Diagnosis dan Pemeriksaan Tambahan Pengobatan Jadwal Pemberian Vitamin A

2.3.4. Tanda dan Gejala KVA Kekurangan Vitamin A

 Buta senja ditandai dengan kesulitan melihat dalam cahaya remang atau senja hari.  Kulit tampak kering dan bersisik seperti ikan terutama pada tungkai bawah bagian depan dan lengan atas bagian belakang. Depkes RI, 2005.  Pada keratinisasi didapatkan xerosis konjungtiva, bercak bitot, xerosis kornea, tukak kornea Sidarta, 2008.  Kornea tampak lunak dan nekrotik pada keratomalasia dan kadang juga terjadi perforasi Vaughan dkk, 2008.  Pada KVA yang lama dan berat dapat terjadi kekeringan pada konjungtiva dan kornea, ulcer juga skar American Academy of Ophtalmology, 2007.

2.3.5. Diagnosis dan Pemeriksaan Tambahan

Karena hanya mata yang mudah diamati dan diperiksa, diagnosis klinis yang spesifik didasarkan pada pemeriksaan mata Arisman, 2005 Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada penderita dengan defisiensi vitamin A ialah:  Tes adaptasi gelap  Kadar vitamin A dalam darah kadar 20 mcg 100 mL menunjukkan kekurangan asupan Sidarta, 2008.

2.3.6. Pengobatan

Secara umum, pengobatan KVA diarahkan pada upaya memperbaiki status vitamin A. Vitamin A dosis tinggi harus diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan. Pilihan pertama adalah preparat oral. Menurut Sidarta 2000, pemberian vitamin A akan memberikan perbaikan nyata dalam 1-2 minggu, berupa: - Mikrovili kornea akan timbul kembali sesudah 1-7 hari. - Keratinisasi yang terjadi menghilang. - Sel Goblet konjungtiva kembali normal dalam 2-4 minggu. Universitas Sumatera Utara - Tukak kornea memperlihatkan perbaikan, sehingga dapat direncanakan keratoplasti. Dianjurkan bila diagnosis defisiensi vitamin A dibuat maka diberikan vitamin A 200.000 IU per oral dan pada hari kesatu dan kedua Sidarta, 2008.

2.3.7. Jadwal Pemberian Vitamin A

Menurut Prof. Dr. Azrul Azwar, untuk menanggulangi KVA di Indonesia khususnya pada Balita 6-59 bulan Departemen Kesehatan RI telah bekerja sama dengan Helen Keller Indonesia HKI dengan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada bayi, balita dan ibu nifas. Kapsul Vitamin A ini diberikan secara gratis di posyandu dan puskesmas seluruh Indonesia Depkes RI, 2004. Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Vitamin A Bulan Dosis Pemberian Februari 100.000 IU Kapsul Biru Untuk bayi 6-11 bulan Agustus 200.000 IU Kapsul Merah Untuk anak 12-59 bulan Pada tahun 1990, pabrik-pabrik farmasi di seluruh dunia mulai membuat kode warna pada kapsul vitamin A untuk dosis yang berbeda. Pada banyak negara, isi dosis dari kapsul vitamin A sekarang dapat diidentifikasi dari warna kapsul, yaitu: 200,000 IU merah dan 100,000 IU biru Dini Latief, 2000. Pemberian kapsul vitamin A 200.000 SI diberikan kepada anak balita secara periodik, yaitu enam bulan sekali, dan secara serempak dalam bulan Februari dan Agustus. Pemberian secara serempak dalam bulan Februari dan Agustus mempunyai beberapa keuntungan :  Memudahkan dalam memantau kegiatan pemberian kapsul, termasuk pencatatan dan pelaporannya, karena semua anak mempunyai jadwal pemberian yang sama. Universitas Sumatera Utara  Memudahkan dalam upaya penggerakan masyarakat, karena kampanye dapat dilakukan secara nasional di samping secara spesifik daerah.  Memudahkan dalam pembuatan materi-materi penyuluhan spot TV, spot radio, barang-barang cetak, dan lain-lain terutama yang dikembangkan, diproduksi dan disebarluaskan oleh tingkat pusat.  Dalam rangka Hari Proklamasi RI Agustus biasanya banyak kegiatan- kegiatan yang dapat digunakan untuk mempromosikan vitamin A, termasuk pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi.  Bulan Maret merupakan bulan bakti LKMD. Bulan ini sangat baik digunakan untuk memonitor hasil pemberian kapsul bulan Februari, dan dapat digunakan untuk mencapai balita yang belum menerima kapsul dalam bulan Februari. Depkes RI, 1996 Kapsul vitamin A dapat diperoleh di posyandu, polindes, puskesmas pembantu, puskesmas induk, praktik swasta bidan, rumah bersalin, klinik bersalin, dan lain-lain, dan kelompok KIA. Pemberian kapsul vitamin A dilakukan oleh petugas kesehatan, bidan desa, tokoh masyarakat, kepala desa, ketua RT RW, kader, orang tua keluarga Depkes RI, 2005.

2.3.8. Pencegahan