Kewenangan Daerah dalam Melaksanakan Otonomi Daerah

Hamonangan P. Sidauruk : Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945” Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Puu-V2007, 2008. USU Repository © 2009 BAB III KEPALA DAERAH SEBAGAI PENYELENGGARA PEMERINTAHAN DAERAH

A. Kewenangan Daerah dalam Melaksanakan Otonomi Daerah

Pasal 1 angka 5 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan pengertian bahwa “Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Setiap negara di dunia mempunyai sistem yang berbeda dalam melaksanakan kewenangan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat dan yang merupakan kewenangan Pemerintah Daerah. Sistem ini dapat dibagi menjadi 5 lima bagian, 14 yaitu: 1. Sistem Residu Teori Sisa Dalam sistem ini, secara umum telah ditentukan lebih dahulu tugas-tugas yang menjadi wewenang Pemerintah Pusat, sedangkan sisanya menjadi urusan rumah tangga daerah. Sistem ini dianut oleh negara-negara di daratan Eropa seprti Perancis, Belgia, Belanda, dan sebagainya. Kebaikan sistem ini terletak pada saat timbulnya keperluan-keperluan baru, 14 Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1988, Hal. 16-21. 36 Hamonangan P. Sidauruk : Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945” Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Puu-V2007, 2008. USU Repository © 2009 pemerintah daerah dapat dengan cepat mengambil keputusan dan tindakan yang dianggap perlu, tanpa menunggu perintah dari pusat. Sebaliknya sistem dapat pula menimbulkan kesulitan mengingat kemampuan daerah yang satu dengan yang lainnya tidak sama dalam pelbagai lapangan atau bidang. Akibatnya, bidang atau tugas yang dirumuskan secara umum ini dapat menjadi terlalu sempit bagi daerah yang kapasitasnya besar atau sebaliknya terlalu luas bagi daerah yang kemampuannya terbatas. 2. Sistem Material Dalam sistem ini, tugas Pemerintah Daerah ditetapkan satu persatu secara limitatif atau terperinci. Di luar dari tugas yang telah ditentukan, merupakan urusan dari Pemerintah Pusat. Sistem ini lebih banyak dianut oleh Negara- negara Anglo Saxon, terutama Inggris dan Amerika Serikat. Cara ini begitu fleksibel, karena setiap perubahan tugas dan wewenang daerah baik yang bersifat pengurangan maupun penambahan, harus dilakukan melalui proedur yang lama dan berbelit-belit. Ini akan menghambat kemajuan bagi daerah yang mempunyai inisiatifprakarsa, karena mereka harus menunggu penyerahan yang nyata bagi setiap urusan. Kadang-kadang suatu urusan menjadi terbengkalai, tidak diurus oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 3. Sistem Formal Dalam sistem ini, urusan yang termasuk dalam urusan rumah tangga daerah tidak secara langsung dilihat dari sebelumnya apriori ditetapkan dalam atau dengan undang-undang. Daerah boleh mengatur dan mengurus segala sesuatu Hamonangan P. Sidauruk : Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945” Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Puu-V2007, 2008. USU Repository © 2009 yang dianggap penting bagi daerahnya, jika tidak mencakup urusan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang lebih tinggi tingkatannya. Jadi urusan rumah tangga daerah dibatasi oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya hierarchische taakafbakening. Kelemahan dari sistem ini adalah batasan kewenangan dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah tidak dapat ditentukan secara pasti, tetapi tergantung kepada keadaan, waktu, dan tempat. 4. Sistem Otonomi Riil Dalam sistem ini, penyerahan urusan atau tugas dan kewenangan kepada daerah didasarkan pada faktor yang nyata atau riil, sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang riil dari daerah maupun Pemerintah Pusat serta kehidupan masyarakat yang terjadi. Karena pemberian tugas dan kewajiban serta wewenang ini didasarkan pada keadaan yang riil di dalam masyarakat, maka kemungkinan yang akan ditimbulkan adalah tugas yangurusan yang selama ini menjadi wewenang Pemerintah Pusat menjadi dapat diserahkan kepada Pemerintah Daerah dengan melihat kemampuan dan keperluannya untuk diatur dan diurus sendiri. Sebaliknya, tugas yang menjadi wewenang daerah, pada suatu saat jika dianggap perlu dapat diserahkan kembali kepada Pemerintah Pusat. 5. Prinsip Otonomi yang Nyata, Dinamis, dan Bertanggung Jawab Prinsip ini merupakan variasi dari sistem otonomi riil. Dasar dari otonomi nyata dan bertanggung jawab adalah sebagai berikut: Hamonangan P. Sidauruk : Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945” Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Puu-V2007, 2008. USU Repository © 2009 a. Otonomi daerah itu harus riil atau nyata, dengan pengertian pemberian otonomi kepada daerah harus didasarkan kepada pada faktor-faktor, perhitungan-perhitungan dan tindakan-tindakan atau kebijaksanaan- kebijaksanaan yang-benar dapat menjamin daerah tersebut secara nyata mampu mengurus rumah tangganya sendiri; b. Otonomi daerah itu merupakan otonomi yang bertanggungjawab, dalam arti bahwa dalam pemberian otonomi itu harus benar-benar sejalan dengan tujuannya; c. Otonomi daerah merupakan kewajiban dari hak; d. Pemberianotonomi kepada daerah mengutamakan aspek keserasian; e. Asas dekonsentrasi sama pentingnya dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dan adanya pelaksanaan asas tugas pembantuan; f. Pelaksanaan otonomi daerah harus dapat menunjang demokrasi. Adapun yang menjadi Manfaat otonomi daerah menurut Drs.Josef.Riwu Kaho 15 yaitu: 1. Mengurangi bertumpuknya pekerjaan di Pusat Pemerintahan; 2. Dalam menghadapi masalah yang amat mendesak yang membutuhkan tindakan yang cepat, daerah tidak perlu menunggu instruksi lagi dari Pemerintah Pusat; 15 Ibid, Hal 14-15. Hamonangan P. Sidauruk : Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945” Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Puu-V2007, 2008. USU Repository © 2009 3. Dapat mengurangi birokrasi dalam arti yang buruk karena setiap keputusan dapat segera dilaksanakan; 4. Dapat diadakan pembedaan differensiasi dan pengkhususan spesialisasi yang berguna bagi kepentingan tertentu. Khususnya desentralisasi teritorial, dapat lebih mudah menyesuaikan diri kepada kebutuhankeperluan dan keadaan khusus daerah; 5. Dengan adanya desentralisasi teritorial, Daerah Otonom dapat merupakan semacam laboratorium dalam hal-hal yang berhubungan dengan Pemerintahan, yang dapat bermanfaat bagi seluruh negara. Hal-hal yang ternyata baik, dapat diterapkan di seluruh wilayah negara, sedangkan yang kurang baik, dapat dibatasi pada suatu daerah tertentu saja dan oleh karena itu dapat lebih mudah untuk ditiadakan; 6. Mengurangi kesewenang-wenangan dari Pemerintah Pusat; 7. Dari segi Psikologis, desentralisasi dapat lebih memberikan kepuasan bagi daerah-daerah karena sifatnya yang lebih langsung. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pasal 18 ayat 1 UUD 1945, antara lain menyatakan bahwa pembagian Daerah Indonesia atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan Undang-undang. Pasal 18 ayat 5 UUD 1945 menitikberatkan pada urusan pemerintahan daerah menjalankan otonomi yang seluas-luasnya, kecuali Hamonangan P. Sidauruk : Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945” Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Puu-V2007, 2008. USU Repository © 2009 urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Pasal 10 ayat 2 UU No. 32 Tahun 2004 menetapkan, bahwa dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintah daerah menjalankan otonomi yang seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Pasal 10 ayat 3 UU No. 32 Tahun 2004, memberikan batasan kewenangan Pemerintah pusat dalam pelaksanaan otonomi daerah yang meliputi: 1. Politik luar negeri; 2. Pertahanan; 3. Keamanan; 4. Yustisi; 5. Moneter dan fiskal nasional; 6. Agama. Pasal 20 ayat 1 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menentukan bahwa penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada asas umum penyelenggaraan negara yang terdiri atas: 1. Asas kepastian hukum; 2. Asas tertib penyelenggara negara; 3. Asas kepentingan umum; 4. Asas keterbukaan; 5. Asas proporsionalitas; Hamonangan P. Sidauruk : Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945” Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Puu-V2007, 2008. USU Repository © 2009 6. Asas profesionalitas; 7. Asas akuntabilitas; 8. Asas efisiensi; 9. Asas efektivitas. Sesuai dengan Pasal 21 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menentukan bahwa dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah harus menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan dimana daerah termasuk daerah kabupaten dan kota mempunyai hak: 1. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya; 2. Memilih pimpinan daerah; 3. Mengelola aparatur daerah; 4. Mengelola kekayaan daerah; 5. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah; 6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah; 7. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; 8. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Menurut Pasal 22 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dalam menyelenggarakan otonomi, daerah termasuk daerah kabupaten dan kota mempunyai kewajiban: 1. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan, dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; Hamonangan P. Sidauruk : Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945” Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Puu-V2007, 2008. USU Repository © 2009 3. Mengembangkan kehidupan demokrasi; 4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan; 5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; 6. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan; 7. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak; 8. Mengembangkan sistem jaminan sosial; 9. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; 10. mengembangkan sumber daya produktif di daerah; 11. melestarikan lingkungan hidup; 12. mengelola administratif kependudukan 13. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; 14. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Penyerahan kewenangan urusan pemerintahan kepada Pemerintah Daerah harus sejalan dengan sumber dana, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang disentralisasikan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 UU No. 32 Tahun 2004. Apabila telah disesuaikan Kemampuan daerah otonom dalam melaksanakan otonomi yang seluas-luasnya maka sistem otonomi riil dan nyata dapat dilaksanakan.

B. Syarat-Syarat Pencalonan Kepala Daerah