Analisis pengaruh inflasi, suku bunga, dan nilai tukar rupiah terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (periode 1992-2011).

(1)

i

ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH INFLASI, SUKU BUNGA DAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN

(IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA (PERIODE 1992-2011)

Agustinus Endi Nuriawan NIM : 082114104 Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2015

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya pengaruh antara inflasi, suku bunga dan nilai tukar rupiah terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG). Jenis penelitian yang dilakukan adalah berupa studi empiris dengan menggunakan data sekunder. Data diperoleh dari hasil publikasi Badan Pusat Statistik dan Bursa Efek Indonesia.

Penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan atau studi dokumen, dimana data-data yang diambil berasal dari populasi data sekunder yang telah tersedia. Metode pengumpulan data yaitu mencatat, mengumpulkan dan mengolah data-data tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian mengenai IHSG, inflasi, suku bunga, dan nilai tukar rupiah. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda.

Berdasarkan hasil analisis, pengujian secara simultan dengan menggunakan uji F menunjukkan bahwa variabel inflasi, suku bunga, dan nilai tukar rupiah berpengaruh signifikan terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG). Pengujian secara parsial uji t menunjukkan bahwa variabel suku bunga dan nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap IHSG, sedangkan inflasi tidak berpengaruh signifikan.


(2)

ii

ABSTRACT

THE ANALYSIS OF THE EFFECT OF INFLATION, INTEREST RATES AND RUPIAH EXCHANGE RATE ON THE COMPOSITE STOCK

PRICE INDEX (CSPI) IN INDONESIA STOCK EXCHANGE (PERIOD OF 1992-2011)

Agustinus Endi Nuriawan NIM : 082114104 Sanata Dharma University

Yogyakarta 2015

The aim of this study is to find out the influence of inflation, interest rates and the Rupiah exchange rate on the Composite Stock Price Index (CSPI). This study is an empirical study using secondary data. Data was obtained from the publication of the Central Bureau of Statistics (BPS) and the Indonesia Stock Exchange.

This study used literature or document study method, wherein the data was taken from the population of secondary data already available. Methods of data collection used were recording, collecting and processing the written data related to the problem of research on the Composite Stock Price Index, inflation, interest rates, and the Rupiah exchange rate. Data analysis technique used is multiple linear regression. Based on the analysis after performing simultaneous testing using the F test, it has shown that the variable of inflation, interest rates, and the Rupiah exchange rate significantly influence the Composite Stock Price Index (CSPI). Partial test using t test shown that the variable of interest rate and the Rupiah exchange rate influence the Composite Stock Price Index, while inflation does not influence it.


(3)

(4)

ANALISIS PENGARUH INFLASI, SUKU BUNGA DAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN

(IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA (PERIODE 1992-2011)

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh :

AGUSTINUS ENDI NURIAWAN NIM : 082114104

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

i

ANALISIS PENGARUH INFLASI, SUKU BUNGA DAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN

(IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA (PERIODE 1992-2011)

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh :

AGUSTINUS ENDI NURIAWAN NIM : 082114104

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(6)

(7)

(8)

iv

“Mungkin kita dilahirkan untuk kalah, tetapi

kita tidak ditakdirkan untuk menyerah

”.

( Suckseed )

“Fight to the End”

Bertempur sampai akhir

(Manchester City Supporter Club, MCSC Indonesia)

Kupersembahkan untuk :

Pribadi diriku sendiri Universitas Sanata Dharma tercinta Sahabat sejatiku Tuhan Yesus Kristus Maha Super Dan kedua orangtua serta keluargaku tercinta khususnya Dan kawan-kawanku semuanya


(9)

(10)

(11)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapat bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak untuk memberikan hasil yang terbaik. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. J. Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D. selaku Rektor Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. M. Trisnawati Rahayu, S.E., M.Si., Akt. selaku Pembimbing yang telah membantu serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Semua dosen dan karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma yang telah membimbing, membantu dan memberikan ilmunya kepadaku selama kuliah di Universitas Sanata Dharma.

4. Fl. Ismiyadi dan Rita Erminawati, pasangan yang luar biasa dan orang tua yang hebat atas cinta, dukungan, dan motivasi yang tak terbatas.


(12)

viii

5. Saudaraku dan kedua kakak cantikku terutama Christiana Nur Indrawati sebagai sponsorship utama diriku bisa kuliah dan menimba ilmu di USD.

6. Sahabat-sahabatku di kampus, mudika OMK Esteyekabe, IPPB, MCSC chapter Yogya kalian semua yang melengkapi warna pelangi dihidupku.

7. Para serigala terakhir akuntansi 2008, Pincuk, Lilik, Felix yang menemani dan membantuku berjibaku di menit-menit akhir perjuangan hidup di USD .

8. Teman-teman akuntansi Universitas Sanata Dharma angkatan 2008 Fakultas Ekonomi USD.

9. Dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 31 Maret 2015


(13)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA TULIS ... ... vi

HALAMAN KATA PENGANTAR ... ... vii

HALAMAN DAFTAR ISI ... ... ix

HALAMAN DAFTAR TABEL ... ... xiii

ABSTRAK ... ... xiv

ABSTRACT ... ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

A. Pasar Modal ... 7

1. Pengertian Pasar Modal... 7

2. Pelaku Pasar Modal ... 8

3. Manfaat Pasar Modal ... 10

4. Bentuk-bentuk Pasar Modal ... 11

B. Indeks Harga Saham Gabungan ... 12

C. Inflasi... 16

D. Suku Bunga ... 24

E. Nilai Tukar Rupiah ... 27

F. Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap IHSG ... 33

G. Penelitian Terdahulu ... 37

H. Kerangka Penelitian ... 38

I. Hipotesis ... 39

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

A. Jenis Penelitian ... 40


(14)

x

C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 41

D. Teknik Pengumpulan Data ... 42

E. Teknik Pengambilan Sampel... 42

F. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 43

G. Teknik Analisis Data ... 44

1. Analisis Deskriptif ... 46

2. Uji Normalitas ... 46

3. Pengujian Asumsi Klasik ... 47

a. Uji Multikolinearitas ... 47

b. Uji Heteroskedastisitas ... 48

c. Uji Autokorelasi ... 49

4. Pengujian Hipotesis ... 50

5. Pengujian Goodness of Fit ... 50

6. Pengujian terhadap Koefisien Regresi Secara Simultan (Uji F) ... 51

7. Pengujian dengan Koefisien Regresi Parsial (Uji t) ... 52

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN... 53

A. Sejarah Bursa Efek Indonesia ... 53

B. Jajaran Komisaris dan Direksi ... 58

C. Visi dan Misi ... 59

D. Struktur Pasar Modal Indonesia ... 60

E. Produk Bursa Efek Indonesia ... 61

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 72

A. Analisis Deskriptif ... 73

B. Pengujian Normalitas ... 74

C. Pengujian Asumsi Klasik ... 76

1. Uji Multikolinearitas ... 76

2. Uji Autokorelasi ... 78

3. Uji Heteroskedastisitas ... 79

4. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ... 80

5. Pengujian Hipotesis secara Simultan (Uji F)... 82

6. Pengujian Hipotesis secara Parsial (Uji t) ... 83

7. Uji Goodnes of Fit ... 85

D. Pembahasan Penelitian ... 86

1. Pengaruh Inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan ... 87

2. Pengaruh Tingkat Suku Bunga terhadap Indeks Harga Saham Gabungan ... 88

3. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Indeks Harga Saham Gabungan ... 88


(15)

xi

BAB VI PENUTUP ... 89

A. Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 89

C. Keterbatasan Penelitian ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 92


(16)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ... 73

Tabel 5.2 Kolmogorov-Smirnov Test ... 76

Tabel 5.3 Hasil Uji Multikolinearitas dengan Metode VIF ... 77

Tabel 5.4 Hasil Uji Autokorelasi ... 78

Tabel 5.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Glejser ... 79

Tabel 5.6 Hasil Regresi Linear Berganda Metode OLS ... 80

Tabel 5.7 Hasil Uji Statistik F ... 82

Tabel 5.8 Hasil Uji Statistik t ... 84


(17)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Penelitian ... 38

Gambar 4.1 Struktur Organisasi BEI ... 59

Gambar 4.2 Struktur Pasar Modal Indonesia ... 60


(18)

xiv

ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH INFLASI, SUKU BUNGA DAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN

(IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA (PERIODE 1992-2011)

Agustinus Endi Nuriawan NIM : 082114104 Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2015

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya pengaruh antara inflasi, suku bunga dan nilai tukar rupiah terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG). Jenis penelitian yang dilakukan adalah berupa studi empiris dengan menggunakan data sekunder. Data diperoleh dari hasil publikasi Badan Pusat Statistik dan Bursa Efek Indonesia.

Penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan atau studi dokumen, dimana data-data yang diambil berasal dari populasi data sekunder yang telah tersedia. Metode pengumpulan data yaitu mencatat, mengumpulkan dan mengolah data-data tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian mengenai IHSG, inflasi, suku bunga, dan nilai tukar rupiah. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda.

Berdasarkan hasil analisis, pengujian secara simultan dengan menggunakan uji F menunjukkan bahwa variabel inflasi, suku bunga, dan nilai tukar rupiah berpengaruh signifikan terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG). Pengujian secara parsial uji t menunjukkan bahwa variabel suku bunga dan nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap IHSG, sedangkan inflasi tidak berpengaruh signifikan.


(19)

xv

ABSTRACT

THE ANALYSIS OF THE EFFECT OF INFLATION, INTEREST RATES AND RUPIAH EXCHANGE RATE ON THE COMPOSITE STOCK

PRICE INDEX (CSPI) IN INDONESIA STOCK EXCHANGE (PERIOD OF 1992-2011)

Agustinus Endi Nuriawan NIM : 082114104 Sanata Dharma University

Yogyakarta 2015

The aim of this study is to find out the influence of inflation, interest rates and the Rupiah exchange rate on the Composite Stock Price Index (CSPI). This study is an empirical study using secondary data. Data was obtained from the publication of the Central Bureau of Statistics (BPS) and the Indonesia Stock Exchange.

This study used literature or document study method, wherein the data was taken from the population of secondary data already available. Methods of data collection used were recording, collecting and processing the written data related to the problem of research on the Composite Stock Price Index, inflation, interest rates, and the Rupiah exchange rate. Data analysis technique used is multiple linear regression.

Based on the analysis after performing simultaneous testing using the F test, it has shown that the variable of inflation, interest rates, and the Rupiah exchange rate significantly influence the Composite Stock Price Index (CSPI). Partial test using t test shown that the variable of interest rate and the Rupiah exchange rate influence the Composite Stock Price Index, while inflation does not influence it.


(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu tujuan investasi yang banyak digemari oleh kalangan masyarakat yang mempunyai dana lebih untuk berinvestasi adalah pasar modal. Dewasa ini investasi di pasar modal menjadi alternatif pilihan bagi para investor untuk menghimpun dana. Hal ini dikarenakan pasar modal diklaim sebagai investasi yang dapat menghasilkan tingkat keuntungan optimal bagi para investor. Pasar modal dipandang sebagai sarana yang efektif dalam menghimpun dana jangka panjang. Tingkat pengembalian yang akan didapat berbanding lurus dengan resiko yang harus dihadapi, artinya semakin tinggi tingkat pengembalian maka semakin tinggi pula tingkat resikonya dan begitu pula sebaliknya.

Semenjak krisis ekonomi menghantam Indonesia pada pertengahan 1997, kinerja pasar modal mengalami penurunan tajam bahkan diantaranya mengalami kerugian. Kondisi ini tentu akan mempengaruhi investor untuk melakukan investasi di pasar modal khususnya saham, dan akan berdampak terhadap harga pasar saham di bursa. Selain itu krisis ekonomi juga menyebabkan variabel variabel ekonomi, seperti suku bunga, inflasi, nilai tukar maupun pertumbuhan ekonomi mengalami perubahan yang cukup tajam. Untuk melihat perkembangan


(21)

pasar modal Indonesia salah satu indikator yang sering digunakan adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang merupakan salah satu indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).

Secara umum, pasar modal merupakan tempat kegiatan perusahaan mencari dana untuk membiayai kegiatan usahanya. Pasar modal juga merupakan usaha penghimpunan dana masyarakat secara langsung dengan cara menanamkan dana ke dalam perusahaan. Fungsi utama pasar modal adalah sebagai sarana pembentukaan modal suatu perusahaan. Bagi kalangan masyarakat yang memiliki kelebihan dana dan berminat untuk melakukan investasi, lembaga pasar modal di Indonesia adalah salah satu alternatif untuk menanamkan dananya. Investasi sendiri dapat diartikan sebagai penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan di dalam produksi yang efisien selama periode waktu tertentu (Jogiyanto , 2008:5).

Selain itu, pasar modal juga merupakan representasi untuk menilai kondisi perusahaan di suatu negara, karena hampir semua industri di suatu negara terwakili oleh pasar modal. Pasar modal yang mengalami peningkatan (bullish) atau mengalami penurunan (bearish) terlihat dari naik turunnya harga harga saham yang tercatat yang tercermin melalui suatu pergerakan indeks atau lebih dikenal dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). IHSG merupakan nilai


(22)

yang digunakan untuk mengukur kinerja gabungan seluruh saham (perusahaan/emiten) yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Banyak teori dan penelitian terdahulu yang mengungkapkan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dipengaruhi oleh beberapa faktor. Seperti faktor yang berasal dari luar negeri (eksternal) dan faktor yang berasal dari dalam negeri (internal). Faktor yang berasal dari luar negeri tersebut bisa datang dari indeks bursa asing negara lain (Dow Jones, Hang Seng, Nikkei, dll), tren perubahan harga minyak dunia, tren harga emas dunia, sentimen pasar luar negeri, dan lain sebagainya. Sedangkan faktor yang berasal dari dalam negeri bisa datang dari nilai tukar atau kurs di suatu negara terhadap negara lain, tingkat suku bunga dan inflasi yang terjadi di negara tersebut, kondisi sosial dan politik suatu negara, jumlah uang beredar dan lain sebagainya.

Menurut Napitupulu (2012:2), perubahan nilai indeks harga saham gabungan (IHSG) yang merupakan gambaran dari seluruh saham di Indonesia, dapat dipengaruhi oleh berbagai hal yang berhubungan dengan mikroekonomi, yakni fundamental dari perusahan tersebut masing-masing, maupun dari faktor-faktor makroekonomi yang terjadi di Indonesia. Faktor-faktor-faktor makroekonomi yang seringkali berpengaruh terhadap perekonomian seperti tingkat inflasi, GDP, nilai tukar mata uang, tingkat bunga Bank Indonesia juga turut membawa dampak bagi dunia pasar modal dan turut membawa dampak dalam IHSG.


(23)

Berdasarkan penjelasan singkat di atas dan melihat penelitian sebelumnya, maka penulis tertarik untuk melihat kembali Indeks Harga Saham Gabungan yang diukur dengan variabel independen berupa Inflasi, Tingkat Suku Bunga, dan Nilai Tukar Rupiah dengan variabel dependen Indeks Harga Saham Gabungan. Oleh karena itu penulis mengajukan skripsi dengan judul Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia. (Studi Empiris di Bursa Efek Indonesia Periode Pengamatan Tahun 1992-2011) sebagai judul penelitian ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dikemukakan di atas, terdapat permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah inflasi, suku bunga, dan nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia tahun 1992-2011?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh inflasi, suku bunga, dan nilai tukar rupiah baik secara simultan maupun parsial terhadap Indeks Harga Saham Gabungan tahun 1992-2011.


(24)

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Investor

Bagi para calon investor diharapkan dapat menjadi informasi yang menarik dan menjadi salah satu masukan dalam mempertimbangkan dalam pengambilan keputusan investasi.

2. Penulis

Diharapkan agar penelitian ini dapat memberikan pandangan pengetahuan serta menerapkan teori yang telah didapat semasa kuliah serta menambah wawasan baru mengenai masalah yang diteliti.

3. Universitas Sanata Dharma

Diharapkan hasil penelitian ini bisa menjadi referensi mahasiswa lain yang akan meneliti sejenis dimasa yang akan datang serta dapat menambah koleksi kepustakaan.

E. Sistematika Penulisan

Bab I. Pendahuluan

Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.


(25)

Bab II. Tinjauan Pustaka

Bab ini menjelaskan toeri-teori yang relevan dengan permasalahan yang ada dan sebagai dasar untuk mengolah data.

Bab III. Metode Penelitian

Bab ini menguraikan tentang jenis penelitian, tempat penelitian, subjek dan objek penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. Bab IV. Gambaran Umum Perusahaan

Bab ini menguraikan tentang gambaran umum lokasi penelitian Bab V. Analisis Data dan Pembahasan

Pada bab ini diuraikan mengenai hasil analisis data serta pembahasannya. Bab VI. Penutup

Pada bab ini diuraikan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian, keterbatasan penelitian dan saran-saran bagi perusahaan.


(26)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pasar Modal

1. Pengertian Pasar Modal

Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya.

Definisi lainnya dari berbagai sumber terkait dengan pasar modal diantaranya: a. Menurut Husnan (2009:3) adalah pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjual-belikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta.

b. Sedangkan undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal memberikan pengertian pasar modal sebagai suatu kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan


(27)

efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.

c. Pengertian lainnya pasar modal adalah “salah satu sumber pembiayaan eksternal jangka panjang bagi dunia usaha khususnya perusahaan

yang go pubic dan sebagai wahana investasi bagi masyarakat”

(Harianto dan Sudomo, 1998:22).

2. Pelaku Pasar Modal

Menurut Kasmir (2001:183-189), Pasar Modal memiliki beberapa pelaku pasar modal sebagai penggerak. Para pemain utama yang terlibat di pasar modal dan lembaga penunjang yang terlibat langsung dalam proses transaksi antara pemain utama sebagai berikut :

a. Emiten

yakni Perusahaan yang akan melakukan penjualan surat-surat berharga atau melakukan emisi di bursa (disebut emiten). Dalam melakukan emisi, para emiten memiliki berbagai tujuan dan hal ini biasanya sudah tertuang dalam rapat umum pemegang saham (RUPS), antara lain:

a. Perluasan usaha, modal yang diperoleh dari para investor akan digunakan untuk meluaskan bidang usaha, perluasan pasar atau kapasitas produksi.


(28)

b. Memperbaiki struktur modal, menyeimbangkan antara modal sendiri dengan modal asing.

c. Mengadakan pengalihan pemegang saham. Pengalihan dari pemegang saham lama kepada pemegang saham baru.

b. Investor

yakni pemodal yang akan membeli atau menanamkan modalnya di perusahaan yang melakukan emisi (disebut investor). Sebelum membeli surat berharga yang ditawarkan, investor biasanya melakukan penelitian dan analisis tertentu. Penelitian ini mencakup bonafiditas perusahaan, prospek usaha emiten dan analisis lainnya. Tujuan utama para investor dalam pasar modal antara lain :

1) Memperoleh deviden. Ditujukan kepada keuntungan yang akan diperolehnya berupa bunga yang dibayar oleh emiten dalam bentuk deviden.

2) Kepemilikan perusahaan. Semakin banyak saham yang dimiliki maka semakin besar pengusahaan (menguasai) perusahaan.

3) Berdagang. Saham dijual kembali pada saat harga tinggi, pengharapannya adalah pada saham yang benar-benar dapat menaikkan keuntungannya dari jual beli sahamnya.


(29)

c. Lembaga Penunjang

Fungsi lembaga penunjang ini antara lain turut serta mendukung beroperasinya pasar modal, sehingga mempermudah baik emiten maupun investor dalam melakukan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pasar modal. Lembaga penunjang yang memegang peranan penting di dalam mekanisme pasar modal adalah sebagai berikut :

1) Penjamin emisi (underwriter) adalah Lembaga yang menjamin terjualnya saham/obligasi sampai batas waktu tertentu dan dapat memperoleh dana yang diinginkan emiten.

2) Perantara perdagangan efek (broker / pialang). Perantaraan dalam jual beli efek, yaitu perantara antara si penjual (emiten) dengan si pembeli (investor). Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh broker antara lain memberikan informasi tentang emiten, serta melakukan penjualan efek kepada investor.

3) Perdagangan efek (dealer), berfungsi sebagai pedagang dalam jual beli efek, dan sebagai perantara dalam jual beli efek

4) Penanggung (guarantor). Lembaga penengah antara si pemberi kepercayaan dengan si penerima kepercayaan. Lembaga yang dipercaya oleh investor sebelum menanamkan dananya.


(30)

3. Manfaat Pasar Modal

Menurut Darmaji dan Fakhruddin (2009:3) pasar modal memberikan manfaat antara lain:

1) Menyediakan sumber pendanaan atau pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal. 2) Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan

upaya diversifikasi.

3) Menyediakan indikator utama (leading indicator) bagi tren ekonomi negara.

4) Memungkinkan penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah.

5) Menciptakan lapangan pekerjaan/profesi yang menarik.

6) Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dengan prospek yang baik.

7) Alternatif investasi yang memberikan potensi keuntungan dengan resiko yang bisa diperhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas dan diversifikasi investasi.

8) Membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha dan memberikan akses kontrol sosial.


(31)

manajemen profesional, dan penciptaan iklim berusaha yang sehat.

4. Bentuk-Bentuk Pasar Modal

Tandelilin (2010:28) membedakan pasar modal menjadi: 1) Pasar Perdana

Pasar perdana terjadi pada saat perusahaan emiten menjual sekuritasnya kepada investor.

2) Pasar Sekunder

Setelah sekuritas perdana dijual di pasar perdana, sekuritas emiten tersebut kemudian bisa diperjualbelikan oleh dan antar investor di pasar sekunder. Pasar Sekunder biasanya dimanfaatkan untuk perdagangan saham biasa, saham preferen, obligasi, waran maupun sekuritas derivatif (opsi dan futures).

B. Indeks Harga Saham Gabungan

Menurut Sunariyah (2006:142), indeks harga saham gabungan menggambarkan suatu rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga saham gabungan seluruh saham, sampai pada tanggal tertentu. Dalam hal ini mencerminkan suatu nilai yang berfungsi sebagai pengukuran kinerja suatu saham gabungan di bursa efek. Indeks harga saham gabungan seluruh saham


(32)

adalah suatu nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja gabungan seluruh saham yang tercatat di suatu bursa efek. Maksud gabungan dari seluruh saham ini adalah kinerja saham yang dimasukkan dalam perhitungan seluruh saham yang tercatat di bursa tersebut.

Indeks harga saham gabungan memiliki lima fungsi (BEI, 2008) yaitu: 1. Sebagai indikator tren pasar,

2. Sebagai indikator tingkat keuntungan,

3. Sebagai tolok ukur (benchmark) kinerja suatu portofolio, 4. Memfasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif, 5. Memfasilitasi berkembangnya produk derivatif.

Sekarang ini Bursa Efek Indonesia memiliki 8 macam harga saham yang secara terus menerus disebarluaskan melalui media cetak maupun elektronik, sebagai salah satu pedoman bagi investor untuk berinvestasi di pasar modal (BEI, 2008).

Ke delapan macam indeks tersebut adalah:

a. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), menggunakan semua emiten yang tercatat sebagai komponen perhitungan indeks.

b. Indeks Sektoral, menggunakan semua emiten yang termasuk dalam masing-masing sektor.


(33)

c. Indeks LQ45, menggunakan 45 emiten yang dipilih berdasarkan kriteria likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan.

d. Jakarta Islamic Index (JII), menggunakan 30 emiten yang masuk dalam kriteria syariah dan termasuk saham yang memiliki likuiditas dan kapitalisasi tinggi.

e. Indeks Kompas100, menggunakan 100 saham yang dipilih berdasarkan kriteria likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan.

f. Indeks Papan Utama, menggunakan emiten yang masuk dalam kriteria papan utama.

g. Indeks Papan Pengembangan, menggunakan emiten yang masuk dalam kriteria papan pengembangan.

h. Indeks Individual, yaitu harga saham masing-masing emiten.

IHSG merupakan nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja gabungan seluruh saham (perusahaan/emiten) tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Menurut sumber (id.wikipedia.org) IHSG merupakan salah satu indeks

pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia. Diperkenalkan pertama kali pada tanggal 1 April 1983, sebagai indikator pergerakan harga saham di BEJ,


(34)

Indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Hari Dasar untuk perhitungan IHSG adalah tanggal 10 Agustus 1982. Pada tanggal tersebut, Indeks ditetapkan dengan Nilai Dasar 100 dan saham tercatat pada saat itu berjumlah 13 saham.

Menurut Jogiyanto (2008:77), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebenarnya merupakan angka indeks harga saham yang sudah disusun dan dihitung sehingga menghasilkan trend, di mana angka indeks adalah angka yang diolah sedemikian rupa sehingga dapat digunakan membandingkan kejadian yang dapat berupa perubahan harga saham dari waktu ke waktu. Dalam perhitungan angka indeks ini digunakan waktu dasar (base period) dan waktu yang sedang berjalan (given/parent period).

Dasar perhitungan IHSG adalah jumlah Nilai Pasar dari total saham yang tercatat pada tanggal 10 Agustus 1982. Jumlah Nilai Pasar adalah total perkalian setiap saham tercatat (kecuali untuk perusahaan yang berada dalam program restrukturisasi) dengan harga di BEJ pada hari tersebut. Formula perhitungannya adalah sebagai berikut:

dimana p adalah Harga Penutupan di Pasar Reguler,x adalah Jumlah Saham, dan d adalah Nilai Dasar.


(35)

Rata-Rata IHSG = ℎ � � ℎ �

ℎ � �

IHSG memiliki nilai return indeks yang merupakan nilai keuntungan yang didapat para pelaku investor dalam melaksanakan perdagangan melalui IHSG. Nilai return indeks dapat dihitung menggunakan metode penghitungan sebagai berikut :

Ri = (Pit

Pit-1) / Pit-1

Ket :

Ri = Return indeks pasar (IHSG)

Pit = Indeks pasar (IHSG) pada periode t.

Pit – 1 = Indeks pasar (IHSG) pada periode t -1 (tahun sebelumnya).

Perhitungan Indeks merepresentasikan pergerakan harga saham di pasar/bursa yang terjadi melalui sistem perdagangan lelang. Nilai Dasar akan disesuaikan secara cepat bila terjadi perubahan modal emiten atau terdapat faktor lain yang tidak terkait dengan harga saham. Penyesuaian akan dilakukan bila ada tambahan emiten baru, HMETD (right issue), partial/company listing, waran dan obligasi konversi demikian juga delisting. Dalam hal terjadi stock split, dividen saham atau saham bonus, Nilai Dasar tidak disesuaikan karena Nilai Pasar tidak terpengaruh. Nilai Pasar adalah kumulatif jumlah saham hari ini dikali harga


(36)

pasar hari ini (kapitalisasi pasar), sedangkan nilai dasar adalah kumulatif jumlah saham pada hari dasar dikali harga dasar pada hari dasar (Thobarry, 2009). C. Inflasi

a. Menurut Boediono (2000:97)

Inflasi yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus-menerus.

b. Ekonom Parkin dan Bade

Inflasi adalah pergerakan ke arah atas dari tingkatan harga. Secara mendasar ini berhubungan dengan harga, hal ini bisa juga disebut dengan berapa banyaknya uang (rupiah) untuk memperoleh barang tersebut.

c. Menurut Nopirin (1987:25)

Proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus menerus selama peride tertentu.

d. Samuelson (1995: 572)

menyatakan bahwa tingkat inflasi adalah meningkatnya arah harga secara umum yang berlaku dalam suatu perekonomian.

Inflasi sangat terkait dengan penurunan kemampuan daya beli, baik individu maupun perusahaan. Di dalam perekonomian ada kekuatan tertentu yang menyebabkan tingkat harga melonjak sekaligus, tetapi ada kekuatan lain yang menyebabkan kenaikan harga berlangsung terus


(37)

menerus secara perlahan. Secara keseluruhan laju inflasi yang sedang berlangsung tergantung pada permintaan, seperti yang ditunjukkan oleh senjang inflasi atau senjang resesi, kenaikan biaya yang diharapkan dan serangkaian kekuatan luar yang datang terutama dari sisi penawaran (Thobarry, 2009:48).

1. Macam-macam Inflasi

a. Berdasarkan tingkat kualitas parah atau tidaknya

Ada beberapa inflasi berdasarkan tingkat kualitas parah atau tidaknya yaitu:

a. Inflasi Ringan

Inflasi ringan atau inflasi merangkak (creeping inflation)adalah inflasi yang lajunya kurang dari 10% per tahun,inflasi seperti ini wajar terjadi pada negara berkembang yang selalu berada dalam proses pembangunan.

b. Inflasi Sedang

Inflasi ini memiliki ciri yaitu lajunya berkisar antara 10% sampai 30% per tahun. Tingkat sedang ini sudah mulai membahayakan kegiatan ekonomi. Perlu diingat laju inflasi ini secara nyata dapat dilihat garak kenaikan harga. Pendapatan riil masyarakat terutama masyarakat yang


(38)

berpenghasilan tetap seperti buruh, mulai turun dan kenaikan upah selalu lebih kecil bila dibandingkan dengan kenaikan harga.

c. Inflasi berat

Inflasi berat adalah inflasi yang lajunya antara 30% sampai 100%. Kenaikan harga sudah sulit dikendalikan.Hal ini diperburuk lagi oleh pelaku-palaku ekonomi yang memanfaatkan keadaan untuk melakukan spekulasi.

d. Inflasi liar (hyperinflation)

Inflasi liar adalah inflasi yang lajunya sudah melebihi dari 100% per tahun. Inflasi ini terjadi bila setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali

(Hyperinflation).

b. Inflasi Berdasarkan Penyebabnya

1) Inflasi karena tarikan permintaan atau inflasi permintaan (demand full inflation).

Inflasi ini merupakan inflasi yang disebabkan oleh besarnya permintaan masyarakat akan barang-barang. Permintaan total yang berlebihan biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga.


(39)

Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.

2) Inflasi karena kenaikan biaya-biaya produksi (cost push inflation)

Inflasi ini terjadi karena adanya perubahan tingkat penawaran. Kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai


(40)

keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tersebut, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.

c. Inflasi Berdasarkan Asalnya

Inflasi dari segi asalnya dapat dibedakan sebagai berikut :

1) Inflasi yang berasal dalam negeri seperti defisit anggaran belanja Negara yang terus menerus.

Dalam keadaan seperti ini biasanya pemerintah mengintruksikan Bank Indonesia mencetak uang baru dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan pemerintah.Selain itu inflasi dari dalam negeri juga dapat disebabkan oleh adanya gagal panen dan sebagainya.

2) Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation).

Inflasi ini timbul karena adanya karena adanya inflasi dari luar negeri yang mengakibatkan naiknya harga barang-barang impor. Inflasi seperti


(41)

ini biasanya banyak dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang yang notabene sebagian besar usaha produksinya mempergunakan bahan dan alat dari luar negeri yang timbul karena dari adanya perdagangan internasional.

2. Penyebab Inflasi

Inflasi selalu dihubungkan dengan jumlah uang yang beredar. Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang penyebab terjadinya inflasi.

a. Teori Kuantitas

Teori ini adalah teori yang tertua yang membahas tentang inflasi, tetapi dalam perkembangannya teori ini mengalami penyempurnaan oleh para ahli ekonomi Universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai model kaum moneteris (monetarist models). Teori ini menekankan pada peranan jumlah uang beredar dan harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap timbulnya inflasi. Inti dari teori ini adalah sebagai berikut :

1) Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik uang kartal maupun giral.

2) Laju inflasi juga ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan oleh harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa mendatang.


(42)

b. Teori Keynes

Teori Keynes memiliki pandangan bahwa yang paling menentukan kestabilan kehidupan ekonomi nasional adalah permintaan masyarakat (effective demand), hal ini terkait dengan produksi dan kapasitas produksi yang tersedia. Rendahnya kapasitas barang yang diproduksi berakibat harga barang menjadi naik, akibatnya timbul lagi inflasi.

Dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini, bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap barang-barang (permintaan agregat) melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (penawaran agregat), akibatnya akan terjadi inflationary gap. Keterbatasan jumlah persediaan barang (penawaran agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Oleh karenanya sama seperti pandangan kaum monetarist, Keynesian models ini lebih banyak dipakai untuk menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek. Dengan keadaan daya beli antara golongan yang ada di masyarakat tidak sama (heretogen), maka selanjutnya akan terjadi realokasi barang-barang yang tersedia dari golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang relatif rendah kepada golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang lebih besar. Kejadian ini


(43)

akan terus terjadi di masyarakat. Sehingga, laju inflasi akan berhenti hanya apabila salah satu golongan masyarakat tidak bisa lagi memperoleh dana (tidak lagi memiliki daya beli) untuk membiayai pembelian barang pada tingkat harga yang berlaku, sehingga permintaan efektif masyarakat secara keseluruhan tidak lagi melebihi supply barang (inflationary gap

menghilang). c. Teori Strukturalis

Teori ini menitik beratkan pada negara-negara yang sedang berkembang. Menurut teori ini yang mempengaruhi perekonomian ada dua hal penting yang dapat menimbulkan inflasi yaitu :

1) Ketidakelastisan Penerimaan Ekspor.

Nilai ekspor tumbuh secara lamban di banding pertumbuhan sektor-sektor lain. Adapun penyebabnya yaitu :

a) Dipasar dunia, harga barang-barang ekspor dari negara tersebut semakin memburuk.

b) Produksi barang-barang ekspor tidak responsif terhadap kenaikan harga.

2) Ketidakelastisan penawaran atau produksi bahan makanan didalam Negeri.


(44)

Produksi bahan makanan dalam negeri tidak tumbuh secepat pertambahan penduduk dan pendapatan per kapita. Hal ini menyebabkan harga bahan makanan di dalam negeri cenderung untuk naik sehingga melebihi kenaikan harga barang-barang lain. Dampak yang ditimbulkan yaitu timbulnya tuntutan karyawan untuk mendapatkan kenaikan upah dan gaji. Naiknya upah dan gaji menyebabkan kenaikan ongkos produksi yang memacu kenaikan harga barang pula.

D. Suku Bunga

1. Pengertian Suku Bunga

Bunga pada prinsipnya adalah balas jasa yang diberikan oleh pihak yang membutuhkan uang kepada pihak yang memerlukan uang. Bunga dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi penawaran dan sisi permintaan. Bunga dari sisi penawaran merupakan pendapatan atas pemberian kredit sehingga pemilik dana akan menggunakan dananya pada jenis investasi yang menjanjikan pembayaran yang tinggi. Sedangkan bunga dari sisi permintaan adalah biaya atas pinjaman atau jumlah yang dibayarkan sebagai imbalan atas penggunaan uang yang dipinjam. Bunga merupakan harga yang dibayar atas modal. Seperti yang dikemukakan oleh H. Freud Wiston dan Eugene F.


(45)

modal serta keuntungan modal yang merupakan hasil dari suatu ekuitas”.

Dari pendapat di atas suku bunga merupakan harga yang dibayarkan dari seseorang kepada orang yang menanamkan uangnya sebagai modal suatu

usaha. Pendapat lainnya dari Wirawan Martorejo (1987:312) bahwa “suku

bunga sebagai harga yang dibayar atas penggunaan uang atau dana yang dipinjamkan yang dinyatakan dalam persentase dari jumlah yang

dipinjamkan”. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sadono Sukirno (1991:377) bahwa “Suku bunga adalah pembayaran atas modal yang

dipinjamkan dari pihak lain, yang biasanya dinyatakan sebagai persentase

dari modal yang dipinjamkan”. Dari pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa suku bunga merupakan balas jasa dari modal yang dipinjamkan atau ditanamkan yang biasanya dalam bentuk

persentase. Suku bunga yang rendah akan menyebabkan biaya peminjaman yang lebih rendah. Suku bunga yang rendah akan merangsang investasi dan aktivitas ekonomi yang akan menyebabkan harga saham meningkat (Thobarry, 2009).

2. Macam-macam Suku Bunga

Menurut Kasmir (2000:55) yang menyatakan bahwa dalam kegiatan perbankan sehari-hari ada 2 (dua) macam bunga yang diberikan kepada nasabah yaitu bunga simpanan dan bunga pinjaman.


(46)

a. Bunga Simpanan

Bunga simpanan adalah bunga yang diberikan sebagai perangsang atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank kepada nasabah. Sebagai contoh: jasa giro, bunga tabungan, bunga deposito.

b. Bunga Pinjaman

Bunga pinjaman adalah bunga yang dibebankan kepada para peminjam atau harga harus yang dibayarkan oleh nasabah kepada bank atas pinjaman modal yang dinikmati oleh nasabah tersebut. Sebagai contoh bunga kredit.

E. Nilai Tukar Rupiah

Menurut Adiningsih, dkk (1998: 155), nilai tukar rupiah adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah merupakan nilai mata uang rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, nilai tukar rupiah terhadap Euro, dan lain sebagainya.

Pengertian nilai tukar menurut Fabozzi dan Franco (1996:724) adalah “an

exchange rate is defined as the amount of one currency that can be exchange per unit of another currency, or the price of one currency in items of another


(47)

currency”. Dengan kata lain nilai tukar didefinisikan sebagai jumlah dari suatu mata uang yang dapat ditukarkan dengan per unit mata uang lain, atau harga satu mata uang dalam item dari mata uang lain.

Menurut Mohamad Samsul (2006: 202), perubahan satu variabel makro ekonomi memiliki dampak yang berbeda terhadap harga saham, yaitu suatu saham dapat terkena dampak positif sedangkan saham lainnya terkena dampak negatif. Misalnya, perusahaan yang berorientasi impor, depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika yang tajam akan berdampak negatif terhadap harga saham perusahaan. Sementara itu, perusahaan yang berorientasi ekspor akan menerima dampak positif dari depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika. Ini berarti harga saham yang terkena dampak negatif akan mengalami penurunan di Bursa Efek Indonesia (BEI), sementara perusahaan yang terkena dampak positif akan mengalami kenaikan harga sahamnya. Selanjutnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga akan terkena dampak negatif atau positif tergantung pada kelompok yang dominan dampaknya.

Saat ini sekitar 64% dari total industri di Indonesia masih mengandalkan bahan baku, bahan penolong, serta bahan modal impor untuk mendukung proses produksi (www.kemenperin.go.id). Ketika mata uang rupiah terdepresiasi, hal ini akan mengakibatkan naiknya biaya bahan baku tersebut. Kenaikan biaya produksi akan mengurangi tingkat keuntungan perusahaan. Bagi investor,


(48)

proyeksi penurunan tingkat laba tersebut akan dipandang negatif (A.K Coleman dan K.A Tettey, 2008). Hal ini akan mendorong investor untuk melakukan aksi jual terhadap saham-saham yang dimilikinya. Apabila banyak investor yang melakukan hal tersebut, tentu akan mendorong penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Bagi investor sendiri, depresiasi rupiah terhadap dollar menandakan bahwa prospek perekonomian Indonesia suram. Sebab depresiasi rupiah dapat terjadi apabila faktor fundamental perekonomian Indonesia tidaklah kuat, sehingga dolar Amerika akan menguat dan akan menurunkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI (Sunariyah, 2006).

Dimitrova (2005) menjelaskan bahwa ada beberapa cara bagaimana nilai tukar dapat mempengaruhi pasar modal, antara lain:

a. Penurunan nilai mata uang.

b. Investor asing tidak mau menahan aset.

c. Pasar modal yang terdiri dari sejumlah perusahaan yang berbeda. d. Mata uang yang terdepresiasi akan mendorong industri ekspornya dan

sebaliknya, menurunkan industri impornya. 1. Penentuan Nilai Tukar

Ada beberapa faktor penentu yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu (Madura, 1993):


(49)

a. Faktor Fundamental

Faktor fundamental berkaitan dengan indikator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar negara, ekspektasi pasar dan intervensi bank sentral.

b. Faktor Teknis

Faktor teknis berkaitan dengan kondisi permintaan dan penawaran devisa pada saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran tetap, maka harga valuta asing akan terapresiasi, sebaliknya apabila ada kekurangan permintaan, sementara penawaran tetap maka nilai tukar valuta asing akan terdepresiasi.

c. Sentimen Pasar

Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valuta asing naik atau atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal.

2. Sistem Kurs Mata Uang

Menurut Kuncoro (2001: 26-31), ada beberapa sistem kurs mata uang yang berlaku di perekonomian internasional, yaitu:

a. Sistem kurs mengambang (floating exchange rate)


(50)

upaya stabilisasi oleh otoritas moneter. Di dalam sistem kurs mengambang dikenal dua macam kurs mengambang, yaitu :

1) Mengambang bebas (murni) dimana kurs mata uang ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan bank sentral/otoritas moneter. Sistem ini sering disebut clean floating exchange rate, di dalam sistem ini cadangan devisa tidak diperlukan karena otoritas moneter tidak berupaya untuk menetapkan atau memanipulasi kurs.

2) Mengambang terkendali (managed or dirty floating exchange rate) dimana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs pada tingkat tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual valuta asing untuk mempengaruhi pergerakan kurs.

b. Sistem kurs tertambat (pegged exchange rate).

Dalam sistem ini, suatu negara mengkaitkan nilai ukar mata uangnya dengan suatu mata uang negara lain atau sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan mata uang negara partner dagang yang utama

“Menambatkan“ ke suatu mata uang berarti nilai tukar mata uang


(51)

sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya.

c. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs).

Dalam sistem ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai tukar mata uangnya secara periodik dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentang waktu tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara dapat mengatur penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama dibanding sistem kurs tertambat. Oleh karena itu, sistem ini dapat menghindari kejutan-kejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba dan tajam. d. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies).

Banyak negara terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai tukar mata uangnya berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah menawarkan stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata uang disebar dalam sekeranjang mata uang.

Seleksi mata uang yang dimasukkan dalam “keranjang“ umumnya

ditentukan oleh peranannya dalam membiayai perdagangan negara tertentu. Mata uang yang berlainan diberi bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya terhadap negara tersebut. Jadi sekeranjang


(52)

mata uang bagi suatu negara dapat terdiri dari beberapa mata uang yang berbeda dengan bobot yang berbeda.

e. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate).

Dalam sistem ini, suatu negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit.

Naik turunnya nilai tukar mata uang atau kurs valuta asing bisa terjadi dengan berbagai cara, yakni bisa dengan cara dilakukan secara resmi oleh pemerintah suatu negara yang menganut sistem managed floating exchange rate, atau bisa juga karena tarik menariknya kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan di dalam pasar (market mechanism) dan lazimnya perubahan nilai tukar mata uang tersebut bisa terjadi karena empat hal yaitu :

a. Depresiasi (depreciation) adalah penurunan harga mata uang nasional terhadap mata uang lainnya, yang terjadi karena tarik menarik kekuatan-kekuatan supply dan demand (market mechanism).


(53)

b. Appresiasi (appreciation) adalah peningkatan harga mata uang nasional terhadap mata uang lainnya, yang terjadi karena tarik menarik kekuatan-kekuatan supply dan demand (market mechanism).

c. Devaluasi (devaluation) adalah penurunan harga mata uang nasional terhadap mata uang lainnya yang dilakukan secara resmi oleh pemerintah suatu negara.

d. Revaluasi (revaluation) adalah peningkatan harga mata uang nasional terhadap mata uang lainnya yang dilakukan secara resmi oleh pemerintah suatu negara.

F. Pengaruh Inflasi, Suku Bunga Dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Indeks

Harga Saham Gabungan

a. Pengaruh Inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Menurut Wijaya (2013:15), penyebab terjadinya inflasi bisa disebabkan karena adanya tarikan permintaan dan desakan biaya. Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Sedangkan inflasi desakan biaya (cost pull inflation) terjadi


(54)

akibat adanya kelangkaan produksi atau kelangkaan distribusi, walaupun permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Pelemahan kurs rupiah terhadap dollar AS dapat memicu terjadinya inflasi desakan biaya karena meningkatnya biaya produksi akibat penggunaan bahan baku impor.

Inflasi desakan biaya juga dapat disebabkan oleh adanya kenaikan harga minyak mentah dunia. Bahan Bakar Minyak (BBM) banyak digunakan sebagai bahan bakar industri sehingga dimasukkan sebagai komponen biaya produksi suatu produk. Kenaikan BBM mengakibatkan kenaikan harga produksi sehingga produsen kemudian menaikkan harga jual produknya dan memicu terjadinya inflasi dimasyarakat. Bagi perusahaan-perusahaan penambangan dan pengolahan minyak bumi, hal ini akan berpengaruh positif karena kenaikan harga minyak mentah ini akan meningkatkan laba bersih sehingga harga saham ikut naik di bursa efek. Naik turunnya harga saham perusahaan-perusahaan tersebut menyebabkan naik turunnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di bursa efek akibat aksi ambil untung (profit taking) yang dilakukan oleh para investor.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Wijaya (2013), dalam penelitiannya tentang Pengaruh Faktor Internal seperti kurs rupiah, tingkat inflasi dan suku bunga SBI dan Pengaruh Eksternal seperti harga emas dunia


(55)

dan minyak mentah terhadap IHSG telah membuktikan bahwa kurs rupiah terhadap dollar AS berpengaruh positif sedangkan tingkat inflasi dan suku bunga SBI berpengaruh negatif terhadap IHSG.

b. Pengaruh Suku Bunga terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Sebagai bank sentral, Bank Indonesia dapat mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat melalui penjualan SBI dan menentukan tingkat suku bunga simpanan dan pinjaman (Wijaya, 2013:15). BI rate yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia dapat dijadikan sebagai suku bunga acuan oleh bank-bank yang ada di Indonesia dalam menentukan besarnya suku bunga simpanan dan pinjaman serta digunakan oleh Bank Indonesia sebagai sasaran suku bunga SBI yang diinginkan untuk pelelangan pada masa periode tertentu. Tinggi rendahnya tingkat suku bunga atau BI rate ini akan mempengaruhi investasi di pasar modal karena investor dapat mengalihkan dana invetasinya dalam bentuk simpanan di bank lokal dan pembelian SBI di pasar uang sehingga berdampak pada IHSG di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hal ini telah dibuktikan oleh Lee (1992: 23) maupun Sitinjak dan Kurniasari bahwa tingkat bunga berpengaruh negatif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).


(56)

c. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap Pergerakan IHSG

Dalam penelitiannya, nilai tukar rupiah adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah merupakan nilai dari suatu mata uang yang ditranslasikan terhadap mata uang negara lain. Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktifitas di pasar saham maupun pasar uang karena invstor cenderung berhati-hati untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs rupiah terhadap mata uang asing khususnya dollar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari 2003).

Nilai tukar mata uang suatu negara akan sangat penting dalam perekonomiannya, nilai kurs akan terlihat dalam dunia investasi, dikarenakan era globalisasi dimana investasi tidak hanya akan datang dari dalam negeri, namun juga berasal dari luar negeri. Sehingga nilai tukar akan sangat berpengaruh terhadap saham-saham dan harga saham di bursa efek. Apabila nilai tukar mengalami pelemahan, maka hal tersebut akan menggambarkan ketidakstabilan perekonomian suatu negara, dengan demikian akan terjadi penarikan cash yang dilakukan investor asing karena dinilai kurang baiknya ekonomi negara tersebut. Hal tersebut akan memicu aksi jual saham-saham di bursa efek dan mengakibatkan turunnya IHSG. Demikian pula sebaliknya. Apabila suatu negara mengalami ekonomi yang


(57)

terus berkembang, dan nilai mata uangnya naik, maka hal tersebut akan menarik investor asing untuk ikut masuk berinvestasi. Dengan melakukan aksi beli dalam investasi saham, maka hal tersebut akan membuat IHSG pun naik.

G. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Theresia Puji Rahayu (2002) menunjukkan hasil bahwa variabel nilai tukar dan suku bunga SBI mempunyai pengaruh yang negatif terhadap variabel Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Shanty Oktavilia (2003), menggunakan analisis regresi berganda dimana PDB, kurs rupiah, suku bunga SBI, Indeks DJIA mempunyai pengaruh positif terhadap IHSG. Sedangkan suku bunga mempunyai pengaruh yang negatif terhadap IHSG.

Dedy Pratikno (2006), menggunakan model ekonometrika Ordinary Least Square (OLS) dengan variabel kurs, suku bunga SBI dan inflasi mepunyai hubungan yang negatif terhadap IHSG, sedangkan Indeks Dow Jones mempunyai pengaruh yang positif terhadap IHSG.

Handayani, (2007), pengaruh tingkat bunga SBI, nilai kurs dollar AS, dan tingkat inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) (studi di Bursa Efek Jakarta). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat bunga SBI, nilai kurs dollar AS, dan tingkat inflasi terhadap naik turunnya


(58)

indeks harga saham dan untuk mengetahui variabel yang dominan berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa Tingkat bunga SBI, nilai kurs Dollar AS dan Tingkat inflasi secara serempak berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Tingkat bunga SBI berpengaruh negatif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan, sedangkan Nilai Kurs Dollar AS dan Tingkat Inflasi berpengaruh positif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Dari ketiga variabel independen, variabel tingkat bunga SBI adalah variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.

H. Kerangka Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas dapat dirumuskan kerangka penelitian yang mendukung sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Penelitian Sumber : data diolah

Inflasi

Suku Bunga

Nilai Tukar Rupiah

Indeks Harga Saham Gabungan


(59)

I. Hipotesis

Dari literatur yang telah dijelaskan diatas, penelitian ini akan mengambil simpulan sementara atau hipotesis sebagai arah penelitian ini, yaitu

H1 : Inflasi berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.

H2 : Suku Bunga berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.


(60)

41

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan berupa studi empiris dengan menggunakan data sekunder, yaitu penelitian berdasarkan pada data-data yang diperoleh dari penemuan dan pengamatan yang telah dilakukan. Data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil publikasi Bank Indonesia berupa laporan tahunan Bank Indonesia, Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI), hasil publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) dan hasil dari Pojok BEI Universitas Islam Indonesia meliputi data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), tingkat suku bunga Bank Indonesia, inflasi, kurs dolar Amerika terhadap rupiah (US$/Rp yang ditetapkan Bank Indonesia.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu data yang diukur dalam suatu skala numerik (angka). Data kuatitatif disini berupa data runtut waktu (time series) yaitu data yang disusun menurut waktu pada suatu variabel tertentu selama kurun waktu 20 tahun dari tahun 1992 sampai dengan tahun 2011.


(61)

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan di :

a. Pojok BEI (Bursa Efek Indonesia) Universitas Islam Indonesia untuk data mengenai Indeks Harga Saham.

b. BPS Propinsi DIY untuk data mengenai data tentang inflasi, tingkat suku bunga BI, dan nilai tukar rupiah

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2014 sampai dengan Maret 2014.

C. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia selama tahun 1992-2011.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini difokuskan pada faktor-faktor yang diduga dapat mempengaruhi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan, dan faktor-faktor tersebut yaitu inflasi, nilai tukar rupiah, tingkat suku bunga. Jangka waktu yang digunakan selama 20 tahun mulai dari tahun 1992 sampai dengan tahun 2011.


(62)

D. Teknik Pengumpulan data

Dalam penelitian ini teknik atau metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode dokumentasi, yaitu mencatat, mengumpulkan, dan mengolah data-data tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian baik dari sumber dokumen/buku, jurnal, artikel dan internet mengenai inflasi, suku bunga, nilai tukar rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG).

E. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan salah satu cara pengambilan sampling tidak acak (non-random sampling), yaitu metode

purposive sampling. Menurut Sanusi (2013:95), cara pengambilan sampel ini disebut pula dengan judgement sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Sampel yang digunakan dari periode waktu yang sama, yakni dari periode 1992 sampai dengan 2011 dengan pertimbangan ingin melihat perkembangan Bursa Efek Indonesia dari tahun 1990 an sampai 2011 dimana Indonesia telah dua kali mengalami krisis moneter. Data yang diperoleh secara resmi dari BPS tentang inflasi dan suku bunga dan nilai tukar rupiah sudah dalam bentuk tahunan, sedangkan IHSG yang berfluktuasi setiap hari, peneliti mengolahnya dengan merata-ratakan data tersebut ke dalam data tahunan.


(63)

F. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian terdiri dari variabel independen sebagai unsur yang diasumsikan dapat mempengaruhi variabel dependen dan variabel dependen sebagai unsur yang diasumsikan dapat dipengaruhi variabel independen. a. Variabel Independen

Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang menjelaskan variabel lain yang terikat (Husein, 2003). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah inflasi, suku bunga, dan nilai tukar rupiah. b. Variabel Dependen

Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel-variabel independen (Husein, 2003). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia.

2. Definisi Operasional Variabel

Penelitian ini menggunakan satu variabel dependen dan tiga variabel independen. Definisi operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)


(64)

merupakan gabungan harga semua saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Karena nilai IHSG yang berfluktuasi setiap hari oleh karena itu peneliti mengolahnya dengan merata-ratakan data tersebut ke dalam data tahunan. Pengukuran yang dilakukan dalam satuan rupiah. b. Inflasi

Inflasi adalah tingkat kenaikan harga-harga barang secara umum yang terjadi terus menerus. Indeks yang digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Pengukuran yang digunakan adalah dalam satuan persen.

c. Suku Bunga

Bunga simpanan adalah bunga yang diberikan sebagai perangsang atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank kepada nasabah. Suku bunga yang digunakan dalam penelitian ini adalah suku bunga deposito bank umum (commercial bank) 12 bulan.

d. Nilai Tukar Rupiah

Nilai tukar rupiah adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Nilai tukar yang digunakan adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika/US.


(65)

Menurut Kuncoro (2001:68), data diperoleh dengan mengukur nilai satu atau lebih variabel dalam sampel (populasi), semua data yang ada gilirannnya merupakan variabel yang kita ukur, dapat diklasifikasikan menjadi data kuantitatif dan data kualitatif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu data yang diukur dalam suatu skala numerik (angka).

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kuantitatif, untuk memperkirakan secara kuantitatif pengaruh dari beb erapa variabel independen secara bersama‐sama maupun secara sendiri‐ sendiri terhadap variabel dependen. Hubungan fungsional antara satu variabel dependen dengan variabel independen dapat dilakukan dengan regresi berganda dan menggunakan data gabungan apabila dalam persamaan garis regresi tercakup lebih dari dua variabel (termasuk variabel tidak bebas Y), maka regresi ini disebut disebut garis regresi linear berganda (multiple linear regression) (Supranto, 2005:148).

Metode analisis yang digunakan adalah regresi Linier berganda dengan model sebagai berikut :

Y = a + b1X1+ b2X2 + b3X3 + e keterangan :


(66)

a = konstanta

b1, b2, b3 = koefisien regresi X1 = Inflasi

X2 = Suku Bunga X3 = Nilai Tukar

1. Analisis Deskriptif

Untuk memberikan gambaran secara umum, akan diadakan analisis statistik deskriptif mengenai variabel-variabel penelitian, yaitu Indeks Harga Saham Gabungan, Laju Inflasi, Tingkat Suku Bunga, dan Nilai Tukar Rupiah. Deskripsi variabel tersebut disajikan dalam bentuk frekuensi absolut yang menyajikan angka rata-rata, median, kisaran, dan standar deviasi.

2. Uji Normalitas

Uji Normalitas data dilakukan untuk melihat apakah suatu data terdistribusi secara normal atau tidak. Uji normalitas data dilakukan dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari data yang sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk garis lurus diagonal dan ploting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data adalah normal, maka data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Ghozali, 2005).


(67)

Dasar pengambilan keputusan dalam mendeteksi normalitas yaitu:

a. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

3. Pengujian Asumsi Klasik

Persamaan regresi linier berganda yang digunakan dalam penelitian ini dikatakan baik jika terbebas dari asumsi-asumsi klasik statistik, baik itu multikoleniaritas, autokorelasi dan heteroskedastisitas (Sawieo, 2010). Untuk mengetahui apakah ketiga aspek di atas tidak terpenuhi maka perlu dilakukan pengujian atas masing-masing asumsi klasik tersebut.

a. Uji Multikolinearitas

Menurut Ghozali (2001) uji ini bertujuan menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Pada model regresi yang baik seharusnya antar variabel independen tidak terjadi kolerasi. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikoliniearitas dalam model regresi dapat dilihat dari tolerance value atau variance


(68)

multikoliniearitas didalam model ini adalah sebagai berikut :

a. Nilai R2 sangat tinggi, tetapi secara individual variabel‐ variabel bebas banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel terikat.

b. Menganalisa matrik korelasi antar variabel bebas. Jika terdapat korelasi antar variabel bebas yang cukup tinggi (> 0,9), hal ini merupakan indikasi adanya multikolenaritas.

c. Dilihat dari nilai VIF dan Tolerance. Nilai cut off Tolerance < 0.10 dan VIF>10, berarti terdapat multikolinearitas.

Jika terjadi gejala multikolinearitas yang tinggi, standard error koefisien regresi akan semakin besar dan mengakibatkan confidence interval untuk pendugaan parameter semakin lebar. Dengan demikian terbuka kemungkinan terjadinya kekeliruan yaitu menerima hipotesis yang salah. Uji multikolinearitas dapat dilaksanakan dengan jalan meregresikan model analisis dan melakukan uji korelasi antar independen variabel dengan menggunakan variance inflating factor (VIF).

Batas VIF adalah 10, apabila nilai VIF lebih besar dari 10 maka terjadi multikolinearitas (Ghozali, 2002).


(69)

Menurut (Sawieo, 2010), heteroskedastisitas adalah varian residual yang tidak sama pada semua pengamatan dalam suatu persamaan regresi. Dimana regresi yang baik seharusnya tidak terjadi heteroskedastisitas. Regresi yang baik adalah regresi yang memiliki kesamaan varian residual suatu periode pengamatan dengan periode pangamatan yang lain, atau adanya hubungan antara nilai yang diprediksi dengan studentized delete residual nilai tersebut sehingga dapat dikatakan regresi tersebut homoskedastisitas. Cara memprediksi ada tidaknya heteroskedastisitas pada suatu persamaan regresi dapat dilihat dari pola gambar scatterplot persamaan tersebut (Nugroho 2005:62).

c. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan periode t‐1 sebelumnya (Thobarry, 2009). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Model regresi yang baik adalah yang bebas autokorelasi. Untuk mendeteksi autokorelasi, dapat dilakukan uji statistik melalui uji Durbin‐ Watson (DW test) (Ghozali, 2001). Dasar pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut:


(70)

1. Bila nilai DW terletak diantara batas alas atau upper bound (du) dan (4-du) maka koefisien autokorelasi = 0, berarti tidak ada autokorelasi. 2. Bila nilai DW lebih rendah dari pada batas bawah atau lower bound (dl)

dan (4-du) maka koefisien autokorelasi > 0, berarti ada autokorelasi positif.

3. Bila nilai DW lebih besar dari (4-du) maka koefisien autokorelasi < 0, berarti ada autokorelasi negatif.

4. Bila nilai DW terletak antara du dan dl atau DW terletak antara (4-du) dan (4-di) maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.

4. Pengujian Hipotesis

Untuk menguji hipotesis yang telah ditentukan teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Alat analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel laju inflasi, tingkat suku bunga dan nilai tukar rupiah terhadap indeks harga saham gabungan di BEI.

5. Pengujian Goodness of Fit

Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui kekuatan variabel independen menjelaskan variabel dependen.


(71)

Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.

Nilai koefisien determinansi adalah antara 0 dan 1. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel‐

variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas (Ghozali, 2005). Nilai yang mendekati 1 (satu) berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.

6. Pengujian Terhadap Koefisien Regresi Secara Simultan (Uji F).

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen yang terdapat dalam model secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen (Thobarry, 2009). Dengan tingkat signifikansi sebesar 5% nilai F ratio dari masing-masing koefisien regresi kemudian dibandingkan dengan nilai t tabel. Jika F ratio> Ftabel atau prob-sig <a=5% berarti bahwa masing-masing independen berpengaruh secara positif terhadap dependen.

Langkah‐langkah yang dilakukan untuk melakukan pengujian secara simultan adalah:


(72)

1. H0 : b1 = b2 = b3 = 0 (Tidak ada pengaruh yang signifikan variabel

Inflasi, Suku Bunga, dan Nilai Tukar Rupiah terhadap IHSGsecara bersama-sama).

2. Ha : b1≠ b2≠ b3≠0 (Ada pengaruh yang signifikan variabel Inflasi,

Suku Bunga, dan Nilai Tukar Rupiah terhadap IHSG secara bersama-sama).

b. Menentukan tingkat signifikansi yaitu sebesar 0.05 (α=0.05) c. Membandingkan F hitung dengan F tabel Nilai F hitung jika :

1. Bila F hitung < F tabel, variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

2. Bila F hitung > F tabel, variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen.

3. Berdasarkan probability value. Dengan menggunakan nilai probabilitas, maka Ha akan diterima dan H0 ditolak jika probabilitas kurang dari 0,05.

7. Pengujian Dengan Koefisien Regresi Parsial (Uji t)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui signifikansi peran secara parsial antara variabel independen terhadap variabel dependen dengan mengasumsikan bahwa variabel independen lain dianggap konstan. Dengan tingkat signifikansi sebesar 95%, nilai t hitung dari masing‐


(73)

masing koefisien regresi kemudian dibandingkan dengan nilai t tabel. Jika t‐hitung > t‐tabel atau prob‐sig < α = 5% berarti bahwa masing‐ masing variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen (Thobarry, 2009).


(74)

55

BAB IV

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah Singkat Bursa Efek Indonesia (BEI)

Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Bursa Efek Jakarta pertama kali dibuka pada tanggal 14 desember 1912, dengan bantuan pemerintah kolonial Belanda, didirikan di Batavia, pusat pemerintahan kolonial Belanda yang kita kenal sekarang dengan Jakarta. Bursa Efek Jakarta dulu disebut Call-Efek. Sistem perdagangannya seperti lelang, dimana tiap efek berturut-turut diserukan

pemimpin “Call”, kemudian para pialang masing-masing mengajukan permintaan beli atau penawaran jual sampai ditemukan kecocokan harga, maka transaksi terjadi. Pada saat itu terdiri dari 13 perantara pedagang efek (makelar). Bursa saat itu bersifat demand-following, karena para investor dan para perantara pedagang efek merasakan keperluan akan adanya suatu bursa efek di Jakarta. Bursa lahir karena permintaan akan jasanya sudah mendesak. Orang-orang Belanda yang bekerja di Indonesia saat itu sudah lebih dari tiga ratus tahun mengenal akan investasi dalam efek, dan penghasilan serta hubungan mereka memungkinkan mereka menanamkan uangnya dalam aneka rupa efek. Baik efek


(75)

dari perusahaan yang ada di Indonesia maupun efek dari luar negeri. Sekitar 30 sertifikat (sekarang disebutdepository receipt) perusahaan Amerika, perusahaan Kanada, perusahaan Belanda, perusahaan Prancis dan perusahaan Belgia. Bursa Efek Jakarta sempat tutup selam periode perang dunia pertama, kemudian di buka lagi pada tahun 1925. Selain Bursa Efek Jakarta, pemerintah kolonial juga mengoperasikan bursa Efek di Surabaya dan Semarang. Namun kegiatan bursa ini di hentikan lagi ketika terjadi pendudukan tentara Jepang di Batavia.

Aktivitas di bursa ini terhenti dari tahun 1940 sampai 1951 di sebabkan perang dunia II yang kemudian disusul dengan perang kemerdekaan. Baru pada tahun 1952 di buka kembali, dengan memperdagangkan saham dan obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan Belanda di nasionalisasikan pada tahun 1958. Meskipun pasar yang terdahulu belum mati karena sampai tahun 1975 masih ditemukan kurs resmi bursa efek yang dikelola Bank Indonesia.

Bursa Efek Jakarta kembali dibuka pada tanggal 10 Agustus 1977 dan ditangani oleh Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM), institusi baru di bawah Departemen Keuangan. Seiring dengan perkembangan Bursa Efek Jakarta yang semakin efektif, pada tanggal 16 Juni 1989 Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya. Kegiatan perdagangan dan kapitalisasi pasar saham pun


(76)

mulai meningkat seiring dengan perkembangan pasar finansial dan sektor swasta yang puncak perkembangannya pada tahun 1990. Pada tahun 1991, bursa saham diswastanisasi menjadi PT. Bursa Efek Jakarta dan menjadi salah satu bursa saham yang dinamis di Asia. Swastanisasi bursa saham ini menjadi PT. Bursa Efek Jakarta mengakibatkan beralihnya fungsi BAPEPAM menjadi Badan Pengawas Pasar Modal.

Bursa efek terdahulu bersifat demand-following, namun setelah tahun 1977 bersifat supplay-leading, artinya bursa dibuka saat pengertian mengenai bursa pada masyarakat sangat minim sehingga pihak BAPEPAM harus berperan aktif langsung dalam memperkenalkan bursa.

Pada tahun 1977 hingga 1978 masyarakat umum tidak atau belum merasakan kebutuhan akan bursa efek. Perusahaan tidak antusias untuk menjual sahamnya kepada masyarakat. Tidak satupun perusahaan yang memasyarakatkan sahamnya pada periode ini. Baru pada tahun 1979 hingga 1984 dua puluh tiga perusahaan lain menyusul menawarkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta. Namun sampai tahun 1988 tidak satu pun perusahaan baru menjual sahamnya melalui Bursa Efek Jakarta.

Untuk lebih mengairahkan kegiatan di Bursa Efek Jakarta, maka pemerintah telah melakukan berbagai paket deregulasi, antaralain seperti: paket Desember 1987, paket Oktober 1988, paket Desember 1988, paket Januarti 1990, yang


(77)

prinsipnya merupakan langkah-langkah penyesuaian peraturan-peraturan yang bersifat mendorong tumbuhnya pasar modal secara umum dan khususnya Bursa Efek Jakarta. Setelah dilakukan paket-paket deregulasi tersebut Bursa Efek Jakarta mengalami kemajuan pesat. Harga saham bergerak naik cepat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang bersiafat tenang. Perusahaan-perusahaan pun akhirnya melihat bursa sebagai wahana yang menarik untuk mencari modal, sehingga dalam waktu relative singkat sampai akhir tahun 1997 terdapat 283 emiten yang tercatat di Bursa Efek Jakarta.

Tahun 1955 adalah tahun Bursa Efek Jakarta memasuki babak baru, karena pada tanggal 22 Mei 1995 Bursa Efek Jakarta meluncurkan Jakarta Automated Trading System (JATS). JATS merupakan suatu sistim perdagangan manual. Sistim baru ini dapat memfasilitasi perdagangan saham dengan frekuensi yang lebih besar dan lebih menjamin kegiatan pasar yang fair dan transparan di banding sistim perdagangan manual.

Pada bulan Juli 2000, Bursa Efek Jakarta merupakan perdagangan tanpa warkat (ckripess trading) dengan tujuan untuk meningkatkan likuiditas pasar dan menghindari peristiwa saham hilang dan pemalsuan saham, serta untuk mempercepat proses penyelesaian transaksi.


(78)

Tahun 2001 Bursa Efek Jakarta mulai menerapkan perdagangan jarak jauh (Remote Trading), sebagai upaya meningkatkan akses pasar, efisiensi pasar, kecepatan dan frekuensi perdagangan.

Tahun 2007 menjadi titik penting dalam sejarah perkembangan Pasar Modal Indonesia. Dengan persetujuan para pemegang saham kedua bursa, BES digabungkan ke dalam BEJ yang kemudian menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan tujuan meningkatkan peran pasar modal dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2008, Pasar Modal Indonesia terkena imbas krisis keuangan dunia menyebabkan tanggal 8-10 Oktober 2008 terjadi penghentian sementara perdagangan di Bursa Efek Indonesia.. IHSG, yang sempat menyentuh titik tertinggi 2.830,26 pada tanggal 9 Januari 2008, terperosok jatuh hingga 1.111,39 pada tanggal 28 Oktober 2008 sebelum ditutup pada level 1.355,41 pada akhir tahun 2008. Kemerosotan tersebut dipulihkan kembali dengan pertumbuhan 86,98% pada tahun 2009 dan 46,13% pada tahun 2010.

Pada tanggal 2 Maret 2009 Bursa Efek Indonesia meluncurkan sistim perdagangan baru yakni Jakarta Automated Trading System Next Generation(JATS Next-G), yang merupakan pengganti sistim JATS yang beroperasi sejak Mei 1995. sistem semacam JATS Next-G telah diterapkan di beberapa bursa negara asing, seperti Singapura, Hong Kong, Swiss, Kolombia dan Inggris. JATS Next-G memiliki empat mesin (engine), yakni: mesin utama,


(79)

back up mesin utama, disaster recovery centre (DRC), dan back up DRC. JATS Next-G memiliki kapasitas hampir tiga kali lipat dari JATS generasi lama . Demi mendukung strategi dalam melaksanakan peran sebagai fasilitator dan regulator pasar modal, BEI selalu mengembangkan diri dan siap berkompetisi dengan bursa-bursa dunia lainnya, dengan memperhatikan tingkat risiko yang terkendali, instrument perdagangan yang lengkap, sistem yang andal dan tingkat likuiditas yang tinggi. Hal ini tercermin dengan

keberhasilan BEI untuk kedua kalinya mendapat penghargaan sebagai “The Best

Stock Exchange of the Year 2010 in Southeast Asia” B. Jajaran Komisaris dan Direksi

1. Dewan Komisaris

- Komisaris Utama : Robinson Simbolon - Komisaris : Dwi Soetjipto - Komisaris : Hari Purwantono - Komisaris : Hendra H. Kustarjo - Komisaris : Lydia Trivelly Azhar 2. Dewan Direksi

- Direktur Utama : Ito Warsito - Direktur Teknologi dan


(80)

- Direktur Pengembangan : Friderica Widyasari Dewi - Direktur Keuangan dan SDM : Hamdi Hassyarbaini - Direktur Penilaian Perusahaan : Hoesen

- Direktur Perdagangan dan

Pengaturan Anggota Bursa : Samsul Hidayat - Direktur Pengawasan Transaksi


(81)

Gambar 4.1 Struktur Organisasi BEI

C. Visi dan Misi

a. Visi

Menjadi bursa yang kompetitif dengan kredibilitas tingkat dunia. b. Misi


(82)

Menciptakan daya saing untuk menarik investor dan emiten, melalui pemberdayaan Anggota Bursa dan Partisipan, penciptaan nilai tambah, efisiensi biaya serta penerapan good governance.

D. Struktur Pasar Modal Indonesia

Struktur Pasar Modal Indonesia telah diatur oleh UU No. 8 Tahun 1995 tentang pasar Modal.


(1)

125

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

126

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

127

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

128

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

129

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

130

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi, dan Suku Bunga SBI Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2014

3 67 113

Pengaruh Tingkat Bunga Sertifikat Bank Indonesia, Nilai Tukar Rupiah, Dan Tingkat Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia

1 37 92

Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah Dan Indeks Dow Jones Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia (BEI)

2 18 83

Analisis Pengaruh Harga Minyak Dunia, Nilai Tukar, Inflasi dan Suku Bunga SBI terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2006-2009

2 39 90

Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Inflasi Dan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia Periode 2004 – 2008

2 70 81

PENGARUH INFLASI,SUKU BUNGA, DAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG)DI BURSA EFEK INDONESIA

2 27 51

PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH, SUKU BUNGA, INFLASI, JUMLAH UANG BEREDAR (M1) TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

4 27 32

Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Inflasi, dan Suku Bunga terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2008 - 2012.

0 0 24

PENGARUH INFLASI, SUKU BUNGA, DAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (Studi pada Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2017)

0 0 9

ANALISIS PENGARUH TINGKAT INFLASI , TINGKAT SUKU BUNGA SBI DAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 8