Penguatan Kelembagaan Gapoktan di Kimtrans Rambutan 1

B. Penguatan Kelembagaan Gapoktan di Kimtrans Rambutan 1

a) Kondisi Kelembagaan Tani di Kimtrans Rambutan 1 :

Lembaga tani yang ada di daerah Kimtrans Rambutan 1 adalah Gapoktan Bina Makmur yang menaungi 10 kelompok tani yang ada di kawasan tersebut. Peranan kelembagaan ini masih belum optimal karena beberapa faktor diantaranya:

1. Belum mampu menjadi pengontrol harga

Selama ini GAPOKTAN Bina Makmur yang menaungi 10 kelompok tani di desa Kimtrans Rambutan 1 masih belum berfungsi sebagai pengontrol harga bagi para petani. sejauh ini peran koperasi baru sampai pada tahap perantara kebijakan dari pemerintah kepada kelompok tani yang dinaunginya serta memberikan bantuan pinjaman modal dalam pengembangan usaha karet para petani. Padahal petani Selama ini GAPOKTAN Bina Makmur yang menaungi 10 kelompok tani di desa Kimtrans Rambutan 1 masih belum berfungsi sebagai pengontrol harga bagi para petani. sejauh ini peran koperasi baru sampai pada tahap perantara kebijakan dari pemerintah kepada kelompok tani yang dinaunginya serta memberikan bantuan pinjaman modal dalam pengembangan usaha karet para petani. Padahal petani

2. Perantara pemasaran

Kelembagaan tani seperti Gapoktan dan koperasi harus berperan sebagai perantara pemasaran bagi para petani dan menyediakan opsi kemitraan demi kesejahteraan petani karet dan untuk meningkatkan produksi karet yang potensial untuk dilempar ke pasar internasional. Masalah seperti uang jasa bagi koperasi juga harus kita tinjau bersama. Dalam meningkatkan daya jual karet tentunya harus dihitung seefisien mungkin niaya-biaya yang mungkin timbul pasca panen termasuk uang jasa koperasi. Pemungutan uang jasa harus bersifat transparan dan diketahui petani. akan percuma ketika rantai alur distribusi mampu ditampung oleh koperasi namun biaya jasa yang ditimbulkan masih besar. Untuk itu kelembagaaan koperasi harus diperbaiki untuk meningkatkan daya jual bokar.

3. Kualitas hasil karet

Kualitas karet yang dieluh-eluhkan perusahaan pengolah karet karena masih mempunyai mutu yang rendah adalah PR bagi koperasi untuk mengembangkan difusi teknologi untuk mengatasi maalah ini. Koperasi harus melakukan kerjasama dengan pemerintah untuk mencari solusi pengadaan alat teknologi agar tak kalah saing dengan produk karet sintetis. Selama ini beberapa kasus terjadi agar berat karet makin besar, petani melakukan tindakan mencampur karet dengan pupuk urea (TSP) sebagai pengganti asam smooth, dicampur dengan benda lainnya maupun direndam dengan air. Hal ini tentu saja merugikan petani sendiri karena harga di pasaran menjadi berkurang. Di daerah Kimtrans Rambutan 1 misalnya kualitas hasil karet alam dari Kualitas karet yang dieluh-eluhkan perusahaan pengolah karet karena masih mempunyai mutu yang rendah adalah PR bagi koperasi untuk mengembangkan difusi teknologi untuk mengatasi maalah ini. Koperasi harus melakukan kerjasama dengan pemerintah untuk mencari solusi pengadaan alat teknologi agar tak kalah saing dengan produk karet sintetis. Selama ini beberapa kasus terjadi agar berat karet makin besar, petani melakukan tindakan mencampur karet dengan pupuk urea (TSP) sebagai pengganti asam smooth, dicampur dengan benda lainnya maupun direndam dengan air. Hal ini tentu saja merugikan petani sendiri karena harga di pasaran menjadi berkurang. Di daerah Kimtrans Rambutan 1 misalnya kualitas hasil karet alam dari

4. Bentuk hubungan kerjasama pelaku industri karet

Petani karet tradisional belum mampu menjalankan pemasaran secara terkoordinir kepada perusahaan pengolah karet. Alur distribusi pemasaran mereka masih cenderung panjang dan melibatkan tengkulak dan pedagang perantara sebelum sampai ke perusahaan pengolah karet. Peran koperasi dan kelompok tani disini adalah mengembangkan pola kemitraan yang efisien untuk memutus rantai pemasaran yang terlalu panjang.

Pola kemitraan yang terbentuk selama ini masih harus terus dikaji untuk meningkatkan kualitas kerja sama yang saling menguntungkan antara petani karet dan perusahaan. Kualitas bokar petani harus ditingkatkan melalui difusi teknologi melalui program pembinaan koperasi terkait agar harga dari bokar tidak jatuh ketika masa jual.

Selama ini di daerah Kimtrans Rambutan 1 masih belum terjalin pola kemitraan dengan perusahaan karet secara terorganisir. Pemasaran hasil karet masih melibatkan alur distribusi yang panjang sebelum sampai ke perusahaan pengolah tanah.

b) Analisis SWOT terhadap pengembangan komoditas karet didaerah transmigrasi

Strength

1. Ketersediaan Lahan

Daerah Sumatera selatan memiliki keunggulan dalam hal luas perkebunan untuk pengembangan komoditas karet yang tercermin dari dimasukkannya karet sebagai komoditas unggulan untuk meningkatkan daya saing daerah di koridor Sumatera dalam Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Potensi alam yang dimiliki harus mampu dioptimalkan oleh oleh pemerintah melalui penguatan kelembagaan terkait dalam sektor tersebut diantaranya adalah kelompok tani dan GAPOKTAN. Di daerah kimtrans Rambutan 1 GAPOKTAN menaungi 10 kelompok tani yang diberikan pembinaan untuk memperbaiki kualitas karet yang dihasilkan

2. Pemberdayaan Transmigran

Pemberdayaan daerah transmigrasi sebagai penghasil karet merupakan satu tindakan yang strategis mengingat potensi perkebunan karet di wilayah pulau Sumatera khususnya di kimtrans rambutan 1 termasuk daerah yang potensial untuk mengembangkan komoditas karet. Daerah transmigrasi dipilih sebagai daerah pengembangan komoditas karet karena industri karet mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak apalagi untuk transmigran yang baru menempati lahan baru. Selain menyajikan penyerapan tenaga kerja perkebunan karet di daerah transmigrasi juga dapat memaksimalkan potensi sumatera selatan dalam meningkatkan daya saing daerah.

Untuk meningkatkan daya saing daerah melalui sektor tanaman karet tidak lepas dari peranan petani karet sendiri yang tergabung dalam kelompok tani dan peran pemerintah dengan menyediakan kelembagaan berupa Gapoktan. Gapoktan mempunyai peran sebagai media dan perantara petani dalam pengembangan, produktivitas sampai pemasaran ke konsumen karet.

Weakness

1. Kualitas SDM yang masih rendah

Berbicara kelemahan tidak lepas dari masalah pokok yang dihadapi dalam pemberdayaan daerah transmigrasi yaitu berupa kualitas sumber daya manusia yang masih rendah. Kualitas sumber daya manusia dalam hal ini adalah kemampuan petani dalam menghasilkan karet yang berkualitas. Selama ini petani karet masih belum menerapkan teknologi dan masih bertani dengan menggunakan cara tradisional sehingga kualitas hasil karet yang dihasilkan masih rendah sehingga harga jual rendah.

2. Manajemen Kelembagaan Peran kelembagaan seperti Gapoktan yang terdapat di kimtrans Rambutan 1 sekarang baru menginjak pada difusi teknologi yang bahkan penerapan teknoligi yang diterapkan masih terus dikaji lembaga terkait untuk dapan diadopsi oleh petani karet di wilayah tersebut. Kelembagaan Gapoktan juga belum berfungsi sebagai pengontrol harga dan perantara bagi petani untuk membangun suatu kemitraan usaha dengan perusahaan pengolah karet dengan pola kemitraan yang saling menguntungkan kedua belah pihak untuk menguatkan daya saing karet sendiri

Opportunity

Indonesia menempati urutan pertama untuk luas lahan perkebunan karet di dunia. Tidak hanya terfokus di pulau Sumatera dan Kalimantan saja namun tersebar di beberapa pulau lain termasuk ada beberapa di pulau Jawa. Pengembangan perkebunan karet secara terfokus di koridor Sumatera ditujukan untuk meningkatkan daya saing daerah. Pemetaan daerah transmigrasi yang difokuskan di wilayah perkebunan karet adalah untuk membuka peluang bagi transmigran untuk meningkatkan produktivitas hasil karet sebagai komoditas unggul yang siap ekspor.

Ketersediaan lahan yang dimiliki Indonesia merupakan satu modal besar apabila dibarengi dengan peningkatan kualitas karet yang dihasilkan. Hasil survei yang dilakukan Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan menyatakan bahwa Indonesia memiliki areal karet terluas di dunia (3,4 juta Ketersediaan lahan yang dimiliki Indonesia merupakan satu modal besar apabila dibarengi dengan peningkatan kualitas karet yang dihasilkan. Hasil survei yang dilakukan Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan menyatakan bahwa Indonesia memiliki areal karet terluas di dunia (3,4 juta

Treath

1. Karet sintetis Hadirnya karet sintetis tidak dapat dipungkiri sangat mengancam

pengembangan industri karet di Indonesia. Karet sintetis yang diproduksi dengan teknologi yang cangggih tentu memiliki beberapa keunggulan dibanding karet alami yang dihasilkan petani lokal. Masalah waktu dalam memproduksi tentu lebih efisien karet sintesis karena proses produksinya tidak selama karet alami hargapun justru lebih murah dibandingkan karet alam.

2. Standarisasi ramah lingkungan

Tantangan lain terkait dengan isu sustainability dan ketertelusuran bahan baku karet alam dalam produksi Green Tyre di Uni Eropa yang mengharuskan industri pengolahan karet adalah ramah lingkungan. Isu standarisasi ini menjadi tantangan karena produk karet mengingat bokar hasil petani lokal masih memerlukan proses pemurnian untuk dapat ke pabrik pengolahan karet.

c) Penguatan Kelembagaan

Masalah yang dihadapi dalam pengembangan industri karet di daerah Kimtrans 1 adalah mutu bahan olah karet (bokar) yang rendah, yang mengakibatkan inefisiensi pengangkutan dan pengolahan serta menimbulkan bau busuk menyengat mulai dari kebun sampai di pabrik. Hasil dari petani Masalah yang dihadapi dalam pengembangan industri karet di daerah Kimtrans 1 adalah mutu bahan olah karet (bokar) yang rendah, yang mengakibatkan inefisiensi pengangkutan dan pengolahan serta menimbulkan bau busuk menyengat mulai dari kebun sampai di pabrik. Hasil dari petani

Gambar 3. kerangka, strategi dan bentuk pemanfaatan (Badan Litbang Informasi

Kemnakertrans )

Program ini difokuskan penguatan kelembagaan sebagai sarana pembelajaran dan difusi teknologi pengolahan karet pada petani untuk peningkatan mutu bokar. Lembaga yang terlibat dalam program ini antara lain Balai Penelitian Sembawa, Balitbanginov Prov Sumatera Selatan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (provinsi dan Kabupaten), Dinas Perkebunan (provonsi dan Kabupaten),dan Dit. Pengembangan Usaha Kemnakertrans.

Pada kenyataannya peran kelembagaan Gapoktan di kimtrans Rambutan 1 masih berhenti pada tahap peningkatan mutu dari olahan karet berupa gokar. Untuk pemasaran dari hasil karet para petani masih belum bisa dinaungi oleh Gapoktan tersebut sehingga harga jual dari hasil olahan. Koperasi seharusnya mampu menjadi sebuah lembaga perantara pemasaran bagi petani dan membangun sebuah kemitraan kepada perusahaan pengguna bahan baku karet.

Pengoptimalan peran kelembagaan tani

Penguatan kelembagaan untuk meningkatkan daya saing produk hasil karet tidak lepas dari belum berfungsinya peran lembaga terkait secara optimal dalam pengembangan hasil karet di koridor Sumatera terutama di kimtrans Rambutan 1 di Sumatera Selatan.

Peran sebagai perantara pemasaran

Rantai pemasaran karet seharusnya melalui lembaga yang ada dalam hal ini adalah Gapoktan Bina Makmur. Kelembagaan ini harus mampu mengorganisir pemasaran hasil karet dengan meminimalkan alur distribusi yang ada. Semakin sedikit pihak yang terlibat dalam alur distribusi pemasaran akan semakin efisien proses pemasaran hasil karet. Koperasi juga harus berperan sebagai perantara untuk petani dalam menjalin kemitraan dengan perusahaan pengolahan karet dan berfungsi sebagai pengontrol harga bagi komuditas tersebut. Pola pemasaran yang masih berjalan di Kimtrans Rambutan 1 adalah alur distribusi tradisional yang masih melibatkan banyak pihak sehingga prosesnya panjang dari petani ke pabrik pengolahan karet.

Gambar 4. rantai pemasaran bokar tradisional

Pola ini menunjukkan bahwa gapoktan belum mampu mengambil peran dalam proses pemasaran karet dari petani. Penguatan kelembagaan koperasi perlu ditingkatkan tidak hanya berperan sebagai difusi teknologi tetapi harus mampu mencakup semua aspek pengembangan karet dari hulu hingga hilir. Tidak cukup hanya meningkatkan kualitas dan produktifitas karet saja mengingat potensi ekspor karet yang begitu potensial industri ini harus digarap dengan sungguh-sungguh.

Gapoktan harus memutus mata rantai yang panjang dalam pendistribusian hasil karet dengan cara masuk dalam alur distribusi kepada perusahaan pengolahan karet dan berperan sebagai pengontrol harga sehingga perusahaan tetap dapat dikontrol dalam memberikan harga kepada petani.

Gambar 5. Rantai pemasaran bokar yang terorganisasi

Dalam pola diatas koperasi telah mengambil peran dalam distribusi pemasaran hasil karet dari petani. pola kemitraan juga ditawarkan koperasi untuk memfasilitasi petani karet yang tergabung dalam kelompok tani untuk bermitra dengan perusahaan pengolah karet. Sistem pemasaran bokar yang terorganisir terdapat kessepakatan yang harus disepakati oleh kedua pihak yang bermitra antara lain :

1. Terdapat standarisasi kualitas bokar Kualitas bokar terus akan ditingkatkan oleh petani karet di desa Pule dengan menggunakan difusi teknologi yang diterapkan dalam program arahan pemerintah yang ditujukan di daerah transmigrasi desa pule melalui koperasi Tekad Mandiri.

2. Harga Dalam menentukan harga kedua pihak yang terkait harus melakukan transparansi kepada koperasi sebagai dapat berperan pengontrol harga untuk melindungi petani karet dari ketimpangan harga yang mungkin dilakukan oleh perusahaan.

Dari pola terorganisir, GAPOKTAN juga mampu mengambil peran sebagai fasilitator dalam pola hubungan antara produsen hulu ke hilir melalui dua macam tipe hubungan yaitu kemitraan dan lelang.

Pengembangan pola Kemitraan

Kemitraan Usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah/besar (Perusahaan Mitra) disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh pengusaha besar, sehingga saling memerlukan, menguntungkan dan memperkuat. Kemitraan membutuhkan persyaratan, antara lain adanya kesamaan visi (untuk kepentingan bersama), komitmen (kesungguhan untuk mencapai tujuan bersama), kooperatif (mau bekerja sama) dan akuntabel(dapat dipertanggungjawabkan). Secara konsepsi melalui kemitraan diperoleh banyak keuntungan, di antaranya:

1. Pemasaran produk lebih pasti dan periodik

2. Perusahaan besar dapat memperoleh pasokan secara rutin dengan kualitas sesuai kesepakatan.

3. Bantuan dalam bentuk dana, teknologi, manajemen dan sarana lainnya dapat tersedia bagi petani.

4. Proses persaingan tidak terjadi pada produk yang sama karena telah diatur segmennya dalam kemitraan.

5. Masing-masing pengusaha (besar, menengah, dan kecil) mempunyai spesialisai dan tugas yang saling mendukung

Pola kemitraan usaha pertanian yang telah direkomendasikan yaitu:

A. Pola inti plasma. Adalah hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra dimana kelompok mitra bertindak sebagai plasma inti. Perusahaan Mitra membina Kelompok Mitra dalam hal:

a. Penyediaan dan penyiapan lahan

b. Pemberian saprodi.

c. Pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi.

d. Perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi.

e. Pembiayaan.

f. Bantuan lain seperti efesiensi dan produktifitas usaha.

B. Pola Sub Kontrak Adalah hubungan kemitraan antar kelompok mitra dengan perusahaan mitra; dimana kelompok mitra memproduksi komponen yang diperlukan oleh perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya.

C. Pola Dagang Umum Adalah hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra memasok kebutuhan perusahaan mitra.

D. Pola Keagenan Adalah hubungan kemitraan antar kelompok mitra dengan perusahaan mitra dimana kelompok diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha pengusaha mitra.

E. Pola Kerjasama Operasional Agribisnis Adalah hubungan kemitraan antar kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana kelompok mitra menyediakan modal dan atau sarana untuk mengusahakan/budidaya pertanian.

F. Pola Pasar Lelang Pasar lelang bokar merupakan bentuk interaksi antara permintaan pabrik pengolah dan penawaran langsung dari petani/kelompok tani. Harga transaksi yang terjadi adalah harga tertinggi yang ditentukan secara transparan dan dilaksanakan di tingkat lokal/desa. Pasar lelang bokar berperan sebagai lembaga perantara bagi kepentingan pembeli dan penjual, terutama dalam hal penentuan harga yang sesuai. Pasar lelang juga berfungsi sebagai wahana untuk memberikan pelayanan dan sarana bagi pembeli dan penjual. Pelayanan dan sarana tersebut adalah sarana tempat, pengumpulan produk, informasi patokan harga regional dan internasional, serta penilaian mutu bokar. Pelayanan dan sarana tersebut diharapkan dapat berkembang menjadi sistem standarisasi dan grading, serta sarana untuk mengadakan transaksi.

Mekanisme umum pasar lelang bokar sebagai berikut :

1. Panitia lelang mengkoordinasikan jenis dan mutu bokar tertentu yang harus dihasilkan oleh petani/kelompok tani sesuai dengan permintaan pasar.

2. Panitia lelang mengundang pabrik pengolah atau pedagang besar untuk mengikuti lelang pada waktu yang ditentukan, disertai estimasi jenis dan volume bokar yang akan dilelang.

3. Para petani/kelompok tani mengumpulkan sejumlah bokar dengan volume tertentu.

4. Diadakan pemeriksaan mutu bokar oleh panitia dan penawar lelang.

5. Panitia lelang menentukan harga indikator yang disesuaikan dengan perkembangan harga umum (terutama harga internasional) dengan memperhatikan mutu.

6. Pembeli mengadakan penawaran terbuka dan ditentukan harga penawaran tertinggi.

7. Penimbangan bokar yang dilelang.

8. Pembayaran bokar dilakukan secara tunai.