Penyelesaian Konflik Internasional Penerapan Hukum Internasional dalam Menyelesaikan Konflik Internasional Israel dan Palestina.

C. Penyelesaian Konflik Internasional

Penyelesaian konflik Conflict Resolution adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk menyelesaikan atau bahkan menghilangkan konflik dengan cara mencari kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik. Penyelesaian suatu konflik diperlukan untuk mencegah semakin mendalamnya konflik yang berarti semakin tajamnya perbedaan antar pihak-pihak yang berkonflik, serta mencegah semakin meluasnya konflik yaitu bertambahnya pihak jumlah peserta masing-masing pihak yang berkonflik. Atau dengan kata lain, konflik internasional antar dua negara yang berubah menjadi perang antar banyak negara 80 . Konflik adalah hubungan antara dua pihak atau lebih individu atau kelompok yang memiliki tujuan atau kepentingan yang berbeda. Konflik atau perbedaan merupakan kenyataan hidup yang tidak dapat dihindari sunnatulloh yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan hal ini, konflik memiliki dua sisi mata uang, di satu sisi bernilai negatif dan di sisi lain bernilai positif. Konflik perlu direspon melalui mekanisme transformasi pembelajaran untuk menentukan strategi penyelesaian masalah atau dikenal dengan istilah resolusi konflik. Secara ilmiah terminologi resolusi konflik merujuk pada kebutuhan individu, kelompok, tim, organisasi atau komunitas untuk melihat perdamaian sebagai suatu proses terbuka dan membabak kerangka aksi penyelesaian konflik dalam beberapa tahap sesuai dengan dinamika siklus konflik. 80 Maswadi Rauf, Op. Cit., hlm. 9. Universitas Sumatera Utara Secara empirik, resolusi konflik dilakukan dalam empat tahap. Tahap pertama masih didominasi oleh strategi militer yang berupaya untuk mengendalikan kekerasan bersenjata yang terjadi De-eskalasi politik. De- eskalasi ini dapat dilakukan dengan melalui intervensi militer yang dapat dilakukan oleh pihak ketiga internasional berdasarkan mandat BAB VI dan VII Piagam PBB. Operasi militer untuk perdamaian dalam rangka menurunkan eskalasi konflik menjadi tugas berat dari beberapa lembaga internasional. Tahap kedua memiliki orientasi politik yang bertujuan untuk memulai proses re-integrasi elit politik dari kelompok-kelompok yang bertikai atau dengan penerapan bantuan kemanusiaan humanitarian intervention untuk meringankan beban penderitaan korban konflik. Tahap ketiga lebih bernuansa sosial dan berupaya untuk menerapkan problem-solving approach yaitu dengan pemecahan masalah untuk membangun suatu kondisi yang kondusif. Tahap terakhir memiliki nuansa kultural yang kental karena tahap ini bertujuan untuk melakukan perombakan struktur sosial-budaya yang dapat mengarah kepada pembentukan komunitas perdamaian yang berkelanjutan Peace keeping, meliputi transisi, rekonsiliasi dan konsolidasi yang menjadi tahapan terberat dan membutuhkan waktu lama. Mekanisme rekonsiliasi dilakukan untuk mengurangi potensi konflik lebih dalam dan berkepanjangan yang akan dialami oleh suatu komunitas akibat rapuhnya kohesi sosial masyarakat karena kekerasan struktural yang terjadi. Atau peristiwa dan kejadian dinamika sejarah yang dialami komunitas tersebut. Universitas Sumatera Utara Mekanisme konsolidasi dalam upaya membangun perdamaian yang berupaya mendorong pemangku kepentingan yang terlibat konflik untuk terus melakukan intervensi perdamaian terhadap struktur sosial yang ada. Tujuan utamanya untuk mencegah terulangnya lagi konflik yang melibatkan kekerasan bersenjata serta mengkonstruksikan proses perdamaian secara berkelanjutan yang dapat dijalankan secara mandiri oleh pihak-pihak yang bertikai 81 . Secara singkat dapat disimpulkan bahwa ada dua cara penyelesaian suatu konflik yaitu penyelesaian dengan cara persuasif dan penyelesaian dengan cara kekerasan koersif. Cara persuasif dilaksanakan dengan cara mengadakan perundingan-perundingan dan musyawarah untuk mencari titik temu antara pihak- pihak yang berkonflik. Cara persuasif inilah yang mengahasilkan resolusi konflik seperti yang dikemukakan diatas. Mirip dengan penyelesaian suatu sengketa berdasarkan hukum internasional, yaitu bahwa pada dasarnya hukum internasional menghendaki cara- cara penyelesaian suatu perselisihan atau konflik antar negara adalah pertama- tama dengan jalan damai. Seperti yang dikemukakan diatas bahwa cara pertama dalam penyelesaian suatu konflik, maka dalam menyelesaikan suatu konflik internasional dilakukan dengan cara perundingan atau musyawarah, baik yang dilakukan oleh para pihak yang berkonflik tanpa bantuan pihak ketiga ataupun 81 http:www.conflictanddevelopment.orgdataPCF20materialCRTleaderBab204 ‐ 20Memahami20Konflik20dalam20Masyarakat_BB.pdf res konflik, 20 November 2009. Universitas Sumatera Utara juga dengan bantuan dari pihak ketiga. Jika perundingan dalam penyelesaian konflik antar pihak dilakukan tanpa pihak ketiga disebut dengan negosiasi. Perundingan ini lebih banyak diwarnani oleh pertimbangan politis daripada pertimbangan hukum 82 . Cara penyelesaian konflik internasional dengan jalan perundingan yang melibatkan pihak ketiga adalah mediasi yaitu suatu cara penyelesaian melalui bantuan pihak ketiga sebagai pihak yang netral dalam mengupayakan perdamaian para pihak. Atau konsiliasi yang pengertiannya hampir sama dengan mediasi, hanya saja sifat atau mekanismenya yang lebih formal jika dibandingkan dengan mediasi. Pihak ketiga dalam proses penyelesaian suatu konfik internasional tadi bertugas memberikan nasehat-nasehat atau saran bagi kedua belah pihak yang berkonflik 83 . Penyelesaian konflik secara koersif menggunakan kekerasan fisik atau ancaman kekerasan fisik yang bertujuan untuk memaksa pihak lawan untuk menyetujui pendapat yang dianut oleh pihak yang kuat tadi. Cara ini menimbulkan rasa takut di pihak lawannya 84 . Cara koersif atau penggunaan kekerasan dalam hukum internasional dikenal dengan istilah use of force. Keadaan konflik internasional yang terjadi diantara negara menunjukkan bahwa memang sudah terjadi penggunaan kekuatan militer oleh masing-masing negara. Oleh karena itu, untuk menghentikan suatu konflik internasional maka diperlukan suatu 82 Huala Adolf, Penyelesaian sengketa Internasional, Op. Cit., hlm. 27. 83 Ibid, hlm. 22. 84 Maswadi Rauf, Op. Cit., hlm. 12. Universitas Sumatera Utara tindakan use of force oleh pihak yang bertugas menyelesaikan konflik internasional tadi dalam rangka menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Pihak ketiga yang dimaksud adalah PBB melalui organ kelengkapannya, Dewan Keamanan PBB. DK-PBB merupakan organ PBB yang bertanggung jawab untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Dalam Piagam PBB dinyatakan bahwa Dewan Keamanan harus menentukan keberadaan ancaman terhadap kedamaian, pelanggaran kedamaian, atau tindakan agresi dan harus memutuskan tindakan yang harus diambil untuk mempertahankan atau memulihkan kedamaian atau keamanan internasional 85 . Dewan Keamanan dapat mengirimkan pasukan perdamaian untuk meredam konflik bersenjata yang terjadi antar negara-negara. Dalam prakteknya, langkah pertama yang dilakukan oleh Dewan Keamanan adalah dengan mengeluarkan resolusi untuk mengecam masing-masing negara yang berkonflik berdasarkan ketentuan hukum internasional. Akan tetapi sering terjadi pelanggaran oleh negara terhadap resolusi yang dikeluarkan. Dalam keadaan inilah Dewan Keamanan dapat mengadakan penggunaan kekuatan militer, yaitu dengan mengirimkan pasukan perdamaian ke daerah penyerangan dimana negara- negara yang sedang berkonflik. Sebagai contoh pada waktu krisis Korea pada tahun 1950, yaitu Angkatan Militer Korea Utara menginvasi daerah territorial Republik Korea Selatan. Hal ini mendapat respon dari Dewan Keamanan PBB dalam menindaklanjutinya dengan 85 Pasal 39 Piagam PBB. Universitas Sumatera Utara mengeluarkan resolusi yang memerintahkan Korea Utara untuk menarik mundur tentaranya. Kemudian Dewan Keamanan memberikan rekomendasi bagi negara- negara termasuk Amerika untuk memberikan bantuan non-militer kepada UN Forces. Negara-negara tersebut memerintahkan PBB agar mengkombinasikan seperempat juta tentara Amerika dan 36.000 tentara dari negara-negara tadi dalam rangka krisis Korea 86 . 86 R.P. Anand, International Law and Developing Countries, New Delhi: Martinus Nijhoff Publisher, 1987, hlm. 244. Universitas Sumatera Utara BAB IV PENERAPAN HUKUM INTERNASIONAL DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK INTERNASIONAL ISRAEL DAN PALESTINA

A. Konflik Internasional Israel dan Palestina