Kesesuaian Penanganan Korban di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo dengan Sudut Pandang Viktimologi

C. Kesesuaian Penanganan Korban di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo dengan Sudut Pandang Viktimologi

Viktimologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang korban kejahatan atau lebih jelasnya mengenai bagaimana melindungi korban. Viktimologi memberikan pengertian yang lebih baik tentang korban kejahatan sebagai hasil perbuatan manusia yang menimbulkan penderitaan-penderitaan mental, fisik dan sosial yang memiliki tujuan tidak untuk menyanjung-nyanjung para korban, tetapi hanya untuk memberikan penjelasan mengenai peranan sesungguhnya para korban dan hubungan mereka dengan para korban.

Dalam viktimologi ada beberapa pihak-pihak yaitu korban, penimbul korban, dan pihak terkait dalam penanganan. Korban merupakan obyek utama dalam kajian viktimologi. Jadi penulis akan menjelaskan mengenai penanganan korban di dalam yayasan dari sudut pandang viktimologi. Penulis akan menjelaskan kesesuaian penanganan korban dengan sudut pandang viktimologi dari beberapa aspek, antara lain sebagai berikut:

1. Metode Penanganan Korban Narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo dilihat dari sudut pandang viktimologi

Dari hasil penelitian penulis, Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo konsekuen dengan viktimologi karena yayasan tersebut dalam memberikan rehabilitasi terhadap korban narkoba dapat dikatakan adanya upaya untuk melindung korban. Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo memandang viktimologi sebagai sarana untuk memperjuangkan hak asasi manusia dan menjadi pedoman dalam menjalankan metode-metode untuk menangani korban penyalahgunaan narkoba. Artinya bahwa para korban narkoba tidak kehilangan hak-haknya tetapi juga dapat menjalankan kewajibannya sebagai korban narkoba. Untuk itu yayasan selalu mengedepankan kepentingan korban narkoba demi kesembuhan korban itu sendiri. Keluarga terutama orang tua sangat berperan penting dalam menangani korban penyalahgunaan narkoba dengan cara memberikan kasih sayang dan tidak menganggap bahwa korban narkoba sebagai pencemaran nama baik keluarga. Sehingga korban narkoba mempunyai semangat juang untuk segera keluar dari ketergantungan obat, tetapi menurut pihak yayasan yang paling utama dapat menyembuhkan korban dari ketergantungan narkoba pada prinsipnya adalah berasal dari diri korban sendiri. Viktimologi sebagai acuan yayasan untuk memberikan pelayanan kepada korban penyalahgunaan narkoba yang tidak mengabaikan hak-hak korban.

Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan pihak yayasan diperoleh hasil bahwa pemilik atau pendiri Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo sangat mengedepankan hak-hak asasi korban narkoba, seharusnya korban narkoba dalam hal ini pemakai tidak perlu dipenjara akan tetapi agar pihak yang berwenang membuat aturan-aturan khusus mengenai pemakai narkoba harus dimasukkan ke dalam panti atau yayasan rehabilitasi mental atau narkoba. Hal ini akan lebih mudah untuk proses penyembuhan korban narkoba karena di dalam yayasan penanganan Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan pihak yayasan diperoleh hasil bahwa pemilik atau pendiri Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo sangat mengedepankan hak-hak asasi korban narkoba, seharusnya korban narkoba dalam hal ini pemakai tidak perlu dipenjara akan tetapi agar pihak yang berwenang membuat aturan-aturan khusus mengenai pemakai narkoba harus dimasukkan ke dalam panti atau yayasan rehabilitasi mental atau narkoba. Hal ini akan lebih mudah untuk proses penyembuhan korban narkoba karena di dalam yayasan penanganan

Kegiatan sehari-hari di yayasan dalam menangani korban narkoba yang lebih menekankan pada rehabilitasi secara rohani dan sosial seperti adanya bimbingan konseling secara khusus kepada korban yang bertujuan untuk mengetahui permasalahan korban dan cara untuk membantu mengatasinya akan lebih mempercepat kesembuhan korban dari ketergantungan narkoba. Kemudian kegiatan ibadah secara rutin bersama-sama dengan dibimbing secara khusus oleh rohaniawan dari masing-masing agama. Kegiatan sosial seperti pemberian ketrampilan-ketrampilan khusus kepada korban narkoba sesuai dengan bakat masing-masing. Hal-hal semacam ini apabila dilihat dari sudut pandang viktimologi sangat sesuai karena fokus atau obyek utama dalam penanganan kesembuhan korban narkoba ada pada diri korban dan melindungi korban narkoba secara langsung. Jadi dengan demikian penanganan korban narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo sesuai dan konsekuen dengan sudut pandang viktimologi.

2. Perlakuan terhadap korban narkoba dilihat dari sudut pandang viktimologi

Dari hasil penelitian penulis di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo bahwa perlakuan pihak yayasan terhadap

korban dengan memperlakukan korban secara manusiawi. Antara korban satu dengan korban yang lainnya tidak ada yang mendapat perlakuan khusus dan memberikan perlakuan sama rata antar sesama korban narkoba. Korban narkoba termasuk tipologi korban jenis Primary victimization yaitu korban individual, jadi korban disini adalah korban perorangan bukan korban kolektif atau kelompok. Selain itu termasuk jenis Mutual victimization, yaitu yang menjadi korban adalah pelaku sendiri, korban tidak menyadari bahwa dirinya adalah korban dari kejahatan yang dilakukannya sendiri.

Dari hasil wawancara dengan pemilik Yayasan, dijelaskan bahwa korban dalam hal ini berhak untuk mendapatkan pembinaan dan rehabilitasi serta mendapat kembali hak miliknya dan perlindungan. Dengan memperhatikan hak-hak yang harus dimiliki oleh korban maka Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo memperlakukan korban narkoba sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan menjunjung tinggi hak-hak asasi korban secara utuh.

Tindakan–tindakan yang dilakukan Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo seperti membiarkan korban saat sakau dengan tidak memberikan bantuan obat penenang bukan tindakan yang melanggar kode etik dalam upaya rehabilitasi narkoba. Tindakan yang dilakukan oleh pihak yayasan memang sangat berbeda dengan penanganan rehabilitasi korban narkoba yang dilakukan oleh rumah sakit yang menggunakan metode rahabilitasi medis dalam penyembuhannya. Pihak yayasan berpendapat bahwa penanganan yang dilakukan dengan pemberian obat akan memperlambat kesembuhan korban dan apabila kondisi korban yang tidak kuat justru akan berpengaruh pada syaraf pada diri korban dan Tindakan–tindakan yang dilakukan Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo seperti membiarkan korban saat sakau dengan tidak memberikan bantuan obat penenang bukan tindakan yang melanggar kode etik dalam upaya rehabilitasi narkoba. Tindakan yang dilakukan oleh pihak yayasan memang sangat berbeda dengan penanganan rehabilitasi korban narkoba yang dilakukan oleh rumah sakit yang menggunakan metode rahabilitasi medis dalam penyembuhannya. Pihak yayasan berpendapat bahwa penanganan yang dilakukan dengan pemberian obat akan memperlambat kesembuhan korban dan apabila kondisi korban yang tidak kuat justru akan berpengaruh pada syaraf pada diri korban dan

Penulis berpendapat bahwa dengan tindakan-tindakan rehabilitasi yang dilakukan oleh Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo sangat sesuai dengan hal-hal yang ada di dalam viktimologi karena mengkaji secara mendalam terhadap korban tentang cara penyembuhan korban narkoba dan cara melindungi korban secara baik agar korban mendapatkan hak-hak asasinya kembali. Dengan demikian bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan Yayasan sebagai bentuk perlakuan terhadap korban di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo sesuai dengan yang ada dalam kajian viktimologi.

Penulis berpendapat ada upaya-upaya untuk penanganan penanggulangan narkotika secara umum sesuai dengan kajian viktimologi. Upaya-upaya tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Tindakan preemtif Upaya pre-emtif ini dilakukan berupa kegiatan-

kegiatan pembinaan dan pengembangan dalam lingkungan masyarakat yang bebas narkotika dengan sasaran masyarakat umum, pelajar, mahasiswa, organisasi masyarakat. Kegiatan pengenalan melalui informasi dan edukasi dengan tujuan peningkatan, pemahaman dan kesadaran masyarakat akan bahaya akibat penyalahgunaan narkotika oleh masyarakat baik individu, keluarga maupun masyarakat lingkungan dengan cara sosialisasi, penyuluhan, menyebarkan poster, brosur, buletin dan menyelenggarakan diskusi, membentuk kelompok-kelompok anti narkotika baik dilingkungan kerja, sekolah maupun lingkungan masyarakat.

b. Tindakan preventif Tindakan preventif ini dilakukan sebagai upaya

mencegah terjadinya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika melalui pengendalian dan pengawasan langsung terhadap jalur peredaran gelap dengan langkah-langkah melakukan intelijen untuk memperoleh informasi tentang pendistribusian narkotika, mengungkap jaringan peredaran, melakukan razia ditempat-tempat umum, baik dijalan, tempat hiburan malam, yang diperkirakan sebagai tempat peredaran gelap narkotika, bekerjasama dengan masyarakat untuk melakukan pengawasan diwilayahnya yang kemungkinan adanya tempat-tempat yang mencurigakan yang dijadikan sebagai tempat persembunyian, produksi maupun sasaran peredaran narkotika.

3. Korban Narkoba dalam Perspektif Viktimologi

Dalam perspektif viktimologi terutama mengenai tipologi korban, terdapat beberapa pendapat ahli hukum mengenai korban penyalahgunaan narkotika dan psikotropika. Ditinjau dari perspektif tingkat keterlibatan korban dalam terjadinya kejahatan, maka korban penyalahgunaan narkotika dan psikotropika menurut Ezzat Abdul Fateh, adalah dalam tipologi; “false victims yaitu mereka yang menjadi korban karena dirinya sendiri’. (Muladi, 2005:45)

Dari perspektif tanggungjawab korban, menurut Stephen Schafer menyatakan Self-victimizing victims adalah mereka yang menjadi korban karena kejahatan yang dilakukannya sendiri. Beberapa literatur menyatakan ini sebagai kejahatan tanpa korban. Akan tetapi, pandangan ini menjadi dasar pemikiran bahwa tidak ada kejahatan tanpa korban. Semua atau setiap kejahatan melibatkan 2 hal, yaitu Dari perspektif tanggungjawab korban, menurut Stephen Schafer menyatakan Self-victimizing victims adalah mereka yang menjadi korban karena kejahatan yang dilakukannya sendiri. Beberapa literatur menyatakan ini sebagai kejahatan tanpa korban. Akan tetapi, pandangan ini menjadi dasar pemikiran bahwa tidak ada kejahatan tanpa korban. Semua atau setiap kejahatan melibatkan 2 hal, yaitu

Menurut Sellin dan Wolfgang, korban penyalahgunaan narkotika dan psikotropika adalah merupakan: “mutual victimization yaitu yang menjadi korban adalah si pelaku sendiri. Penulis berpendapat Misalnya: pelacuran, perzinahan, narkotika. Dari beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli hukum mengenai tipologi korban dalam perspektif viktimologi dapat dinyatakan, bahwa pecandu narkotika dan psikotropika adalah merupakan self-victimizing victims , yaitu seseorang yang menjadi korban karena perbuatannya sendiri. Namun, ada juga yang mengelompokannya dalam victimless crime atau kejahatan tanpa korban karena kejahatan ini biasanya tidak ada sasaran korban, semua pihak terlibat. (Arif Gosita, 1993 : 57)

Dari hukum nasional yang mengatur mengenai tindak pidana NAPZA, juga ada penegasan pecandu NAPZA selain adalah pelaku kejahatan juga adalah sebagai korban. Dalam konteks Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang- Undang Nomor. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dinyatakan sebagai berikut:

a. Pasal 37 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 menyatakan: “pengguna psikotropika yang menderita sindroma ketergantungan berkewajiban ikut serta dalam pengobatan dan atau perawatan”.

b. Pasal 44 ayat 1 Undang-Undang Nomor. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, intinya menegaskan bahwa untuk kepentingan pengobatan dan atau perawatan pengguna b. Pasal 44 ayat 1 Undang-Undang Nomor. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, intinya menegaskan bahwa untuk kepentingan pengobatan dan atau perawatan pengguna

Memperhatikan ketentuan-ketentuan tersebut, maka secara implisit dinyatakan bahwa pengguna NAPZA adalah korban yang sepatutnya mendapatkan hak-haknya sebagai korban terutama hak atas rehabilitasi. Korban juga berhak untuk mendapatkan nama baiknya di dalam masyarakat.