Kerangka Teori
3. Tinjauan Umum Tentang Penyalahgunaan Narkotika
a. Pengertian Penyalahgunaan Narkotika
Penyalahgunaan dalam bahasa Inggris disebut “Abuse”, yang artinya pemakaian yang tidak semestinya. Sehingga penyalahgunaan narkotika dalam bahasa Inggris disebut dengan “Drug Abuse”. Yang dapat dikategorikan sebagai Drug Abuse yaitu :
1) Misuse yaitu mempergunakan narkotika yang tidak sesuai dengan fungsinya.
2) Overuse yaitu penggunaan narkotika yang tidak sesuai dengan aturan berlebihan.
Penyalahgunaan narkotika dapat diartikan sebagai tindakan atau perbuatan yang tidak sebagaimana mestinya (menyimpang atau bertentangan dengan seharusnya) yaitu tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No 22 Tahun 1997 tentang narkotika, seperti memproduksi, memiliki, menyimpan, Penyalahgunaan narkotika dapat diartikan sebagai tindakan atau perbuatan yang tidak sebagaimana mestinya (menyimpang atau bertentangan dengan seharusnya) yaitu tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No 22 Tahun 1997 tentang narkotika, seperti memproduksi, memiliki, menyimpan,
b. Sebab-sebab Penyalahgunaan Narkotika
Seseorang dapat terjerumus dalam penyalahgunaan narkotika disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1) Faktor individu Penyalahgunaan narkotika kebanyakan dilakukan
oleh para remaja, karena pada usia tersebut sedang mengalami perubahan biologik, psikologik maupun sosial yang sangat rentan untuk melakukan penyalahgunaan narkotika. Faktor individu ini terkait dengan masalah kejiwaan seperti :
a) Adanya perasaan egois Merupakan sifat yang dimiliki oleh masing-masing
individu, sifat ini selalu mendominasi perilaku seseorang secara tanpa sadar dapat mendorong untuk memiliki dan atau menikmati secara penuh dalam penggunaan narkotika.
b) Adanya kehendak ingin bebas Sifat ini juga merupakan sifat dasar yang dimiliki
oleh setiap manusia. Sifat ini diungkapkan dengan cara memberontak atau menentang terhadap otoritas dari orang tua, guru, dan perilaku menyimpang dari aturan norma yang berlaku. Kehendak ingin bebas ini muncul dan terwujud kedalam perilaku setiap dihimpit beban pemikiran maupun perasaan sehingga apabila melakukan interaksi dengan orang lain yang bekaitan dengan narkotika maka akan dapat dengan mudah untuk terjerumus dalam tindak pidan narkotika.
c) Perasaan keingintahuan Rasa ingin tahu ini dimiliki oleh setiap manusia,
perasaan ini timbul disebabkan karena adanya hal baru yang belum pernah dikenal dan ada perasaan ingin mencoba atau memiliki, rasa keingintahuan tidak terbatas pada hal yang positif saja tapi juga pada hal-hal yang negatif, seperti rasa keingintahuan tentang narkotika. Ini dapat mendorong seseorang untuk mencoba narkotika sehingga dari pemakaian tersebut mereka memperoleh pengalaman baru.
d) Kegoncangan jiwa Hal ini pada umumnya terjadi karena salah satu
sebab yang secara kejiwaan hal tersebut tidak mampu dihadapi seperti depresi, cemas, melarikan diri dari kebosanan, kekecewaan, masalah pekerjaan sehingga mereka bermaksud menjauhi atau mengelak dari realita hidup yang dihadapi dengan menganggap bahwa keadaan sebab yang secara kejiwaan hal tersebut tidak mampu dihadapi seperti depresi, cemas, melarikan diri dari kebosanan, kekecewaan, masalah pekerjaan sehingga mereka bermaksud menjauhi atau mengelak dari realita hidup yang dihadapi dengan menganggap bahwa keadaan
2) Faktor eksternal pelaku Merupakan faktor yang datang dari luar individu yang
dapat menyebabkan melakukan penyalahgunaan narkotika yaitu :
a) Keadaan ekonomi Keadaan ekonomi pada dasarnya dapat dibedakan
menjadi 2 (dua) yaitu keadaan ekonomi yang baik dan keadaan ekonomi yang miskin. Pada keadaan ekonomi yang baik maka dapat dengan mudah memperoleh untuk memenuhi kebutuhan dalam penggunaan narkotika. Demikian juga sebaliknya, apabila keadaan ekonomi kurang baik maka pemenuhan kebutuhan sehari-hari sangat sulit sehingga orang-orang itu akan berusaha untuk dapat keluar dari himpitan ekonomi tersebut dengan cara menjadi seorang pengedar narkotika dikarenakan hasil dari penjualan narkotika untungnya sangat besar.
b) Faktor lingkungan Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan
lingkungan pergaulan sekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat. Faktor keluarga terutama faktor orang tua bisa menjadi sebab seorang anak atau remaja untuk melakukan penyalahgunaan narkotika. Hal ini disebabkan kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak, hubungan dalam keluarga kurang harmonis, orang tua bercerai, berselingkuh atau kawin lagi, orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya, orang tua lingkungan pergaulan sekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat. Faktor keluarga terutama faktor orang tua bisa menjadi sebab seorang anak atau remaja untuk melakukan penyalahgunaan narkotika. Hal ini disebabkan kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak, hubungan dalam keluarga kurang harmonis, orang tua bercerai, berselingkuh atau kawin lagi, orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya, orang tua
Lingkungan sekolah juga merupakan penyebab terjadinya penyalahgunaan narkotika karena sekolah tersebut kurang disiplin dalam menerapkan peraturan sekolah terhadap para muridnya, letak sekolah yang dekat dengan tempat hiburan, sekolah yang kurang memneri kesempatan kepada para siswa untuk mengembangkan diri secara kreatif dan positif dalam suatu wadah kegiatan sekolah seperti olahraga, kesenian.
Seseorang dapat diterima dalam lingkungan pergaulan teman yang sebaya seiring terjadi penyalahgunaan narkotika karena adanya tekanan atau ancaman dari teman sekelompoknya apabila tidak menggunakan narkotika maka akan dikucilkan dari kelompok sehingga agar tetap diterima dalam kelompoknya terpaksa menggunakan narkotika sebagai lambang persahabatan bagi kelompok tersebut.
(1) Kemudahan memperoleh narkotika Kemudahan untuk memperoleh narkotika
dikarenakan masih banyaknya peredaran jenis-jenis nakotika dipasar gelap dengan harga terjangkau sehingga pecandu dapat dengan mudah untuk memperolehnya sehingga berpeluang terjadinya tindak pidana narkotika.
(2) Kurangnya pengawasan Pengawasan disini maksudnya adalah
mengenai pengendalian terhadap persediaan narkotika,
dan peredarannya. Pemerintah memegang peranan penting untuk mengawasi dan membatasi mata rantai peredaran, produksi dan pemakaian narkotika dalam dunia kedokteran. Apabila kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah maka akan terjadi peredaran narkotika dalam pasar gelap dan produksi narkotika secara ilegal menyebabkan jumlah pecandu narkotika mengalami peningkat.
penggunaan
c. Akibat Penyalahgunaan Narkotika
1) Bagi Individu Akibat penyalahgunaan narkotika bagi individu dapat
menyebabbkan perubahan kepribadian secara drastis dari kepribadian semula, seperti menjadi pemarah, pendiam, pemurung, melawan terhadap siapapun (orang tuanya, teman, saudara, guru) bersikap masa bodoh terhadap dirinya sendiri, malas sekolah, malas mengurus kegiatan sehari-harinya sehingga menjadikan dirinya hidup santai tanpa ada beban dan tanggung jawab. Semangat bekerja atau belajar menurun dan suatu ketika bersikap seperti orang gila. Melakukan tindakan penyiksaan diri untuk menghilangkan rasa nyeri pada tubuh atau untuk menghilangkan sifat ketergantungan narkotika.
2) Bagi masyarakat Akibat-akibat penyalahgunaan narkotika terhadap
masyarakat luas antara lain :
a) Kemerosotan moral seperti, melakukan hubungan seks bebas, tertutup terhadap lingkungan masyarakat atau tidak bersosialisasi
b) Meningkatnya kecelakaan lalu lintas, disebabkan karena pada saat berada dalam pengaruh narkotika, keadaan fisik maupun mental menurun sehingga pada waktu mengemudikan kendaraan tidak dapat berkonsentrasi sehingga kehilangan kemampuan untuk mengontrol jalannya kendaraan hal ini dapat menyebabkan terganggunya ketertiban masyarakat.
c) Meningkatnya
seperti penodongan, pencurian, perampokan, kejahatan ini dilakukan untuk mendapatkan uang yang digunakan untuk membeli narkotika.
kriminalitas,
d) Terjadinya perkelahian baik terhadap perorangan maupun
antar kelompok, karena tidak dapat mengontrol dirinya sendiri dan cenderung cepat menjadi emosional dan mudah tersinggung terhadap siapapun yang disangka memusuhinya.
3) Bagi bangsa dan negara
a) Rusaknya generasi muda yang seharusnya menjadi pewaris bangsa untuk menerima tongkat estafet kepemimpinan dan generasi muda seharusnya menjadi a) Rusaknya generasi muda yang seharusnya menjadi pewaris bangsa untuk menerima tongkat estafet kepemimpinan dan generasi muda seharusnya menjadi
b) Hilangnya rasa nasionalisme terhadap bangsa dan negara sehingga memudahkan negara lain mempengaruhinya untuk menghancurkan negara.
4. Tinjauan Umum tentang Penanganan Korban
a. Pengertian
Penanganan korban adalah suatu tindakan dimana melakukan tindakan optimal terhadap suatu korban baik secara langsung maupun berkelanjutan. Diperlukan tindakan medis maupun sosial untuk penanganan korban agar korban setelah dilakukan tindakan tersebut dapat kembali normal seperti sebelum ketergantungan narkoba. (Hari Sasangka, 2003 : 27).
b. Macam-macam penanganan korban narkoba
1) Pengobatan
Tidak dijelaskan secara terperinci mengenai pegertian pengobatan, akan tetapi dapat diartikan sebagai suatu tindakan medis dan non medis untuk menyembuhkan korban penyalahgunaan narkoba. Garis besar
pengobatan ketergantungan narkoba terdiri atas 3 tahapan, yaitu :
a) Tahap detoksifikasi
Adalah merupakan tahapan untuk menghilangkan racun akibat narkoba yang dikonsumsi pemakai narkoba (junky) dari dalam tubuhnya.
b) Tahap rehabilitasi Pada tahap ini dilakukan rehabilitasi pada pemakai
narkoba baik secara fisik dan mental. Dalam tahap ini dokter, psychiater, psikolog, berusaha untuk merehabilitasi seara intensif agar pemakai narkoba sehat seperti semula.
c) Tahap tindak lanjut Tahap ini merupakan pembinaan khusus setelah
pemakai narkoba keluar dari panti rehabilitasi. Hal ini perlu kerja sama antara orang tua, pekerja sosial, dan lingkungan dimana pemakai narkoba tinggal.
2) Rehabilitasi
Menurut BAB I Pasal ayat 15 dan 16 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997, rehabilitasi meliputi 2 hal, yaitu :
a) Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika.
b) Rehabiltasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu fisik, mental, maupun sosial agar bekas pecandu narkotika agar kembali dapat melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.
5. Tinjauan Umum Tentang Rehabilitasi Narkoba
Rehabilitasi dilaksanakan oleh instansi diluar Polri khususnya dilakukan oleh Departemen Sosial dengan Departemen Kesehatan yang berupa adanya lembaga panti rehabilitasi baik medis maupun sosial yang telah ditunjuk oleh instansi tersebut diatas maupun tempat rehabilitasi yang diselenggarakan oleh masyarakat.
a. Pengertian rehabilitasi Dalam Undang-Undang No 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika tidak menegaskan adanya pengertian dari rehabilitasi, tetapi didalam Pasal 1 ayat 15 UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yang dimaksud dengan rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Dan didalam Pasal 1 ayat
16 juga dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu fisik, mental maupun sosial agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.
Rehabilitasi adalah pemulihan kepada kedudukan (keadaan) yang dahulu (semula) atau perbaikan anggota tubuh yang cacat dan sebagainya atas individu, misalnya pasien rumah sakit, korban bencana, supaya menjadi manusia yang berguna dan memiliki tempat dimasyarakat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2003: 823 )
Seorang psikiater yang dimaksud dengan rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan mengembalikan para mantan penyalahguna atau ketergantungan narkotika. Kembali sehat dalam arti sehat secara fisik, psikologik, sosial dan agama (keimanan). Dengan kondisi tersebut diharapkan mereka mampu kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah, sekolah, tempat kerja dan di lingkungan sosialnya (Dadang Hawari, 2004 : 134) Seorang psikiater yang dimaksud dengan rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan mengembalikan para mantan penyalahguna atau ketergantungan narkotika. Kembali sehat dalam arti sehat secara fisik, psikologik, sosial dan agama (keimanan). Dengan kondisi tersebut diharapkan mereka mampu kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah, sekolah, tempat kerja dan di lingkungan sosialnya (Dadang Hawari, 2004 : 134)
upaya pencegahan korban narkotika memiliki dasar hukum yang diatur dalam Undang-Undang No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, Pasal 45 yang menegaskan bahwa seorang pecandu narkotika wajib menjalani pengobatan dan /atau perawatan. Pasal
48 ayat 1 dan 2 yang menegaskan bahwa pengobatan dan /atau perawatan pecandu narkotika dilakukan melalui fasilitas rehabilitasi yang meliputi rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Pasal 49 ayat 1 menyatakan bahwa rehabilitasi medis pecandu narkotika dilalukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan. Dalam Pasal 50 rehabilitasi sosial bekas pecandu narkotika dilakukan pada lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Menteri Sosial.
c. Jenis Rehabilitasi Rehabilitasi terhadap korban narkotika dibedakan dalam 2
(dua) jenis rehabilitasi, yang telah diatur dengan jelas dalam Pasal 48 ayat 2 UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yang berbunyi rehabilitasi meliputi rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
1) Rehabilitasi Medis Menurut Pasal 1 ayat 15 UU No 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika yang dimaksud dengan rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika.
Pengobatan terhadap korban penyalahgunaan narkotika tidak semudah mengobati penyakit medis pada umumnya Pengobatan terhadap korban penyalahgunaan narkotika tidak semudah mengobati penyakit medis pada umumnya
Pengobatan secara medis merupakan tugas dan tanggung jawab profesi medis (dokter) yaitu pengobatan untuk melepaskan ketergantungan terhadap narkotika yang disebut sebagai proses detoksifikasi. Detoksifikasi dapat dilakukan dengan cara cold turkey yaitu tanpa diberi obat apapun. Si pasien dibiarkan merasakan betapa sakitnya karena merasa putus zat sehingga dapat memberikan rasa jera. Selain dengan cold turkey dapat juga dilakukan dengan cara memberikan obat sesuai dengan gejala yang ada (symtomatis) seperti untuk gejala mual diberi obat anti mual (primeran), maupun dengan substitusi yait pengobatan dengan obat pengganti yang sifatnya non opioida seperti sakau akibat dari putauw diberikan obat pengganti seperti codein , metadon. Akibat dari penyalahgunaan narkotika sering terjadi komplikasi medis, sehingga apabila terjadi komplikasi medis maka harus ditangani oleh ahli medis yang bersangkutan seperti komplikasi paru-paru maka dirujuk kebagian paru-paru, komplikasi jantung dirujuk kebagian jantung. Detoksifikasi hanyalah merupakan langkah awal dalam proses penyembuhan dari penyalahgunaan narkotika. Psikoterapi biasa dilakukan setelah proses detoksifikasi Pengobatan secara medis merupakan tugas dan tanggung jawab profesi medis (dokter) yaitu pengobatan untuk melepaskan ketergantungan terhadap narkotika yang disebut sebagai proses detoksifikasi. Detoksifikasi dapat dilakukan dengan cara cold turkey yaitu tanpa diberi obat apapun. Si pasien dibiarkan merasakan betapa sakitnya karena merasa putus zat sehingga dapat memberikan rasa jera. Selain dengan cold turkey dapat juga dilakukan dengan cara memberikan obat sesuai dengan gejala yang ada (symtomatis) seperti untuk gejala mual diberi obat anti mual (primeran), maupun dengan substitusi yait pengobatan dengan obat pengganti yang sifatnya non opioida seperti sakau akibat dari putauw diberikan obat pengganti seperti codein , metadon. Akibat dari penyalahgunaan narkotika sering terjadi komplikasi medis, sehingga apabila terjadi komplikasi medis maka harus ditangani oleh ahli medis yang bersangkutan seperti komplikasi paru-paru maka dirujuk kebagian paru-paru, komplikasi jantung dirujuk kebagian jantung. Detoksifikasi hanyalah merupakan langkah awal dalam proses penyembuhan dari penyalahgunaan narkotika. Psikoterapi biasa dilakukan setelah proses detoksifikasi
2) Rehabilitasi sosial Menurut Pasal 1 ayat 16 UU No 22 Tahun 1997
menyebutkan bahwa rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu fisik, mental, maupun sosial agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. Dan menurut Pasal 50 UU No 22 Tahun 1997 menyebutkan bahwa rehabilitasi sosial bekas pecandu narkotika dilakukan pada lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Menteri Sosial.
Dalam program rehabilitasi yang diselenggarakan oleh tempat-tempat rehabilitasi disesuaikan dengan kepribadian dari korban penyalahgunaan narkotika sehingga program satu dengan yang lain berbeda tetapi berdasarkan pada pelayanan dan pengobatan secara terpadu yang diterapkannya. Pelaksanaan program rehabilitasi dibutuhkan partisipasi dari segala pihak seperti keluarga, masyarakat, konselor addict, rohaniawan,
agar si pasien penyalahgunaan narkotika dapat segera cepat pulih sehingga dapat segera kembali ditengah-tengah masyarakat.
psikiater,
psikolog
3) Tujuan Rehabilitasi Rehabilitasi bertujuan untuk memulihkan kemampuan
fisik, mental dan emosional pecandu sehingga dapat hidup dengan kemampuan penyesuaian diri yang cukup baik fisik, mental dan emosional pecandu sehingga dapat hidup dengan kemampuan penyesuaian diri yang cukup baik
6. Tinjauan Umum Tentang Viktimologi
a. Pengertian Viktimologi
Viktimology (istilah bahas Inggris) bersal dari kata-kata latin Victima yang berarti korban, logos yang berarti Ilmu Pengetahuan Ilmiah, Study. (Arif Gosita, 1993:43). Viktimologi adalah lebih daripada departemen atau seksi, ia adalah suatu pemikiran yang menempatan kriminologi dalam suatu kedudukan penting yang baru, dan dengan demikian menaikkan dirinya dalam taraf ilmiah yang tinggi lagi. (Arif Gosita, 1993 : 45).
Viktimologi di Indonesia merupakan barang baru, sehingga perlu sekali pengenalannya serat pengertiannya. Pengertian yang tepat seseorang mengenai suatu permasalahan dapat menyebabkan yang bersangkutan bersikap dan bertindak tepat pula terhadap permasalahan tersebut. (Arif Gosita, 1995 : 15). Kata viktimologi berasal dari kata victim yang berarti korban, sehingga viktimologi secara gampangnya diartikan sevagai ilmu yang mempelajari tenatang korban kejahatan atau lebih jelasnya bagaimana melindungi korban.
b. Viktimologi Sebagai Sumber Dasar Pemikiran Terhadap Korban Kejahatan.
memberikan pemahaman, mencerahkan permasalahan kejahatan dengan mempelajari para korban kejahatan, proses viktimisasi dan akibat-akibatnya dalam rangka menciptakan kebijaksanaan dan tindakan pencegahan dan menekan kejahatan secara lebih bertanggung jawab. Viktimologi memberikan pengertian yang lebih baik tentang korban kejahatan sebagai hasil perbuatan manusia yang menimbulkan penderitaan- penderitaan mental, fisik dan sosial, tujuannya adalah tidak untuk menyanjung-nyanjung para korban, tetapi hanya untuk memberikan penjelasan mengenai peranan sesungguhnya para korban dan hubungan mereka dengan para korban.
Viktimologi
mencoba
c. Manfaat Viktimologi
Manfaat viktimologi adalah antar lain sebagai berikut :
1) viktimologi mempelajari hakekat siapa itu korban dan yang menimbulkan korban, apa artinya viktimisasi dan proses viktimisasi bagi mereka yang terlibat dalam suatu proses viktimisasi.
2) viktimologi memberikan sumbangan dalam mengerti lebih baik tentang korban akibat tindakan manusia yang menimbulkan penderitaan mental, pisik, sosial. Tujuannya tidaklah untuk menyanjung (eulogize) pihak korban, tetapi hanya untuk memberikan beberapa penjelasan mengenai peran korban dan hubungannya dengan pelaku.
3) permasalahan utama viktimologi antara lain adalah mencapai, mengusahakan hasil-hasil praktis yang berarti menyelamatkan orang dalam bahaya dan dari bahaya.
4) viktimologi memberikan dasar pemikiran untuk mengatasi masalah konpensasi pada korban; pendapat-pendapat viktimologis dipergunakan dalam keputusan-keputusan peradilan kriminil dan reaksi pengadilan terhadap perilaku kriminil. Mempelajari korban dari dan dan dalam proses peradilan kriminil, merupakan juga suatu studi mengenai hak dan kewajiban asasi manusia.
d. Fase Perkembangan Viktimologi
Dalam perkembangannya viktimologi mengalami perubahan-perubahan, antara lain sebagai berikut :
1) Penal or special victimologi Dalam fase ini perkembangan viktimologi difokuskan untuk mempelajari korban kejahatan
2) General viktimologi Dalam fase ini pembahasan viktimologi untuk mempelajari korban kecelakaan lalu lintas dan korban kejahatan
3) New viktimologi Dalam fase ini viktimologi sudah modern / maju. Mempelajari dan memperhatikan korban kejahatan, kecelakaan, penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran korban.
e. Pihak-Pihak dalam Viktimologi
Pihak-pihak yang terkait dengan viktimologi dan dipelajari secara mendalam dalam viktimologi adalah sebagai berikut :
1) Korban
Dalam hal ini korban disebut sebagai obyek viktimologi karena yang menjadi perhatian utama dalam viktimologi adalah korban. Korban merupakan mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita. Mereka disini yang dimaksud dapat berarti : individu, atau kelompok baik swasta maupun pemerintah. (Arif Gosita, 1993 : 41)
2) Penimbul korban Dengan adanya korban pasti ada sebab mengapa dirinya
bisa dikategorikan menjadi korban. Korban dapat ditimbulkan dengan sebab-sebab yang berasal dari diri sendiri maupun orang lain serta pengaruh lingkungan sekitar dimana orang tersebut tinggal.
3) Pihak terkait Pihak-pihak yang terkait yang dipelajari dalam
viktimologi adalah pihak yang yang dapat membuat orang tersebut menjadi korban atau pihak-pihak yang terkait dalam proses kejahatan yang dilakukan korban. Kemudian pihak-pihak yang tekait dalam penanganan koban secara khusus.
f. Tipologi korban menurut Sellin dan wollfgang
1) Primary victimization adalah korban individual, jadi korban disini adalah korban perorangan bukan korban kolektiv atau
kelompok
2) Secondary victimization, maksud dari korban dengan bentuk seperti ini adalah, korbannya badan hukum atau kelompok
3) Tertiary victimization yang menjadi korban adalah masyarakat luas, boleh juga dikatakan, bahwa korbannya abstrak dan tidak berhubungan langsung dengan kejahatan
4) Mutual victimization, yang menjadi korban adalah pelaku
sendiri, korban tidak menyadari bahwa dirinya adalah korban dari kejahatan yang dilakukannya sendiri
5) No victimization, istilah no victimization bukan berarti tidak ada korban. Korban tetap ada akan tetapi tidak dapat segera diketahui keberadannya atau posisinya sebagai korban.