Ketentuan Beracara di Mahkamah Konstitusi

Hamonangan P. Sidauruk : Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945” Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Puu-V2007, 2008. USU Repository © 2009 BAB IV IMPLEMENTASI KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PUTUSAN PERKARA NOMOR 5 PUU-V 2007

A. Ketentuan Beracara di Mahkamah Konstitusi

Hukum acara yang terdapat di Mahkamah Konstitusi ada dua yaitu hukum acara umum dan hukum acara khusus.Dalam ketentuan beracara di Mahkamah Konstitusi terdapat beberapa hal penting yang mendasari pelaksanaan kewenangan Mahkamah Konstitusi tersebut yaitu: 1. Panitera dan Administrasi Panitera dan staf kepaniteraan mempunyai kedudukan yang penting untuk membantu hakim dan memberikan dukungan administratif dalam keseluruhan proses pendaftaran perkara, pemanggilan pihak-pihak, persidangan, dan sampai putusan diterbitkan dalam Berita Negara. Untuk administrasi perkara diurus dan dikelola oleh petugas dibawah koordinasi Panitera dan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi. Untuk biaya berperkara di Mahkamah Konstitusi dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN. 2. Permohonan Untuk mengajukan permohonan terdapat 3 tahapan yaitu: 55 Hamonangan P. Sidauruk : Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945” Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Puu-V2007, 2008. USU Repository © 2009 a. Pengajuan permohonan Menurut ketentuan Pasal 29 UU No. 24 Tahun 2003, permohonan perkara harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pemohon atau kuasa pemohon kepada Mahkamah Konstitusi. Permohonan tersebut harus ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya dalam 12 dua belas rangkap. Dalam Pasal 31 ayat 1 UU No. 24 Tahun 2003 harus memuat identitas pemohon, perihal atau pokok perkara yang menjadi dasar permohonan, dan hal-hal yang diminta diputus. Dalam Pasal 31 ayat 2 UU No. 24 Tahun 2003 dalam permohonan diajukan dengan disertai alat-alat bukti yang mendukung permohonan tersebut. b. Pendaftaran permohonan dan jadwal sidang Permohonan yang diajukan, harus lebih dahulu diperiksa oleh Panitera Mahkamah Konstitusi untuk menentukan apakah berkas permohonan sudah lengkap atau belum. Jika berkas permohonan belum lengkap, pemohon wajib melengkapinya paling lambat 7 tujuh hari kerja sejak pemberitahuan mengenai kekurangan itu diterima oleh pemohon. Setelah berkas permohonan resmi dicatat dalam Buku Perkara Registrasi Konstitusi, dalam jangka waktu 14 hari kerja, Mahkamah Konstitusi harus menetapkan hari sidang pertama untuk perkara tersebut. Hamonangan P. Sidauruk : Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945” Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Puu-V2007, 2008. USU Repository © 2009 Penentuan mengenai hari sidang mengenai hari sidang pertama diberitahukan kepada para pihak dan diumumkan untuk diketahui oleh masyarakat luas. Pengumuman dilakukan melalui papan pengumuman resmi didepan kantor Mahkamah Konstitusi, dan juga melalui internet yang mudah diakses oleh siapa saja yang berminat mengetahui dan menghadiri persidangan tersebut. Permohonan perkara yang secara resmi telah diajukan dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi dapat ditarik oleh Pemohon baik sebelum maupun selama proses pemeriksaan dilakukan.penarikan perkara oleh pemohon mengakibatkan permohonan tersebut tidak dapat diajukan kembali oleh pemohon yang sama dan untuk substansi permohonan yang sama. c. Pemberitahuan dan Pemanggilan Setelah berkas permohonan diregistrasi oleh Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi akan menyampaikan permohonan yang sudah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi itu kepada pihak termohon dalam jangka waktu paling lambat 7 tujuh hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi. Dalam rangka pemeriksaan persidangan, lembaga-lembaga negara yang terkait lainnya, meskipun bukan sebagai termohon juga dapat dipanggil untuk memberi keterangan dalam persidangan atau diminta keterangan secara tertulis saja untuk kepentingan hakim konstitusi. Hamonangan P. Sidauruk : Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945” Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Puu-V2007, 2008. USU Repository © 2009 3. Pemeriksaan Perkara Dalam pemeriksaan perkara di Mahkamah Konstitusi terdiri dari 3 tahapan yaitu: a. Pemeriksaan Administrasi Proses pemeriksaan permohonan perkara konstitusi dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama, pemeriksaan administratif yang dilakukan dibawah tanggung jawab panitera; Kedua, pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan oleh majelis hakim konstitusi dalam sidang pertama; Ketiga, tahap pemeriksaan persidangan, yang dapat dilakukan melalui sidang panel atau sidang pleno; Keempat, tahap permusyawaratan dan pengambilan keputusan; Kelima, tahap pengucapan dan pembacaan putusan; Keenam, tahap penyampaian dan pengumuman putusan. b. Pemeriksaan Pendahuluan Pemeriksaan pendahuluan merupakan kewenangan hakim konstitusi. Tujuan dari pemeriksaan pendahuluan adalah: 1. Memastikan bahwa pemeriksaan administratif yang telah dilakukan oleh panitera sungguh-sungguh telah terpenuhi; 2. Memastikan bahwa pokok permohonan yang diajukan oleh pemohon sudah jelas. c. Pemeriksaan Persidangan Hamonangan P. Sidauruk : Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945” Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Puu-V2007, 2008. USU Repository © 2009 Pemeriksaan persidangan diatur dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal 44 ayat 2 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Pemeriksaan persidangan dapat dilakukan melalui sidang panel hakim yang terdiri atas sekurang-kurangnya tiga orang hakim konstitusi atau melalui sidang pleno yang sekurang-kurangnya terdiri atas tujuh orang hakim konstitusi. Sidang panel dilaksanakan untuk pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan alat-alat bukti, sedangkan sidang pleno dilaksanakan untuk pembacaan atau pengucapan putusan yang bersifat final dan mengikat. Sidang panel dan sidang pleno bersifat terbuka untuk umum. 4. Permusyawaratan Hakim Rapat Permusyawaratan Hakim RPH adalah rapat pleno hakim yang diselenggarakan secara tertutup untk membahas putusan atas perkara yang telah diperiksa melalui persidangan yang bersifat terbuka untuk umum. Sifatnya yang tertutup berarti seluruh informasi mengenai pembahasan perkara tersebut bersifat rahasia jabatan yang tidak boleh dibocorkan kepada siapapun juga. Setiap hakim dan panitera telah bersumpah dan disumpah untuk tidak membocorkannya kepada pihak lain. Pelanggaran terhadap larangan pembocoran rahasia perkara ini merupakan pelanggaran terhadap kode Etika Mahkamah Konstitusi yang diancam dengan sanksi yang berat. Dalam hal pengambilan putusan harus sesuai dengan alat bukti dan keyakinan hakim. Keyakinan hakim adalah keyakinan hakim berdasarkan Hamonangan P. Sidauruk : Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945” Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Puu-V2007, 2008. USU Repository © 2009 alat bukti yang sah. Selain itu apabila rapat pleno permusyawaratan hakim itu tidak dapat menghasilkan putusan, rapat permusyaaratan hakim dapat ditunda sampai rapat permusyawaratan hakim konstitusi yang berikutnya. 5. Putusan Sidang pleno pembacaan putusan merupakan sidang pleno terakhir yang diadakan oleh Mahkamah Konstitusi untuk penyelesaian perkara konstitusi yang diajukan oleh pemohon. Setelah sidang pleno dibuka, ketua majelis memberi kesempatan pihak-pihak yang hadir dalam sidang untuk memperkenalkan diri. Setelah itu, putusan dibacakan sebagaimana mestinya. Karena berkas putusan agak tebal, maka pembacaan pada umumnya dilakukan secara bergantian diantara beberapa orang hakim. Ketua Majelis membacakan pembacaan putusan sampai identitas pemohon. Kemudian, hakim yang lain langsung membacakan bagian pertimbangan hukum, sedangkan bagian duduk perkara dianggap telah dibacakan. Setelah pembacaan bagian pertimbangan hukum, pembacaan dilanjutkan kembali oleh ketua majelis dengan membacakan bagian kesimpulan dan amar putusan. Jika ada hakim yang mengajukan pendapat yang berbeda, maka setelah amar, hakim yang bersangkutan akan membacakan pula pendapatnya yang berbeda itu. Setelah ketua kembali membacakan bgian penutup dari putusan itu, dengan mengakhirinya dengan kata-kata “Demikianlah putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara ini telah Hamonangan P. Sidauruk : Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945” Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Puu-V2007, 2008. USU Repository © 2009 dibacakan sebagaimana mestinya”, dan ketukan palu satu kali. Setelah itu sidang pleno dinyatakan ditutup dengan ketukan tiga kali. Selain pelaksanaan kewenangan, Mahkamah Konstiusi juga terikat oleh asas-asas dalam melaksanakan hukum acara Mahkamah Konstitusi yang terdapat dalam hukum materiil dari Mahkamah Konstitusi yang bersifat publik. Beberapa asas tersebut 17 adalah sebagai berikut: 1. Asas Putusan Final Dengan asas ini Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. 2. Asas Praduga Rechtmatig Putusan Mahkamah Konstitusi merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap pada saat putusan dibacakan serta tidak berlaku surut. Pernyataan tidak berlaku surut mengandung makna bahwa sebelum putusan Mahkamah Konstitusi, objek yang menjadi perkara misalnya permohonan untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar harus selalu dianggap sah atau tidak bertentangan sebelum putusan hakim konstitusi menyatakan sebaliknya. Konsekuensi, akibat putusan hakim tersebut adalah “ex nunc”, yaitu dianggap ada 18 Fakhturahman, Dian Aminudin, Sirajuddin, Memahami Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, Hal 93-96. Hamonangan P. Sidauruk : Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945” Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Puu-V2007, 2008. USU Repository © 2009 sampai pembatalannya. Artinya, akibat ketidaksahan undang-undang karena bertentangan oleh Mahkamah Konstitusi ke depan. 3. Asas Pembuktian Bebas Dalam melakukan pemeriksaan Hakim Konstitusi menganut asas pembuktian bebas vrij bewij. Hakim konstitusi bebas dalam menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian atau sah tidaknya alat bukti berdasaran keyakinannya. 4. Asas Keaktifan Hakim Konstitusi Dominus Litis Maksudnya, hakim konstitusi cukup berperan dalam melakukan penelusuran dan eksplorasi untuk mendapatkan kebenaran, melalui alat bukti yang ada. 5. Asas Putusan Memiliki Kekuatan Hukum Mengikat Erga Omnes Kewibawaan, suatu putusan yang dikeluarkan institusi peradilan terletak pada kekuatan mengikatnya. Putusan Mahkamah Konstitusi merupakan putusan yang mengikat para pihak dan harus ditaati oleh siapapun. 6. Asas Noninterfentifindependensi Bahwa kekuasaan kehakiman, merdeka dan bebas dari segala campur tangan kekuasaan yang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung yang bermaksud untuk mempengaruhi keobjektifan Pengadilan. Hamonangan P. Sidauruk : Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945” Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Puu-V2007, 2008. USU Repository © 2009 7. Asas Peradilan Dilakukan dengan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan, Sederhana adalah hukum acara yang mudah dipahami dan tidak berbelit-belit. Dengan hukum acara mudah dipahami peradilan berjalan dalam waktu relatif cepat. 8. Asas Sidang Terbuka Untuk Umum Asas ini membawa konsekuensi bahwa semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan apabila diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. 9. Asas Objektivitas Untuk mencapai putusan yang adil, maka hakim atau panitera wajib mengundurkan diri apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan tergugat, penggugat, atau penesihat hukum atau antara hakim dan salah seorang hakim atau panitera juga terdapat hubungan sebagaimana yang disebutkan diatas, atau hakim atau panitera tersebut mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung. 10. Asas Sosialisasi Hasil keputusan wajib diumumkan dan dilaporkan secara berkala kepada masyarakat secara terbuka. Hamonangan P. Sidauruk : Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945” Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Puu-V2007, 2008. USU Repository © 2009

B. Pengujian Terhadap UU No. 32 Tahun 2004 Dalam Hal Calon Kepala Daerah Independen