PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

rendah Indonesia berkisar antara 23 derajat Celsius sampai 28 derajat Celsius sepanjang tahun. Namun suhu juga sangat bevariasi; dari rata-rata mendekati 40 derajat Celsius pada musim kemarau di lembah Palu - Sulawesi dan di pulau Timor sampai di bawah 0 derajat Celsius di Pegunungan Jayawijaya - Irian. Terdapat salju abadi di puncak-puncak pegunungan di Irian: Puncak Trikora Mt. Wilhelmina - 4730 m dan Puncak Jaya Mt. Carstenz, 5030 m. Ada 2 musim di Indonesia yaitu musim hujan dan musim kemarau, pada beberapa tempat dikenal musim pancaroba, yaitu musim diantara perubahan kedua musim tersebut. Curah hujan di Indonesia rata-rata 1.600 milimeter setahun, namun juga sangat bervariasi; dari lebih dari 7000 milimeter setahun sampai sekitar 500 milimeter setahun di daerah Palu dan Timor. Daerah yang curah hujannya rata-rata tinggi sepanjang tahun adalah Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, sebagian Jawa barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Maluku Utara dan delta Mamberamo di Irian. Setiap 3 sampai 5 tahun sekali sering terjadi El-Nino yaitu gejala penyimpangan cuaca yang menyebabkan musim kering yang panjang dan musim hujan yang singkat. Setelah El Nino biasanya diikuti oleh La Nina yang berakibat musim hujan yang lebat dan lebih panjang dari biasanya. Kekuatan El Nino berbeda-beda tergantung dari berbagai macam faktor, antara lain indeks Osilasi selatan atau Southern Oscillation.

4.2 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA

Krisis nilai tukar telah menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Nilai tukar rupiah yang merosot tajam sejak bulan Juli 1997 menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam triwulan ketiga dan triwulan keempat menurun menjadi 2,45 persen dan 1,37 persen. Pada triwulan pertama dan triwulan kedua tahun 1997 tercatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8,46 persen dan 6,77 persen. Pada triwulan I tahun 1998 tercatat pertumbuhan negatif sebesar -6,21 persen. Merosotnya pertumbuhan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari masalah kondisi usaha sektor swasta yang makin melambat kinerjanya. Kelambatan ini terjadi antara lain karena sulitnya memperoleh bahan baku impor yang terkait dengan tidak diterimanya LC Indonesia dan beban pembayaran hutang luar negeri yang semakin membengkak sejalan dengan melemahnya rupiah serta semakin tingginya tingkat bunga bank. Kerusuhan yang melanda beberapa kota dalam bulan Mei 1998 diperkirakan akan semakin melambatkan kinerja swasta yang pada giliran selanjutnya menurunkan lebih lanjut pertumbuhan ekonomi, khususnya pada triwulan kedua tahun 1998. Sementara itu perkembangan ekspor pada bulan Maret 1998 menunjukkan pertumbuhan ekspor nonmigas yang menggembirakan yaitu sekitar 16 persen. Laju pertumbuhan ini dicapai berkat harga komoditi ekspor yang makin kompetitif dengan merosotnya nilai rupiah. Peningkatan ini turut menyebabkan surplus perdagangan melonjak menjadi 1,97 miliar dollar AS dibandingkan dengan 206,1 juta dollar AS pada bulan Maret tahun 1997. Impor yang menurun tajam merupakan faktor lain terciptanya surplus tersebut. Impor pada bulan Maret 1998 turun sebesar 38 persen sejalan dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi. Hingga pada tahun 2008, perekonomian indonesia secara umum mencatat perkembangan yang cukup baik ditengah terjadinya gejolak eksternal. Pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan tumbuh mencapai 6,1 pada tahun 2008 atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 6,3 . Dilihat dari sumbernya, pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut terutama didukung oleh konsumsi swasta dan ekspor. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama tahun 2008 didukung oleh tingginya daya beli masyarakat dan tingkat keyakinan pendapatan akibat melonjaknya harga kelas menengah ke atas dan implementasi kebijakan jaring pengaman pemerintah berupa penyaluran Bantuan langsung Tunai BLT untuk menkomplemensasi dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak BBM pada pertengahan tahun. Di sisi eksternal, meski terjadi perlambatan pertumbuhan ekonommi global, secara keseluruhan ekspor Indonesia masih dapat tumbuh 9,5 atau lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tingginya pertumbuhan ekspor terutama ditopang oleh tingginya harga minyak dunia pada semester pertama tahun 2008 yang diikuti oleh kenaikan harga komoditas ekspor terutama pertanian dan pertambangan. Selain itu, perlambatan pertumbuhan di negara mitra dagang seperti Amerika Serikat AS dan eropa masih mampu diredam oleh tingginya permintaan ekspor dari china dan India. Sejalan dengan hal tersebut, pertumbuhan ekspor nonmigas masih ditopang oleh ekspor komoditas primer berupa produk pertanian seperti minyak kelapa sawit dan produk pertambangan seperti batubara. Ekspor tumbuh sebesar 10,03 yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan bahan baku dan barang modal untuk memenuhi permintaan impor serta konsumsi didalam negeri terutama pada triwulan awal 2008.

4.3 KONDISI EKSPOR INDONESIA