Pengertian Sengketa Internasional Pengertian dan Perbedaan Konflik dengan Sengketa Internasional

senjata dengan tujuan untuk mengalahkan pihak lawan sehingga pihak lawan tidak ada alternatif lain kecuali memenuhi syarat-syarat penyelesaian yang diajukan oleh pihak pemenang. Dengan berakhirnya perang, berarti sengketa antara pihak- pihak yang bersangkutan telah selesai.

2. Pengertian Sengketa Internasional

Sengketa-sengketa internasional international disputes mencakup bukan saja sengketa-sengketa antar negara-negara, melainkan juga kasus-kasus lain yang berada dalam lingkup pengaturan internasional, yakni beberapa kategori sengeketa tertentu antara negara di satu pihak dan individu-individu, badan-badan korporasi serta badan-badan bukan negara di pihak lain. Pada umumnya hukum internasional membedakan sengketa internasional menjadi dua jenis, yaitu sengketa hukum legal or judicial disputes dan sengketa politik political or nonjusticiable disputes. Sengketa hukum ialah sengketa dimana suatu negara mendasarkan sengketa atau tuntutannya atas ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam suatu perjanjian atau yang telah diakui oleh hukum internasional. Sedangkan sengketa politik ialah sengketa dimana suau negara mendasarkan tuntutannya atas pertimbangan non yuridik, misalnya atas dasar politik atau kepentingan nasional lainnya 65 . Yang kerap kali dipakai menjadi ukuran suatu sengketa dipandang sebagai sengketa hukum yaitu manakala suatu sengketa tersebut bisa atau dapat diserahkan dan diselesaikan oleh pengadilan internasional. 65 Boer Mauna, Op. cit., hlm. 195. Universitas Sumatera Utara Mengenai pembedaan dua macam sengketa internasional, terdapat pendapat sarjana ahli hukum internasional atau doktrin penting yang berkembang, yaitu : 1. Pendapat Friedmann Beliau menyebutkan bahwa konsepsi sengketa hukum memuat hal-hal, yaitu; a. Sengketa hukum adalah perselisihan antar negara yang mampu diselesaikan oleh pengadilan dengan menerapkan aturan-aturan hukum yang ada atau yang sudah pasti, b. Sengketa hukum adalah sengketa yang sifatnya mempengaruhi kepentingan vital negara, seperti intergritas wilayah dan kehormatan atau kepentingan lainnya dari suatu negara, c. Sengketa hukum adalah sengketa dimana penerapan hukum internasional yang ada, cukup untuk menghasilkan suatu putusan yang sesuai dengan keadilan antar negara dengan perkembangan progresif hubungan internasional yang terjalin antar negara, d. Sengketa hukum adalah sengketa yang berkaitan dengan persengketaan hak-hak hukumm yang dilakukan melalui tuntutan yang menghendaki suatu perubahan atas suatu hukum yang telah ada. 2. Pendapat Waldock Pendapatnya mengenai sengketa internasional dapat dirumuskan sebagai berikut: “The legal or political character of a dispute is ultimately determined by the objective aimed at or the position adopted by each party in the Universitas Sumatera Utara dispute. If both parties are demanding what they conceive to be their existing legal rights as, for example, in the Corfu Channel case, the dispute is evidently legal. If both are demanding the application of standards or factors not rooted in the existing rules of international law as, for example, in a dispute regarding disarmament, the dispute is evidently political.” Menurutnya dan kelompok studi mengenai penyelesaian sengketa yang dibentuknya bahwa penentuan suatu sengketa apakah sebagai suatu sengketa hukum ataupunn politik sepenuhnya bergantung kepada para pihak yang bersangkutan. Jika para pihak menentukan bahwa sengketanya sebagai sengketa hukum, maka sengketa tersebut adalah sengketa hukum. Sebaliknya jika sengketa tersebut menurut para pihak yang bersangkutan membutuhkan patokan tertentu yang tidak ada dalam ketentuan hukum internasional, misalnya mengenai perlucutann senjata maka sengketa tersebut adalah sengketa politik. 3. Pendapat Jalan Tengah Oppenhein-Kelsen Mereka menguraikan pendapatnya yaitu: “ All disputes have their political aspects by the very fact that they concern relations between sovereign states. Disputes which, according to the distinction, are said to be of a legal nature might involved highly important political interests of the state concerned; conversely, disputes reputed according to that distinction to be of a political character more often than not concern the application of a principle or a norm of international law.” Menurut kedua sarjana diatas, tidak ada pembenaran ilmiah serta tidak ada dasar kriteria objektif yang mendasari pembedaan antara sengketa politik dan hukum. Setiap persengketaan antar negara yang berdaulat memiliki aspek politis serta hukum. Mungkin saja dalam sengketa yang dianggap sebagai sengketa Universitas Sumatera Utara hukum terkandung kepentingan politis yang tinggi dari negara yang bersangkutan. Begitu pula sebaliknya, yaitu terhadap sengketa yang dianggap memiliki sifat politis, prinsip-prinsip atau aturan hukum internasional dapat diterapkan 66 . Menurut Mahkamah Internasional, sengketa internasional adalah suatu situasi ketika dua negara mempunyai pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam perjanjian internasional. Dalam hukum internasional, suatu sengketa bukanlah sengketa internasional apabila penyelesaiannya tidak mempunyai akibat pada hubungan kedua belah pihak atau dalam bunyi putusan Mahkamah yang menyebutkan “The court’s judgement must have some consequences in the sense that it can affect existing legal rights or obligations thus removing uncertainly from their legal relations. No judgement on the merit in this case would satisfy these essentials of the judicial functions.” 67 Sengketa internasional mencakup sengketa antarnegara dan negara, negara dan individu, negara dan korporasi asing serta sengketa antarnegara dengan kesatuan kenegaraan bukan negara. Ketentuan hukum internasional mengatur sengketa internasional itu dengan tujuan agar sengketa tersebut dapat diselesaikan sedini mungkin dan dengan cara yang jujur dan adil. Pengaturannya dapat dilihat dalam Konvensi Den Haag I tahun 1899 dan 1907 serta Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945. Dalam Konferensi Den Haag tahun 1899 dan 1907 yang menghasilkan konvensi diatas, memiliki arti penting yaitu memberikan 66 Huala Adolf, Penyelesaian Sengketa Internasional, Op. cit., hlm. 4. 67 Ibid., hlm. 3. Universitas Sumatera Utara sumbangan penting bagi hukum perang hukum humaniter internasional dan terhadap aturan-aturan penyelesaian sengketa secara damai antarnegara. Akan tetapi ketentuan konvensi diatas tidak memberikan suatu kewajiban kepada negara untuk menyelesaikan sengketanya secara damai. Dewasa ini hukum internasional telah menetapkan kewajiban minimum kepada semua negara baik anggota ataupun bukan untuk menyelesaikan sengketanya secara damai, yang dapat kita lihat dalam ketentuan Piagam PBB Pasal 1, 2, dan 33. Adapun salah satu kewajiban negara anggota PBB harus mencegah diri untuk mengancam perang atau mengunaan kekerasan. Peranan PBB dalam penyelesaian sengketa secara damai itu dapat dilakukan melalui penyelesaian secara politik, yaitu oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB. Selanjutnya penyelesaian sengketa internasional secara hukum yaitu oleh Mahkamah Internasional. Secara umum ada dua macam cara penyelesaian sengketa, yakni penyelesaian sengketa secara damai dan penyelesaian sengketa dengan paksaan atau kekerasan. Penyelesaian sengketa internasional secara damai dijelaskan dalam Piagam PBB yang pada intinya adalah bahwa suatu sengketa internasional yang membahayakan perdamaian dan keamanan internasional yang harus dilakukan dalam menyelesaikan sengketanya tersebut adalah pertama-tama dengan cara negosiasi perundingan, penyelidikan, mediasi, konsiliasi, arbitrase, Universitas Sumatera Utara pengadilan dan menyerahkanyya kepada organisasi-organisasi atau badan-badan regional, atau cara-cara penyelesaian damai yang mereka pilih 68 . Penyelesaian sengketa dengan penggunaan kekerasan adalah penyelesaian sengketa dengan cara menggunaan sarana pemaksa. Sarana pemaksa itu dapat berupa perang dan pertikaian senjata. Pertikaian senjata adalah pertentangan yang disertai penggunaan kekerasan angkatan bersenjata masing-masing pihak dengan tujuan menundukkan lawan dan menetapkan persyaratan damai secara sepihak. Penggunaan kekerasan ini terjadi ketika suatu sengketa tidak dapat diselesaikan secara damai. Situasi dimana sengketa internasional tidak dapat diselesaikan dan menimbulkan penggunaan kekerasan inilah yang disebut dengan konflik internasional. Konflik internasional merupakan pertikaian atau perselisihan yang menggunakan kekuatan senjata antarnegara. Masyarakat internasional tidak mempunyai prosedur dan alat-alat untuk menyelesaikan sengketa seprti polisi, jaksa dan pengadilan. Pengadilan internasional seperti Mahkamah Internasional tidak bisa disamakan dengan pengadilan nasional karena jurisdiksinya yang terbatas dan tergantung pada kehendak negara yang bersengketa 69 . Contohnya adalah kasus sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan antara Indonesia dan Malaysia, yang pada akhirnya kedua negara sepakat untuk menyelesaikannya melalui jalur Mahkamah Internasional. Menurut hukum internasional, dalam proses menuju mahkamah kedua negara 68 Pasal 33 Piagam PBB. 69 Sri Setianingsih, Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta: UI Press, 2006, hlm. 3. Universitas Sumatera Utara haruslah menyetujui special agreement for the submission to the International Court of Justice the dispute between Indonesia and Malaysia concernig the soverignty over Pulau Sipadan and Ligitan 70 . Dalam putusannya, mahkamah menetapkan Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi bagian dari kedaulatan Malaysia. Perbedaan antara konflik internasional dengan sengketa internasional dapat dilihat dari situasi yang terjadi diantara negara-negara yang sedang dalam perbedaan pendapat mengenai sesuatu hal. Konflik intenasional terjadi ketika suatu sengketa internasional tidak dapat diselesaikan dengan cara-cara damai, hingga akhirnya salah satu negara atau kedua negara secara bersama-sama menggunakan kekerasan kekuatan militer. Konflik diselesaikan dengan cara- cara penaklukan dengan kekerasan, penangkalan yang efektif atau tunduk, dan diplomasi benar-benar dianggap tidak ada kecuali dalam merancang bentuk penyerahan atas masalah tersebut diselesaikan melalui berbagai bentuk kompromi resmi yang diperoleh setelah melakukan berbagai perundingan. Sedangkan situasi sengketa internasional diselesaikan dengan cara-cara damai berdasarkan Piagam PBB yang melarang penggunaan kekerasan dalam hubungan negara satu sama lain 71 , kecuali untuk situasi-situasi tertentu atas kendali DK-PBB yaitu berdasarkan Pasal 51, Bab VII dan Bab VIII Piagam PBB. 70 Mirza Satria Buana, Hukum Internasional Teori dan Praktek, Bandung: Nusamedia, 2007, hlm. 140. 71 Pasal 2 ayat 4 Piagam PBB. Universitas Sumatera Utara

B. Pengaruh Konflik Internasional Terhadap Keamanan dan Perdamaian