Penerapan Hukum Internasional dalam Menyelesaikan Konflik Israel

dan sisanya adalah pejuang-pejuang Hamas. Israel mengungkapkan, korban tewas berjumlah 3 orang penduduk sipil dan 10 orang tentara 89 .

B. Penerapan Hukum Internasional dalam Menyelesaikan Konflik Israel

dan Palestina Negara adalah subjek hukum interasional dalam arti klasik telah demikian halnya sejak lahirnya hukum internasional sebagai subjek hukum internasional, negara memiliki personalitas internasional yang dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk memiliki hak dan kewajiban internasional seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Hak suatu negara didasarkan pada kedaulatan yang diakui oleh hukum internasional. Namun negara juga memiliki kewajiban internasional yaitu untuk tidak menyalahgunakan kedaulatan tersebut. Karena itu suatu negara dapat dimintai pertanggung jawaban atas tindakan-tindakannya yang melanggar hukum internasional atau juga karena kelalaiannya. Terdapat prinsip yang berlaku bahwa suatu negara tidak boleh menyalahgunakan kedaulatannya 90 . Yang menjadi latar belakang timbulnya tanggung jawab negara dalam hukum internasional yaitu tidak ada satu negarapun yang dapat menikmati hak-haknya tanpa menghormati hak-hak negara lain. Hukum internasional mewajibkan suatu negara untuk melakukan pemulihan manakala negara-negara gagal untuk melaksanakan kedaulatan yang sesuai dengan hukum internasional. Prinsip tanggung jawab negara yang dikenal 89 Trias Kuncahyono. Op. cit., hlm. 284. 90 Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, Op. cit., hlm. 173 sebagaimana dikutip dari Hingorani, Modern Internationa Law, edisi ke-2, 1984, hal 241. Universitas Sumatera Utara dalam hukum internasional pada hakikatnya juga berlaku bagi negara yang melakukan pelanggaran berat hak asazi manusia. Berbagai instrumen hukum internasional secara normatif telah mewajibkan negara untuk memberikan jaminan perlindungan dan penghormatan terhadap hak asazi manusia setiap individu. Hukum internasional berperan memelihara hubungan negara-negara dalam menjalankan kedaulatan dalam negaranya demi terciptanya perdamaian dan keamanan dunia, termasuk dalam keadaan negara-negara yang sedang berkonflik. Peran yang dimainkan hukum internasional dalam menyelesaikan suatu konflik internasional adalah memberikan aturan-aturan pokok kepada negara-negara dalam menyelesaikannya 91 . Pada tahun 1945 didirikanlah sebuah organisasi internasional yang bernama Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB melalui suatu piagam yang memperoleh ratifikasi dari negara-negara yang tergabung didalamnya Piagam PBB. Landasan pembentukkan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 26 Juni tahun 1945 didasarkan pada suatu piagam yang disebut dengan “Charter of the United Nations” atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam Piagam tersebut dikatakan bahwa tujuan didirikannya Perserikatan Bangsa-Bangsa antara lain untuk mempertahankan perdamaian dan keamanan dunia dan untuk mencapai tujuan tersebut perlu mengadakan tindakan- tindakan bersama yang efektif untuk mencegah dan meniadakan ancaman 91 Ibid., hlm. 8. Universitas Sumatera Utara terhadap perdamaian serta untuk menanggulangi tindakan-tindakan agresi atau pelanggaran atas perdamaian dengan cara damai sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan ketentuan hukum internasional, perukunan atau penyelesaian sengketa internasional atau setiap keadaan yang mengancam perdamaian dunia 92 . Seperti yang termuat dalam Pasal 1 Piagam PBB, tujuan utama dari PBB adalah menciptakan perdamaian dan keamanan internasional, menghindarkan generasi yang akan datang dari peperangan, memajukan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan dasar serta mendorong negara-negara untuk menyelesaikan konflik-konflik melalui cara-cara penyelesaian dengan hubungan yang bersahabat 93 . Untuk itu semua negara yang ada di dunia tanpa terkecuali wajib memelihara perdamaian dan ketertiban internasional. PBB sebagai organisasi dunia mewajibkan negara anggotanya untuk tunduk pada ketentuan Piagam PBB. Termasuk juga bagi negara yang bukan anggota, diwajibkan tunduk pada ketentuan Piagam PBB dalam rangka memelihara perdamaian dan keamanan dunia 94 . Israel merupakan negara anggota PBB sehingga mewajibkan negara tersebut untuk menjaga dan memelihara perdamaian dan keamanan dunia. Walaupun Palestina bukan merupakan negara anggota PBB, akan tetapi berdasarkan Pasal 1 ayat 6 Piagam PBB Palestina tetap berkewajiban tunduk pada ketentuan piagam PBB dalam rangka memelihara perdamaian dunia. Sehingga 92 Abdul Rsjid S.H, LL.M, Upaya Penyelesaian Sengketa Antar Negara Melalui Mahkamah Internasional Surabaya: PT Bina Ilmu, 1985, hlm. 9. 93 Mizwar Djamili, Mengenal PBB dan 170 Negara di Dunia, Jakarta : PT Kreasi Jaya Utama 1995, hlm. 10. 94 Pasal 1 ayat 6 Piagam PBB. Universitas Sumatera Utara merupakan suatu kewajiban bagi kedua negara tersebut untuk memelihara perdamaian dan ketertiban internasional. Aplikasinya dalam penyelesaian sengketa secara damai diantara negara, seperti sengketa wilayah 95 yang merupakan hasil turunan dari Pasal 2 ayat 4 Piagam PBB yang melarang penggunaan kekerasan. Jika sengketa tidak dapat diselesaikan dengan cara-cara damai atau diplomasi, negara yang bersengketa dapat menyelesaikannya ke Mahkamah Internasional International Court of Justice. Kecenderungan negara yang lebih memilih menggunakan kekerasan use of force juga harus berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Piagam PBB. Piagam PBB melarang use of force kecuali untuk hal-hal yang diperbolehkan oleh piagam itu sendiri, contohnya untuk pertahanan negara self defense yang terdapat dalam Pasal 51. Dengan demikian melalui badan atau organ PBB yang langsung menangani masalah yang mengancam perdamaian dan keamanan internasional yaitu Dewan Keamanan Security Council, dalam konflik antara Israel dan Palestina yang tak kunjung menemukan titik perdamaian dapat mengambil suatu langkah nyata, yang bisa dilakukan dengan mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB dan sangsi-sangsi, ataupun menggunakan kekerasan Use of Forces untuk menghentikan konflik yang terjadi diantara kedua negara tadi. Sudah banyak resolusi-resolusi yang dikeluarkan oleh organ PBB dalam rangka menciptakan atau mengembalikan keadaan damai pada konflik antara 95 Pasal 33 Piagam PBB. Universitas Sumatera Utara Israel dan Palestina. Resolusi DK-PBB No. 242 tahun 1967 yang menyebutkan pengembalian tanpa syarat semua wilayah Arab yang diduduki oleh Israeel, penarikan mundur Israel dari wilayah yang direbutnya dalam perang 6 hari, pengakuan semua negara di kawasan itu, dan penyelesaian secara adil masalah pengungsi Palestina. Resolusi Nomor 338 tahun 1973 untuk gencatan senjata dan perundingan damai di Timar Tengah. Resolusi DK-PBB No. 1860 pada tanggal 8 Januari sebagai langkah menghentikan aksi brutal yang dilancarkan oleh Israel ke wilayah Palestina dalam konflik Gaza 96 . Dan terakhir DK-PBB menyerukan kepada kedua negara dalam konflik yang terjadi di akhir tahun 2008 hingga awal tahun 2009 untuk menghentikan aksi militer dan menekankan perlunya memulihkan ketenangan yang akan membuka jalan untuk mencari penyelesaian persoalan yang ada ada dalam konteks penyelesaian konflik Israel dan Palestina 97 . Akan tetapi meskipun telah banyak resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB sebagai organ yang yang bertanggung jawab dalam menjaga perdamaian dan keamanan internasional, konflik antara Israel dan Palestina tidak kunjung selesai. Ketentuan hukum internasional dalam Piagam PBB menyebutkan bahwa Dewan Keamanan PBB dapat mengambil tindakan atau langkah lain dalam usaha menghentikan konflik Israel dengan Palestina. Tindakan tersebut antara lain pemberian sangsi embargo perdagangan atau juga sangsi ekonomi, sabotase alat- 96 Drs. Aidil Chandra Salim, M.Com, dalam kuliah umum Solidaritas Indonesia untuk Palestina Pasca Serangan Israel ke Jalur Gaza;Dimensi Politik dalam Lingkungan Strategis Kontemporer Direktur Timur-Tengah, Direktorat Jenderal Asia-Pasifik dan Afrika, Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, 2009. 97 Trias Kuncahyono, Op. cit., hlm. 306. Universitas Sumatera Utara alat komunikasi dan perhubungan serta pemutusan hubungan diplomatik 98 . Dalam bukunya, Anthony Aust menyebutkan bahwa sangsi-sangsi yang dapat dilakukan terhadap pelarangan ketentuan hukum internsional yaitu 99 embargo perdagangan dalam negeri, sangsi ekonomi, penyitaan aset-aset yang dimiliki oleh negara, pelarangan maskapai penerbangan, sangsi diplomatik dan sejenisnya, pemisahan garis perbatasan, pembayaran sangsi, serta sangsi komite. Sangsi embargo perdagangan merupakan langkah awal yang biasa dilakukan, yaitu pelarangan eksport dan import negara atas semua produk-produk kecuali untuk makanan sehari-hari, obat-obatan dan semua yang dibutuhkan untuk keperluan manusiawi. Israel merupakan negara yang sudah jauh berkembang jika dibandingkan dengan Palestina dalam berbagai bidang. Palestina merupakan negara yang banyak bergantung kepada Israel, termasuk dalam pasokan air bersih. Ini terlihat dari yang terjadi bahwa baru-baru ini Israel menghentikan pasokan air bersihnya ke Palestina 100 . Dari sini dapat kita lihat bahwa Dewan Keamanan PBB dapat menjatuhkan sangsi embargo kepada kedua negara untuk memberikan efek jera bagi kedua negara yang sedang konflik. Demikian pula dengan sangsi ekonomi, Dewan Keamanan dapat menjatuhkan sangsi ekonomi kepada kedua negara yang sedang dalam konflik. Terhadap Israel, yang diketahui bahwa perekonomian negara tersebut tergolong maju karena adanya pengaruh dari Inggris dan Amerika. Sebagai negara yang menjadi anggota tetap Dewan 98 Pasal 41 Piagam PBB. 99 Anthony Aust, Op. cit., hlm. 217. 100 http:www.google.co.id, mengenai Penghentian Pasokan Air Bersih Israel ke Palestina, tanggal 16 November 2009. Universitas Sumatera Utara Keamanan PBB dapat mengusulkan sangsi ekonomi bagi Israel untuk memberikan efek jera dalam rangka menghentikan serangan-serangan ke Palestina. Tujuan sangsi perdagangan dan sangsi ekonomi tersebut adalah agar negara yang berkonflik yang tidak mentaat keputusan Dewan, tidak bisa lagi memperoleh kebutuhan strategis sehinga negara itu tidak dapat berbuat apa-apa lagi kecuali untuk mentaati keputusan Dewan tersebut. Namun jika langkah-langkah yang diambil itu dianggap tidak cukup, Dewan dapat menjatuhkan sangsi militer dengan mengambil tindakan-tindakan dengan kekuatan darat, laut dan udara jika memang dianggap perlu dalam rangka pemeliharaan dan pemulihan perdamaian dan keamanan internasional. Tindakan- tindakan tersebut dapat berupa blockade, operasi-operasi lainnya melalui kekuatan laut dan darat oleh anggota PBB 101 . Penerapan hukum internasional selanjutnya dalam rangka menyelesaikan konflik Israel dan Palestina adalah hukum humaniter. Konflik antara kedua negara tersebut dilakukan dengan aksi saling menyerang diantara kedua negaranya. Israel menyerang wilayah Jalur Gaza untuk melumpuhkan para pejuang Hamas, yang merupakan kelompok pembebas Palestina yang paling ekstrim guna mewujudkan Negara Palestina yang merdeka. Pada dasarnya hukum humaniter tidak melarang perang. Tujuan utama dari hukum humaniter adalah memberikan perlindungan dan pertolongan kepada mereka yang menderita dan menjadi korban perang victim baik mereka yang 101 Pasal 42 Piagam PBB. Universitas Sumatera Utara secara nyata atau aktif turut dalam permusuhan kombatan, maupun mereka yang tidak turut serta dalam permusuhan penduduk sipil atau civilian population. Tujuan dari hukum perang itu sendiri adalah sebagai berikut ; 1. Melindungi baik kombatan maupun non kombatan sipil dari penderitaan yang tidak perlu, 2. Menjamin hak-hak asazi tertentu dari orang yang jatuh ke tangan musuh perlakuan terhadap tawanan perang, 3. Memungkinkan dikembalikannya perdamaian, 4. Membatasi kekuasaan pihak yang berperang. Hukum humaniter hanya mengatur konflik bersenjata saja, tidak mengatur bentuk-bentuk konflik atau perang lain,misalnya konflik atau perang ekonomi economical welfare atau perang “urat syaraf” psychological warfare. Hukum humaniter mengatur konflik bersenjata, baik yang bersifat internasional maupun non-internasional. Hukum humaniter juga berlaku pada saat terjadinya perang atau konflik bersenjata. Yang perlu diketahui adalah bahwa hukum humaniter memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: 1. Tidak mempersoalkan “mengapa” atau “apa” sebab suatu negara mengangkat senjata, karena tidak penting atau relevan bagi hukum humaniter, 2. Tidak memutuskan pihak yang salah atau yang benar, tidak memberikan penilaian, Universitas Sumatera Utara 3. Hukum humaniter sendiri terbagi dalam dua bagian yaitu Ius ad Bellum hukum tentang perang dan Ius in Bello hukum yang berlaku dalam perang. Ius ad Bellum ini membahas “kapan” atau dalam “keadaan bagaimana” negara itu dibenarkan untuk berperang. Pada umumnya suatu negara dibenarkan untuk berperang apabila dipenuhi syarat-syarat, antara lain; a. Just Cause, b. Right Authority, c. Right Intent, d. Proportionally, e. Last Resort. Jika telah memenuhi syarat-syarat tersebut, yang terjadi adalah “Just War”, yang berarti bahwa perang atau konflik harus dilakukan dengan cara yang layak. Inilah yang dimaksud bahwa hukum humaniter sendiri tidak melarang terjadinya perang. Asas dalam hukum humaniter internasional antara lain adalah asas perikemanusiaan Humanity, kesatriaan Chivalry, proporsional dan pembedaaan Distinction 102 . Berdasarkan asas Perikemanusiaan maka pihak yang bersengketa diharuskan untuk memperhatikan kemanusiaan, dimana pihak yang 102 Ambarwati dkk, Op. cit., hlm. 41. Universitas Sumatera Utara sedang berkonflik dilarang untuk menggunakan kekerasan yang berlebihan atau juga penderitaan yang tidak perlu 103 . Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa konflik yang terjadi diantara kedua negara banyak memakan korban jiwa yang merupakan warga sipil atau non kombatan serta hancurnya sarana umum. Asas Kesatriaan mengandung arti bahwa didalam perang ataupun konflik bersenjata kejujuran harus diutamakan. Penggunaan alat-alat perang yang tidak terhormat, berbagai macam tipu muslihat dan cara-cara yang bersifat khianat dilarang. Asas ini sesuai dengan perang yang adil atau just war seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Serangan yang dilakukan Israel dalam konfliknya dengan Palestina telah melanggar asas ini, yaitu penggunaan bom fosfor putih 104 yang jika dilihat meledak seperti bunga api putih dan asapnya sangat berbahaya bagi makhluk hidup, yang merupakan salah satu yang dilarang penggunaannya. Asas proporsional berarti bahwa setiap pihak yang berkonflik dalam melakukan tindakan keras atau serangan apapun alat dan caranya harus didahului dengan tindakan yang memastikan bahwa serangan tersebut tidak akan menyebabkan korban ikutan di pihak sipil yang berupa kehilangan nyawa, luka- 103 http:www.komisihukum.go.idarticle, Hartikusti Harkrisno, Kejahatan Berat Hukum Humaniter, Desember 2003. 104 http:www.wikipedia.com-free Encyclopedia-Penggunaan Fosfor Putih dalam Serangan Israel ke Palestina, 15 September 2009. Universitas Sumatera Utara luka ataupun kerusakan harta benda yang berlebihan dibandingkan dengan ketentuan militer yang berimbas langsung akibat serangan tersebut 105 . Asas pembedaan dalam perang berarti bahwa semua pihak yang terlibat dalam konflik bersenjata harus membedakan antara peserta tempur kombatan dengan orang sipil, yang tujuannya adalah untuk melindungi warga sipil. Asas-asas hukum humaniter internasional sebagai bentuk dari hukum internasional publik diatas dapat diterapkan dalam rangka menyelesaikan konflik antara Israel dengan Palestina. Dalam kasus konflik bersenjata yang tidak bersifat internasional yang berlangsung dalam wilayah salah satu Negara Peserta, tiap pihak dalam konflik akan diwajibkan untuk melaksanakan ketentuan yang terdapat dalam Konvensi Jenewa 1949 serta Protokol II Tambahan 1977. Ketentuan tersebut terdiri hampir 600 pasal dan merupakan perangkat hukum utama hukum humaniter internasional menyebutkan bahwa orang-orang yang tidak terlibat secara aktif dalam suatu konflik, termasuk angkatan bersenjata yang telah meletakkan senjata-senjata mereka serta mereka yang tidak dapat lagi terlibat hors de combat karena sakit, luka-luka, penahahan, atau alasan lain apapun juga, dalam kedaan bagaimanapun harus diperlakukan secara manusiawi, tanpa perbedaan yang merugikan apapun juga yang didasarkan atas suku, warna kulit, agama dan kepercayaan, kelamin, keturunan atau kekayaan atau kriteria lainnya yag serupa 106 . Pada intinya, kedua 105 Pasal 57 ayat 2 III Protokol Tambahan 1977. 106 Pasal 3 Ketentuan yang Bersamaan dengan Empat Konvensi Jenewa 1949. Universitas Sumatera Utara instrumen hukum tersebut memberikan perlindungan penduduk sipil non kombatan dalam situasi negara yang sedang berkonflik. Pelanggaran terhadap ketentuan hukum diatas dapat dikenakan sangsi, yaitu 107 : a. Protes Apabila terjadi pelanggaran yang cukup berat pada saat terjadinya konflik bersenjata, pihak yang dirugikan dapat mengajukan complaint melalui suatu negaranetral dengan maksud agar negara netral tersebut dapat memberikan jasa-jasa baiknya atau dapat melakukan mediasi. Ini diatur dalam Artikel 11 Konvensi Jenewa I yang mengatur cara untuk melakukan konsiliasi. b. Penyanderaan Dengan adanya Konvensi 1949, semua bentuk penyanderaan dilarang. Untuk maksud ini, maka tindakan-tindakan berikut dilarang dan tetap akan dilarang untuk dilakukan terhadap orang-orang tersebut diatas pada waktu dan di tempat apapun juga, yaitu tindakan kekerasan atas jiwa dan raga, terutama setiap macam pembunuhan, pengudungan mutilasi, perlakuan kejam dan penganiayaan, serta penyanderaan 108 . 107 KGPH Haryomataram, Op. cit., hlm. 98.. 108 Artikel 3 1 Konvensi I Jenewa 1949. Universitas Sumatera Utara c. Pembayaran Konpensasi Bahwa pihak-pihak yang beperang bertanggungjawab atas semua p Sebagai pihak yang sangat lemah dan menderita akibat secara terus- menerus menghadapi berbagai aksi kekerasan dari pihak yang menduduki dan menguasai wilayah mereka, rakyat Palestina tidak mungkin hanya dituntut untuk menerima kecaman akibat aksi perlawanan seperti aksi bom bunuh diri, yang dilakukan dalam rangka perlawanan terhadap kekejaman Israel. Kepada pihak Palestina perlu diberikan kompensasi, terutama antar lain penarikan mundur pasukan Israel dari berbagai wilayah Palestina yang didudukinya sejak awal konflik kedua negara tersebut. Kompensasi tersebut diperlukan dalam upaya meredam atau mengurangi kegelisahan dan kegundahan yang telah mendorong mereka melakukan aksi perlawanan. erbuatan yang dilakukan oleh anggota-anggota angkatan bersenjatanya 109 . d. Reprisal Tindakan reprisal ini sebenarnya merupakan tindakan yang bertentangan denganhukum dan tindakan tersebut dilakukan dengan maksud agar pihak yang melanggar konvensi ini menghentikan perbuatannya dan juga untuk memaksa ia agar di kemudian menaati hukum tersebut. Dalam pelaksanaan tindakan ini juga harus memperhatikan beberapa ketentuan, diantaranya adalah hanya boleh dilakukan apabila sarana-sarana sudah 109 Diplomat Indonesia dalam sebuah Percikan Pemikiran, Hubungan Internasional Jakarta, Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004, hlm. 107. Universitas Sumatera Utara tidak ada lagi, serta reprisal yang dilakukan tidak perlu sama dengan tindakan yang dilakukan oleh lawan dan dianggap bertentangan dengan hukum. Reprisal dilarang untuk orang-orang yang menderita luka, sakit dan korban karam 110 . e. Penghukuman Pelanggar yang Tertangkap Pelanggaran terhadap hukum perang disebut dengan kejahatan perang, untuk itu, ketentuan lebih lanjut yang mengatur penghukuman terhadap pelanggar yang tertangkap diatur dalam ketentuan Statuta Roma 1998 tetntang Mahkamah Pidana Internasional, yang didalamnya diatur tentang kejahatan perang. Penerapan hukum internasional lainnya dalam rangka menyelesaikan konflik internasional antara Israel dan Palestina adalah berdasarkan Statuta Roma 1998 tentang Mahkamah Pidana Internasional. Satuta Roma merupakan salah satu dari hasil pengadopsian urutan perkembangan hukum humaniter yang telah ada 111 . Mahkamah Pidana Internasional merupakan hasil dari statute multilateral negara- negara memiliki jurisdiksi menangani persoalan perselisihan antar negara, yaitu masalah pelanggaran berat hak asasi manusia. Mahkamah Pidana Internasional bukan merupakan organ dari PBB, akan tetapi memiliki keterkaitan dengan DK- PBB yang berperan penting dalam operasional, yaitu untuk memprakarsai suatu penyelidikan. 110 Artikel 47 Kkonvensi II Jenewa 1949. 111 Jurnal Hukum Humaniter Internasional, Op. cit., hlm. 11. Universitas Sumatera Utara Pelanggaran berat hak asasi manusia adalah kejahatan paling serius yang menjadi perhatian masyarakat internasional secara keseluruhan.berdasarkan Pasal 5 Statuta, yaitu kejahatan genosida perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk menghancurkan seluruhnya atau sebagian suatu kelompok nasional, etnis, ras atau keagamaan 112 , kejahatan terhadap kemanusiaan perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas atau sistematik yang ditujukan kepada suatu kelompok penduduk sipil 113 , kejahatan perang bentuk pelanggaran berat terhadap Pasal 3 dari empat Ketentuan Bersamaan Konvensi Jenewa 1949, hukum dan kebiasaan yang dapat diterapkan dalam konflik bersenjata internasional, dalam rangka hukum internasional yang diterapkan ataupun bukan merupakan ketentuan hukum internasional 114 , dan kejahatan agresi suatu penyerangan yang dilakukan oleh suatu negara pada negara lain 115 . Konflik Israel dan Palestina dapat dikatakan telah terjadi pelanggaran terhadap ketentuan statuta. Tindakan yang dilakukan oleh Israel dapat dikategorikan sebagai perang agresi sehingga dapat dianggap sebagai kejahatan terhadap perdamaian dunia. Berdasarkan uraian sebelumnya dalam konflik antara Israel dan Palestina, dapat dikatakan bahwa Israel telah melanggar ketentuan Statuta Roma. Begitu juga dengan Palestina, dimana Kelompok Hamas pada waktu konflik dengan Israel yang baru-baru ini terjadi, menyerang wilayah Israel 112 Pasal 6 Statuta Roma 1998. 113 Ibid, Pasal 7. 114 Ibid, Pasal 8. 115 Sudarsono, Kamus Hukum Jakarta: Rineka Cipta, 1992, hlm. 22. Universitas Sumatera Utara tanpa mengumumkannya terlebih dahulu, yang merupakan bentuk pelanggaran terhadap salah satu asas dalam hukum humaniter asas kesatriaan. Hukum pidana internasional baik yang bersumber dari hukum internasional seperti perjanjian-perjanjian internasional dan putusan-putusan badan peradilan internasional, sebagian besar berkenaan dengan kejahatan yang pelakunya adalah individu. Misalnya konvensi-konvensi tentang kejahatan penerbangan Konvensi Tokyo 1963, Konvensi Den Haag 1970 dan Konvensi Monteral 1976, konvensi-konvensi tentang Narkotika Single Convention on Narcotics 1976, konvensi-konvensi tentang ekstradiksi dan lain-lain, semuanya mengatur kejahatan yang dilakukan oleh individu. Putusan-putusan badan peradilan criminal internasional seperti putusan Mahkmah Militer Internasional di Nurrenberg 1945 dan Tokyo 1946, putusan Mahkamah Kejahatan Perang dalam Kasus ex. Yugoslavia 1993 dan Rwanda 1994 termasuk putusan Mahkamah Pidana Internasional juga merupakan putusan yang ditujukan terhadap individu yang didakwa sebagai pelaku kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan pelanggaran hak asasi manusia yang berat serta kejahatan agresi 116 . Letak pertanggungjawaban Pidana Internasional diletakkan pada individu individu responsibilitiy 117 . Individu sudah lama dianggap sebagai subjek hukum internasonal, yang antara lain terdapat dalam: 116 I Wayan Parthiana, Op. cit., hlm 78. 117 Pasal 25 ayat 2 Statuta Roma 1998. Universitas Sumatera Utara a. Perjanjian Versailles tahun 1919 yang mengakhiri Perang Dunia I antara Jerman dengan Prancis dan Inggris, yang didalamnya terdapat pasal-pasal yang memungkinkan individu mengajukan perkara ke Mahkamah Arbitrase Internasional. b. Perjanjian antara Jerman dan Polandia tahun 1922 mengenai Upper Silesia. c. Keputusan Mahkamah Internasional Permanen dalam perkara yang menyangkut pegawai kereta api Danzig. d. Keputusan organisasi regional dan transnasional seperti PBB, ILO, UE, dan lain-lain. Berdasarkan Peradilan Nurrenberg dan Tokyo 1946, individu dapat dianggap langsung bertanggungjawab sebagai individu bagi kejahatan perang dan kejahatan terhadap perikemanusiaan, dan tidak dapat lagi berlindung di belakang negaranya 118 . Posisi pelaku baik kepala negara atau kepala pemerintahan maupun sebagai pejabat pemerintahan tidak dibebaskan dari pertanggungjawaban pidana atau meringankan pidananya 119 . Disamping itu juga, seorang komandan atau atasan yang bawahannya melakukan tindak pidana kejahatan berat juga dapat dipertanggungjawabkan secara pidana dan yang melakukan secara pidana atau atas dasar perintah atasan tidak dapat lepas dari pertanggungjawaban 120 . 118 T. May Rudi, Hukum Internaisonal I, Bandung: Refika Aditama, 2001, hlm. 3. 119 Pasal 27 Statuta Roma 1998. 120 Ibid., Pasal 33. Universitas Sumatera Utara Maka dari itu, berkaitan dengan kedudukan PBB sebagai pelaksana operasional, DK-PBB seharusnya dapat memprakarasai penyelidikan terhadap kedua negara yang berkonflik tadi. DK-PBB seharusnya dapat mengajukan penyelidikan terhadap Israel, yang diwakili oleh perdana menterinya sebagai pemegang kekuasaan dalam mengeluarkan kebijakan negaranya untuk mengadakan agresi ke Palestina. Penyelidikan terhadap Palestina atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan terhadap ketentuan hukum internasional mengenai perang yaitu kepada pemimpin Kelompok Hamas, sebagai “musuh bebuyutan” Israel dalam konflik negara mereka.

C. Tanggapan Israel dan Palestina Terhadap Upaya Hukum Internasional