bunga saja, namun ada factor-faktor lain seperti inflasi, nilai tukar mata uang asing dan terutama krisis ekonomi yan terjadi pada tahun tersebut. Disamping itu perilaku investor yang mungkin


(63)

lebih suka dengan resiko juga akan mempengaruhi dampak pengaruh suku bunga terhadap harga saham.

Thobarry (2009), melakukan penelitian dengan judul analisis pengaruh nilai tukar, suku bunga, laju inflasi, dan pertumbuhan GDP terhadap indeks harga saham sektor property kajian empiris pada BEI periode tahun 2000-2008. Menemukan hasil bahwa berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa nilai tukar dollar terhadap rupiah, suku bunga, inflasi, dan pertumbuhan GDP secara bersama-sama berpengaruh terhadap indeks harga saham sektor properti, sedangkan secara parsial nilai tukar dollar terhadap rupiah berpengruh positif signifikan terhadap indeks harga saham sektor properti sedangkan inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap indeks harga saham sektor properti.

Sodikin (2007), melakukan penelitian dengan judul variabel makro ekonomi yang mempengaruhi return saham di BEJ periode tahun 2000-2004. Menemukan hasil bahwa nilai tukar tukar rupiah, tingkat suku bunga, dan

tingkat inflasi tidak berpengaruh secara parsial terhadap return saham

industri pertanian, pertambangan, kimia, konstruksi dan keuangan, hanya

tingkat suku bunga SBI yang memilki pengaruh signifikan return saham.


(64)

infrastruktur, dan jasa, variabel makro juga tidak berpengaruh secara

simultan terhadap return saham. Pada saham indutri kimia, dan ankea indutri,

variabel makro tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap return

saham.

Prasetiono (2010), menemukan penelitian tentang analisis pengaruh factor fundamental ekonomi makro dan harga minyak terhadap saham LQ45 dalam jangka pendek dan panjang selama periode 2003:01-2009:03. Menemukan hasil bahwa dalam jangka pendek variabel pertumbuhan ekonomi dan harga minyak mempunyai pengaruh signifikan terhadap saham LQ45, tetapi tidak untuk variabel suku bunga SBI dan kurs yang tidak signifikan. Dalam jangka panjang semua variabel bebas yang digunakan tidak memilki pengaruh yang signifikan terhadap saham LQ45.

Sugeng Raharjo (2010), melakukan penelitian tentang pengaruh Inflasi, Nilai kurs rupiah, dan tingkat suku bunga terhadap harga saham di bursa efek Indonesia di bursa efek Indonesia periode 2007-2009. Menemukan hasil bahwa inflasi, nilai kurs rupiah dan tingkat suku bunga.secara simultan berpengaruh terhadap harga saham.

Riantani dan Tambunan (2013), melakukan penelitian dengan judul Analisis pengaruh variabel makroekonomi dan indeks global terhadap return


(65)

saham yang terdaftar di BEI periode 2007-2011. Menemukan hasil bahwa variabel makroekonomi dan indeks global berpengaruh signifikan terhadap return saham. Oleh karena itu untuk dapat memprediksi return saham, investor hendaknya memperhatikan pergerakan varibael makro ekonomi (kurs rupiah terhadap dollar AS dan suku bunga SBI).

Mudji dan Rahayu (2003), melakukan penelitian dengan judul Peranan profitabilitas, suku bunga, inflasi dan Nilai tukar dalam mempengaruhi pasar modal indonesia selama krisis ekonomi periode 1998-2000. Menemukan hasil bahwa secara empiris terbukti profitabilitas, suku bunga, inflasi, dan nilai tukar secara bersama-sama mempengaruhi harga saham badan usaha secara signifikan selama krisis ekonomi terjadi di indonesia .selain itu secara empiris terbukti bahwa suku bunga dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika secara parsial mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap harga saham badan usaha selama krisis ekonomi di Indonesia.

C. Hipotesis

1. Pengaruh nilai kurs terhadap IHSG

Kehidupan perekonomian global dewasa ini, hampir tidak ada satupun negara di dunia yang dapat menghindarkan perekonomiannya dari pengaruh


(66)

nilainya kuat) seperti US Dollar. USD telah menjadi semacam mata uang internasional sehingga setiap negara mengandalkan mata uang ini. Contoh sederhana yaitu semua negara pasti mencadangkan devisanya dalam bentuk dollar. Selain itu kegiatan ekspor maupun impor selalu berpatokan dengan mata uang ini.

Sistem nilai tukar terkait ini dilakukan dengan mengaitkan nilai mata uang suatu negara dengan nilai mata uang negara lain atau sejumlah mata uang tertentu. Hal ini dapat dilihat dengan dinegara indonesia yang mengaitkan nilai mata uangnya dengan mata uang Amerika serikat. Melihat perubahan nilai kurs rupiah dari tahun ke tahun menurun maka secara teoritis nilai tular rupiah khususnya terhadap USD memberikan pengaruh negatif terhadap pasar modal, hal ini salah satunya disebabkan oleh tidak membaiknya kondisi fundamental emiten di pasar modal yang memiliki hutang berupa USD karena menjadi lebih berat dalam melunasi kewajibannya, sehingga margin keuntungan dan harga sahamnya menurun. Jadi bisa disimpulkan apabila nilai tukar rupiah terdepresiasi, maka kinerja IHSG cenderung menurun.

Kurs juga merupakan indikator maupun gambaran dari stabilitas perekonomian suatu negara. Jika permintaan kurs rupiah relatif lebih sedikit


(67)

daripada suplai rupiah maka kurs rupiah ini akan terdepresiasi dan juga sebaliknya. Bagi investor depresiasi rupiah terhadap dollar menandakan bahwa prospek perekonomian Indonesia menurun. Negara dengan stabilitas perekonomian yang bagus biasanya memiliki mata uang yang stabil pula pergerakannya. Negara dengan stabilitas perekonomian yang buruk, mata uangnya cenderung bergerak tidak menentu dan cenderung melemah (Bappebti.go.id).

Penelitian yang dilakukan Winarsih (2009), menunjukkan bahwa kurs dollar berpengaruh signifikan terhadap return saham. Wiyani dan Wijayanto (2005), menyimpulkan bahwa variabel nilai tukar rupiah secara simultan berpengaruh signifikan terhadap return saham Bank BNI, Bank BCA, dan Bank Panin. Sedangkan pada Bank NISP, variabel-variabel tersebut tidak mempunyai pengaruh yang sama.

Penelitian yang dilakukan Widodo (2011), menunjukkan bahwa dalam hubungan jangka panjang maupun pendek terdapat pengaruh negatif nilai kurs terhadap IHSG. Maka hipotesis yang di ajukan adalah

H1 : Nilai tukar berpengaruh negatif terhadap IHSG

2. Pengaruh inflasi terhadap IHSG


(68)

dinvestasikan. Jika inflasi mengalami peningkatan, investor biasanya menuntut tambahan premium inflasi untuk mengkompenasikan penurunan daya beli yang dialaminya ( Tandelilin, 2001).

Inflasi merupakan suatu keadaan yang menunjukkan meningkatnya harga-harga pada umumnya, atau suatu keadaan yang menunjukkan turunnya nilai uang karena meningkatnya jumlah uang yang beredar tidak diimbangi dengan peningkatan persediaan barang. Hal ini akan mengakibatkan tingginya nilai mata uang asing dan pada akhirnya investor akan lebih memilih menanamkan modalnya kedalam mata uang asing daripada menginvestasikannya dalam bentuk saham. Mengakibatkan turunnya harga saham secara signifikan. Apabila harga saham turun secara signifikan akan menyebabkan return saham yang akan diterima investor juga akan menurun (Nasir dan Mirza, 2013 ).

Beberapa akibat yang timbul dari inflasi yang tidak terkendali adalah kemerosotan pendapatan rill yang diterima oleh masyarakat, berkurangnya jumlah tabungan domestik yang merupakan sumber dana investasi bagi masyarakat negara-negara berkembang, turunnya gairah pengusaha dalam berinvestasi, timbulnya kemerosotan nilai uang, dan defisit neraca pembayaran yang memperbesar utang luar negeri, serta menimbulkan


(69)

ketidakadilan karena memperkaya si pemilik modal dan pemilik harta tetap karena nilai kekayaan mereka akan meningkat.

Kebijaksanaan ini dilakukan dengan cara penentuan harga indeks harga tertentu untuk gaji ataupun upah, artinya jika indeks harga naik, maka gaji atau upah juga akan naik. Kaitannya dengan pasar modal, kenaikan inflasi memberikan pengaruh negatif bagi investor. Inflasi akan meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan, namun jika peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari peningkatan pendapatan maka profitabilitas perusahaan akan menurun. Apabila banyak investor menjual sahamnya karena penurunan pendapatan maka akan berakibat pada turunnya harga saham, yang selanjutnya akan berdampak pada penurunan kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG).

Peneilitian Ria astuti, Apriatni dan Hari susanta (2013), menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh negatif terhdap Indeks Harga saham Gabungan Maka hipotesis yang diajukan adalah:

H2 : Inflasi berpengaruh negatif terhadap IHSG

3. Pengaruh suku bunga terhadap IHSG

Suku bunga yang tinggi akan mendorong orang-orang untuk menanamkan dananya di bank daripada menginvestasikannya pada sektor


(70)

produksi atau sektor industri yang risikonya jauh lebih besar jika dibandingkan dengan menanamkan uang di bank terutama dalam bentuk deposito.

Tingkat suku bunga yang terlalu tinggi akan mempengaruhi nilai

sekarang (present value) aliran kas perusahaan, sehingga

kesempatan-kesempatan investasi yang ada tidak akan menarik lagi. tingkat bunga yang tinggi juga akan meningkatkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan. Di samping itu tingkat bunga yang tinggi juga menyebabkan return yang disyaratkan investor dari suatu investasi akan menurun (Tandelilin, 2001).

Perubahan suku bunga akan mempengaruhi harga saham secara terbalik,

ceteris paribus. Artinya, jika suku bunga meningkat, maka harga saham akan

turun, ceteris paribus. Demikian pula seblaiknya, jika suku bunga turun

maka harga saham naik. Jika suku bunga misalnya naik, maka return investasi yang terkait dengan suku bunga (misalnya bunga) juga akan naik. Kondisi seperti ini bisa menarik investor yang sebelumnya berinvestasi di saham untuk memindahkan dananya dari saham kedalam deposito. Berdasarkan hukum penawaran-permintaan, jika banyak pihak menjual


(71)

bahwa jika suku bunga meningkat, maka tingkat return yang diisyaratkan investor atas suatu obligasi juga meningkat ( Tandelilin, 2001).

Penelitian yang dilakukan Albeta (2006), menemukan bahwa hanya variabel suku bunga deposito yang secara parsial terbukti berpengaruh signifikan terhadap IHSG. Hal ini membuktikan bahwa tingginya suku bunga deposito mempengaruhi minat investor dalam berinvestasi di pasar modal. Paramithasari (2009), menunjukkan bahwa terdapat pengaruh negatif yang tidak signifikan dari variabel tingkat suku bunga SBI terhadap return saham perusahaan Manufaktur. Hasil ini menunjukkan bahwa rendahnya suku bunga deposito tidak akan mempengaruhi minat investor dalam berinvestasi di pasar modal.

Penelitian yang dilakukan Widodo (2011), menunjukkan bahwa dalam jangka panjang dan jangka pendek terdapat pengaruh negatif terhadap IHSG. Maka hipotesis yang diajukan adalah :


(72)

D. MODEL PENELITIAN

H1 (-)

H2 (-) H3 (-)

Gambar 2.3

Kerangka Model Penelitian

NILAI TUKAR

INFLASI

SUKU BUNGA


(73)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Subyek/obyek penilitian

Objek/subjek penelitian ini adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2015

B. Jenis data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif dan sekunder. Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung atau informasi yang diperoleh dari berbagai literatur yang berhubungan dengan penilitian ini. Data tersebut berupa referensi jurnal,

daftar perusahaan IHSG yang terdaftar di BEI, Indonesian Capital

Market Directory (ICMD), www.idx.co.id, www.Bps.co.id,

www.yahoo.finance.com dan informasi serta sumber lain yang

berhubungan dengan penilitian ini.

C. Teknik pengambilan sampel

Sampel diambil berdasarkan metode purposive sampling. Yaitu cara

pengambilan sampel yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan

tertentu. Sampel dipilih dengan menggunakan metode purposive


(74)

1. Data bulanan yang dijadikan data triwulan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa efek indonesia periode 2007-2015

2. Data mengenai tingkat suku bunga SBI jangka waktu 3bulan periode

2007-2015 diperoleh dari Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Bank Indonesia.

3. Data bulanan yang dijadikan triwulan mengenai nilai kurs yang

diperoleh dari publikasi Bank Indonesia periode 2007-2015.

D. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan yang tepat untuk penelitian ini dimana sumber data yang digunakan sepenuhnya merupakan data sekunder adalah teknik dokumentasi. Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen (Usman & Akbar, 2003). Cara dokumentasi biasanya dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder dari berbagai sumber, baik secara pribadi maupun kelembagaan. Data-data yang dikumpulkan menggunakan teknik dokumentasi dalam penelitian ini diperoleh melalui data sekunder. Selain itu data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data triwulan dalam periode 2007-2015. Hal ini dikarenakan penulis ingin melihat gejolak yang terjadi pada data triwualan selama periode penelitian.


(75)

E. Definisi operasional variabel 1. Nilai tukar

Nilai tukar merupakan perbandingan nilai atau harga dua mata uang.

Pengertian nilai tukar mata uang menurut FASB adalah rasio antara suatu unit mata uang dengan sejumlah mata uang lain yang bisa ditukar pada waktu tertentu. Perbedaan nilai tukar riil dengan nilai tukar nominal penting untuk dipahami karena keduanya mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap risiko nilai tukar Sartono (2001). nilai tukar yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar rupiah terhadap US$. Hal tersebut dikarenakan sebagaian besar hutang luar negeri Indonesia dalam bentuk US$ serta inpor bahan baku untuk industri dalam negeri juga dalam bentuk US$.

Pegukuran : kurs tengah = kurs jual+kurs beli / 2

2. Inflasi

Inflasi menunjukkan kenaikan harga umum secara terus menerus, diukur dengan menggunakan perubahan laju inflasi yang diperoleh dari data laporan Bank Indonesia. Indikator inflasi adalah sebagai berikut (www.bi.go.id) :


(76)

digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang di konsumsi oleh masyarakat. Tingkat inflasi di Indonesia biasanya diukur dengan IHK.

2) Indeks harga perdagangan besar merupakan indikator yang

meggambarkan pergerakana harga dari komoditi-komoditi yang diperdagangkan di suatu daerah.

Pengukuran :

Perubahan laju inflasi = IHK priode n - IHK tahun sebelumnya

3. Suku bunga

Yang dimaksud dengan variabel suku bunga adalah sertifikat bank indonesia (SBI). SBI adalah surat berharga yang diterbitkan Bank indonesia sebagai pengakuan utang jangka pendek dengan sistem diskonto. SBI yang diambil adalah SBI jangka waktu satu bulan

Pengkuran : Rata-rata tingkat suku bunga SBI = jumlah tingkat suku bunga periode harian selama 3 bulan dibagi dengan jumlah periode waktu selama 3 bulan.


(77)

4. Indeks Harga Sahama Gabungan (IHSG)

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan suatu indikator untuk mrmantau pergerakan harga seluruh saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. IHSG dijadikan barometer kesehatan ekonomi suatu negara dan sebagai landasan analisis statistik atas kondisi pasar terakhir (current market).

Pengukuran : IHSG( Nilai Pasar/Nilai Dasar) x 100

F. Uji kualitas instrument dan data

Pada penelitian ini alat analisis data dilakukan dengan Metode Errror

Correction Model (ECM). ECM sebagai alat ekoometrika perhitungannya

serta digunakan juga sebagai metode analisis deskriptif bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan jangka panjang dan jangka pendek yang terjadi karena adanya kointegrasi dantara variabel penelitian. Sebelum melakukan

estimasi ECM dan menentukan panjang lag dan uji derajat kointegrasi.

Setalah data diestimasi menggunakan ECM, analisis dapat dilakukan dengan

metode IRF dan variance decomposition. langkah dalam merumuskan

model ECM adalah sebagai berikut :

1. Melakukan spesifikasi hubungan yang diharapkan dalam model yang


(78)

IHSGt = α0 + α1 kurst+ α2 INFt + α3 SBIt ………(1)

Keterangan :

IHSGt : Indek harga saham gabungan pada periode t

Kurst : Nilai Kurs pada periode t

INFt : Inflasi pada periode t

SBI : Tingkat Suku bunga SBI pada periode t

α0 α1 α2 α3 : Koefisien Jangka pendek

2. Membentuk Fungsi biaya tunggal dalam metode koreksi kesalahan :

Ct = b1 (IHSGt – IHSGt *) + b2 [( IHSGt – IHSGt-1) – ft (zt– zt-1)] …(2)

Komponen pertama fungsi biaya tunggal diatas mmerupakan keseimbangan dan komponen kedua merupakan komponen biaya

penyesuaian. Sedangkan B adalah operasi kelambanan waktu. Zt adalah

factor variabel yang mempengaruhi Indeks harga saham gabungan.

a. Meminimumkan fungsi biaya persamaan terhadap Rt, maka akan

diperoleh

IHSG t sIHSGt + (1-e) IHSGt-1 (1-e) ft (1-B) Zt……….(3)

b. Mensubtitusikan IHSGt– IHSGt-1 sehingga diperoleh :

LnIHSGt = β0 +β1LnKurs +β2 LnINFt +β3 LnSBI …………(4)


(79)

IHSGt : Indeks Harga Sahama Gabungan pada periode t

Kurst : Nilai tukar rupiah terhadap US Dollar periode t

INFt : Inflasi pada periode t

SBIt : Tingkat suku bunga SBI periode t

β0β1β2β3 : Koefisien jangka panjang.

Sementara hubungan jangka pendek dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

DLnIHSGt= α1 DLnKurst + α2 DLnINFt+ α3 DLnSBIt ……….(5)

DLnIHSGt = SBIt –α (LnIHSGt-1 - β0 - β1 LnKurst-1 + β2 LnINFt-1 + β3 LnSBIt-1 )

+ µt ………..(6)

Dari hasil parameteiasasi persamaan jangka pendek dapat menghasilkan bentuk persamaan baru, persamaan tersebut dikembangkan dari persamaan yang sebelumnya untuk mengukur parameter jangka panjang dengan menggunakan regresi ekonometri dengan model ECM :

DLnIHSGt = β0 + β1 DLnKurst + β2 DLnINFt + β3 DLnSBIt + β4 DLnKurst-1 + β5

DLnINFt-1 + β5 DLnSBIt-1 + ECT + µt ………..(7)

ECT = LnKurst-1 + LnINFt-1 + LnSBIt-1 ………..(8)

Keterangan :


(80)

DLnKurst : Nilai tukar rupiah terhadap US dollar

DLnINFt : Tingkat Inflasi

DLnSBIt : Tingkat suku bunga SBI

DLnKurst-1 : Kelambananan Nilai tukar rupiah terhadap US dollar

DLnINFt-1 : Kelambanan Tingkat Inflasi

DLnSBIt-1 : Kelambanan Tingkat suku bunga SBI

µt : Residual

D : Perubahan t : periode waktu

ECT : Errror correction model

Prosedur penurunan model ECM dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

1. Uji Stasioneritas

Uji stasioneritas data dilakukan terlebih dahulu sebelum megestimasi data time series. Estimasi dengan data yang tidak stasioner akan

menyebabkan super inkonsistensi dan timbulnya regresi langcung (spurious

regression), sehingga sebenarnya metode inferemsi klasik tidak dapat

diterapkan( Gujarati,2003).


(1)

Null Hypothesis: ECT has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.039299 0.0409

Test critical values: 1% level -3.632900

5% level -2.948404

10% level -2.612874

*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(ECT)

Method: Least Squares Date: 05/18/16 Time: 16:19 Sample (adjusted): 2007Q2 2015Q4 Included observations: 35 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ECT(-1) -0.421181 0.138578 -3.039299 0.0046

C 0.005319 0.030679 0.173374 0.8634

R-squared 0.218701 Mean dependent var 0.003465

Adjusted R-squared 0.195025 S.D. dependent var 0.202255 S.E. of regression 0.181464 Akaike info criterion -0.520074 Sum squared resid 1.086663 Schwarz criterion -0.431196 Log likelihood 11.10129 Hannan-Quinn criter. -0.489393

F-statistic 9.237338 Durbin-Watson stat 1.554406


(2)

Lampiran 4 Uji ECM

Dependent Variable: D(LOG(IHSG)) Method: Least Squares

Date: 05/18/16 Time: 12:06 Sample (adjusted): 2007Q2 2015Q4 Included observations: 35 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.033710 0.028530 1.181562 0.2467

D(INFLASI) -0.918033 1.961157 -0.468108 0.6431

D(SUKU_BUNGA) 0.479012 7.257818 0.065999 0.9478

D(LOG(NILAI_KURS)) -1.937037 0.569672 -3.400269 0.0019

ECT(-1) -0.460517 0.145545 -3.164077 0.0036

R-squared 0.540220 Mean dependent var 0.009082

Adjusted R-squared 0.478916 S.D. dependent var 0.222112 S.E. of regression 0.160334 Akaike info criterion -0.691550 Sum squared resid 0.771211 Schwarz criterion -0.469357 Log likelihood 17.10212 Hannan-Quinn criter. -0.614849

F-statistic 8.812148 Durbin-Watson stat 1.407158


(3)

0 2 4 6 8 10 12 14

-0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5

Series: Residuals Sample 2007Q2 2015Q4 Observations 35 Mean -7.93e-18 Median -0.025479 Maximum 0.476571 Minimum -0.366263 Std. Dev. 0.173932 Skewness 0.401502 Kurtosis 3.630440 Jarque-Bera 1.519979 Probability 0.467671


(4)

Lampiran 6 Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.312561 Prob. F(2,29) 0.7340

Obs*R-squared 0.738537 Prob. Chi-Square(2) 0.6912

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 05/18/16 Time: 12:20 Sample: 2007Q2 2015Q4 Included observations: 35

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.001631 0.033571 -0.048592 0.9616

D(INFLASI) 0.124659 2.174128 0.057338 0.9547

D(SUKU_BUNGA) -0.392460 8.412198 -0.046654 0.9631

D(LOG(NILAI_KURS)) 0.138822 0.710253 0.195454 0.8464

RESID(-1) 0.128304 0.201780 0.635864 0.5299

RESID(-2) -0.096855 0.197129 -0.491328 0.6269

R-squared 0.021101 Mean dependent var -7.93E-18

Adjusted R-squared -0.147675 S.D. dependent var 0.173932 S.E. of regression 0.186332 Akaike info criterion -0.367767 Sum squared resid 1.006870 Schwarz criterion -0.101136 Log likelihood 12.43593 Hannan-Quinn criter. -0.275726

F-statistic 0.125024 Durbin-Watson stat 2.025105


(5)

D(INFLASI)

D(SUKU_BUNGA)

D(LOG(NILAI_KURS))

D(INFLASI)

1.000000

0.344459

0.144297

D(SUKU_BUNG

A)

0.344459

1.000000

0.429824

D(LOG(NILAI_K

URS))


(6)

Lampiran 8 Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 1.941772 Prob. F(3,31) 0.1434

Obs*R-squared 5.536573 Prob. Chi-Square(3) 0.1365

Scaled explained SS 5.712507 Prob. Chi-Square(3) 0.1265 Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 05/18/16 Time: 12:19 Sample: 2007Q2 2015Q4 Included observations: 35

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.023992 0.010318 2.325214 0.0268

(D(INFLASI))^2 -15.96186 20.85481 -0.765380 0.4498

(D(SUKU_BUNGA))^2 174.2532 214.5402 0.812217 0.4229

(D(LOG(NILAI_KURS)))^2 1.845960 0.954278 1.934405 0.0622

R-squared 0.158188 Mean dependent var 0.029388

Adjusted R-squared 0.076722 S.D. dependent var 0.048359 S.E. of regression 0.046467 Akaike info criterion -3.192948 Sum squared resid 0.066934 Schwarz criterion -3.015194 Log likelihood 59.87659 Hannan-Quinn criter. -3.131587

F-statistic 1.941772 Durbin-Watson stat 2.142021


Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2014

3 67 113

Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Inflasi Dan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia Periode 2004 – 2008

2 70 81

PENGARUH INFLASI,SUKU BUNGA, DAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG)DI BURSA EFEK INDONESIA

2 27 51

ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR, INFLASI, DAN SUKUBUNGA TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2007 – 2015

0 2 15

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN TINGKAT SUKU BUNGA, INFLASI DAN NILAI TUKAR TERHADAP INDEKS HARGA Analisis Pengaruh Perubahan Tingkat Suku Bunga, Inflasi Dan Nilai Tukar Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.

0 5 11

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN TINGKAT SUKU BUNGA, INFLASI DAN NILAI TUKAR TERHADAP INDEKS HARGA Analisis Pengaruh Perubahan Tingkat Suku Bunga, Inflasi Dan Nilai Tukar Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.

0 5 11

Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Inflasi, dan Suku Bunga terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2008 - 2012.

0 0 24

Analisis pengaruh inflasi, suku bunga, dan nilai tukar rupiah terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (periode 1992-2011).

0 1 149

PENGARUH INFLASI, SUKU BUNGA, DAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (Studi pada Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2017)

0 0 9

ANALISIS PENGARUH TINGKAT INFLASI , TINGKAT SUKU BUNGA SBI DAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 8