C. Penyelesaian Konflik Internasional
Penyelesaian konflik Conflict Resolution adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk menyelesaikan atau bahkan menghilangkan konflik dengan cara
mencari kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik. Penyelesaian suatu konflik diperlukan untuk mencegah semakin mendalamnya
konflik yang berarti semakin tajamnya perbedaan antar pihak-pihak yang berkonflik, serta mencegah semakin meluasnya konflik yaitu bertambahnya pihak
jumlah peserta masing-masing pihak yang berkonflik. Atau dengan kata lain, konflik internasional antar dua negara yang berubah menjadi perang antar banyak
negara
80
. Konflik adalah hubungan antara dua pihak atau lebih individu atau
kelompok yang memiliki tujuan atau kepentingan yang berbeda. Konflik atau perbedaan merupakan kenyataan hidup yang tidak dapat dihindari sunnatulloh
yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan hal ini, konflik memiliki dua sisi mata uang, di satu sisi bernilai negatif dan di sisi lain bernilai
positif. Konflik perlu direspon melalui mekanisme transformasi pembelajaran untuk menentukan strategi penyelesaian masalah atau dikenal dengan istilah
resolusi konflik. Secara ilmiah terminologi resolusi konflik merujuk pada kebutuhan individu, kelompok, tim, organisasi atau komunitas untuk melihat
perdamaian sebagai suatu proses terbuka dan membabak kerangka aksi
penyelesaian konflik dalam beberapa tahap sesuai dengan dinamika siklus konflik.
80
Maswadi Rauf, Op. Cit., hlm. 9.
Universitas Sumatera Utara
Secara empirik, resolusi konflik dilakukan dalam empat tahap. Tahap pertama masih didominasi oleh strategi militer yang berupaya untuk
mengendalikan kekerasan bersenjata yang terjadi De-eskalasi politik. De- eskalasi ini dapat dilakukan dengan melalui intervensi militer yang dapat
dilakukan oleh pihak ketiga internasional berdasarkan mandat BAB VI dan VII Piagam PBB. Operasi militer untuk perdamaian dalam rangka menurunkan
eskalasi konflik menjadi tugas berat dari beberapa lembaga internasional. Tahap kedua memiliki orientasi politik yang bertujuan untuk memulai
proses re-integrasi elit politik dari kelompok-kelompok yang bertikai atau dengan penerapan bantuan kemanusiaan humanitarian intervention untuk meringankan
beban penderitaan korban konflik. Tahap ketiga lebih bernuansa sosial dan berupaya untuk menerapkan problem-solving approach yaitu dengan pemecahan
masalah untuk membangun suatu kondisi yang kondusif. Tahap terakhir memiliki nuansa kultural yang kental karena tahap ini
bertujuan untuk melakukan perombakan struktur sosial-budaya yang dapat mengarah kepada pembentukan komunitas perdamaian yang berkelanjutan Peace
keeping, meliputi transisi, rekonsiliasi dan konsolidasi yang menjadi tahapan terberat dan membutuhkan waktu lama.
Mekanisme rekonsiliasi dilakukan untuk mengurangi potensi konflik lebih dalam dan berkepanjangan yang akan dialami oleh suatu komunitas akibat
rapuhnya kohesi sosial masyarakat karena kekerasan struktural yang terjadi. Atau peristiwa dan kejadian dinamika sejarah yang dialami komunitas tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Mekanisme konsolidasi dalam upaya membangun perdamaian yang berupaya mendorong pemangku kepentingan yang terlibat konflik untuk terus
melakukan intervensi perdamaian terhadap struktur sosial yang ada. Tujuan utamanya untuk mencegah terulangnya lagi konflik yang melibatkan kekerasan
bersenjata serta mengkonstruksikan proses perdamaian secara berkelanjutan yang dapat dijalankan secara mandiri oleh pihak-pihak yang bertikai
81
. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa ada dua cara penyelesaian suatu
konflik yaitu penyelesaian dengan cara persuasif dan penyelesaian dengan cara kekerasan koersif. Cara persuasif dilaksanakan dengan cara mengadakan
perundingan-perundingan dan musyawarah untuk mencari titik temu antara pihak- pihak yang berkonflik. Cara persuasif inilah yang mengahasilkan resolusi konflik
seperti yang dikemukakan diatas. Mirip dengan penyelesaian suatu sengketa berdasarkan hukum
internasional, yaitu bahwa pada dasarnya hukum internasional menghendaki cara- cara penyelesaian suatu perselisihan atau konflik antar negara adalah pertama-
tama dengan jalan damai. Seperti yang dikemukakan diatas bahwa cara pertama dalam penyelesaian suatu konflik, maka dalam menyelesaikan suatu konflik
internasional dilakukan dengan cara perundingan atau musyawarah, baik yang dilakukan oleh para pihak yang berkonflik tanpa bantuan pihak ketiga ataupun
81
http:www.conflictanddevelopment.orgdataPCF20materialCRTleaderBab204 ‐
20Memahami20Konflik20dalam20Masyarakat_BB.pdf res konflik, 20 November 2009.
Universitas Sumatera Utara
juga dengan bantuan dari pihak ketiga. Jika perundingan dalam penyelesaian konflik antar pihak dilakukan tanpa pihak ketiga disebut dengan negosiasi.
Perundingan ini lebih banyak diwarnani oleh pertimbangan politis daripada pertimbangan hukum
82
. Cara penyelesaian konflik internasional dengan jalan perundingan yang
melibatkan pihak ketiga adalah mediasi yaitu suatu cara penyelesaian melalui bantuan pihak ketiga sebagai pihak yang netral dalam mengupayakan perdamaian
para pihak. Atau konsiliasi yang pengertiannya hampir sama dengan mediasi, hanya saja sifat atau mekanismenya yang lebih formal jika dibandingkan dengan
mediasi. Pihak ketiga dalam proses penyelesaian suatu konfik internasional tadi bertugas memberikan nasehat-nasehat atau saran bagi kedua belah pihak yang
berkonflik
83
. Penyelesaian konflik secara koersif menggunakan kekerasan fisik atau
ancaman kekerasan fisik yang bertujuan untuk memaksa pihak lawan untuk menyetujui pendapat yang dianut oleh pihak yang kuat tadi. Cara ini
menimbulkan rasa takut di pihak lawannya
84
. Cara koersif atau penggunaan kekerasan dalam hukum internasional dikenal dengan istilah use of force. Keadaan
konflik internasional yang terjadi diantara negara menunjukkan bahwa memang sudah terjadi penggunaan kekuatan militer oleh masing-masing negara. Oleh
karena itu, untuk menghentikan suatu konflik internasional maka diperlukan suatu
82
Huala Adolf, Penyelesaian sengketa Internasional, Op. Cit., hlm. 27.
83
Ibid, hlm. 22.
84
Maswadi Rauf, Op. Cit., hlm. 12.
Universitas Sumatera Utara
tindakan use of force oleh pihak yang bertugas menyelesaikan konflik internasional tadi dalam rangka menjaga perdamaian dan keamanan internasional.
Pihak ketiga yang dimaksud adalah PBB melalui organ kelengkapannya, Dewan Keamanan PBB. DK-PBB merupakan organ PBB yang bertanggung jawab untuk
memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Dalam Piagam PBB dinyatakan bahwa Dewan Keamanan harus menentukan keberadaan ancaman
terhadap kedamaian, pelanggaran kedamaian, atau tindakan agresi dan harus memutuskan tindakan yang harus diambil untuk mempertahankan atau
memulihkan kedamaian atau keamanan internasional
85
. Dewan Keamanan dapat mengirimkan pasukan perdamaian untuk
meredam konflik bersenjata yang terjadi antar negara-negara. Dalam prakteknya, langkah pertama yang dilakukan oleh Dewan Keamanan adalah dengan
mengeluarkan resolusi untuk mengecam masing-masing negara yang berkonflik berdasarkan ketentuan hukum internasional. Akan tetapi sering terjadi
pelanggaran oleh negara terhadap resolusi yang dikeluarkan. Dalam keadaan inilah Dewan Keamanan dapat mengadakan penggunaan kekuatan militer, yaitu
dengan mengirimkan pasukan perdamaian ke daerah penyerangan dimana negara- negara yang sedang berkonflik.
Sebagai contoh pada waktu krisis Korea pada tahun 1950, yaitu Angkatan Militer Korea Utara menginvasi daerah territorial Republik Korea Selatan. Hal ini
mendapat respon dari Dewan Keamanan PBB dalam menindaklanjutinya dengan
85
Pasal 39 Piagam PBB.
Universitas Sumatera Utara
mengeluarkan resolusi yang memerintahkan Korea Utara untuk menarik mundur tentaranya. Kemudian Dewan Keamanan memberikan rekomendasi bagi negara-
negara termasuk Amerika untuk memberikan bantuan non-militer kepada UN Forces. Negara-negara tersebut memerintahkan PBB agar mengkombinasikan
seperempat juta tentara Amerika dan 36.000 tentara dari negara-negara tadi dalam rangka krisis Korea
86
.
86
R.P. Anand, International Law and Developing Countries, New Delhi: Martinus Nijhoff Publisher, 1987, hlm. 244.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PENERAPAN HUKUM INTERNASIONAL DALAM MENYELESAIKAN
KONFLIK INTERNASIONAL ISRAEL DAN PALESTINA
A. Konflik Internasional Israel dan Palestina