Upaya Pengembangan Potensi Daerah dalam

PENGUATAN DAYA SAING DAERAH TRANSMIGRASI UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN KOMODITAS KARET MELALUI PENGUATAN KELEMBAGAAN.

(Studi Kasus Kawasan Transmigrasi Rambutan 1 Sumatera Selatan Dengan Gapoktan Bina Makmur)

ECONOMICS EVENTS (7 th ECCENTS 2014)

Disusun oleh :

Khoriyah (F011056/Angkatan 2012) Norma sagita pratiwi

(F0112067/ Angkatan 2012)

UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS) SURAKARTA 2014

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul : Penguatan Daya Saing Daerah Transmigrasi Untuk Mendukung Pengembangan Komoditas Karet Melalui Penguatan Kelembagaan.

2. Penulis 1 Nama lengkap

Jurusan/angkatan : S1 Ekonomi Pembangunan 2012 Asal universitas

: Universitas Sebelas Maret (UNS)

3. Penulis 2 Nama lengkap

: Norma Sagita Pratiwi

NIM

: F0112067

Jurusan/angkatan : S1 Ekonomi Pembangunan 2012 Asal universitas

: Universitas Sebelas Maret (UNS)

4. Dosen pembimbing Nama lengkap

: Dr. Siti Aisyah Tri Rahayu. S.E, M.Si. NIP

Surakarta, 28 Mei 2014 Ketua kelompok

Khoriyah

Mengetahui, Pembantu Dekan III Fakultas Ekonomi & Bisnis UNS

Lukman Hakim, SE, M.Si, Ph.D NIP. 19680518 200312 1 002

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan atas terselesainya karya tulis yang berjudul “Penguatan Daya Saing Daerah Transmigrasi Untuk

Mendukung Pengembangan Komoditas Karet Melalui Penguatan Kelembagaan.

Penulisan karya tulis ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih ide terhadap pihak-pihak yang terkait. sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga bermanfaat bagi semua pihak.

Penulis berterimakasih kepada sahabat, teman-teman, keluarga, pembimbing yang selalu membantu dan memberikan motivasi sehingga karya ini bisa terselesaikan. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Surakarta, 28 Mei 2014

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. kerangka pemikiran konseptual ...................................................... 26 Gambar 2. pencapaian lokasi rambutan parit

(kementerian tenaga kerja dan transmigrasi R.I) ............................. 31

Gambar 3. kerangka, strategi dan bentuk pemanfaatan (Badan Litbang Informasi Kemnakertrans ) ................................... 46

Gambar 4. rantai pemasaran bokar tradisional ................................................. 47 Gambar 5. Rantai pemasaran bokar yang terorganisasi ................................... 48

PENGUATAN DAYA SAING DAERAH TRANSMIGRASI UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN KOMODITAS KARET MELALUI PENGUATAN KELEMBAGAAN.

(Studi Kasus Kawasan Transmigrasi Rambutan 1 Sumatera Selatan Dengan Gapoktan Bina Makmur)

Khoriyah, Norma Sagita Pratiwi Universitas Sebelas Maret, Surakarta

ABSTRAK

Karet merupakan komoditas ekspor unggulan diIndonesi, dengan adanya program percepatan pembangunan ekonomi indonesia yang menjadikan sumatera sebagai koridor ekonomi penghasil karet. Sumatera selatan sebagai wilayah terluas dan penghasil karet cukup besar serta infrastruktur yang memadai untuk proses hilirisasi karet. Dalam rangka peningkatan produksi karet disumatera selatan,pemanfaatan daerah transmigrasi sebagai wilyahah penghasil karet yang awalnya hanya berorientasi pada pangan berganti ke produksi. Kendala yang dihadapi berupa produksi bahan olahan karet yang berkualitas rendah. Hal ini juga terjadi pada kawasan transmigrasi rambutan satu yang ada di KTM rambutan parit kabupaten ogan ilir kecamatan indralaya. Metode yang digunakan berupa teknik analisis diskriptif dengan data sekunder sebagai referensinya baik dari jurnal,Bps, Departemen Perindustrian, maupun pihak lain yang berkaitan.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kimtrans rambutan 1 masih menghasilkan bahan olahan karet yang berkualitas rendah dikarenakan kelembagaan atau gapoktan bina makmur yang belum mampu menjalankan fungsi kelembagaannya dengan optimal. Faktor yang mempengaruhi kualitas bahan olahan karet berupa masih digunakannya tawas dan bahan pembeku yang tidak dianjurkan oleh pemerintah serta keterbatatsan teknologi pengolahan karet. Sebagai langkah awal upaya untuk meningkatkan kualitas bahan olahan karet berupa penguatan gapoktan bina makmur sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan petani karet dan meningkatnya kualitas bahan olahan karet yang berdaya saing baik. Ketika kualitas dari bahan baku baik maka akan berefek multiplier terhadap meningkatnya kualitas barang-barang olahan karet yang bisa menjadi nilai tambah dan menjadi komoditas unggulan bagi daerah tersebut.

Kata kunci: daerah transmigrasi, komoditas karet, kelembagaan, daya saing.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Indonesia merupakan negara yang termasuk dalam negara yang sedang tumbuh (emerging country), masalah yang dihadapi bagi negara yang sedang tumbuh adalah sebagian besar perekonomian masih ditopang bahan mentah dari komoditas perkebunan dan kehutanan, sementara industri olahan belum mampu dioptimalkan. Meskipun saat ini makro ekonomi Indonesia cukup kuat seperti difisit neraca fiskal kurang dari 2%, rasio utang di bawah 30%, dan transaksi berjalan 2,8% dari total PDB di tahun 2013, namun industri nasional belum berkembang sebagaimana mestinya. Hal ini bisa dilihat dari kontribusi paling besar terhadap PDB adakah sektor tersier yang kurang menyerap tenaga kerja. Sementara sektor yang penyerapann tenaga kerja tinggi seperti pertanian dan industri olahan semakin terpuruk. Kinerja ekspor melemah dibandingkan impor sehingga mengakibatkan difisit neraca berjalan, dan rendahnya kualitas manusia yang menimbulkan permasalahan serius antara lain produktivitas rendah dan kurangnya inovasi dalam perekonomian.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Indonesia akan mengalami jebakan negara berpendapatan menengah (middle-income trap). Suatu situasi dimana perekonomian akan stagnan dengan pendapatan saat ini, tanpa mampu bergerak menjadi negara dengan pendapatan tinggi, tetap bergantung dengan sumber daya alam, dan tidak mampu menjadi negara maju dengan basis industri yang kuat dan modern.Dalam majalah the economist terbitan februari 2014 dengan judul “The parable of Argentina – what other countries can learn from a century of decline ” digambarkan bahwa negara Argrntina pernah mengalami kekuatan ekonomi yang kuat pada tahun 1914 mengalahkan Amerika Serikat dengan pendapatan perkapita melebihi Jerman, Perancis dan Italia serta menjadi negarasalah satu dari sepuluh negara terkaya di dunia setelah Australia, Inggris dan Amerika Serikat namun sangat bertolak belakang bila kita bandingkan dengan keadaan perekonomian Argentina.

Kondisi turunya perekonomian Argentina saat ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu tidak berkembangkan industri, kebijakan perdagangan yang cenderung tertutup, dan lemahnya institusi dalam mendorong kebijakan jangka panjang.

Untuk dapat terhindar dari jebakan negara berpenghasilan menengah (middle-income trap) Wakil Menteri Keuangan II, Bambang PS Brodojonegoro mengatakan, empat tantangan internal yang harus dihadapi, yaitu memperkuat daya tahan ekonomi domestik, memperbaiki produktivitas dan daya saing, memperbaiki fiskal dan APBN, serta memperbaiki kesejahteraan masyarakat dan kesenjangan. Dari sisi eksternal tantangan yang dihadapi adalah ketidakpastian pertumbuhan ekonomi global terutama mitra dagangan. Pemerintah juga harus menghadapi risiko gejolak arus likuiditas global dan risiko gejolak harga komoditas g lobal. “Kalau kita tidak bisa melakukan perbaikan ini, kita bisa terjebak dalam middle income,”

Peningkatan daya saing daerah adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari jebakan middle-income trap. Secara konsep, daya saing menunjukkan kemampuan suatu daerah dibandingkan dengan daerah lain dalam menetapkan strategi yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Dalam Master Plan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia pemerintah memfokuskan pada peningkatan daya saing daerah yang dibagi menjadi enam koridor utama yaitu koridor sumatera, Jawa,Kalimantan,Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara dan koridor Papua dan Kepulauan Maluku dengan mengoptimalkan masing-masing potensi daerah yang ada. Penguatan daya saing daerah dengan masing-masing komuditi unggulan diharapkan akan meningkatkan daya saing kita secara agregat dengan negara lain.

Ditinjau dari potensi yang ada pulau Sumatera memiliki komoditas unggulan berupa kelapa sawit dan karet. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) memberikan arahan bahwa salah Ditinjau dari potensi yang ada pulau Sumatera memiliki komoditas unggulan berupa kelapa sawit dan karet. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) memberikan arahan bahwa salah

Hasil karet petani di wilayah Kimtrans Rambutan 1 masih memiliki kualitas yang rendah, peran kelembagaan seperti Gapoktan masih belum optimal bagi kelompok tani yang berada dalam naungannya. Beberapa fungsi Gapoktan harus terus ditingkatkan dan dikaji untuk memperbaiki kondisi industri karet yang ada baik melalui peningkatan sumber daya manusia, teknologi maupun penguatan peran dari gapoktan sendiri.

B. Rumusan masalah Penguatan kelembagaan tani Gapoktan harus terus dikaji dan ditingkatkan agar dapat berperan sebagaimana mestinya demi kesejahteraan petani karet yang ada di wilayah Kimtrans Rambutan 1 , Sumatera Selatan. Dari latar belakang diatas beberapa masalah yang terjadi dalam industri karet di daerah tersebut kami rumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana kualitas karet alam yang dihasilkan oleh petani karet di wilayah Kimtrans Rambutan 1 ?

2. Apa saja permasalahan yang dihadapi Gapoktan Bina Makmur dalam menjembatani kelompok tani dalam menjalankan usaha perkebunan karetnya?

3. Bagaimana seharusnya Gapoktan Bina Makmur menjalankan perannya untuk mensejahterakan petani karet dan mengatasi permasalahan yang ada?

C. Tujuan penelitian

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menjelaskan potensi unggulan karet yang ada di Sumatera Selatan terutama di kawasan transmigrasi yang dianggap potensial untuk pengembangan komoditas karet. Secara terperinci tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk :

1. Menjelaskan kualitas karet yang dihasilkan petani di wilayah Kimtrans Rambutan 1 di Sumatera Selatan.

2. Menjelaskan permasalahan yang dihadapi kelembagaan tani berupa Gapoktan Bina Makmur yang ada di wilayah Kimtrans Rambutan 1 di Sumatera Selatan.

3. Menjelaskan upaya yang harus dilakukan Gapoktan Bina Makmur dalam menjalankan peranan dan mengatasi permasalahan yang ada dalam kelompok tani yang dinaunginya.

D. Manfaat penulisan

Harapan kami dengan penulisan karya tulis ini akan memberikan manfaat bagi stakeholder terkait melalui dalam dua aspek, yaitu:

1. Aspek Teoritis Hasil penulisan ini dapat digunakan lebih lanjut sebagai bahan kajian pustaka dan dokumentasi penulisan maupun penelitian mengenai topik sejenis.

2. Aspek Praktis Penulisan ini diharapkan dapat menjadi sarana evaluasi peran kelembagaan tani yang ada untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas petani karet dalam upaya mensejahterakan kehidupan petani serta memberi masukan kepada pemerintah daerah lain dalam menerapkan upaya sejenis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengembangan Daerah Transmigrasi

Pengertian kawasan transmigrasi secara umum adalah kawasan budidaya intensif untuk menampung perpindahan penduduk secara menetap dalam jumlah besar dengan susunan fungsi-fungsi sebagai tempat permukiman, pelayanan jasa pemerintahan, sosial dan kegiatan ekonomi untuk menumbuhkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Dalam pelaksanaannya, kawasan transmigrasi memiliki pengertian: (1) satu kesatuan hamparan lahan dalam kawasan budidaya (dalam wilayah otonom), (2) terdiri atas permukiman transmigrasi yang ada (PTA), permukiman transmigrasi yang telah diserahkan (PTD), permukiman transmigrasi baru (PTB), permukiman desa setempat (PDS) dan areal potensial sebagai permukiman transmigrasi cadangan (PTC), (3) berpotensi untuk pengembangan komoditi unggulan yang memenuhi skala ekonomi, (4) terhubungkan dalam satu kesatuan jaringan transportasi yang dapat merangsang tumbuhnya pusat pertumbuhan ekonomi, dan (5) tersedianya sarana dan prasarana penunjang ekonomi, sosial dan budaya. Permukiman transmigrasi merupakan satu kesatuan permukiman atau bagian dari satuan permukiman yang diperuntukkan bagi tempat tinggal dan tempat usaha transmigran.

Visi pembangunan dan pengembangan kawasan transmigrasi adalah terwujudnya kawasan transmigrasi sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di daerah, sesuai kebutuhan pengembangan daerah yang bersangkutan secara berkesinambungan dan peduli lingkungan. Untuk mewujudkan visi tersebut, maka ditetapkan misi pembangunan kawasan transmigrasi: (1) membangun kawasan transmigrasi yang cepat tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan, (2) memberdayakan masyarakat di kawasan transmigrasi, (3) mempercepat pembangunan ekonomi perdesaan yang berbasis masyarakat, dan (4) membantu pengentasan kemiskinan.

Beberapa hal pokok yang menjadi konsep pengembangan kawasan transmigrasi dalam konteks menjalankan misi pembangunan transmigrasi, yaitu:

(1) pengembangan akan meliputi seluruh unit permukiman dalam kawasan, baik permukiman transmigrasi, permukiman penduduk tempatan dan areal potensial sebagai calon permukiman, (2) mewujudkan kemudahan interaksi antar unit-unit permukiman, dan dari unit-unit permukiman ke pusat pertumbuhan ekonomi yang diusulkan, baik langsung maupun secara berjenjang, (3) mengembangkan komoditi potensial/unggulan di seluruh kawasan dengan pendekatan sistem agribisnis melalui pemberdayaan ekonomi kerakyatan dan menarik investor (kemitraan) untuk pengembangan komoditi yang memerlukan investasi besar, (4) mengoptimalkan pemanfaatan lahan yang ada melalui: pembukaan lahan usaha II yang masih merupakan lahan tidur, pembukaan lahan tidur penduduk desa sekitar, dan membuka areal produksi baru pada areal potensial dengan memperhatikan prinsip clean and clear dan catur layak, (layak huni, layak

usaha, layak berkembang dan layak lingkungan) dan (5) setiap program pemberdayaan transmigran selalu melibatkan masyarakat desa sekitar.

Kawasan kawasan transmigrasi yang telah dikembangkan di seluruh pelosok Indonesia (luar Jawa dan Bali) sebagian kecil diantaranya sudah berkembang dan menjadi pusat-pusat pertumbuhan baru tetapi sebagian besar masih memerlukan upaya penanganan agar dapat berkembang menjadi sentrasentra produksi dan memiliki keterkaitan kegiatan hulu-hilir yang selanjutnya dapat menumbuhkan pusat-pusat pertumbuhan baru, sesuai dengan cita-cita pembangunan transmigrasi seperti tercantum pada UU nomor 15 tahun 1997 tentang ketransmigrasian dan PP nomor 2 tahun 1999 tentang penyelenggaraan transmigrasi, yang menyebutkan bahwa peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah diwujudkan melalui pembangunan pusat pertumbuhan wilayah baru.

Berlakunya otonomi daerah menuntut tatacara penyelenggaraan transmigrasi dan pendekatan yang dilakukan disesuaikan terhadap tuntutan perkembangan keadaan saat ini. Pelaksanaannya harus memegang prinsip demokrasi, mendorong peran serta masyarakat, mengupayakan keseimbangan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan karakteristik daerah (Anharudin et al., 2003).

Pembangunan transmigrasi pada masa otonomi daerah lebih diutamakan kearah Pembangunan transmigrasi pada masa otonomi daerah lebih diutamakan kearah

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 1997 tentang ketransmigrasian dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 2 tahun 1999 tentang penyelenggaraan transmigrasi, yang menyebutkan bahwa tujuan pembangunan transmigrasi yaitu : meningkatkan kesejahteraan transmigrasi dan masyarakat sekitarnya, meningkatkan dan pemerataan pembangunan daerah, dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.

Tujuan dari transmigrasi mengalami beberapa perubahan,pada masa awal kemerdekaan hingga awal tahun 1980-an, transmigrasi dilaksanakan dengan orientasi lebih pada penyelesaian sebagian dari persoalan demografis. Ketimpangan persebaran penduduk antar pulau dilihat sebagai suatu persoalan yang perlu segera diatasi. tahun 1980-an, meskipun masih didasarkan pada Undang-Undang Nomor 3 tahun 1972 tentang ketentuan-ketentuan pokok transmigrasi, berbagai upaya telah dilakukan untuk menggeser orientasi pembangunan transmigrasi lebih ke arah ekonomi. Hal ini ditandai dengan dikembangkannya transmigrasi dalam berbagai pola usaha yang didasarkan atas potensi sumberdaya yang ada sebagai sumber mata pencaharian utama transmigran (Wibowo, 2002).

Pada akhir tahun 1990 tujuan transmigrasi sudah diseseuaikan dengan azas desentralisasi, Sasarannya adalah masyarakat dan kawasan transmigrasi secara ekonomi dan sosial budaya mampu tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan melalui: peningkatan kemampuan dan produktivitas masyarakat Pada akhir tahun 1990 tujuan transmigrasi sudah diseseuaikan dengan azas desentralisasi, Sasarannya adalah masyarakat dan kawasan transmigrasi secara ekonomi dan sosial budaya mampu tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan melalui: peningkatan kemampuan dan produktivitas masyarakat

Tahun 2004- 2009 perubahan orientasi dimana daerah transmigrasi diarahkan untuk mendukung pembangunan daerah, melalui pembangunan pusat-pusat produksi, perluasan kesempatan kerja, serta penyediaan kebutuhan tenaga kerja terampil baik dengan peranan pemerintah maupun secara swadana melalui kebijakan langsung maupun tidak langsung. Kebijakan transmigrasi diarahkan pada tiga hal pokok yaitu: (1) Penanggulangan kemiskinan yang disebabkan oleh ketidakberdayaan penduduk untuk memperoleh tempat tinggal yang layak; (2) Memberi peluang berusaha dan kesempatan kerja; (3) Memfasilitasi pemerintah daerah dan masyarakat untuk melaksanakan perpindahan penduduk (Anharudin et al., 2003).

Menurut UU Nomor 15 tahun 1997 tentang Ketransmigrasian dan PP Nomor 2 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Transmigrasi, kegiatan penyelenggaraan transmigrasi yang menyebar diseluruh wilayah nusantara merupakan bagian dari pembangunan daerah, utamanya dalam bidang pertanian dalam arti luas dengan mewujudkan desa-desa pertanian dan suatu pusat pertumbuhan wilayah baru, atau untuk mendukung percepatan perkembangan pusat pertumbuhan yang telah ada atau yang sedang berkembang. Masing-masing desa pertanian dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung, dan saling berhubungan dalam tatanan jaringan jalan, yang tersimpul pada pusat pertumbuhan sehingga akan membentuk Satuan Kawasan Pengembangan yang wilayah pertumbuhan ekonomi.

B. Daya Saing

Daya saing sering diidentikkan dengan produktivitas (tingkat output yang dihasilkan untuk setiap unit input yang digunakan). Peningkatan produktivitas meliputi peningkatan jumlah input fisik (modal dan tenaga kerja), peningkatan kualitas input yang digunakan dan peningkatan teknologi. Teori keunggulan absolut (adam smith1776) menjelaskan bahwa suatu negara dapat Daya saing sering diidentikkan dengan produktivitas (tingkat output yang dihasilkan untuk setiap unit input yang digunakan). Peningkatan produktivitas meliputi peningkatan jumlah input fisik (modal dan tenaga kerja), peningkatan kualitas input yang digunakan dan peningkatan teknologi. Teori keunggulan absolut (adam smith1776) menjelaskan bahwa suatu negara dapat

Kendati konsep keunggulan komparatif berangkat dari suatu konstruksi hipotesis yang mengandaikan adanya kondisi abstrak,yakni kondisi suatu keadaan yang tidak ada secara empiris,namun partisipasi suatu negara dalam perdagangan internasional untuk suatu komoditi tertentu menunjukkan bahwa negara itu memiliki keunggulan komparatif untuk komoditas tersebut.meningkat atau menurunnya perdagangan komoditi tersebut mencerminkan perubahan komparatif dari faktor-faktor yang mendasari perdagangan barang yang dimaksud. Karema keunggulan komparatif menentukan komposisi dan arah arus perdagangan internasional,maka keunggulan komparatif merupakan faktor penting dalam pembagian kerja internasional. Konsep keunggulan komparatif ini hanya menunjukkan adanya perbedaan dalam keunggulan antar negara dan implikasi yang ditimbulkannya dalam perdagangan dan pembagian kerja internasional.

Dalam pendekatan lain ,heckhers-ohin memusatkan kajian pada perbedaab karunia faktor antar negara khususnya modal dan tenaga kerja yang merupakan fokus utama dalam teori ekonomi.dua asumsi yang mendasari teori ini adalah sebagai berikut : a) Faktor produksi dapat berlimpah secara internasional.realisasi asumsi ini sebetulnya mendasari globalisasi yang melanda dunia. Faktor produksi yang dapat berpindah ( modal dan tenaga kerja) mencari lokasi adanya faktor produksi yang efisiensimurah dan dapat Dalam pendekatan lain ,heckhers-ohin memusatkan kajian pada perbedaab karunia faktor antar negara khususnya modal dan tenaga kerja yang merupakan fokus utama dalam teori ekonomi.dua asumsi yang mendasari teori ini adalah sebagai berikut : a) Faktor produksi dapat berlimpah secara internasional.realisasi asumsi ini sebetulnya mendasari globalisasi yang melanda dunia. Faktor produksi yang dapat berpindah ( modal dan tenaga kerja) mencari lokasi adanya faktor produksi yang efisiensimurah dan dapat

Konsep daya saing yang dikemukakan Michael Porter menjelaskan bahwa faktor-faktor sumber daya bukanlah determinan tunggal dalam menentukan daya saing suatu perekonomian.faktor sumber daya saling terkait dengan kondisi permintaanindustri pendukung yang terkait,struktur,strategidan iklim persaingan yang dihadapi perusahaan.strategi dalam menghadapi persaingan adalah begaimanan mengubah keunggulan komperatif menjadi keunggulan kompetitif. Dalam kaitan ini strategi yang menekankan pada biaya faktor bergeser kearah diversifikasi produksi.efisiensi yang selama ini ditekankan pada rantai produksi berubah menjadi prinsip rantai nilai.pada negara-negara berkembang seringkali diadvokasikan behwa teknologi hanya terkait pada industri modern padat modal sehingga tidak relevan bagi negara berkembang,yang pada umumnya pada karya dan berbasis sumber daya alam.

Daya saing dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses, dinyatakan bahwa daya saing adalah kemampuan untuk menunjukkan hasil yang lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna. Kemampuan yang dimaksud adalah (1) kemampuan memperkokoh pangsa pasarnya, (2) kemampuan menghubungkan dengan lingkungannya, (3) kemampuan meningkatkan kinerja tanpa henti, (4) kemampuan menegakkan posisi yang menguntungkan. Dengan menggunakan kinerja atau melihat indikator tertentu sebagai acuan, maka dapat diukur tingkat kuat lemahnya daya saing.

C. Perkebunan

Perkebunan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 didefinisikan sebagai segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan Perkebunan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 didefinisikan sebagai segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan

Tanaman perkebunan merupakan pendukung utama sektor pertanian dalam menghasilkan devisa. Ekspor komoditas pertanian kita yang utama adalah hasil-hasil perkebunan. Hasil-hasil komoditas perkebunan yang selama ini telah menjadi komoditas ekspor konvensional terdiri atas karet, kelapa sawit, teh, kopi dan tembakau (Badan Pusat Statistik, 2009). Masih ada beberapa jenis tanaman perkebunan yang diekspor, namun porsinya relatif kecil. Dalam beberapa tahun terakhir ini, kakao telah berkembang menjadi salah satu komoditas penting di dalam jajaran ekspor komoditas perkebunan. Meskipun demikian, penghasil devisa utama dari subsektor perkebunan masih dipegang oleh komoditas karet dan kopi.

Pengusahaan tanaman perkebunan di Indonesia,sebagian besar diselenggarakan oleh rakyat secara orang perorangan, dengan teknologi produksi dan manajemen usaha yang tradisional. Sebagian lagi diusahakan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan, baik milik pemerintah maupun swasta, dengan teknologi produksi yang modern serta manajemen usaha yang profesional. Karena tanaman perkebunan didominasi oleh perkebunan rakyat, maka kondisi perkebunan Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan perkebunan negara lain. Pembangunan perkebunan dilaksanakan melalui empat pola pengembangan, yaitu (Dumairy, 1996): Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR),Pola Unit Pelayanan Pengembangan (UPP),Pola Swadaya,dan, Pola Perusahaan Perkebunan Besar. Pola PIR dimaksudkan untuk mewujudkan keterpaduan usaha antara perkebunan rakyat sebagai plasma dan perkebunan besar sebagai inti, dalam suatu sistem pengelolaan yang menangani seluruh Pengusahaan tanaman perkebunan di Indonesia,sebagian besar diselenggarakan oleh rakyat secara orang perorangan, dengan teknologi produksi dan manajemen usaha yang tradisional. Sebagian lagi diusahakan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan, baik milik pemerintah maupun swasta, dengan teknologi produksi yang modern serta manajemen usaha yang profesional. Karena tanaman perkebunan didominasi oleh perkebunan rakyat, maka kondisi perkebunan Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan perkebunan negara lain. Pembangunan perkebunan dilaksanakan melalui empat pola pengembangan, yaitu (Dumairy, 1996): Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR),Pola Unit Pelayanan Pengembangan (UPP),Pola Swadaya,dan, Pola Perusahaan Perkebunan Besar. Pola PIR dimaksudkan untuk mewujudkan keterpaduan usaha antara perkebunan rakyat sebagai plasma dan perkebunan besar sebagai inti, dalam suatu sistem pengelolaan yang menangani seluruh

Peningkatan produksi perkebunan diupayakan terutama melalui peningkatan produktivitas lahan serta perbaikan efisiensi pengolahan. Sasaran utamanya adalah peningkatan produksi perkebunan rakyat, mengingat produktivitas per hektar dan mutu hasilnya masih rendah, padahal sebagian besar hasil perkebunan berasal dari perkebunan rakyat. Untuk menunjang kenaikan produksi perkebunan rakyat dimaksud, dibangun unit-unit pelayanan pengembangan (UPP). Unit-unit ini memberikan pembinaan dalam hal teknik agronomi, membantu pembiayaan, pemasaran, dan pengembangan fasilitas pengolahannya. Sementara itu usaha ekstensifikasi perkebunan dilaksanakan melalui pola PIR, dimana perusahaan inti bertugas membina plasma-plasmanya (pekebun-pekebun rakyat) dalam hal teknik agronomi, pengolahan, dan pemasaran hasil.

D. Karet

Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan (dikenal sebagai latex), di getah pada beberapa jenis tumbuhan tetapi dapat juga diproduksi secara sintetis. Sumber utama barang dagang dari latex yang digunakan untuk menciptakan karet adalah pohon karet Para, Hevea brasiliensis (Euphorbiaceae). Pengambilan getah dilakukan dengan cara melukai kulit pohon sehingga pohon akan memberikan respon yang menghasilkan lateks lebih banyak (Departemen Perindustrian, 2007). Pohon tersebut menurut Undri (2004) pertama kali ditemukan di lembah Amazone oleh tim ekspedisi dari Perancis. Kemudian ekspedisi tersebut berhasil menemukan pohon karet yang dapat diambil getahnya tanpa harus menebang pohonnya, cukup dengan melukai kulit batang tanaman karet tersebut. Penemuan tersebut menyebabkan pengembangan penggunaan lateks semakin pesat, apalagi setelah ditemukannya proses vulkanisasi oleh Good Year tahun 1839, maka pengembangan perkebunan karet mulai berkembang secara Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan (dikenal sebagai latex), di getah pada beberapa jenis tumbuhan tetapi dapat juga diproduksi secara sintetis. Sumber utama barang dagang dari latex yang digunakan untuk menciptakan karet adalah pohon karet Para, Hevea brasiliensis (Euphorbiaceae). Pengambilan getah dilakukan dengan cara melukai kulit pohon sehingga pohon akan memberikan respon yang menghasilkan lateks lebih banyak (Departemen Perindustrian, 2007). Pohon tersebut menurut Undri (2004) pertama kali ditemukan di lembah Amazone oleh tim ekspedisi dari Perancis. Kemudian ekspedisi tersebut berhasil menemukan pohon karet yang dapat diambil getahnya tanpa harus menebang pohonnya, cukup dengan melukai kulit batang tanaman karet tersebut. Penemuan tersebut menyebabkan pengembangan penggunaan lateks semakin pesat, apalagi setelah ditemukannya proses vulkanisasi oleh Good Year tahun 1839, maka pengembangan perkebunan karet mulai berkembang secara

Tahun 1940, Indonesia dan Malaysia akhirnya menjadi produsen utama karet dunia. Upaya pengembangan tanaman karet secara perkebunan baru mulai pada akhir abad ke-19 (Undri, 2004). Saat ini komoditas karet menjadi komoditas ekspor andalan bagi indonesia yang menyumbang banyak devisa bagi pertumbuhan ekonomi. Indonesia pernah menjadi produsen ekspor karet terbesar didunia, sebagian besar tanaman ini diusahakan oleh perkebunan rakyat kemudian digeser oleh thailand akibat kurang produktifnya karet yang dihasilkan.

Produksi karet alam Indonesia pada tahun 2007 sebesar 2,76 juta ton dimana 2,44 juta ton atau 88,4% dari produksi karet alam tersebut diekspor dengan nilai US$ 4,36 milyar, hanya 13,3% atau 355.717 ton yang digunakan untuk kebutuhan industri dalam negeri (Association of Natural Rubber Producing Countries, 2010). Pasar utama ekspor karet alam tertuju ke Amerika Serikat (40%) dan Singapura (30%). Selebihnya ke Jepang dan Eropa Barat, serta beberapa negara lain dalam porsi kecil (International Trade Statistics, 2010). Jenis yang diekspor terdiri atas lateks, karet sheets, karet crepe, dan karet SIR (Standard Indonesia Rubber). Jenis yang paling banyak diekspor adalah karet SIR. Selain getah karet yang berguna sebagai bahan baku berbagai produk industri, kayu karet juga layak ekspor. Jepang, Taiwan, dan beberapa negara Eropa mengimpor kayu karet dari Indonesia.

E. Pemberdayaan Petani

Pemberdayaan masyarakat tidak lain adalah memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat agar mampu menggali potensi dirinya dan berani bertindak memperbaiki kualitas hidupnya, melalui cara antara lain dengan pendidikan untuk penyadaran dan pemampuan diri mereka. Pemberdayaan masyarakat petani adalah upaya –upaya yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat agribisnis sehingga secara mandiri mampu mengembangkan diri dan dalam melakukan usaha secara Pemberdayaan masyarakat tidak lain adalah memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat agar mampu menggali potensi dirinya dan berani bertindak memperbaiki kualitas hidupnya, melalui cara antara lain dengan pendidikan untuk penyadaran dan pemampuan diri mereka. Pemberdayaan masyarakat petani adalah upaya –upaya yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat agribisnis sehingga secara mandiri mampu mengembangkan diri dan dalam melakukan usaha secara

Puncak pengaruh langsung maupun tidak langsung pelaksanaan penyuluhan adalah keberhasilan Indonesia mencapai swasembada pangan, yaitu beras yang diakui secara internasional pada sidang FAO 1985 di Roma (Pambudy dan A.K Adhy, 2001: 92-99). Namun, landasan penyuluhan yang selama ini diketahui hanya sekedar meningkatkan produksi perlu dikaji kembali. Selain itu, kelembagaan atau institusi (pendidikan atau pemerintahan atau birokrasi) yang juga lebih berorientasi pada peningkatan produksi sektor pertanian (termasuk subsektor tanaman pangan, perkebunan, perikanan, dan peternakan) juga perlu ditinjau kembali. Konsep pemberdayaan masyarakat secara mendasar berarti menempatkan masyarakat beserta institusi-institusinya sebagai kekuatan dasar bagi pengembangan ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

Menghidupkan kembali berbagai pranata ekonomi masyarakat untuk dihimpun dan diperkuat sehingga dapat berperan sebagai lokomotif bagi kemajuan ekonomi merupakan keharusan untuk dilakukan. Ekonomi rakyat akan terbangun bila hubungan sinergis dari berbagai pranata sosial dan ekonomi yang ada didalam masyarakat dikembangkan kearah terbentuknya jaringan ekonomi rakyat. Dalam rangka mencari solusi masalah ekonomi dan politik serta budaya yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, semua pihak telah memberikan rambu- rambu untuk tidak terjebak membuat “bungkus baru namun isi la ma”. Dari berbagai tawaran alternatif model pemberdayaan Menghidupkan kembali berbagai pranata ekonomi masyarakat untuk dihimpun dan diperkuat sehingga dapat berperan sebagai lokomotif bagi kemajuan ekonomi merupakan keharusan untuk dilakukan. Ekonomi rakyat akan terbangun bila hubungan sinergis dari berbagai pranata sosial dan ekonomi yang ada didalam masyarakat dikembangkan kearah terbentuknya jaringan ekonomi rakyat. Dalam rangka mencari solusi masalah ekonomi dan politik serta budaya yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, semua pihak telah memberikan rambu- rambu untuk tidak terjebak membuat “bungkus baru namun isi la ma”. Dari berbagai tawaran alternatif model pemberdayaan

Paradigma pemberdayaan ekonomi rakyat sebenarnya bukan saja berupa tuntutan atas pembagian secara adil aset ekonomi, tetapi juga merupakan keniscayaan ideologis dengan semangat meruntuhkan dominasi-dominasi birokrasi dalam mengatur dan menentukan berbagai bidang kehidupan rakyat (Adi Sasono, 1999:13-15). Untuk itu, maka pemberdayaan ekonomi rakyat (dalam penerapan untuk petani dan nelayan kecil) berarti menuju kepada terbentuknya kemandirian petani, yaitu berperilaku efisien, modern dan berdaya saing tinggi. Perilaku efisien artinya berpikir dan bertindak serta menggunakan sarana produksi secara tepat guna atau berdaya guna.

Beberapa aspek penting yang perlu mendapatkan perhatian dalam pemberdayaan masyarakat petani antara lain :

a. Pengembangan organisasi atau kelompok masyarakat yang dikembangkan dan berfungsi dalam mendinamisir kegiatan produktif masyarakat, misalnya berfungsinya HKTI, HNSI dan organisasi lokal lainya.

b. Pengembangan jaringan strategis antar kelompok atau organisasi masyarakat yang terbentuk dan berperan dalam pengembangan masyarakat tani dan nelayan, misalnya asosiasi dari organisasi petani dan nelayan, baik dalam skala nasional, wilayah, maupun lokal.

c. Kemampuan kelompok petani dalam mengakses sumbersumber luar yang dapat mendukung pengembangan mereka, baik dalam bidang informasi pasar, permodalan, serta teknologi dan manajemen, termasuk didalamnya kemampuan lobi ekonomi. Di sinilah maka perlunya ekonomi jaringan dipembangkan. Ekonomi jaringan adalah suatu perekonomian yang menghimpun para pelaku ekomomi, baik dari produsen, konsumen, service provider,equipment provider, cargo, dan sebagainya di dalam jaringan yang terhubung baik secara elektronik maupun melalui berbagai forum usaha yang aktif dan dinamis. Ekonomi jaringan ini harus didukung oleh jaringan telekomunikasi, jaringan pembiayaan, jaringan usaha dan perdagangan, jaringan advokasi usaha, jaringan saling belajar, serta c. Kemampuan kelompok petani dalam mengakses sumbersumber luar yang dapat mendukung pengembangan mereka, baik dalam bidang informasi pasar, permodalan, serta teknologi dan manajemen, termasuk didalamnya kemampuan lobi ekonomi. Di sinilah maka perlunya ekonomi jaringan dipembangkan. Ekonomi jaringan adalah suatu perekonomian yang menghimpun para pelaku ekomomi, baik dari produsen, konsumen, service provider,equipment provider, cargo, dan sebagainya di dalam jaringan yang terhubung baik secara elektronik maupun melalui berbagai forum usaha yang aktif dan dinamis. Ekonomi jaringan ini harus didukung oleh jaringan telekomunikasi, jaringan pembiayaan, jaringan usaha dan perdagangan, jaringan advokasi usaha, jaringan saling belajar, serta

d. Pengembangan kemampuan-kemampuan teknis dan manajerial kelompok- kelompok masyarakat, sehingga berbagai masalah teknis dan organisasi dapat dipecahkan dengan baik. Di sini, selain masyarakat sasaran (petani dan nelayan), juga para petugas penyuluh atau pendamping pemberdayaan masyarakat harus meningkatkan kompetensi diri sebagai petugas yang mampu memberdayakan, karena banyak diantara mereka justru ketinggalan kemampuannya dengan kelompok sasarannya. Pendekatan dan strategi dalam pemberdayaan masyarakat petani

(Pambudy dan A.K.Adhy, 2001: 68-82) menuju kemandirian petani, dapat ditempuh dengan berbagai upaya sebagai berikut :

a. Memulai dengan tindakan mikro dan lokal. Proses pembelajaran rakyat harus dimulai dengan tindakan mikro dan lokal, namun memiliki konteks makro dan global. Dialog mikro –makro harus terus menerus menjadi bagian pembelajaran masyarakat agar berbagai pengalaman mikro dapat menjadi policy input dan policy reform sehingga memiliki dampak yang lebih luas. Petugas pemberdayaan atau pendamping masyarakat tani dan nelayan kecil seyogyanya diberikan kebebasan untuk mengembangkan pendekatan dan cara yang sesuai dengan rumusan tuntutan kebutuhan setempat atau lokal di wilayah tugasnya masingmasing.

b. Pengembangan sektor ekonomi strategis sesuai dengan kondisi lokal (daerah). Karena masing-masing daerah potensinya berbeda, maka kebijakan yang akan diberlakukan juga berbeda antar daerah. Pemberlakuan kebijakan secara seragam untuk semua daerah harus ditinggalkan.

c. Mengganti pendekatan kewilayahan administratif dengan pendekatan kawasan. Pemberdayaan masyarakat tidak mungkin didasarkan atas kewilayahan administratif. Pendekatan kewilayahan administratif adalah c. Mengganti pendekatan kewilayahan administratif dengan pendekatan kawasan. Pemberdayaan masyarakat tidak mungkin didasarkan atas kewilayahan administratif. Pendekatan kewilayahan administratif adalah

d. Membangun kembali kelembagaan masyarakat. Peran serta masyarakat menjadi keniscayaan bagi semua upaya pemberdayaan masyarakat, jika tidak dibarengi munculnya kelembagaan sosial, ekonomi dan budaya yang benar-benar diciptakan oleh masyarakat sendiri. Misalnya lumbung desa dan organisasi lokal lainnya dipersilahkan tetap hidup.

e. Mengembangkan penguasaan pengetahuan teknis. Perlu dipahami bersama bahwa desakan modernisasi telah menggusur ilmu pengetahuan dan teknologi lokal dan menciptakan ketergantungan masyarakat lokal pada input luar serta hilangnya kepercayaan diri yang sangat serius. Temuan- temuan lokal oleh petani dan nelayan setempat harus mendapatkan pengakuan sejajar dan dipersilahkan bebas berkompetisi dengan inovasi baru dari luar. Pola penyuluhan yang bersifat sentralistik, topdown dan linier (Sumardjo, 1998) perlu diubah menjadi pendekatan yang lebih dialogis dan hadap masalah.

f. Pengembangan kesadaran pelaku ekonomi. Karena peristiwa ekonomi juga merupakan peristiwa politik atau lebih dikenal dengan politik ekonomi, maka tindakan yang hanya berorientasi memberikan bantuan teknis jelas tidak memadai. Pemberdayaan yang diperlukan adalah tindakan berbasis pada kesadaran masyarakat untuk membebaskan diri dari belenggu kekuatan ekonomi dan politik yang menghambat proses demokratisasi ekonomi. Komitmen para petugas pemberdayaan masyarakat dan lembagalembaga terkait pada pengembangan kemandirian petani dan nelayan kecil merupakan sesuatu yang sangat diperlukan.

g. Membangun jaringan ekonomi strategis. Jaringan strategis akan berfungsi untuk mengembangkan kerjasama dalam mengatasi keterbatasan- g. Membangun jaringan ekonomi strategis. Jaringan strategis akan berfungsi untuk mengembangkan kerjasama dalam mengatasi keterbatasan-

h. Kontrol kebijakan. Agar kebijakan pemerintah benar-benar mendukung upaya pemberdayaan masyarakat, maka kekuasaan pemerintah harus dikontrol. Sebagai contoh adalah keikut sertaan organisasi petani dan nelayan dalamn proses pengambilan keputusan tentang kebijakan pertanian dan perikanan. Pemberdayaan petani tidak terlepas dari upaya peningkatan kualitas

sumber daya manusia baik dari segi pendidikan, pengetahuan dan sikap untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada. Kondisi ketidak berdayaan petani secara ekonomi yang karena rendahnya tingkat pendidikan mereka maupun adanya intervensi pihak luar, maka pemberdayaan petani merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Ditambah lagi alih fungsi lahan menjadi pemukiman dan pusat kegiatan ekonomi semakin mempersempit lahan pertanian terutama di daerah Jawa. Dari kondisi ini, perlu dilakukan suatu upaya pemberdayaan untuk meningkatkan kesejahteraah petani terutama miskin yang punya lahat sempit dan terbatas, salah satu upaya yang dapat dilakukan program transmigrasi peningkatan pendidikan dan peningkatan peran lembaga – lembaga sosial kemasyarakatan merupakan tiga strategi utama untuk meningkatkan pemberdayaan petani miskin:

a) Transmigrasi Bagi petani berlahan sempit dan yang tak berlahan di jawa, apabila

tetap ingin bertahan di bidang pertanian,transmigrasi keluar jawa merupakan usaha yang logis dalam memperoleh areal pertanian yang memadai sebagai faktor produksinya. Transmigrasi sendiri telah tetap ingin bertahan di bidang pertanian,transmigrasi keluar jawa merupakan usaha yang logis dalam memperoleh areal pertanian yang memadai sebagai faktor produksinya. Transmigrasi sendiri telah

b) Peningkatan Pendidikan Peningkatan pendidikan merupakan salah satu upaya pemberdayaan

penduduk pedesaan yang perlu segera dilakukan. Usaha pemerataan untuk memperoleh pendidikan tercermin pada kebijakan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun perlu diberi bobot yang konkrit dalam melihat fenomena situasi pedesaan baik secara nasional maupun daerah masing –masing sangat membantu anak dalam menentukan masa depannya. Mereka juga perlu diberi gambaran bagaimana jalan menuju masa depan yang lebih baik, serta bagaiman apabila mereka tetap ingin bertani seperti orang tua mereka. Guru dalam hal ini dapat membantu, misalnya dengan memberikan gambaran tentang kemungkinan bertransmigrasi. Dengan demikian konsep transmigrasi akan dipahami sejak dini, untuk kemudian menimbulkan rasa keinginan. Demikian pula halnya jika anak tidak ingin menjadi petani, guru memberikan gambaran mengenai sektor modern akan membantu anak didik mengenai pemahaman anak didik diluar sektor pertanian.

c) Pengaktifan Kelembagaan

Strategi terakhir untuk meningkatkan keberdayaan petani adalah dengan melalui pengaktifan kelembagaan. KUD selama ini bercerita kurang baik karena penyelewengan –penyelewengan yang dilakukan pengurusnya, perlu mendapatkan pengawasan yang semakin ketat. Selain pengawasan yang ketat pengurus KUD harus mendapat pendidikan manajemen, serta mengenai model organisasi modern, dinamika pembangunan ekonomi secara menyeluruh maupun tantangan yang akan dihadapi dimasa yang akan datang. Saat ini telah dibentuk kelembagan yang baru dengan harapan para petani mampu berperan aktif dalam berdirinya lembaga tersebut sehingga kehidupan petani dimasa yang akan datang dapat lebih baik lagi. Pembentukan dan pengembangan Gapoktan yang akan dibentuk di setiap desa, juga harus menggunakan basis sosial kapital setempat dengan prinsip kemandirian lokal, yang dicapai melalui prinsip keotonomian dan pemberdayaan. Ada dua kebijakan penting akhir- akhir ini, yaitu pencanangan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK). Undang Undang Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Undang-Undang ini merupakan impian lama kalangan penyuluhan yang sudah diwacanakan semenjak awal tahun 1980-an. Lahirnya UU ini dapat pula dimaknai sebagai upaya untuk mewujudkan revitalisasi pertanian tersebut. Pada kedua kebijakan tersebut, permasalahan kelembagaan tetap merupakan bagian yang esensial, baik kelembagaan di tingkat makro maupun di tingkat mikro. Di tingkat mikro, akan dibentuk beberapa lembaga baru, misalnya Pos Penyuluhan Desa dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan).

F. Konsep Kelembagaan

Menurut North (1991) dalam Arsyad (2010), institusi atau kelembagaan adalah aturan – aturan (constraints) yang diciptakan oleh manusia untuk mengatur dan membentuk interaksi politik, sosial dan ekonomi. Aturan – aturan tersebut terdiri dari aturan – aturan formal (misalnya: peraturan – peraturan, undang – undang, konstitusi) dan aturan – aturan informal

(misalnya: norma sosial, konvensi, adat istiadat, sistem nilai) serta proses penegakan aturan tersebut (enforcement). Secara bersama – sama aturan – aturan tersebut menentukan struktur insentif bagi masyarakat, khususnya perekonomian. Aturan – aturan tersebut diciptakan manusia untuk membuat tatanan (order) yang baik dan mengurangi ketidakpastian (uncertainty) di dalam proses pertukaran.

Pengertian dari kata kelembagaan adalah suatu sistem badan sosial atau organisasi yang melakukan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu.Aspek kata kelembagaan memiliki inti kajian kepada prilaku dengan nilai, norma dan aturan yang mengikuti dibelakangnya. Lembaga dapat dibedakan menjadi dua jenis7, yaitu lembaga formal dan lembaga non-formal. Kelembagaan lokal dan area aktivitasnya terbagi menjadi tiga kategori,8 yaitu kategori sektor publik (administrasi lokal dan pemerintah lokal); kategori sektor sukarela (organisasi keanggotaan dan koperasi); kategori sektor swasta (organisasi jasa dan bisnis swasta). Bentuk resmi suatu lembaga yaitu lembaga garis (line organization, military organization); lembaga garis dan staf (line and staff organization); lembaga fungsi (functional organization).

Konsep yang luas mengenai kelembagaan meliputi keseluruhan tingkat baik secara lokal atau tingkat masyarakat, unit pengelola proyek, badan-badan pemerintah dan sebagainya (Israel, 1987). Kelembagaan dapat dimiliki oleh publik atau sektor privat atau dapat pula merujuk kepada fungsi administratif pemerintah secara luas. Suatu hal yang perlu dibedakan yaitu, jika kelembagaan adalah peraturan permainan maka lembaga atau organisasi tertentu adalah pemainnya (Braun and Feldbrugge, 1998).