Hamonangan P. Sidauruk : Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945” Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Puu-V2007,
2008. USU Repository © 2009
d. DPR memiliki kewenangan: 1. Mengusulkan pemberhentian Presiden dan atau Wakil Presiden kepada
MPR setelah ada putusan MK; 2. Memberikan persetujuan atas UU bersama Presiden;
3. Memberikan persetujuan atas pernyataan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain yang dilakukan oleh Presiden;
4. Persetujuan calon hakim agung atas usulan Komisi Yudisial, persetujuan pengangkatan calon anggota Komisi Yudisial, memberikan pertimbangan
kepada Presiden atas pengangkatan duta, menerima penempatan duta
negara lain, dan pemberian amnesti dan abolisi,
memlih calon anggota BPK,
dan mengusulkan tiga orang calon hakim konstitusi kepada Presiden. Fungsi utama dari DPR adalah dalam pembentukan undang-undang
sebagai sebuah produk hukum yang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Normanya harus mengatur tentang fakta dan tidak bersifat relatif; b. Perintah-perintahnya tidak merancukan substansi pokok;
c. Tidak bersifat alternatif; d. Mempunyai manfaat nyata;
e. Tidak menggoyahkan sendi-sendi dasar dan hakikat permasalahan yang diatur; f. Tidak menggoyahkan keadilan;
g. Dapat diukur kemungkinan diterapkannya.
3. Hubungan Mahkamah Konstitusi, Presiden, dan DPR
Hamonangan P. Sidauruk : Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945” Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Puu-V2007,
2008. USU Repository © 2009
Prinsip yang dianut dalam model pembagian kekuasaan division or disyribution of power sebelum amandemen UUD 1945 adalah prinsip kedaulatan
rakyat yang diwujudkan melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat yang merupakan penjelmaan seluruh rakyat, pelaku sepenuhnya kedaulatan rakyat, dan
yang diakui sebagai lembaga tertinggi negara dengan kekuasaan yang tidak terbatas. Dari MPR inilah, kekuasaan rakyat itu dibagi-bagikan secara vertikal ke
dalam lembaga-lembaga tinggi negara yang berada di bawahnya. Sebaliknya dalam UUD 1945 setelah diamandemen, kedaulatan rakyat
dibagikan secara horizontal dengan cara memisahkannya separation of power menjadi kekuasaan-kekuasaan yang diberikan sebagai fungsi lembaga-lembaga
negara yang sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain berdasarkan prinsip check and balance. Cabang kekuasaan legislatif tetap berada di tangan
MPR, tetapi Majelis ini terdiri dari dua lembaga perwakilan yang sederajat dengan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya yaitu DPR dan DPD. Cabang kekuasaan
eksekutif berada di tangan Presiden dan Wakil Presiden. Cabang kekuasaan yudikatif berada di tangan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Sesuai
dengan prinsip pemisahan kekuasaan, maka fungsi-fungsi legislatif, eksekutif, dan judikatif dikembangkan sebagai cabang-cabang kekuasaan yang terpisah satu
sama lain. Pergeseran atau perubahan sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang terjadi seiring dengan amandemen UUD 1945, antara lain pergeseran dari supremasi eksekutif ke supremasi legislatif, dari pembagian
kekuasaan division of power ke prinsip pemisahan kekuasaan separation of
Hamonangan P. Sidauruk : Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945” Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Puu-V2007,
2008. USU Repository © 2009
power dan check and balance, sehingga dari segi kelembagaan semua lembaga negara berkedudukan sederajat dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
13
Lembaga-lembaga yang memiliki tiga kekuasaan kenegaraan tersebut diletakkan pada pengaturan yang setara dan mempunyai hubungan saling
mengendalikan dalam rangka menjamin tegaknya hukum dan terwujudnya demokrasi. Kedudukan MPR sebagai lembaga yang sederajat dengan lembaga-
lembaga lain, menyebabkan terhapusnya kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang mempunyai kewenangan menguji berbagai produk politik,
atau dengan dengan tindakan-tindakan yang bersifat kebijakan politik. Hal inilah yang menjadi alasan konstitusional perlu ada institusi khusus untuk menguji
substansi hukum sebagai politik hukum recht politik atau political law. Oleh karena itu, maka dibutuhkan sebuah institusi baru yaitu Mahkamah Konstitusi.
Oleh karena pentingnya prinsip kesetaraan dan kemerdekaan lembaga- lembaga negara yang kewenangannya ditetapkan dalam UUD 1945, maka
mekanisme hubungan satu sama lainnya sangat perlu diatur menurut prinsip- prinsip hukum. Jika timbul sengketa dalam menjalankan kewenangan
konstitusionalnya masing-masing, diperlukan lembaga pemutus menurut UUD 1945. untuk itulah UUD 1945 menyediakan mekanisme peradilan khusus untuk
mengatasi berbagai kemungkinan timbulnya sengketa kewenangan konstitusional
13
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Hukum Tata Negara Jilid II, Sekretariat
Jenderal Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006, Hal. 24.
Hamonangan P. Sidauruk : Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945” Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Puu-V2007,
2008. USU Repository © 2009
antara lembaga-lembaga negara ini. Fungsi pemutus inilah yang diberikan kepada lembaga Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kewenangannya dalam
mengawal tegaknya konstitusi sebagai hukum tertinggi the highest law of the land.
Dalam ketentuan UU Mahkamah Konstitusi yaitu Pasal 80 sampai dengan Pasal 84 tentang pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden
danatau Wakil Presiden,yang ditegaskan dalam Pasal 82 yaitu dalam hal Presiden danatau Wakil Presiden mengundurkan diri pada saat proses pemeriksaan di
Mahkamah Konstitusi, proses pemeriksaan dihentikan dan permohonan dinyatakan gugur oleh Mahkamah Konstitusi. Kewenangan Mahkamah Konstitusi
tidak sampai kepada pelaksanaan putusan pemberhentian Presiden danatau Wakil presiden melainkan kewenangan Mahkamah Konstitusi hanya sampai pada
tahapan membenarkan dugaan tersebut atau sebaliknya tidak membenarkan dugaan tersebut.
UUD 1945 juga membuat fungsi DPR sebagai pembentuk undang-undang bersama-sama dengan Presiden, dan untuk hal-hal tertentu diperlukan peranan
dari Dewan Perwakilan Daerah DPD. Namun, apabila suatu undang-undang baik secara formil maupun materiil bertentangan dengan UUD 1945, maka
Mahkamah Konstitusi diberi kewenangan menyatakan tidak mengikat untuk umum. Dengan kata lain DPR sebagai pembuat undang-undang, sedangkan
Mahkamah Konstitusi dapat membatalkan undang-undang tersebut. Hal ini sesuai dengan perkataan Hans Kelsen, jika parlemen disebut sebagai positive legislator
Hamonangan P. Sidauruk : Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945” Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Puu-V2007,
2008. USU Repository © 2009
legislator positif, maka lembaga verfassungsgerichtshaft Mahkamah Konstitusi tidak ubahnya merupakan negative legislator.
Dalam hubungan antara Mahkamah Konstitusi, Presiden, dan DPR yang kewenangannya diatur oleh UUD 1945, dapat dikatakan bahwa posisi Mahkamah
Kostitusi berada ditengah-tengah. Karena itu, posisinya sangat sentral dan strategis. Itu sebabnya 9 sembilan orang hakim Mahkamah Konstitusi ditentukan
tidak oleh satu lembaga negara saja. 3 tiga hakim konstitusi dipilih oleh Presiden, 3 tiga hakim konstitusi dipilih oleh DPR, 3 tiga hakim dipilih oleh
Mahkamah Agung. Dengan demikian, dapat dijamin bahwa Mahkamah Konstitusi dapat benar-benar berada dalam posisi yang netral dan imparsial, tidak berpihak
pada salah satu lembaga negara. Jika timbul sengketa disputes antarlembaga negara mengenai pelaksanaan kewenangan konstitusional yang satu dengan yang
lainnya, maka Mahkamah Konstitusi bertindak sebagai pemutus yang bersifat final dan mengikat.
Hamonangan P. Sidauruk : Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945” Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Puu-V2007,
2008. USU Repository © 2009
BAB III KEPALA DAERAH SEBAGAI PENYELENGGARA PEMERINTAHAN
DAERAH
A. Kewenangan Daerah dalam Melaksanakan Otonomi Daerah