TINDAK TUTUR EKSPRESIF DALAM REALITY SHOW “JOHN PANTAU” DI TRANS TV

TINDAK TUTUR EKSPRESIF DALAM REALITY SHOW “JOHN PANTAU” DI TRANS TV

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

DEVI ANDRIYANI

C0205022

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

TINDAK TUTUR EKSPRESIF DALAM REALITY SHOW “JOHN PANTAU” DI TRANS TV

Disusun oleh

DEVI ANDRIYANI C0205022

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing

Drs. Hanifullah Syukri, M. Hum. NIP 196806171999031002

Mengetahui Ketua Jurusan Sastra Indonesia

Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag. NIP 196206101989031001

TINDAK TUTUR EKSPRESIF DALAM REALITY SHOW “JOHN PANTAU” DI TRANS TV

Disusun oleh

DEVI ANDRIYANI C0205022

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Pada tanggal

Jabatan

Tanda Tangan Ketua

Nama

Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag. NIP 196206101989031001

……………... Sekretaris

Drs. F. X. Sawardi, M. Hum. NIP 196105261990031003

Penguji I

Drs. Hanifullah Syukri, M. Hum. NIP 196806171999031002

……………... Penguji II

Miftah Nugroho, S.S, M. Hum. NIP. 197707252005011002

Dekan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Drs. Sudarno, M. A. NIP 195303141985061001

PERNYATAAN

Nama : Devi Andriyani NIM : C0205022

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Tindak Tutur Ekspresif Dalam Reality Show “ John Pantau” Di Trans TV adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, 5 Januari 2010 Yang membuat pernyataan,

Devi Andriyani

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk kedua orang tuaku tercinta, kakak dan adikku, serta teman-teman yang setia mendampingi pada saat suka maupun duka.

MOTTO

“Mari berlari meraih mimpi Menggapai langit yang tinggi Jalani hari dengan berani Tegaskan suara hati Kuatkan diri dan janganlah kau ragu Takkan ada yang hentikan langkahmu” (J-Rocks)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah s.w.t yang telah memberikan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan lancar. Salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad s.a.w, keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya.

Skripsi ini pun tidak mungkin dapat penulis selesaikan tanpa dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak. Penulis dengan kerendahan hati mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya ini. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Drs. Sudarno, M. A., Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan untuk menyusun skripsi.

2. Drs. Ahmad Taufiq, M. Ag., Ketua Jurusan Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kepercayaan dan kemudahan selama penyusunan skripsi berlangsung.

3. Drs. Hanifullah Syukri, M. Hum., sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan perhatian secara penuh selama berlangsungnya penyusunan skripsi.

4. Drs. F. X. Sawardi, M. Hum., sebagai pembimbing akademik yang selalu memberikan semangat untuk segera menyelesaikan skripsi.

5. Bapak dan ibu dosen jurusan Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membimbing dan membekali ilmu pengetahuan.

6. Orang-orang tercinta: ibunda, ayahanda, almarhumah Mbah Putri, Mbah Kakung, Mas Wawan, Mbak Uut, Dik Delta, dan Dik Lala, terima kasih atas semua curahan kasih sayang, motivasi, dan pengertiannya.

7. Kawan-kawan Sastra Indonesia angkatan ‘05 Universitas Sebelas Maret Surakarta: Nina, Lita, Epit, Dea, Mami, Ian, Said, Eko, Alif, Opix, Hendry, Erwin, Nisa, Andi, Ruri, Indah, Mila, Lina, Sinta, Maya, Ana, Changgih, Wiwit, A’am, Septi, Agus, Sigit, dan Wira, terima kasih atas kebersamaannya.

8. Mbak Hilda, Mbak Yayuk, dan Muryanto atas semua nasihat dan bantuannya.

9. Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam skripsi ini masih terdapat berbagai kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan karya ini.

Surakarta, 5 Januari 2010

Penulis

DAFTAR TANDA

I : Untuk episode tayangan tanggal 15 Maret 2009

II : Untuk episode tayangan tanggal 22 Maret 2009

III : Untuk episode tayangan tanggal 29 Maret 2009

IV : Untuk episode tayangan tanggal 12 April 2009

V : Untuk episode tayangan tanggal 19 April 2009

VI : Untuk episode tayangan tanggal 10 Mei 2009

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Tindak Tutur Ekspresif dan penyebab dari tindak tutur ekspresif dalam RSJP......................................................................................................... 103 Tabel 2 Efek Perlokusi yang ditimbulkan oleh tindak tutur ekspresif dalam RSJP......................................................................................................... 112

ABSTRAK

Devi Andriyani. C0205022. 2009. Tindak Tutur Ekspresif dalam Reality Show “John Pantau” . Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini mengkaji tentang tindak tutur ekspresif yang terdapat dalam reality show “John Pantau”. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) tindak tutur ekspresif apa saja yang terdapat dalam reality show “John Pantau” dan apa penyebab tindak tutur ekspresif tersebut? (2) efek perlokusi apa saja yang ditimbulkan oleh tindak tutur ekspresif dalam reality show “John Pantau”?

Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Teknik pengumpulan data berupa teknik rekam dan teknik catat. Data penelitian adalah tuturan yang mengandung tindak tutur ekspresif dalam reality show “John Pantau”. Sumber data penelitian ini terdiri atas enam hari episode penayangan. Teknik analisis data yang dipakai adalah teknik analisis padan dan teknik analisis kontekstual. Teknik penarikan simpulan dalam penelitian ini menggunakan teknik induktif.

Berdasarkan analisis data, dalam RSJP ditemukan 20 tindak tutur ekspresif. Pengelompokan 20 jenis tindak tutur ekspresif tersebut, yaitu: (1) tindak tutur ‘berterima kasih’ yang terjadi karena mitra tutur bersedia melakukan apa yang diminta oleh penutur, karena tuturan ‘memuji’ yang dituturkan oleh penutur kepada mitra tutur dan karena kebaikan hati penutur yang telah memberikan sesuatu kepada mitra tutur, (2) tindak tutur ‘memuji’ yang terjadi karena kondisi dari mitra tutur, karena penutur ingin melegakan hati mitra tutur, karena penutur ingin merayu mitra tutur, karena penutur telah bersedia meminta maaf dan berjanji kepada anaknya, karena penutur ingin menyenangkan hati mitra tutur dan karena perbuatan terpuji yang dilakukan oleh penutur, (3) tindak tutur ‘menolak’ yang terjadi karena mitra tutur tidak mau melakukan apa yang diminta oleh penutur dan karena mitra tutur tidak mau menerima pemberian dari penutur, (4) tindak tutur ‘menyalahkan’ yang terjadi karena kesalahan yang dilakukan oleh mitra tutur, karena mitra tutur tidak mau bertanggung jawab akan kesalahan yang telah diperbuatnya dan karena mitra tutur ingin melepaskan diri dari suatu kesalahan, (5) tindak tutur ‘mencurigai’ yang terjadi karena penutur mempunyai anggapan bahwa mitra tutur telah berbuat sesuatu yang kurang baik, (6) tindak tutur ‘menuduh’ yang terjadi karena penutur ingin membuktikan anggapannya bahwa mitra tutur telah melakukan sesuatu yang kurang baik, (7) tindak tutur ‘menyindir’ yang karena penutur tidak suka dengan apa yang dilakukan atau dituturkan mitra tutur, karena penutur menyampaikan alasan-alasan yang tidak masuk akal kepada mitra tutur, dan karena tuturan pertanyaan penutur terhadap mitra tutur, (8) tindak tutur ‘mengkritik’ yang karena penutur merasa jijik dengan apa yang dilakukan oleh mitra tutur dan karena penutur tidak suka atau tidak sependapat dengan apa yang dilakukan atau dituturkan mitra tutur, (9) tindak tutur ‘meminta maaf’ yang terjadi karena permintaan mitra tutur, karena perasaan tidak enak penutur terhadap mitra tutur karena telah mengganggu waktu mitra tutur, (10) tindak tutur ‘mengejek’ yang terjadi karena sikap mitra tutur yang tidak bersedia menuruti permintaan penutur dan karena penutur tidak suka dengan sikap dan tuturan tidak terpuji yang dilakukan oleh mitra tutur, (11) tindak tutur ‘menyayangkan’ yang Berdasarkan analisis data, dalam RSJP ditemukan 20 tindak tutur ekspresif. Pengelompokan 20 jenis tindak tutur ekspresif tersebut, yaitu: (1) tindak tutur ‘berterima kasih’ yang terjadi karena mitra tutur bersedia melakukan apa yang diminta oleh penutur, karena tuturan ‘memuji’ yang dituturkan oleh penutur kepada mitra tutur dan karena kebaikan hati penutur yang telah memberikan sesuatu kepada mitra tutur, (2) tindak tutur ‘memuji’ yang terjadi karena kondisi dari mitra tutur, karena penutur ingin melegakan hati mitra tutur, karena penutur ingin merayu mitra tutur, karena penutur telah bersedia meminta maaf dan berjanji kepada anaknya, karena penutur ingin menyenangkan hati mitra tutur dan karena perbuatan terpuji yang dilakukan oleh penutur, (3) tindak tutur ‘menolak’ yang terjadi karena mitra tutur tidak mau melakukan apa yang diminta oleh penutur dan karena mitra tutur tidak mau menerima pemberian dari penutur, (4) tindak tutur ‘menyalahkan’ yang terjadi karena kesalahan yang dilakukan oleh mitra tutur, karena mitra tutur tidak mau bertanggung jawab akan kesalahan yang telah diperbuatnya dan karena mitra tutur ingin melepaskan diri dari suatu kesalahan, (5) tindak tutur ‘mencurigai’ yang terjadi karena penutur mempunyai anggapan bahwa mitra tutur telah berbuat sesuatu yang kurang baik, (6) tindak tutur ‘menuduh’ yang terjadi karena penutur ingin membuktikan anggapannya bahwa mitra tutur telah melakukan sesuatu yang kurang baik, (7) tindak tutur ‘menyindir’ yang karena penutur tidak suka dengan apa yang dilakukan atau dituturkan mitra tutur, karena penutur menyampaikan alasan-alasan yang tidak masuk akal kepada mitra tutur, dan karena tuturan pertanyaan penutur terhadap mitra tutur, (8) tindak tutur ‘mengkritik’ yang karena penutur merasa jijik dengan apa yang dilakukan oleh mitra tutur dan karena penutur tidak suka atau tidak sependapat dengan apa yang dilakukan atau dituturkan mitra tutur, (9) tindak tutur ‘meminta maaf’ yang terjadi karena permintaan mitra tutur, karena perasaan tidak enak penutur terhadap mitra tutur karena telah mengganggu waktu mitra tutur, (10) tindak tutur ‘mengejek’ yang terjadi karena sikap mitra tutur yang tidak bersedia menuruti permintaan penutur dan karena penutur tidak suka dengan sikap dan tuturan tidak terpuji yang dilakukan oleh mitra tutur, (11) tindak tutur ‘menyayangkan’ yang

Dalam RSJP terdapat 23 tuturan yang mengandung efek perlokusi. Dari 23 tuturan tersebut terbagai menjadi 9 efek perlokusi, yaitu: (1) efek perlokusi menyenangkan mitra tutur, (2) efek perlokusi melegakan, (3) efek perlokusi membujuk, (4) efek perlokusi menjengkelkan mitra tutur, (5) efek perlokusi mendorong, (6) efek perlokusi membuat mitra tutur tahu bahwa…, (7) efek perlokusi membuat mitra tutur berpikir tentang…, (8) efek perlokusi membuat mitra tutur melakukan sesuatu, dan (9) efek perlokusi mempermalukan mitra tutur.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah alat komunikasi manusia. Manusia berkomunikasi dengan sesamanya dengan menggunakan bahasa. Bahasa digunakan untuk berinteraksi antara manusia satu dengan manusia lain. “Bahasa adalah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan perbuatan; alat yang dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi” (Samsuri, 1982:4). Bahasa, selain digunakan sebagai alat untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat, juga digunakan untuk Bahasa adalah alat komunikasi manusia. Manusia berkomunikasi dengan sesamanya dengan menggunakan bahasa. Bahasa digunakan untuk berinteraksi antara manusia satu dengan manusia lain. “Bahasa adalah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan perbuatan; alat yang dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi” (Samsuri, 1982:4). Bahasa, selain digunakan sebagai alat untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat, juga digunakan untuk

Semakin pentingnya komunikasi, mendorong manusia untuk menciptakan media-media baru. Media-media baru yang diciptakan oleh manusia dapat mempermudah proses komunikasi. Wujud kemudahan dalam berkomunikasi misalnya dalam bentuk media cetak dan elektronik. Yang termasuk media cetak misalnya surat kabar, majalah, tabloid, dan buku, sedangkan media elektronik misalnya radio, televisi dan internet. Media cetak dan media elektronik merupakan sarana komunikasi yang tidak langsung antara penutur dan mitra tutur.

Televisi merupakan gabungan dari media dengar dan gambar yang bersifat informatif, hiburan, maupun pendidikan, bahkan gabungan dari ketiga unsur tersebut. Dari berbagai media di tanah air saat ini, televisi merupakan media yang paling diminati oleh publik dan paling memberikan pengaruh besar pada masyarakat (Iswandi Syahputra, 2006:70). Hal ini karena televisi mempunyai tiga kekuatan media sekaligus. Dua kekuatan yang pertama adalah televisi mampu menampilkan gambar hidup bergerak dan suara untuk mendalami kekuatan gambar. Kekuatan lainnya adalah penggunaan frekuensi milik publik.

Stasiun televisi Trans TV merupakan salah satu stasiun televisi swasta yang diminati oleh pemirsa. Trans TV atau televisi Transformasi Indonesia yang berdiri tahun 2001 sudah bisa menunjukkan prestasinya. Dengan usia yang masih sangat muda Trans TV mampu merebut perhatian para pemirsa televisi sebagai stasiun televisi terbaik mengalahkan pendahulu-pendahulunya. Pada tahun 2007 Trans TV untuk ketiga kalinya berhasil memenangkan Cakram Award sebagai stasiun televisi terbaik (www.reportase.multiply.com). Trans TV mampu memecahkan kejenuhan Stasiun televisi Trans TV merupakan salah satu stasiun televisi swasta yang diminati oleh pemirsa. Trans TV atau televisi Transformasi Indonesia yang berdiri tahun 2001 sudah bisa menunjukkan prestasinya. Dengan usia yang masih sangat muda Trans TV mampu merebut perhatian para pemirsa televisi sebagai stasiun televisi terbaik mengalahkan pendahulu-pendahulunya. Pada tahun 2007 Trans TV untuk ketiga kalinya berhasil memenangkan Cakram Award sebagai stasiun televisi terbaik (www.reportase.multiply.com). Trans TV mampu memecahkan kejenuhan

John Pantau adalah salah satu program acara yang mengisahkan petualangan seorang reporter bernama John. John Pantau merekam penyimpangan dan pelanggaran masyarakat yang dibiarkan karena terlampau sering terjadi. Program ini menayangkan rekaman hasil wawancara reporter acara tersebut dengan pelaku penyimpangan, dan tanggapan pihak berwenang. Keseluruhan program disajikan dengan gaya santai, menghibur dan sedikit konyol, tanpa berusaha menghakimi pihak yang terlibat. John Pantau merupakan salah satu program yang menarik di hati para pemirsa televisi. Hal ini terlihat dari ratingnya yang mencapai 1, 8 poin. John Pantau sebelumnya merupakan salah satu segmen di acara Jelang Sore, karena besarnya animo pemirsa maka John Pantau dijadikan program tersendiri (www.republika. co.id).

Selain John Pantau, acara sejenis juga ditayangkan di Metro TV lewat acara Snapshot dan TV One yang menayangkan Mata Kamera. Tayangan John Pantau memiliki beberapa keistimewaan dibandingkan dengan tayangan Snapshot dan Mata Kamera . John Pantau selalu hadir dengan pantauan yang menangkap basah pelaku pelanggaran aturan atau larangan, dengan tujuan agar pelaku pelanggaran dapat memahami mana yang benar dan mana yang salah. Ciri khas dari John Pantau adalah sejumlah kasus pelanggaran dikemas secara menyenangkan dan menghibur Potret pelanggaran yang terdapat dalam John Pantau dibingkai secara lucu, tidak seperti Snapshot dan Mata Kamera yang dibingkai secara serius. Tayangan ini Selain John Pantau, acara sejenis juga ditayangkan di Metro TV lewat acara Snapshot dan TV One yang menayangkan Mata Kamera. Tayangan John Pantau memiliki beberapa keistimewaan dibandingkan dengan tayangan Snapshot dan Mata Kamera . John Pantau selalu hadir dengan pantauan yang menangkap basah pelaku pelanggaran aturan atau larangan, dengan tujuan agar pelaku pelanggaran dapat memahami mana yang benar dan mana yang salah. Ciri khas dari John Pantau adalah sejumlah kasus pelanggaran dikemas secara menyenangkan dan menghibur Potret pelanggaran yang terdapat dalam John Pantau dibingkai secara lucu, tidak seperti Snapshot dan Mata Kamera yang dibingkai secara serius. Tayangan ini

Dalam RSJP terdapat percakapan-percakapan yang merupakan sebuah bentuk komunikasi antara reporter acara tersebut, yaitu John, dengan masyarakat yang melakukan penyimpangan sesuai dengan tema-tema pantauan setiap episodenya, tanpa menggunakan skenario. Tayangan yang berlangsung tanpa skenario ini menghasilkan percakapan-percakapan yang spontan, sehingga tuturan-tuturannya alami. Tuturan-tuturan yang alami tersebut memuat unsur-unsur pragmatik seperti tindak tutur, prinsip kesopanan, prinsip kerja sama, implikatur, dan efek perlokusi.

Bahasa yang digunakan oleh para penutur dalam RSJP merupakan bahasa yang alami. Dikatakan alami karena reporter acara RSJP mewawancarai masyarakat yang tertangkap basah melakukan pelanggaran, sehingga masyarakat yang melakukan pelanggaran menuturkan tuturan yang spontan. Dalam tuturan-tuturan yang spontan tersebut terdapat banyak tuturan yang berupa ungkapan perasaan para penuturnya, atau yang disebut dengan tindak tutur ekspresif. Tindak tutur ekspresif (expressives utterances) adalah tindak tutur yang mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi (Cruse, 2000:342).

Tindak tutur ekspresif yang terdapat dalam RSJP dituturkan oleh penuturnya untuk mengungkapkan perasaan yang sedang dialami. Tuturan-tuturan ekspresif yang mengungkapkan perasaan yang sedang dialami oleh penutur dalam John Pantau dapat digambarkan pada contoh berikut. John

: “Ini lagi ngapain, Mas?”

Tukang ojek (2)

: “Lagi…”

John

: “Maaf ganggu sebentar ya…”

(RSJP/III/62)

Tuturan “Maaf ganggu sebentar ya…” tersebut merupakan ungkapan perasaan John. Tuturan tersebut dituturkan John karena merasa telah mengganggu tukang ojek yang sedang merokok di area SPBU. Tuturan yang dituturkan oleh John tersebut termasuk dalam tindak tutur ekspresif ‘meminta maaf’. Pada saat itu John menangkap basah tukang ojek yang sedang merokok di area SPBU.

Merujuk pada contoh tuturan di atas, dapat dinyatakan bahwa suatu tuturan dapat berisi ungkapan perasaan para penuturnya. Tuturan-tuturan yang mengandung ungkapan perasaan penuturnya banyak ditemukan dalam percakapan antara reporter acara RSJP dengan masyarakat pelaku penyimpangan, serta pihak berwenang. Oleh karena itu, maka John Pantau sarat dengan tindak tutur ekspresif. Fenomena kebahasaan inilah yang mendorong penulis untuk menjadikan RSJP sebagai objek penelitian ilmu pragmatik, khususnya tentang tindak tutur ekspresif.

Dari uraian latar belakang masalah di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian terhadap reality show yang dilakukan dalam penelitian ini terkait dengan penggunaan bahasa sebagai media berinteraksi para penutur dalam John Pantau yang tertuang dalam percakapan atau dialognya. Penelitian ini membahas permasalahan dengan menggunakan teori pragmatik sebagai landasan teori berdasarkan alasan bahwa ilmu pragmatik mempelajari struktur bahasa secara eksternal, artinya, bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi dipelajari dalam ilmu pragmatik (I Dewa Putu Wijana, 1996:1). Hal ini yang menjadikan ilmu pragmatik tepat apabila digunakan untuk menjawab permasalahan yang dipertanyakan dalam penelitian ini.

B. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dimaksudkan agar penelitian lebih terarah dan mempermudah peneliti dalam menentukan data yang diperlukan. Penelitian ini penulis fokuskan pada masalah pemakaian bahasa yang digunakan dalam percakapan RSJP yang ditayangkan di Trans TV. Permasalahan pemakaian bahasa tersebut ditinjau dengan ilmu pragmatik. Aspek pragmatik yang penulis bahas dalam penelitian ini terbatas pada masalah tindak tutur ekspresif.

C . Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Tindak tutur ekspresif apa saja yang terdapat dalam RSJP dan apa penyebab terjadinya tindak tutur ekspresif tersebut?

2. Efek perlokusi apa saja yang ditimbulkan oleh tindak tutur ekspresif dalam RSJP?

D. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian yang baik, harus mempunyai tujuan penelitian yang jelas. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan tindak tutur ekspresif yang terdapat dalam RSJP dan penyebab terjadinya tindak tutur ekspresif tersebut.

2. Mendeskripsikan efek perlokusi yang ditimbulkan oleh tindak tutur ekspresif dalam RSJP.

E. Manfaat Penelitian

Hasil kajian dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis maupun praktis.

1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis merupakan manfaat yang berkenaan dengan pengembangan ilmu dan dalam hal ini ilmu kebahasaan atau linguistik. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan khazanah pengetahuan mengenai studi tentang tindak tutur, khususnya tindak tutur ekspresif dalam pragmatik dan efek perlokusi yang ditimbulkan oleh tindak tutur ekspresif tersebut. Selain itu, dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan model analisis percakapan atau dialog atas salah satu bentuk wacana yang terdapat dalam media jurnalistik audio visual khususnya pada program reality show.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemahaman terhadap percakapan atau dialog reality show, terutama dalam memahami tindak tutur ekspresif dan efek perlokusi yang ditimbulkan oleh tindak tutur ekspresif dalam RSJP. Selain itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan atau referensi untuk penelitian sejenis selanjutnya.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian diperlukan agar penulisan dapat dilakukan secara runtut dan sistematis. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini tersusun atas lima bab. Kelima bab itu adalah sebagai berikut.

Bab pertama berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab kedua berisi teori–teori yang secara langsung berhubungan dengan masalah yang hendak diteliti dan dikaji sebagai landasan atau acuan dalam sebuah penelitian. Selain itu, juga berisi gambaran secara jelas kerangka pikir yang digunakan untuk mengkaji dan memahami masalah yang diteliti.

Bab ketiga berisi metode penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, teknik penyajian hasil analisis data dan teknik penarikan simpulan.

Bab keempat berisi analisis data. Dari analisis data ini akan didapatkan hasil penelitian yang akan menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam bab pertama.

Bab kelima merupakan simpulan. Berisi simpulan dari hasil penelitian dan dilanjutkan dengan saran dari penulis yang berhubungan dengan proses penelitian yang telah diselesaikan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

Dalam bab II ini dikemukakan tinjauan pustaka, landasan teori, dan kerangka pikir. Dalam tinjauan pustaka dipaparkan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan yang berhubungan dengan tindak tutur pada khususnya dan pragmatik pada umumnya. Penelitian-penelitian tersebut berupa tesis, disertasi, maupun skripsi. Dalam landasan teori dijelaskan mengenai pragmatik, peristiwa tutur, tindak tutur, Dalam bab II ini dikemukakan tinjauan pustaka, landasan teori, dan kerangka pikir. Dalam tinjauan pustaka dipaparkan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan yang berhubungan dengan tindak tutur pada khususnya dan pragmatik pada umumnya. Penelitian-penelitian tersebut berupa tesis, disertasi, maupun skripsi. Dalam landasan teori dijelaskan mengenai pragmatik, peristiwa tutur, tindak tutur,

A. Tinjauan Pustaka

Beberapa penelitian tentang tindak tutur sudah pernah dilakukan dengan menggunakan sumber data tertulis. Penelitian tentang tindak tutur yang bersumber data dari media komunikasi audio visual atau televisi, terutama yang bersumber dari reality show , masih sedikit dilakukan. Penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang relevan dengan penelitian yang dilakukan dalam upaya menyusun skripsi ini dan berkaitan dengan masalah yang diteliti adalah sebagai berikut.

Agus Rinto Basuki (2002) dalam tesisnya “Tindak Tutur Ilokusif dalam Seni Pertunjukkan Ketoprak”, mendeskripsikan analisisnya sebagai berikut. (1) menguraikan jenis-jenis tindak tutur dan membagi ke dalam lima kategori seperti yang dilakukan oleh Searle. Kelima kategori tersebut adalah asertif, direktif, ekspresif , komisif, dan deklaratif. Masing-masing kategori tersebut memiliki sub bagian dengan jumlah total delapan puluh satu macam tindak tutur. (2) Adanya penanda lingual ke dalam dua kelompok, yaitu berdasarkan bentuk yang terdiri dari kata, frasa, dan klausa, selanjutnya berdasarkan sifat yang terdiri dari semu dan nyata. (3) Faktor-faktor yang melatari terjadinya tindak tutur, antara lain penutur, isi tuturan, tujuan tuturan, status sosial, jarak sosial, intonasi, dan implikatur.

Tesis Adventina Putranti (2007) yang berjudul “Kajian Terjemahan Tindak Ilokusif Ekspresif dalam Teks Terjemahan Film American Beauty”, mendeskripsikan dari hasil penelitian ditemukan 117 tindak ilokusi ekspresif yang dapat dikelompokkan menjadi 15 jenis, yaitu: (1) mengungkapkan rasa benci atau tidak

suka sebanyak 27 tuturan; (2) mengungkapkan rasa suka senang, puas, atau lega sebanyak 17 tuturan; (3) berterima kasih sebanyak 9 tuturan; (4) mengungkapkan rasa kagum, heran, atau takjub sebanyak 10 tuturan; (5) mengungkapkan rasa kaget, atau terkejut sebanyak 10 tuturan; (6) memuji sebanyak 9 tuturan; (7) mengungkapkan rasa jengkel atau sebal sebanyak 4 tuturan; (8) mengungkapkan rasa marah sebanyak 8 tuturan; (9) meminta maaf sebanyak 15 tuturan; (10) memaafkan sebanyak 3 tuturan; (11) bersimpati; (12) mengungkapkan rasa malu; (13) mengungkapkan rasa putus asa; (14) menyalahkan; (15) mengungkapkan rasa bangga masing-masing sebanyak satu tuturan. Dari ke-117 tuturan tersebut, 53 tuturan (45%) terjemahannya sudah sepadan, 47 tuturan (40%) tidak sepadan, tetapi 29 tuturan (25%) di antaranya tetap berterima terjemahannya karena didukung aspek visual film. Sementara itu terdapat juga 17 tuturan (15%) tidak diterjemahkan yang mengakibatkan ketakberterimaan karena tidak didukung aspek visual film.

Tesis dari Wimy Winatama (2007) yang berjudul “Pengungkapan Cinta dalam Reality Show Katakan Cinta: Kajian Sosiopragmatik”, mendeskripsikan bentuk tuturan laki-laki dan perempuan dalam menyatakan cinta, mendeskripsikan perbedaan tuturan laki-laki dan perempuan dalam menyatakan cinta, dan mendeskripsikan cara yang dilakukan mitra tutur saat memberi jawaban (menerima atau menolak) kepada si penutur. Hasil kajian penelitian tersebut adalah bahwa kita dapat mengetahui dan mendeskripsikan bentuk tuturan laki-laki dan perempuan dalam menyatakan cintanya, terdapat perbedaan antara tuturan laki-laki dan perempuan dalam mengungkapkan cinta baik secara verbal maupun nonverbal, dan meskipun terdapat perbedaan, baik dalam kosakata yang dipilih maupun cara Tesis dari Wimy Winatama (2007) yang berjudul “Pengungkapan Cinta dalam Reality Show Katakan Cinta: Kajian Sosiopragmatik”, mendeskripsikan bentuk tuturan laki-laki dan perempuan dalam menyatakan cinta, mendeskripsikan perbedaan tuturan laki-laki dan perempuan dalam menyatakan cinta, dan mendeskripsikan cara yang dilakukan mitra tutur saat memberi jawaban (menerima atau menolak) kepada si penutur. Hasil kajian penelitian tersebut adalah bahwa kita dapat mengetahui dan mendeskripsikan bentuk tuturan laki-laki dan perempuan dalam menyatakan cintanya, terdapat perbedaan antara tuturan laki-laki dan perempuan dalam mengungkapkan cinta baik secara verbal maupun nonverbal, dan meskipun terdapat perbedaan, baik dalam kosakata yang dipilih maupun cara

Siti Munawaroh (2008) dalam skripsinya “Dialog Film Berbagi Suami Karya Nia Dinata: Sebuah Tinjauan Pragmatik”, mendeskripsikan hasil kajiannya sebagai berikut: (1) pelanggaran maksim prinsip kerja sama dalam dialog film Berbagi Suami karya Nia Dinata berupa pelanggaran maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara; (2) pelanggaran maksim prinsip kesopanan berupa pelanggaran maksim kearifan dan maksim kedermawanan, maksim pujian dan maksim kerendahan hati, serta maksim kesepakatan dan maksim simpati; (3) terdapat tuturan-tuturan yang memaksa, memerintah, mengkritik, mengeluh, menawarkan, marah, menyombongkan diri, mengejek, menyatakan pendapat, dan menasehati. Tuturan berimplikatur dalam dialog Berbagi Suami karya Nia Dinata ini dinyatakan dalam bentuk kalimat perintah, tanya maupun jawaban yang berupa kalimat representatif (asertif), direktif (impositif), komisif dan ekspresif (evaluatif); (4) berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, efek perlokusi yang terdapat dalam dialog film Berbagi Suami terbagi menjadi sebelas verba penentu, yakni membuat mitra tutur melakukan sesuatu, menyenangkan, membuat mitra tutur tahu bahwa, membujuk, mengalihkan perhatian, membuat mitra berpikir tentang, melegakan, menjengkelkan, menakuti mitra tutur dan menarik perhatian.

Penelitian Tindak Tutur Ekspresif dalam Reality Show “John Pantau” ini berbeda dengan penelitian-penelitian di atas. Penelitian ini merupakan penelitian mengenai tindak tutur dalam reality show di televisi yang menfokuskan pada tindak ilokusif ekspresif. Dari beberapa tinjauan kajian di atas terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan. Penelitian tindak tutur, tindak tutur ilokusif, tindak tutur ekspresif dan Penelitian Tindak Tutur Ekspresif dalam Reality Show “John Pantau” ini berbeda dengan penelitian-penelitian di atas. Penelitian ini merupakan penelitian mengenai tindak tutur dalam reality show di televisi yang menfokuskan pada tindak ilokusif ekspresif. Dari beberapa tinjauan kajian di atas terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan. Penelitian tindak tutur, tindak tutur ilokusif, tindak tutur ekspresif dan

B. Landasan Teori

1. Definisi Pragmatik

Pragmatik pada tahun 1938 terus berkembang, yakni ditandai dengan semakin banyaknya teori-teori yang dikeluarkan oleh para ahli. Para ahli seperti Austin, Searle dan Grice menghasilkan teori-teori baru tentang ilmu pragmatik. Austin dan Searle mengemukakan teori-teori tentang tindak tutur (speech act), sedangkan Grice tentang prinsip kerja sama (cooperative principles) dan implikatur percakapan (conversational implicature) (dalam Rustono, 1999:1).

Ahli bahasa lain seperti Leech juga memberikan batasan dalam ilmu pragmatik. Dalam buku Prinsip-Prinsip Pragmatik (edisi terjemahan oleh M. D. D. Oka), Leech mengatakan “pragmatik adalah studi tentang makna ujaran di dalam situasi-situasi ujar (speech situation)” (1993:8). Leech melihat pragmatik sebagai bidang kajian dalam linguistik yang mempunyai kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini ia sebut semantisisme, yaitu melihat pragmatik sebagai bagian dari semantik; pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari pragmatik; dan komplementarisme, atau melihat semantik dan pragmatik sebagai dua bidang yang Ahli bahasa lain seperti Leech juga memberikan batasan dalam ilmu pragmatik. Dalam buku Prinsip-Prinsip Pragmatik (edisi terjemahan oleh M. D. D. Oka), Leech mengatakan “pragmatik adalah studi tentang makna ujaran di dalam situasi-situasi ujar (speech situation)” (1993:8). Leech melihat pragmatik sebagai bidang kajian dalam linguistik yang mempunyai kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini ia sebut semantisisme, yaitu melihat pragmatik sebagai bagian dari semantik; pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari pragmatik; dan komplementarisme, atau melihat semantik dan pragmatik sebagai dua bidang yang

Thomas (1995) dalam bukunya yang berjudul Meaning in Interaction: an Introduction to Pragmatics juga memberikan batasan dalam ilmu pragmatik. Menurut Thomas (1995:22), pragmatik adalah bidang ilmu yang mengkaji makna dalam interaksi atau meaning in interaction. Pengertian tersebut dengan mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran.

Thomas (1995:2) membagi pragmatik menjadi dua bagian, yaitu menggunakan sudut pandang sosial dan menggunakan sudut pandang kognitif. Dengan menggunakan sudut pandang sosial, berarti menghubungkan pragmatik dengan makna pembicara atau speaker meaning. Pragmatik yang menggunakan sudut pandang kognitif, berarti menghubungkan pragmatik dengan interpretasi ujaran atau utterance interpretation. Pendekatan kognitif sering digunakan oleh para ahli pragmatik, lebih terfokus pada pendengar karena berkaitan dengan menginterpretasikan sebuah tuturan.

Yule dalam bukunya yang berjudul Pragmatics (edisi terjemahan oleh Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab ) menyebutkan beberapa batasan ilmu pragmatik. Menurutnya (2006:3-4) ilmu pragmatik mempunyai empat batasan. Keempat batasan itu, yakni:

1. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang maksud penutur.

2. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang makna kontekstual.

3. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan.

4. Pragmatik adalah studi yang mempelajari tentang ungkapan jarak hubungan.

Di dalam pragmatik makna diberi definisi dalam hubungannya dengan penutur atau pemakai bahasa. I Dewa Putu Wijana (1996:1) mengemukakan bahwa “pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi”. Pragmatik menelaah makna-makna satuan lingual yang terikat dengan konteks.

Menurut Asim Gunarwan (dalam PELLBA 7, 1994:83-84), pragmatik adalah bidang linguistik yang mempelajari maksud ujaran, bukan makna kalimat yang diujarkan. Pragmatik mempelajari maksud ujaran atau daya (force) ujaran. Pragmatik juga mempelajari fungsi ujaran, yakni untuk apa suatu ujaran itu dibuat atau diujarkan.

Pragmatik mengungkap maksud suatu tuturan di dalam peristiwa komunikasi. Maksud tuturan, terutama yang implikatif, hanya dapat dikenali melalui penggunaan bahasa secara konkret dengan mempertimbangkan situasi tutur (Rustono, 1999:17).

Pragmatik semakin berkembang dengan banyaknya teori-teori yang dikeluarkan oleh para ahli bahasa. Tahun 1962, seorang ahli bahasa yang bernama J.L. Austin menelusuri hakikat tindak tutur. Melalui karyanya yang berjudul How To Do Things With Words , Austin mengungkapkan terminologi-terminologi dalam tindak tutur. Pertama-tama ia mengungkapkan tindak konstatif (constative) dan performatif (performative). Dari dua terminologi itu, Austin kemudian membedakan antara tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi. Selanjutnya, dari tindak Pragmatik semakin berkembang dengan banyaknya teori-teori yang dikeluarkan oleh para ahli bahasa. Tahun 1962, seorang ahli bahasa yang bernama J.L. Austin menelusuri hakikat tindak tutur. Melalui karyanya yang berjudul How To Do Things With Words , Austin mengungkapkan terminologi-terminologi dalam tindak tutur. Pertama-tama ia mengungkapkan tindak konstatif (constative) dan performatif (performative). Dari dua terminologi itu, Austin kemudian membedakan antara tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi. Selanjutnya, dari tindak

Searle, salah seorang murid Austin, meneruskan pemikiran-pemikiran Austin tentang tindak tutur. Menurut Searle, dalam praktik penggunaan bahasa terdapat setidaknya tiga macam tindak tutur, yaitu tindak lokusioner (locutionary acts ), ilokusioner (illocutionary acts), dan tindak perlokusi (perlocutionary acts) (1974:23-24). Selanjutnya, Searle membagi tindak ilokusioner menjadi lima macam tindak tutur. Kelima macam tindak tutur itu yaitu, tindak tutur asertif (assertives), tindak tutur direktif (directives), tindak tutur ekspresif (expressives), tindak tutur komisif (commissives), dan tindak tutur deklarasi (declarations) (dalam Cruse, 2000:342-343).

Karya lain selain teori tindak tutur adalah teori prinsip kerja sama dan implikatur percakapan yang dikemukakan oleh Grice. Dalam artikelnya yang berjudul “Logic and Conversation”, yang dimuat dalam bunga rampai Syntax and Semantics: Speech Acts suntingan Cole dan Morgan, Grice mengemukakan buah pikirannya tentang prinsip kerja sama dan implikatur percakapan (dalam Rustono, 1999:5). Prinsip kerja sama Grice itu seluruhnya meliputi empat maksim, yaitu maksim kuantitas (quantity maxim), maksim kualitas (quality maxim, maksim relasi (relation maxim), dan maksim cara (manner maxim) (dalam Kunjana Rahardi, 2005:52).

Selanjutnya, tahun 1978 Brown dan Levinson mengemukakan teori kesantunan (theory of politeness) berbahasa yang berkenaan dengan muka. Teori kesantunan Brown dan Levinson menyangkut strategi-strategi yang dapat menentukan tuturan penutur itu santun atau tidak (dalam Thomas, 1995:169).

Strategi tersebut mencakup lima macam, yaitu: (1) melakukan tindak tutur secara apa adanya, tanpa berbasa-basi, dengan mematuhi prinsip kerja sama Grice; (2) melakukan tuturan dengan menggunakan kesantunan positif; (3) melakukan tuturan dengan menggunakan kesantunan negatif; (4) melakukan tindak tutur secara off record ; (5) tidak melakukan tindak tutur atau diam saja.

Berbeda dengan teori kesantunan Brown dan Levinson, Leech dalam bukunya yang berjudul Principles of Pragmatics (edisi terjemahan oleh M. D. D. Oka) menyebutkan prinsip kesantunan (politeness principle) yang terdiri atas enam maksim (1993:206-207). Keenam maksim itu yaitu, maksim kearifan (tact maxim), maksim kedermawanan (generosity maxim), maksim pujian (approbation maxim), maksim kerendahan hati (modesty maxim), maksim kesepakatan (agreement maxim), dan maksim simpati (symphaty maxim). Teori kesantunan Brown dan Levinson dan prinsip kesantunan Leech merupakan reaksi atas prinsip kerja sama Grice.

2. Situasi Tutur

Situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan (Rustono, 1999:25). Situasi tutur merupakan sebab, sedangkan tuturan merupakan akibatnya. Leech (edisi terjemahan oleh M. D. D. Oka, 1993:19-20) membagi aspek-aspek situasi ujar menjadi lima macam yaitu:

a. Penutur dan Mitra tutur

Penyapa adalah orang yang menyapa. Penutur adalah orang yang bertutur, yaitu orang yang menyampaikan fungsi pragmatis tertentu di dalam peristiwa komunikasi. Mitra tutur adalah orang yang menjadi sasaran sekaligus kawan penutur di dalam pertuturan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan mitra tutur ini Penyapa adalah orang yang menyapa. Penutur adalah orang yang bertutur, yaitu orang yang menyampaikan fungsi pragmatis tertentu di dalam peristiwa komunikasi. Mitra tutur adalah orang yang menjadi sasaran sekaligus kawan penutur di dalam pertuturan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan mitra tutur ini

b. Konteks Sebuah Tuturan

Konteks merupakan suatu pengetahuan latar belakang bersama yang dimiliki oleh penutur dan mitra tutur dan yang membantu mitra tutur menafsirkan makna tuturan. Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Konteks yang bersifat fisik lazim disebut koteks (cotext), sedangkan konteks setting sosial disebut dengan konteks. Di dalam pragmatik, konteks itu berarti semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra tuturnya.

c. Tujuan Sebuah Tuturan

Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu. Tujuan tuturan adalah sesuatu yang ingin dicapai oleh penutur dengan melakukan tindakan bertutur. Di dalam peristiwa tutur, bermacam- macam tuturan dapat diekspresikan untuk menyatakan suatu tujuan, dan bermacam- macam tujuan dapat dinyatakan dengan tuturan yang sama.

d. Tuturan Sebagai Bentuk Tindakan atau Kegiatan (Tindak Ujar)

Tindak tutur merupakan suatu aktivitas. Menuturkan sebuah tuturan dapat dilihat sebagai melakukan tindakan (act). Tindak tutur sebagai suatu tindakan itu sama dengan tindakan mencubit dan menendang. Hanya saja, bagian tubuh yang berperan yang berbeda. Pada tindakan bertutur bagian tubuh yang berperan adalah alat ucap.

e. Tuturan Sebagai Produk Tindak Verbal

Pragmatik berhubungan dengan tindak verbal (verbal act) yang terjadi dalam situasi tertentu. Tuturan tercipta melalui tindakan verbal, maka tuturan itu merupakan hasil tindak verbal. Tindakan verbal adalah tindakan mengekspresikan kata-kata atau bahasa.

3. Tindak Tutur

Di dalam pragmatik, tuturan merupakan suatu bentuk tindakan dalam konteks situasi tutur sehingga aktivitasnya disebut tindak tutur. Istilah tindak tutur atau speech act sendiri mulai diperkenalkan oleh seorang filosof Inggris J. L. Austin pada pidato kuliahnya yang dikumpulkan dalam sebuah buku berjudul How to do things with words (1962). Melalui buku itu, Austin mengemukakan pandangan bahwa bahasa tidak hanya berfungsi untuk mengatakan sesuatu, bahasa juga dapat digunakan untuk melakukan sesuatu. Pandangan Austin ini bertentangan dengan para filosof sebelumnya, yang mengatakan bahwa berbahasa hanyalah aktivitas mengatakan sesuatu.

Berkaitan dengan teori tindak tutur Austin (1962) mengemukakan dua terminologi, yaitu tuturan konstantif (constative) dan tuturan performatif (performative). Tuturan konstatif adalah tuturan yang pengutaraannya hanya dipergunakan untuk menyatakan sesuatu (1962:4-6). Tuturan performatif adalah tuturan pengutaraannya dipergunakan untuk melakukan sesuatu (1962:4-11).

Searle, salah seorang murid Austin, yang menjadi pendukung dan juga pengritik gagasan Austin sekaligus membuat formula-formula pelengkap yang menyatakan bahwa setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi dan tindak perlokusi.

Menurut Searle (1979:16) tindak tutur adalah penghasilan kalimat dalam kondisi- kondisi tertentu. Searle juga mengatakan bahwa tindak tutur adalah dasar atau minimal unit komunikasi ilmu bahasa.

Menurut Searle, inti dari tindak tutur adalah tindak ilokusi. Menurutnya, dalam tindak ilokusi, penutur dalam mengatakan sesuatu juga melakukan sesuatu. Sehubungan dengan itu, Searle menggolongkan tindak tutur ilokusi ke dalam lima bentuk tuturan yang masing-masing memiliki fungsi komunikatif. Kelima jenis tindak tutur tersebut yaitu tindak tutur asertif, tindak tutur direktif, tindak tutur komisif, tindak tutur ekspresif dan tindak tutur deklaratif (dalam Cruse, 2000:342- 343).

Dalam berkomunikasi setiap penutur akan melakukan kegiatan yang mengujarkan tuturan. Kegiatan yang mengujarkan tuturan tersebut dinamakan tindak tutur (Rustono, 1999:31). Tindak tutur adalah gejala individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Setiap tindak tutur yang diucapkan oleh seorang penutur mempunyai makna tertentu.

Austin (1962:94-109) membedakan tindak tutur menjadi tiga macam, yaitu:,

1) Tindak lokusi (locutionary act): tindak tutur yang hanya berfungsi untuk menyatakan sesuatu atau the act of saying something (1962:94).

2) Tindak ilokusi (illocutionary act): tindak tutur yang digunakan untuk melakukan sesuatu atau disebut the act of to do something, misalnya melaporkan , mengumumkan, bertanya, menyarankan, berterimakasih (1962:99-100).

3) Tindak perlokusi (perlocutionary act): tindak tutur yang menghasilkan efek (pengaruh) kepada mitra tutur atau the act of affecting someone. Tindak perlokusi adalah efek yang dihasilkan dengan mengujarkan sesuatu (1962:101).

Austin (1962:150-163) membagi tindak tutur ilokusi menjadi lima kategori, yaitu:

1) Verdiktif (verdictives utterances): dilambangkan dengan memberi keputusan, misalnya keputusan hakim, juri, dan penengah atau wasit, perkiraan, dan penilaian. Verba tindak tutur verdiktif antara lain, menilai, menandai, memperhitungkan , menempatkan, menguraikan, menganalisis.

2) Eksersitif (exercitives utterances): tindak tutur yang menyatakan perjanjian, nasihat, peringatan, dan sebagainya. Verba yang menandai antara lain, mewariskan , membujuk, menyatakan, membatalkan perintah (lampau), memperingatkan, menurunkan pangkat

3) Komisif (commissives utterances): dilambangkan dengan harapan atau dengan kata lain perjanjian; menjanjikan untuk melakukan sesuatu, tapi juga termasuk pengumuman atau pemberitahuan, yang bukan janji. Verba yang menandai antara lain, berjanji, mengambil-alih atau tanggungjawab, mengajukan , menjamin, bersumpah, menyetujui.

4) Behabitif (behabitives utterances): meliputi reaksi-reaksi terhadap kebiasaan dan keberuntungan orang lain dan merupakan sikap serta ekspresi seseorang terhadap kebiasaan orang lain, misalnya meminta maaf, berterima kasih, bersimpati , menantang, mengucapkan salam, mengucapkan selamat.

5) Ekspositif (expositives utterances): tindak tutur yang memberi penjelasan, keterangan, atau perincian kepada seseorang, misalnya menyangkal, menguraikan, menyebutkan, menginformasikan, mengabarkan, bersaksi. Searle (dalam Cruse, 2000:342-343) menggolongkan tindak tutur ilokusi

menjadi lima jenis tindak tutur. Kelima jenis tindak tutur tersebut yaitu:

1) Asertif (assertive utterances): mengikat penuturnya akan kebenaran atas proposisi yang diungkapkannya, misalnya menyatakan, menganjurkan, membual , mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan (Cruse, 2000:342).

2) Direktif (directives utterances): bertujuan untuk menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur, misalnya memesan, memerintah , memohon, menuntut, memberi nasehat, memperingatkan (Cruse, 2000:342).

3) Komisif (commissives utterances): mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturannya, misalnya berjanji, mengancam, berkaul dan menawarkan (Cruse, 2000:342).