dalah kerawanan penerimaan ekspor. Perolehan devisa mudah goyah , rentan terhadap perubahan – perubahan yang terjadi pada tambatan ketergantungan itu. Gejolak yang timbul
bekenaan dengan komoditas yang menjadi gantungan ekspor misalnya kelangkaan bahan baku, kemerosotan harga, atau keusangan manfaatnya akan dengan mudah mengurangi
penerimaan ekspor secara signifikan. Di lain pihak , gejolak nasional yang muncul di negara yang menjadi konsentrasi tujuan ekspor misalnya resensi, sentimen rasial- primordial
terhadap produk asing,atau bahkan pegulatan politik dapat menukikkan penerimaan ekspor dangan tajam.
Risiko jangka berikutnya adalah defisit neraca perdagangan. Jika neraca jasa dan neraca modal tidak cukup mampu mengimbangi,maka ancaman selanjutnya niscaya tekanan
terhadap neraca pembayaran. Sementara itu, akibat ekspor tersendat , hasil-hasil produksi tidak optimal terpasarkan ,percaturan ekonomi di dalam negeri mungkin mulai porak
peranda. Apabila beban neraca pembayaran semakin tak tertahankan maka pada gilirannya , dalam upaya menggalakkan kembali ekspor sekaligus meredam ekspor ,sangat boleh jadi
pemerintah terpaksa mempertaruhkan kredibilitasnya dengan menempuh kebijaksanaan devaluasi. Ketergantungan ekspor , oleh karenannya terlalu mahal untuk dibiarkan Apabila
jika ketergantungan komoditas dan ketergantungan pasar tujuan itu menyatu tau tumpang- tindih, kerentanan penerimaan ekspor niscaya semakin parah. Harus diupayakan
pengenekaragaman komoditas maupun negara tujuan ekspor.
2.2.3 Kebijakan Ekspor
Pada masa yang lalu , titik berat kebijakan perdagangan luar negeri diarahkan pada usaha- usaha membatasi impor, pengaturan impor , dan pengontrolan valuta asing, disamping
tentu saja berusaha keras untuk dapat mengembangkan ekspor. Sedangkan sekarang ini setiap negara sadar bahwa hal ini sulit dilaksanakan. Prinsip kebijakan perdagangan luar negeri
yaitu berusaha mengimpor sekecil-kecilnya dan mengekspor sebanyak –banyaknya ternyata
justru berakibat menghambat dan mempersempit hubungan perdagangan internasional. Apabila semua negara berprinsip demikian, berarti tiap negara akan mengurangi impornya.
Olah sebab itu,sebagian besar negara berprinsip mengembangkan kedua-duanya. Ekspor dikembangkan dan impor juga dikembangkan. Akan tetapi, diusahakan agar perkembangan
ekspor lebih cepat dibandingkan impornya.
2.2.4 Kesulitan-kesulitan di bidang Ekspor
Kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh masing-masing negara tidak lah sama,tetapi secara teoritis, yakni dengan disederhanakan , kita dapat menarik garis-garis pokok dari
kesulitan –kesulitan tersebut. Kesulitan-kesulitan yang bersifat umum, yakni :
1. Kesulitan yang berkaitan dengan bahan – bahan mentah lokal,baik harganya yang
mungkin sudah cukup tinggi, kualitas barangnya yang kurang baik,atau bahkan bagi bahan-bahan yang laku di luar negeri justru tidak mencukupi jumlahnya yang
akhirnya sulit untuk dikembangkan. 2.
Tingkat ongkos angkut yang tinggi. 3.
Persaingan yang tajam antara negara-negara dalam daerahnya. Tentu saja juga persaingan natara negara –negra lain yang mengekspor hasil produksi yang sama.
4. Harga – harga barang yang diekspor kadang-kadang sudah cukup tinggi,hingga sulit
bersaing di pasar dunia. 5.
Prosedur peraturan yang berbelit-belit. Selain kesulitan-kesulitan yang bersifat umum, ada juga kesulitan yang dialami oleh
para pengusaha-pengusaha ekspor,yang antara lain adalah : 1.
Keadaan harga barang – barang ekspor yang kerap kali mengalami goncangan hingga akan membawa akibat yang luas , baik bagi anggaran belanja negara , neraca
pembayaran dan bahkan kesempatan kerja bagi prosedun yang menghasilkan barang- barang ekspor.
2. Kesulitan memperbesar spread effect dalam arti perluasan pengaruh-pengaruh pada
sektor –sektor yang lain.
2.2.5 Alat-alat pelaksana kebijakan Ekspor