Pengolahan Tebu
5.5.2 Pengolahan Tebu
5.5.2.1 Proses Pengolahan Tebu Menjadi Gula
Proses produksi gula pasir di PG Pagottan pada dasarnya berupa aliran proses produksi. Diagram tersebut menunjukkan bahwa proses pengolahan tebu menjadi gula merupakan proses yang saling berhubungan, jika terjadi kemacetan pada satu tahapan produksi akan mempengaruhi proses produksi selanjutnya.
Tahapan kegiatan produksi di PG Pagottan dapat dibagi berdasarkan uni stasiun pelaksana proses produksi, yaitu:
1. Stasiun Gilingan
Proses ini bertujuan mendapatkan nira mentah sebanyak-banyaknya dari dalam batang tebu sehingga didapatkan kandungan gula semaksimal mungkin dengan menekan kehilangan gula yang ikut bersama ampas sekecil mungkin. Proses pada stasiun penggilingan tebu dimulai dari truk atau lori yang diterima dibagian penerimaan kemudian dipindahkan ke keprak tebu melalui tipper atau meja tebu yang selanjutnya dibawa ke cane cutter. Tebu yang masuk ke stasiun gilingan dipotong dan dicacah, cacahan tebu kemudian digiling pada rol-rol gilingan sehingga dihasilkan nira mentah dan ampas. Untuk memaksimalkan pemerahan di stasiun gilingan PG Pagottan dilengkapi 5 unit rol penggiling. Sedangkan untuk memperkecil kehilangan gula dalam ampas ditambahkan air imbisisi pada gilingan ke IV dan V. Nira mentah yang dihasilkan dipompa ke Proses ini bertujuan mendapatkan nira mentah sebanyak-banyaknya dari dalam batang tebu sehingga didapatkan kandungan gula semaksimal mungkin dengan menekan kehilangan gula yang ikut bersama ampas sekecil mungkin. Proses pada stasiun penggilingan tebu dimulai dari truk atau lori yang diterima dibagian penerimaan kemudian dipindahkan ke keprak tebu melalui tipper atau meja tebu yang selanjutnya dibawa ke cane cutter. Tebu yang masuk ke stasiun gilingan dipotong dan dicacah, cacahan tebu kemudian digiling pada rol-rol gilingan sehingga dihasilkan nira mentah dan ampas. Untuk memaksimalkan pemerahan di stasiun gilingan PG Pagottan dilengkapi 5 unit rol penggiling. Sedangkan untuk memperkecil kehilangan gula dalam ampas ditambahkan air imbisisi pada gilingan ke IV dan V. Nira mentah yang dihasilkan dipompa ke
2. Stasiun Pemurnian
Tujuan dari pemurnian adalah menghilangkan atau membuang bahan organik maupun anorganik bukan gula yang terdapat dalam nira dengan cara kimia atau fisika sehingga diperoleh kadar sukrosa yang semaksimal mungkin dari nira dan kerusakan sukrosa yang serendah mungkin. Proses pemurnian ini dilakukan dengan sistem sulfitasi alkalis, yaitu cara pemurnian nira dengan
menggunakan bahan pembantu penetralan berupa susu kapur (Ca (OH) 2 ) yang
berguna untuk mencegah terjadinya inversi (kerusakan), mengendapkan kotoran- kotoran pada nira encer serta mengatur derajat keasaman (pH) nira. Selain itu di
dalam stasiun ini terdapat penambahan gas belerang (SO 2 ) yang diperoleh dari
pembakaran belerang padat yang berguna untuk menetralkan kelebihan susu kapur
dalam nira. Pada penetralan dengan gas SO 2 akan terjadi endapan ekstra kalsium
sulfit. Endapan ini akan mengabsorbsi kotoran-kotoran dalam nira.
Di stasiun pemurnian diperoleh nira jernih (nira encer) dan nira kotor. Nira jernih akan dialirkan ke stasiun penguapan sedangkan nira kotor dialirkan ke vacum filter untuk memisahkan kotoran padat (blotong) dengan kotoran cair (nira tapis). Nira tapis dikembalikan lagi pada bak nira mentah tertimbang, sedangkan blotong dijadikan bahan pembuatan kompos yang selanjutnya digunakan sebagai pupuk.
3. Stasiun Penguapan
Dalam stasiun ini terjadi proses penguapan (evaporasi) yang dialakukan untuk menguapkan air yang terdapat dalam nira encer sehingga diperoleh nira dengan kekentalan tertentu. Nira kental yang keluar dari pan penguapan dilakukan
pemberian gas SO 2 sampai nilai pH nira kental mencapai 5,4-5,6 yang bertujuan
memucatkan warna nira kental agar kristal gula yang dihasilkan berwarna lebih
putih dan mencegah terjadinya perubahan warna karena gas SO 2 mempunyai sifat
menahan peningkatan intensitas warna. Nira kental tersulfitir tersebut kemudian dialirkan ke stasiun masakan untuk proses lebih lanjut. Di dalam proses penguapan tersebut akan didapat hasil sampingan berupa air kondensat yang dapat dimanfaatkan pada stasiun ketel.
4. Stasiun Kristalisasi
Nira yang dihasilkan di stasiun penguapan masih mempunyai kadar air yang tinggi sehingga sukrosa dalam keadaan terlarut. Bila nira kental ini diuapkan airnya maka akan mencapai titik jenuh dan jika penguapan masih berlanjut maka larutan akan menjadi sangat jenuh yang akhirnya terjadi pengkristalan. Akan tetapi gula yang terkandung dalam nira kental tidak dapat dikristalkan seluruhnya dan harus dilakukan secara bertahap dengan menggunakan pan masakan yang bertekanan vakum di atas 65 mmHg dan suhu 70 °
C, yaitu masakan A, C, dan D.
Pada stasiun ini akan dihasilkan larutan kristal gula (mascuite) serta hasil sampingan berupa air kondensat yang dapat dimanfaatkan oleh stasiun ketel.
Pada tingkat masakan A, nira kental dimasak pada masakan A dengan bibitan magma C, hasil masakan (mascuite) diputar menjadi stroop A dan gula A1. Gula A1 dicampur dengan klare A menjadi magma A kemudian diputar lagi Pada tingkat masakan A, nira kental dimasak pada masakan A dengan bibitan magma C, hasil masakan (mascuite) diputar menjadi stroop A dan gula A1. Gula A1 dicampur dengan klare A menjadi magma A kemudian diputar lagi
5. Stasiun Puteran dan Penyelesaian
Mascuite dari hasil proses pengkristalan dalam pan merupakan suatu massa campuran yang terdiri dari larutan dan kristal sakarosa. Sesudah mengalami pendinginan dalam palung pendingin selanjutnya dipisahkan kristal dan larutannya. Pemisah dilakukan dalam suatu alat saringan (puteran) yang menggunakan gaya sentrifugal sebagai kekuatan pendorongnya.
Langkah-langkah yang terjadi pada pemutaran mascuite terbagi atas tiga langkah, yaitu:
a. Penghilangan larutan yang ada disekitar kristal dan memenuhi ruangan-
ruangan di antara kristal-kristal.
b. Penghilangan sisa larutan yang masih tertinggal di antara kristal sehingga
hanya tinggal lapisan yang menempel pada kristal.
c. Mengurangi jumlah atau ketebalan lapisan larutan yang tertinggal pada
permukaan kristal.
Gula produk yang dihasilkan dari pemutaran mascuite A kondisinya masih basah. Gula basah ini dijatuhkan pada talang goyanggetar. Pengeringan gula dengan dihembus udara kering dan panas pada suhu 104 ° -132 ° Gula produk yang dihasilkan dari pemutaran mascuite A kondisinya masih basah. Gula basah ini dijatuhkan pada talang goyanggetar. Pengeringan gula dengan dihembus udara kering dan panas pada suhu 104 ° -132 °
5.5.2.2 Limbah
Limbah diartikan sebagai bahan yang dihasilkan dalam suatu proses yang tidak berguna lagi untuk proses tersebut. Semua proses menghasilkan limbah, mulai dari proses hidup yang terjadi dalam tubuh organisme hidup, misalnya CO 2
dan panas dari pernapasan serta O 2 dari fotosintesis, sampai pada proses dalam
industri misalnya CO 2 , NO serta logam berat dari proses kimia tertentu dalam
pabrik. Limbah yang tidak berguna untuk proses tersebut keluar dari pabrik ke lingkungan. Jika laju masukan limbah ke dalam lingkungan lebih besar daripada laju asimilasi atau degradasi limbah maka akan merusak dan terjadilah pencemaran.
Limbah pabrik gula Pagottan dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu limbah padat, limbah cair, dan limbah gas. Limbah padat terdiri dari blotong, abu ketel dan ampas halus, namun limbah ini telah dapat dimanfaatkan oleh pabrik baik menjadi pupuk maupun bahan berguna lainnya. Limbah cair dapat digolongkan menjadi dua berdasarkan jumlah dan sifat pencemarannya, yaitu 1) tingkat pencemaran rendah dengan jumlah besar seperti air bekas kondensor, 2) tingkat pencemaran tinggi dengan jumlah sedikit seperti air cucian peralatan, tumpahan nira, cucian tapisan, bocoran dari peralatan yang rusak, air cucian evaporator, dan air buangan ketel. Limbah cair yang dihasilkan dapat diatasi dengan sistem pengolahan limbah yang baik. Sedangkan untuk limbah gas terdiri Limbah pabrik gula Pagottan dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu limbah padat, limbah cair, dan limbah gas. Limbah padat terdiri dari blotong, abu ketel dan ampas halus, namun limbah ini telah dapat dimanfaatkan oleh pabrik baik menjadi pupuk maupun bahan berguna lainnya. Limbah cair dapat digolongkan menjadi dua berdasarkan jumlah dan sifat pencemarannya, yaitu 1) tingkat pencemaran rendah dengan jumlah besar seperti air bekas kondensor, 2) tingkat pencemaran tinggi dengan jumlah sedikit seperti air cucian peralatan, tumpahan nira, cucian tapisan, bocoran dari peralatan yang rusak, air cucian evaporator, dan air buangan ketel. Limbah cair yang dihasilkan dapat diatasi dengan sistem pengolahan limbah yang baik. Sedangkan untuk limbah gas terdiri
dikelola dengan baik oleh PG Pagottan.
5.5.2.3 Hasil Samping Gula Tebu
Dalam proses pengolahan tebu selain menghasilkan gula juga dihasilkan produk-produk sampingan, yaitu berupa tetes, blotong, dan ampas. Tetes merupakan larutan sisa yang tidak bisa lagi dimasukkan dalam proses untuk diambil kristalnya. Saat ini tetes sudah bisa dijadikan barang produk dan sudah merupakan kebutuhan yang tidak bisa dikesampingkan peranannya. Di PTPN XI usaha diversifikasi yang telah dilakukan adalah mengolah tetes menjadi alkohol dan spirtus yang pabriknya berlokasi di Djatiroto. Selain pembuatan alkohol di Indonesia, tetes dapat dibuat bermacam-macam keperluan, misalnya bumbu masak (MSG), pellet (makanan ternak), kecap, dan ragi. Blotong merupakan hasil pemisahan di stasiun pemurnian, di PG Pagottan blotong dapat dijadikan pupuk kompos yang dicampur abu ketel dan dijadikan bahan bakar karena mengandung biogas. Sedangkan ampas adalah hasil pemisahan di stasiun gilingan. Ampas dapat dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan pulp kertas, solvent, particle board, hard board, cellulose, dan lain-lain.
5.5.2.4 Standardisasi Mutu Gula
Standardisasi mutu gula produk ditentukan oleh P3GI. Adapun standardisasi mutu gula dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Standardisasi Mutu Gula Kristal Putih
No. Unsur
Satuan GKP
Metode
1. Warna
1.1 Warna Kristal
1.2 Warna larutan (ICUMSA)
2. Berat jenis butir
3. Susut pengeringan
bb Max 0,15
OvenIR driyer
4. Polarisasi
° Z, 20 ° C Min 99,5
Polarimetris
5. Abu konduktiviti
bb Max 0,15 Konduktometris
6. Bahan tambahan makanan
6.1 Belerang dioksida (SO 2 )
mgkg
Max 30 Iodometri
Sumber: Bagian Pabrikasi PG Pagottan, 2008
5.5.2.5 Pengepakan dan Penyimpanan
Gula produk yang telah ditimbang dimasukkkan ke dalam karung goni yang bagian dalamnya telah dilapisi plastik, tujuannya adalah melindungi kristal gula dari uap air selama penyimpanan. Berat setiap karung adalah 50 kg. karung yang telah diisi kemudian dijahit dan disimpan di gudang.
PG Pagottan mempunyai empat gudang penyimpanan gula (gudang A, B,
C, dan D) dan satu gudang cadangan (gudang E) dengan luas dan kapasitas yang berbeda-beda. Luas gudang A, gudang B, gudang C, dan gudang D masing-
masing adalah 1830 m 2 , 774 m 2 , 968 m 2 , 968 m 2 . Dengan kapasitas gudang A
sebesar 56.881 kuintal, gudang B sebesar 26.803 kuintal, gudang C sebesar 35.556 kuintal, dan gudang D berkapasitas 34.455 kuintal. Sedangkan gudang E merupakan gudang cadangan yang digunakan jika semua gudang tidak mampu menampung jumlah produksi gula. Biasanya gudang E digunakan sebagai gudang rabuk (pupuk).