Kinerja Aspek Keuangan

IV.3. Kinerja Aspek Keuangan

  Aspek kinerja keuangan mencakup indikator: rasio biaya operasi, rasio kemampuan membayar hutang yang jatuh tempo, rasio pengembalian hutang jangka pendek, pemulihan biaya, tingkat pengembalian aktiva tetap bersih,

  biaya operasional per M 3 air terjual, rasio biaya pegawai, rasio biaya energi, rata-rata harga air per M 3 , dan jangka waktu penagihan.

  IV.3.1. Rasio biaya operasi Rasio biaya operasi merupakan perbandingan antara pendapatan dengan biaya operasi (tidak termasuk biaya bunga dan pinjaman). Dari data yang ada diketahui bahwa rasio biaya operasi PDAM Tirta Pakuan dan ATB dalam kurun waktu 2003 – 2007 cenderung mengalami penurunan. Hal itu berarti bahwa biaya-biaya operasi kedua perusahaan mengalami peningkatan lebih signifikan dibanding pendapatan yang diperoleh. Perbandingannya bisa dilihat pada Gambar IV.11.

  PDAM Tirta Pakuan

  PT. ATB

  Gambar IV.11. Rasio biaya operasi PDAM Tirta Pakuan vs ATB

  Terlihat dalam grafik di atas bahwa ada kesenjangan yang sangat lebar, rasio biaya operasi di antara kedua perusahaan. Tapi meskipun dengan besaran yang berbeda, dalam hal ini rasio biaya operasi ATB lebih besar, tapi angka rasio yang menunjukkan lebih dari satu (>1) mengindikasikan bahwa kedua perusahaan pada dasarnya selalu mampu membukukan keuntungan setiap

  tahunnya 15 . Selain itu, perlu dicermati karena pendapatan dan biaya operasi kedua perusahaan memang tidak bisa dibandingkan. Sebagai contoh, dari

  data yang diperoleh, diketahui bahwa jumlah pendapatan ATB pada tahun 2007 adalah sebesar Rp. 201,77 Milyar, atau lebih besar 250 dari jumlah pendapatan yang dibukukan oleh PDAM Tirta Pakuan pada tahun yang sama, yaitu Rp. 78, 65 Milyar. Oleh karena itu poin penting yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa kedua perusahaan pada dasarnya selalu menunjukkan performa pendapatan yang baik setiap tahunnya. Gambar IV.12 di halaman berikut menyajikan perbandingan antara pendapatan dan biaya operasi dari kedua perusahaan dalam lima tahun terakhir. Dari gambar tersebut, meskipun tidak signikan, terlihat bahwa baik biaya operasi maupun pendapatan kedua perusahaan menunjukkan tren kenaikan dalam lima tahun terakhir. Terutama biaya operasi (lihat Gambar IV.13), diketahui biaya umum dan administrasi merupakan komponen biaya langsung usaha PDAM Tirta Pakuan yang mengalami peningkatan sangat signifikan dalam 10 tahun terakhir, diikuti oleh komponen biaya transmisi dan distribusi dan biaya pengolahan.

  Dalam Focus Group Discussion tanggal 25 Februari 2009 di Kota Bogor, perwakilan PDAM Tirta Pakuan menyatakan bahwa sejak berdirinya, PDAM Tirta Pakuan selalu mampu membukukan keuntungan setiap tahun.

  M ilya

  PDAM Tirta Pakuan

  PT. ATB

  -200 -250

  Gambar IV.12. Pendapatan dan biaya operasi PDAM Tirta Pakuan vs ATB

  (Sumber: PDAM Tirta Pakuan dan ATB)

  Biaya Umum dan Administrasi

  Biaya Transmisi dan

  Distribusi

  Biaya Pengolahan

  Biaya Sumber Air

  Biaya Perpompaan

  Biaya Pengolahan

  Biaya Perencanaan Teknik

  Biaya Transmisi dan Distribusi

  Biaya Hubungan Langganan

  Biaya Umum dan Administrasi

  Gambar IV.13. Komponen biaya-biaya langsung usaha PDAM Tirta Pakuan

  (Sumber: PDAM Tirta Pakuan)

  Terlihat pada Gambar IV.13, pada tahun 1998, biaya umum dan administrasi PDAM Tirta Pakuan hanya sekitar Rp. 6,47 Milyar, namun pada tahun 2007 telah meningkat lebih dari 4 (empat) kali lipat menjadi lebih dari Rp. 27 Milyar atau sekitar 42,75 dari total biaya langsung usaha. Demikian pula dengan biaya transmisi dan distribusi yang pada tahun 1998 hanya sekitar 3,58 Milyar, pada tahun 2007 juga telah meningkat lebih dari 4 (empat) kali lipat menjadi Rp. 14,58 Milyar atau 22,97 dari total biaya langsung usaha.

  Adapun untuk biaya pengolahan, pada tahun 1998 hanya sekitar Rp. 1,93 Milyar telah meningkat pesat lebih dari 5 (lima) kali lipat menjadi Rp. 10,81 Milyar pada tahun 2007 atau sekitar 17,03 dari total biaya langsung usaha tahun tersebut. Manajemen PDAM Tirta Pakuan menyatakan bahwa kenaikan tersebut disebabkan inflasi yang mengakibatkan meningkatnya harga-harga barang dan jasa dalam 10 tahun terakhir.

  Dengan struktur biaya yang lebih rinci, berdasarkan laporan tahunan ATB kepada Otorita Batam diketahui bahwa biaya listrik adalah komponen biaya langsung operasi yang mengalami peningkatan sangat signifikan. Seperti yang terlihat pada Gambar III. 14, di halaman berikut, jika pada tahun 1998 biaya listrik ATB hanya sekitar 28.83 dari total biaya langsung operasi atau sekitar Rp. 3,2 Milyar, maka di tahun 2006 telah meningkat menjadi Rp. 38,15 Milyar, atau setara dengan 43,55 dari total biaya langsung operasi. Meskipun tidak sesignifikan biaya listrik, biaya-biaya kimia juga mengalami peningkatan. Demikian pula dengan biaya-biaya langsung untuk gaji dan tunjangan pegawai. Jika pada tahun 1998, biaya langsung gaji dan tunjangan pegawai hanya Rp. 2,14 Milyar maka pada tahun 2006 telah menjadi Rp. 8,42 Milyar atau meningkat hampir 400.

  Direct employees salaries

  Direct employees salaries wages

  Electricity

  Raw Water

  Small tool and safety equipment

  Other equipment runnning costs

  Insurance

  Generator Running Cost

  Generator Rental Cost

  Quality Control

  Reservoir Maintenance

  Dist. Maintenanca

  Leak repairs

  WTP maintenance

  Service line replacement

  Mainline maintenance

  Grounds and building maintenance

  Emergency works (expensed)

  Package plants at Sei. Ladi, Mukakuning

  Consumer water meters

  Vehicle running Costs

  Vehicle rental costs

  Laboratory equipment

  Rental of facilities

  Freight Charge

  Consumable items

  Others

  Land and Building Tax

  Engineering technical service

  Billing Department

  IT maintenance

  Import Customs Support

  General Running Costs

  travel messing - direct empl

  Bank Collection Charge

  External Plant Hire

  Rent rates - Office yards

  Raw water tax

  Gambar IV.14. Komponen biaya-biaya langsung operasi ATB

  (Sumber: ATB)

  Biaya operasi ATB juga terdiri dari komponen-komponen biaya umum dan adminstrasi. Seperti terlihat pada Gambar IV.15, komponen gaji dan tunjangan pegawai (di luar gaji dan tunjangan yang masuk dalam komponen biaya langsung) serta biaya-biaya manajemen juga telah mengalami peningkatan yang signifikan dalam empat tahun terakhir. Berdasarkan data tahun 2006, diketahui bahwa komponen gaji dan tunjangan mengambil porsi sekitar 35,18 dari total biaya-biaya umum dan administrasi, sedangkan biaya manajemen sekitar 21,91.

  up ia h 8 Salaries wages

  Management fees

  Salaries wages

  Other employment costs

  Management fees

  Travelling Accomodation

  Office Expenses

  Bank Charges

  Communication

  Legal Professional Fees

  Other Fees

  Financial Modelling

  Public Relation Advertising

  Directors Comissioners Fees

  Business Development

  Intertaining

  Insurance Bonds

  Advertising

  Gift Donation

  Training

  Technology Transfer

  Others

  General Expenses

  Amortization Expenses

  Bad Debt Provisions

  Collection Fee

  Taxes

  Gambar IV.15. Komponen biaya-biaya umum dan administrasi ATB

  (Sumber: ATB)

  IV.3.2. Rasio biaya pegawai Rasio biaya pegawai merupakan perbandingan antara alokasi biaya pegawai terhadap biaya operasional perusahaan setiap tahunnya. Dari data yang ada diketahui bahwa proporsi alokasi belanja pegawai PDAM Tirta Pakuan selama lima tahun terakhir selalu 30 dari total biaya operasi perusahaan. Adapun ATB (lihat Gambar IV.16 di halaman berikut), mengalokasikan biaya pegawai yang lebih kecil dengan proporsi maksimal 20 dari total biaya operasional. Namun itu tidak selalu berarti bahwa secara nominal, ATB membelanjakan biaya pegawai yang lebih sedikit, karena seperti terlihat pada Gambar IV.17 di halaman berikut, jumlah biaya pegawai ATB lebih besar dari PDAM Tirta Pakuan. Dengan demikian, kecilnya proporsi biaya pegawai ATB karena biaya operasional ATB yang memang lebih tinggi.

  ai aw

  eg p 0.25

  io b 0.15

  PDAM Tirta Pakuan

  PT. ATB

  Gambar IV.16. Rasio biaya pegawai PDAM Tirta Pakuan vs ATB

  iaya B

  ra sion

  -80 -100

  al

  -120 -140 -160

  PDAM Tirta Pakuan

  PT. ATB

  Gambar IV.17. Biaya pegawai PDAM Tirta Pakuan vs ATB

  (Sumber: PDAM Tirta Pakuan dan ATB)

  IV.3.3. Rasio biaya energi Rasio biaya energi adalah perbandingan antara alokasi biaya energi terhadap biaya operasional setiap tahunnya. Dalam kurun waktu tahun 2003 – 2007, rasio biaya energi ATB selalu lebih tinggi dari PDAM Tirta Pakuan. Pada tahun 2007, misalnya, rasio biaya energi PDAM Tirta Pakuan hanya 4, sedangkan ATB hampir 7 (tujuh) kali lipatnya, yaitu mencapai 27. Untuk lengkapnya, Gambar IV.18 memperlihatkan perbandingan rasio biaya energi kedua perusahaan dalam kurun waktu tahun 2003 – 2007.

  io b 0.15

  PDAM Tirta Pakuan

  PT. ATB

  Gambar IV.18. Rasio biaya energi PDAM Tirta Pakuan vs ATB

  Namun berbeda dengan rasio biaya pegawai sebelumnya, lebih besarnya rasio biaya energi ATB dibanding PDAM Tirta Pakuan juga berlaku pada nilai nominalnya. Seperti terlihat pada Gambar IV.19, nilai nominal biaya energi berada jauh lebih tinggi dari PDAM Tirta Pakuan. Sebagai contoh, dari data yang ada, diketahui bahwa pada tahun 2007 biaya energi ATB adalah Rp. 38,8 Milyar sedangkan PDAM Tirta Pakuan hanya sebesar Rp. 1,85 Milyar, atau berselisih hampir 15 kali lipat.

  iaya B

  2007 0 iaya B

  ra n -20 ilya

  sion ra

  -120 -140 -160

  PDAM Tirta Pakuan

  PT. ATB

  Gambar IV.19. Biaya energi PDAM Tirta Pakuan vs ATB

  (Sumber: PDAM Tirta Pakuan dan ATB)

  Terkait dengan tingginya rasio biaya energi ATB, diketahui bahwa biaya listrik telah mengambil porsi yang sangat besar dalam biaya langsung usaha yang mencapai 43,55. Secara umum kondisi alam telah membantu PDAM Tirta Pakuan sehingga bisa menekan biaya energinya. Dari data yang diperoleh diketahui bahwa kemiringan Kota Bogor berkisar antara 0–15 dan sebagian kecil daerahnya mempunyai kemiringan antara 15–30. Kondisi topografi yang berbukit seperti itu tentu sangat mendukung bagi PDAM Tirta Pakuan untuk memanfaatkan gravitasi secara maksimal pada sistem distribusinya. Kondisi tersebut jelas berbeda dengan ATB yang memerlukan pemompaan (dominan) untuk sistem distribusinya.

  IV.3.4. Rasio kemampuan membayar hutang yang jatuh tempo Seperti terlihat pada Gambar IV.20, ATB terlihat selalu mampu membayar hutang perusahaan yang jatuh tempo karena rasio antara laba yang dihasilkan perusahaan terhadap kewajiban-kewajiban angsuran pinjaman (pokok dan bunga) yang jatuh tempo lebih besar dari 1 (satu). Adapun untuk PDAM Tirta Pakuan, pada indikator yang sama, terlihat tidak bisa mencapai rasio lebih dari 1 (satu) pada tahun-tahun sebelum 2005. Pada 3 (tiga) tahun terakhir, rasio kemampuan bayar hutang jatuh tempo kedua perusahaan memiliki kecenderungan yang sama, tapi itu tidak bisa diartikan kedua perusahaan memiliki jumlah pendapatan dan kewajiban-kewajiban pinjaman (pokok dan angsuran) yang sama.

  PDAM Tirta Pakuan

  PT. ATB

  Gambar IV.20. Rasio kemampuan membayar hutang yang jatuh tempo

  PDAM Tirta Pakuan vs ATB

  Kondisi yang mirip dengan indikator sebelumnya bahwa laba dan kewajiban kedua perusahaan memang tidak bisa dibandingkan secara langsung. Oleh karena itu poin pentingnya terletak pada performa baik keuangan kedua perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban pinjamannya. Dari data yang diperoleh bisa disampaikan bahwa akan terlihat kontras membandingkan secara nominal laba usaha kedua perusahaan, karena selain dipengaruhi oleh biaya-biaya operasi yang memang karakteristiknya berbeda (pos anggaran ATB lebih beragam), skala bisnis kedua perusahaan juga tidak sebanding. Seperti yang telah diulas pada Bab II, berdasarkan data tahun 2007, PDAM Tirta Pakuan mengelola 74.988 sambungan pelanggan dengan perbandingan

  95 pelanggan domestik dan hanya 5 pelanggan industri. Jumlah tersebut tentu tidak sebanding dengan ATB yang pada tahun 2008 telah mengelola 136.065 sambungan pelanggan dengan komposisi pelanggan domestik 88 dan 12 untuk industri yang tentunya memberi kontribusi yang signifikan bagi pendapatan ATB. Dalam hal ini karakteristik pelanggan industri di kedua kota sangat khas, karena seperti diketahui Kota Batam adalah kawasan yang secara khusus dikembangkan untuk industri, mulai dari industri ringan hingga berat. ATB juga melayani lebih banyak pelanggan khusus seperti pelabuhan- pelabuhan laut dan udara yang banyak terdapat di Kota Batam dibanding di Kota Bogor. Oleh karena itu, seperti terlihat pada Gambar IV.21, sangat wajar jika terdapat selisih yang sangat besar antara jumlah laba yang dimiliki ATB dibandingkan dengan PDAM Tirta Pakuan.

  ilya M -10

  PDAM Tirta Pakuan

  Gambar IV.21. Laba dan Angsuran pokok dan bunga jatuh tempo

  PDAM Tirta Pakuan vs ATB

  (Sumber: PDAM Tirta Pakuan dan ATB)

  IV.3.5. Rasio pengembalian hutang jangka pendek Rasio pengembalian hutang jangka pendek mencerminkan tingkat kemampuan perusahaan untuk melakukan pengembalian hutang jangka pendek, dengan cara membandingkan nilai aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Terkecuali tahun 2007, pada empat tahun sebelumnya, PDAM Tirta Pakuan tidak memiliki indikator yang menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kemampuan untuk membayar kewajiban-kewajiban hutang jangka pendek. Itu tercermin dari perbandingan antara aktiva lancar yang dimiliki perusahaan terhadap kewajiban lancar yang kurang dari 1 (satu). Kondisi berbeda ditunjukkan ATB karena rasio aktiva lancar terhadap kewajiban lancarnya selalu menunjukkan lebih dari 1 (satu). Selengkapnya mengenai perbandingan rasio pengembalian hutang jangka pendek yang dimiliki PDAM Tirta Pakuan dan ATB bisa dilihat pada Gambar IV.22.

  k 2.00 aya b de

  an en 1.50 p

  PDAM Tirta Pakuan

  PT. ATB

  Gambar IV.22. Rasio kemampuan membayar hutang jangka pendek

  PDAM Tirta Pakuan vs ATB

  Terlihat bahwa pada tahun-tahun setelah tahun 2005, rasio kemampuan bayar hutang jatuh tempo kedua perusahaan mempunyai kecenderungan yang sama, yaitu semakin meningkat. Tapi hal itu tidak bisa diartikan bahwa secara nominal, kedua perusahaan memiliki jumlah pendapatan dan kewajiban- kewajiban pinjaman yang sama. Sebagai contoh, dari data yang ada diketahui bahwa pada tahun 2007, perbandingan nominal hutang jatuh tempo PDAM Tirta Pakuan dan ATB adalah 1:4,2. Selengkapnya mengenai perbandingan aktiva lancar dan kewajiban lancar kedua perusahaan bisa dilihat pada Gambar IV.23 di halaman berikut.

  ktiva 20 A

  la nca piah 0 r

  ilya M -10

  PDAM Tirta Pakuan

  PT. ATB

  Gambar IV.23. Aktiva lancar dan kewajiban lancar PDAM Tirta Pakuan vs ATB

  (Sumber: PDAM Tirta Pakuan dan ATB)

  IV.3.6. Tingkat pengembalian aktiva tetap bersih Tingkat pengembalian aktiva tetap bersih mengukur tingkat kemampuan laba operasional perusahaan dapat mengembalikan nilai aktiva tetap. Secara umum tingkat pengembalian ativa tetap bersih ATB terlihat masih lebih tinggi dari PDAM Tirta Pakuan, namun seperti terlihat pada Gambar IV.24, angka rasio antara laba operasional terhadap nilai aktiva tetap kedua perusahaan sama- sama tidak pernah melampaui angka 1 (satu).

  rs ih be p 0.70

  PDAM Tirta Pakuan

  PT. ATB

  Gambar IV.24. Tingkat pengembalian aktiva tetap bersih PDAM Tirta Pakuan vs ATB

  Pada dasarnya nilai aktiva tetap ATB memang lebih besar dari dari PDAM Tirta Pakuan, dan seperti telah dijelaskan pada indikator-indikator kinerja sebelumnya, jumlah laba operasional ATB juga jauh lebih besar. Lebih besarnya nilai aktiva tetap ATB ini terkait erat dengan aset infrastruktur yang dimiliki hingga saat ini yang bisa dilihat dari jumlah kapasitas produksinya. Adapun laba operasional yang dihasilkan kedua perusahaan tentunya sangat dipengaruhi oleh tarif dan permintaan penggunaan air dari pelanggan yang merupakan basis pendapatan utama. Untuk lengkapnya, Gambar IV.25 memperlihatkan perbandingan laba operasional dan nilai aktiva tetap PDAM Tirta Pakuan dan ATB.

  pe sion ra

  n Ru 0 ra A ktiva ilya -20

  -100 -120 -140

  PDAM Tirta Pakuan

  PT. ATB

  Gambar IV.25. Laba operasional dan nilai aktiva tetap PDAM Tirta Pakuan vs ATB

  (Sumber: PDAM Tirta Pakuan dan ATB)

  IV.3.7. 3 Biaya operasional per M air terjual Biaya operasional per M 3 air terjual PDAM Tirta Pakuan pada tahun 2007 Rp.

  1.314, lebih rendah dari ATB yang mencapai Rp. 1.672. Itu berarti PDAM Tirta Pakuan memerlukan biaya yang lebih sedikit untuk men-deliveri setiap kubik airnya. Namun hal ini perlu dicermati karena banyak komponen biaya yang membentuk harga tersebut, misalnya biaya pegawai dan energi yang secara nominal ATB lebih besar dari PDAM Tirta Pakuan. Dari segi kecenderungan,

  biaya operasional per M 3 air terjual PDAM Tirta Pakuan dalam kurun waktu 2003 – 2007 terus mengalami peningkatan, sedangkan ATB terlihat stagnan

  dengan harga maksimal Rp. 1.717 pada tahun 2004 (lihat Gambar IV.26).

  PDAM Tirta Pakuan

  PT. ATB

  Gambar IV.26. Biaya operasional per M3 air terjual PDAM Tirta Pakuan vs ATB

  iaya B

  M ilya

  an (30) ta

  PDAM Tirta Pakuan

  PT. ATB

  Gambar IV.27. Biaya langsung usaha dan air tercatat dalam rekening

  PDAM Tirta Pakuan vs ATB

  (Sumber: PDAM Tirta Pakuan dan ATB)

  Terlihat pada Gambar IV.27 di atas, pertumbuhan biaya langsung usaha ATB memiliki kemiripan dengan pertumbuhan air yang tercatat dalam rekening. Hal itu yang membuat biaya operasional per M 3 air yang terjual yang dimiliki ATB

  cenderung tetap dalam 5 (lima) tahun terakhir. Berbeda dengan PDAM Tirta Pakuan, air tercatat dalam rekeing cenderung tetap, peningkatan justru terjadi hanya pada biaya langsung usaha. Jika pada tahun 2003 masih Rp. 14,3 Milyar, maka pada tahun 2007 telah menjadi Rp. 32,4 Milyar, atau meningkat lebih dari 2 (dua) kali lipat.

  IV.3.8. Rata-rata harga air per M3 Secara umum rata-rata harga air per M 3 ATB lebih tinggi dibanding PDAM

  Tirta Pakuan. Tren yang yang terjadi sama dengan indikator kinerja biaya operasional per M 3 air terjual yang telah dibahas pada halaman-halaman

  sebelumnya. Pada tahun 2007, harga air rata-rata per M 3 ATB adalah Rp. 4.431, sedangkan PDAM Tirta Pakuan Rp. 2.767. Namun seperti terlihat pada

  Gambar IV.28, PDAM Tirta Pakuan menunjukkan kenaikan yang berarti dalam

  5 (lima) tahun terakhir, sedangkan ATB terlihat stabil. Kenaikan pada PDAM Tirta Pakuan telah dijelaskan sebelumnya, terjadi karena dalam lima tahun terakhir telah terjadi tiga kali kenaikan tarif.

  PDAM Tirta Pakuan

  PT. ATB

  Gambar IV.28. Rata-rata harga air per M3 PDAM Tirta Pakuan vs ATB

  IV.3.9. Pemulihan biaya Rasio pendapatan operasi terhadap biaya operasi (termasuk biaya-biaya bunga pinjaman dan biaya penyusutan) yang dihasilkan PDAM Tirta Pakuan dan ATB selalu berada di atas angka 1 (satu). Hal itu menunjukkan bahwa pendapatan yang dihasilkan kedua perusahaan mampu memulihkan biaya- biaya operasi perusahaan yang telah dibelanjakan, termasuk didalamnya adalah kewajiban-kewajiban pinjaman dan penyusutan. Seperti terlihat pada Gambar IV.29, indikator pemulihan biaya PDAM Tirta Pakuan menunjukkan kecenderungan meningkat dalam lima tahun terakhir tapi tidak dalam kisaran yang signifikan, sedangkan ATB memiliki kecenderungan menurun dalam kisaran yang relatif sempit.

  an ulih

  PDAM Tirta Pakuan

  PT. ATB

  Gambar IV.29. Pemulihan biaya PDAM Tirta Pakuan vs ATB

  Jika ditelusuri lebih jauh, bisa jadi peningkatan kemampuan pemulihan biaya PDAM Tirta Pakuan merupakan pengaruh langsung dari penyesuaian tarif yang telah terjadi sebanyak 3 (tiga) kali dalam 5 (lima) tahun terakhir. Hal itu tentu berkontribusi secara signifikan pada pendapatan perusahaan karena tarif merupakan komponen kunci dalam suatu investasi. Sebaliknya, tidak seperti PDAM Tirta Pakuan, penyesuaian tarif telah menjadi sebuah persoalan yang sangat serius bagi ATB. Jika PDAM Tirta Pakuan relatif lebih mudah mendapatkan persetujuan kenaikan tarifnya, ATB baru mendapat persetujuan pada tahun 2007 dengan kenaikan sebesar 20 setelah yang terakhir pada 2002 (berlaku tahun 2003). Itu berarti bahwa ATB tidak mengalami penyesuaian tarif hingga 5 tahun lamanya. Gambar IV.30 memperlihatkan perbandingan kenaikan tarif PDAM Tirta Pakuan dan ATB.

  Kota Bogor

  Kota Batam

  Gambar IV.30. Penyesuaian Tarif PDAM Tirta Pakuan vs ATB

  Kotak 5. Penyesuaian Tarif PDAM Tirta Pakuan dan ATB

  Dalam 5 (lima) tahun terakhir, PDAM Tirta Pakuan telah melakukan 3 (tiga) kali penyesuaian tarif, yaitu 70 pada tahun 2004, dan 25 pada tahun 2006 dan 2007. Kemudahan tersebut bisa terjadi karena Kota Bogor memiliki Peraturan Daerah (Perda) yang dalam pengaturannya memungkinan PDAM Tirta Pakuan menyesuaikan tarifnya secara berkala setiap tahun. Dengan payung hukum tersebut, PDAM Tirta Pakuan memiliki dasar hukum yang kuat ketika ingin mengusulkan kenaikan tarif. Selain itu, pihak DPRD setempat juga telah memberi semacam komitmen bahwa proses-proses pengusulan dan persetujuan kenaikan tarif PDAM Tirta Pakuan tidak memerlukan keterlibatan DPRD secara khusus.

  ATB menghadapi situasi yang lebih kompleks dan rumit. Pada satu sisi, ATB adalah pihak yang menerima konsesi dari Otorita Batam yang juga berfungsi ganda selaku regulator. Sedangkan pada sisi yang lain, di Kota Batam juga terdapat otoritas Pemerintahan dan politik di tingkat lokal, yakni Pemerintah Kota (Pemko) Batam dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam. Secara normatif, berdasarkan perjanjian konsesi, kebijakan penyesuaian tarif memang berada di tangan Otorita Batam. Namun untuk mengakomodir sisi peraturan yang ada di daerah, maka setiap usulan kenaikan tarif ATB perlu dikonsultasikan juga kepada pihak Pemko dan DPRD, tetapi penetapannya tetap berada pada Otorita Batam. Hal itu membuat persetujuan tarif ATB berkembang menjadi sesuatu yang bersifat tidak pasti. Pada kasus penyesuaian tarif yang terakhir, misalnya, permohonan kenaikan tarifnya sendiri sebenarnya telah diajukan jauh sebelumnya pada tahun 2005, namun baru mendapat persetujuan pada bulan Desember 2007.

  Ket: dari berbagai sumber

  IV.3.10. Jangka waktu penagihan

  Pada tahun 2007, PDAM Tirta Pakuan memerlukan 46 hari untuk menagih piutang airnya, atau lebih cepat 14 hari dibandingkan dengan ATB. Namun pencapaian 2007 tersebut terlihat menurun karena di dua tahun sebelumnya bisa mencapai 35 hari dan 29 hari. Adapun ATB cenderung menjadi “semakin

  lama” dalam lima tahun terakhir 16 .

  16 Hal ini telah diklarifikasi oleh pihak manajemen ATB dalam Focus Group Discussion di Kota Batam,

  12 Februari 2009. Pihak manajemen ATB menyatakan bahwa dengan tagihan sebesar kurang lebih 4, rata-rata pelanggan membayar Rp 40.000bulan, dengan asumsi UMK (Upah Minimum Kota) di

  Batam sekitar Rp 1 Juta. Perilaku para pengguna menunjukkan bahwa mereka sebenarnya bisa membayar sebulan sekali. Namun para pelanggan rupanya memiliki pertimbangan lain, karena para pelanggan umumnya perlu mengeluarkan biaya ekstra sekitar 25 dari total tagihan untuk biaya transportasi ke lokasi pembayaran. Dalam konteks ini, para pelanggan lebih memilih untuk melakukan pembayaran tagihan dua bulan sekali untuk menghemat biaya transportasi. Selain itu, mekanisme pembayaran denda di ATB juga tidak terlalu besar dan umumnya pelanggan belum mengalami pemutusan setelah dua bulan tidak membayar rekening.

  PDAM Tirta Pakuan

  PT. ATB

  Gambar IV.31. Jangka waktu penagihan PDAM Tirta Pakuan vs ATB

  Dengan panduan yang sama pada spider diagram sebelumnya (aspek teknis dan pelayanan pelanggan), Gambar IV.32 menampilkan perbandingan kinerja aspek keuangan PDAM Tirta Pakuan dan ATB. Data yang digunakan adalah tahun 2007, untuk indikator rasio biaya operasi, rasio kemampuan membayar hutang yang jatuh tempo, rasio pengembalian hutang jangka pendek, pemulihan biaya, tingkat pengembalian aktiva tetap bersih – angka kinerja yang lebih besar mendapat skor 4 (skala 1 – 5). Untuk indikator biaya

  operasional per M 3 air terjual, rasio biaya pegawai, rasio biaya energi, rata- rata harga air per M 3 , jangka waktu penagihan – angka kinerja yang lebih kecil

  mendapat skor 4 (skala 1 – 5).

  Rasio Biaya Operasi.

  5.00 PDAM

  ATB

  Jangka waktu penagihan

  Rasio kemampuan

  4.00 membayar hutang yg jatuh tempo

  Rata-rata harga air per M3

  Rasio pengembalian

  2.00 hutang jangka pendek

  Rasio biaya energi