Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009
Sulinggih. Sang Sulinggih sang muput akan memohon kepada Dewa Siwa agar turun memasuki badannya Siwiarcana untuk melakukan “pralina”. Mungkin karena
api praline dipandang lebih mutlakpenting, dibeberapa daerah pegunungan di Bali ada pelaksanaan upacara Ngaben yang tanpa harus membakar mayat dengan api,
melainkan cukup dengan menguburkannya. Upacara Ngaben jenis ini disebut “bila tanem atau mratiwi”. Jadi ternyata ada juga upacara Ngaben tanpa mengunakan api
sekala. Tetapi api niskalaapi praline tetap digunakan dengan Weda Sulinggih dan sarana tirtha praline serta tirtha pangentas.
Lepas dari persoalan api mana yang lebih penting. Khusus tentang kehadiran api sekala adalah berfungsi sebagai sarana yang akan mempercepat proses peleburan
sthula sarira badan kasar yang berasal dari Panca Mahabutha untuk menyatu kembali ke Panca Mahabhuta Agung yaitu alam semesta ini. Proses percepatan
pengembalian unsure-unsur Panca Mahabhuta ini tentunya akan mempercepat pula proses penyucian sang atma untuk bisa sampai di alam Swahloka Dewa Pitara
sehingga layak dilinggihkan di sanggahmerajan untuk disembah. Tentunya setelah melalui upacara mamukur yang merupakan kelanjutan dari Ngaben.
4.3 Proses Upacara Ngaben
Pelaksanaan ajaran Hindu di Bali bersifat fleksibel, artinya disesuaikan dengan tradisi, kondisi dan kemampuan yang ada tetapi tetap memperhatikan
ketentuan baku dalam sarana dan aturan yg telah ditetapkan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia PHDI. Flexibilty terhadap tradisi disebut dengan dresta. Hal ini
Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009
paling sering dijumpai dalam pelaksanaan Ngaben. Setiap umat Hindu yg meninggal wajib untuk di-aben kecuali yg meninggal karena ulahpati meninggal karena
kecelakaan, bunuh diri atau dibunuh serta orang yg tidak waras mental illness tidak boleh langsung dibakar melainkan harus dikubur dulu. Dalam aturan adat dikatakan
bahwa cara meninggalnya ini tidak sesuai dengan kewajaran, walaupun secara logika kita tahu bahwa cara Tuhan memanggil umatnya dengan berbagai cara. Setelah
dikubur dalam jangka waktu tertentu sesuai hukum adat desa setempat, baru bisa digali untuk diambil tulangnya dan kemudian di adakan upacara Pengabenan
untuknya. Hari baik biasanya diberikan oleh para pendeta setelah melalui konsultasi dan
kalender yang ada yaitu kalender Bali. Persiapan biasanya diambil jauh-jauh sebelum hari baik ditetapkan. Pada saat inilah keluarga mempersiapkan “bade dan lembu”
terbuat dari bambu, kayu, kertas yang beraneka warna-warni sesuai dengan golongan atau kedudukan sosial ekonomi keluarga bersangkutan.
Prosesi upacara Ngaben berlangsung selama beberapa hari dan membutuhkan biaya hingga puluhan juta. Mahalnya biaya upacara ini membuat orang Bali tidak
dapat secara langsung menyelenggarakan Ngaben begitu kerabatnya meninggal. Umumnya mereka menunggu beberapa saat, kadang hingga bertahun-tahun, untuk
mengumpulkan biaya. Upacara ini pun sering diselenggarakan secara massal untuk meringankan biaya.
Persiapan Ngaben dimulai dengan pengangkatan kerangka jenasah dan pencarian air suci sejak tiga hari sebelumnya. Sementara itu, piranti upacara berupa
Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009
tiruan binatang lembu dan wadah menyerupai menara berhias kain dan janur mulai dipersiapkan oleh anggota keluarga dan seluruh warga banjar. Konon, tinggi
rendahnya menara menunjukkan status social keluarga penyelenggara Ngaben. Dahulu para bangsawan Bali biasanya membuat menara hingga setinggi 20 meter,
bahkan lebih. Pagi hari sebelum upacara Ngaben dimulai, segenap keluarga dan handai
taulan datang untuk melakukan penghormatan terakhir dan biasanya disajikan sekedar makan dan minum. Sesaat sebelum upacara Ngaben, menara dan lembu yang sudah
dihias atau yang disebut dengan bade disiapkan di pinggir jalan untuk diupacarai sebelum diarak ke setra, tempat dilangsungkannya Ngaben. Kemudian, dimulailah
keriuhan dan kemeriahan arak-arakan menara menuju setra. Bade diarak dan berputar-putar di setiap persimpangan dengan maksud agar roh orang yang meningal
itu menjadi bingung dan tidak dapat kembali ke keluarga yang bisa menyebabkan gangguan. Dan di setiap persimpangan jalan yang dilalui, wadah dan arak-arakan ini
diputar ke empat penjuru mata angin sebanyak tiga kali untuk mengusir roh jahat yang dapat mengganggu jalannya upacara. Alunan musik gong mengiringi puluhan
orang yang mengusung menara yang berisi jenasahkerangka. Di atas menara itu pula seorang anakcucu lelaki tertua berdiri membawa seekor burung sebagai simbol
penghantar arwah menuju ke tempat tertinggi. www.e-kuta.com, 2009 Sesampainya di tempat upacara, jasad ditaruh di punggung lembu, pendeta
mengujar doa-doa, kemudian menyalakan api perdana pada jasad. Prosesi pembakaran dan upacara di setra ini berlangsung kurang lebih 2 jam. Setelah
Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009
semuanya menjadi abu, upacara berikutnya abu dari tulang jenazah yang telah dikumpulkan selanjutnya dilarung ke laut atau ke sungai terdekat, dikembalikan ke
air dan angin. Ini merupakan rangkaian upacara akhir atas badan kasar orang yang meninggal, kemudian keluarga dapat dengan tenang hati menghormati arwah tersebut
di pura keluarga, dan mendoakan arwahnya agar menemukan tempat yang layak di sisi Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dan menurut keyakinan, arwah tersebut akan
kembali lagi ke dunia pada masa yang akan datang reinkarnasi. Status kelahiran kembali roh orang yang meninggal dunia berhubungan erat
dengan karma dan perbuatan serta tingkah laku selama hidup sebelumnya. Secara umum, orang Bali merasakan bahwa roh yang lahir kembali ke dunia hanya bisa di
dalam lingkaran keluarga yang ada hubungan darah dengannya. Lingkaran hidup mati bagi orang Bali adalah karena hubungannya dengan leluhurnya. Blog ; komang, 14
april 2007
4.4 Upacara Mangkisan