Perlindungan Hukum Terhadap Hak-hak Konsumen Listrik Menurut

64

F. Perlindungan Hukum Terhadap Hak-hak Konsumen Listrik Menurut

Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan Keberadaan tenaga listrik semakin hari semakin sangat penting. Karena peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat serta upaya mendorong peningkatan kegiatan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari penyediaan tenaga listrik. Sebagai penguasa tunggal bidang ketenagalistrikan, PLN semakin hari makin dipusingkan oleh keterbatasan pasokan tenaga listrik kepada konsumennya, sementara dari pihak konsumen terdapat peningkatan permintaan akan pasokan tenaga listrik. Hal ini tidak akan menjadi problema jika saja keberadaan Undang- undang Nomor 20 Tahun 2002 Tentang Ketenagalistrikan yang baru tidak dicabut dan dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, karena dalam undang-undang tersebut merubah status PT. PLN yang semula sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan monopoli menjadi Pemegang Izin Usaha Penyedia Tenaga Listrik salah satu pemegang izin usaha dibidang ketenagalistrikan. Jadi dengan demikian tanggungjawab dibidang ketenagalistrikan bukan hanya menjadi tanggungjawab PT. PLN saja, tetapi menjadi tanggungjawab semua pihak penyedia tenaga listrik. Dengan dibatalkan berlakunya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 Tentang Ketenagalistrikan secara otomat kita akan kembali memperlakukan Undang- undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan sebagai upaya menghindari kevakuman hukum. Maka, keadaan ini membuat keadaan di bidang ketenagalistrikan kembali ke titik hadir dan monopoli. 56 56 Wawancara dengan Ibu Fahmiwati, Ketua YLPK Banda Aceh, pada tanggal 23 Mei 2009 Sebagai perbandingan tabel 1 dibawah ini akan 65 memperlihatkan perbedaan antara Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 : Tabel 1. Perbedaan antara Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 Isu Utama UU No. 15 Tahun 1985 UU No. 20 Tahun 2002 Peranan Pemerintah Pengaturan pembuatan kebijakan dan pelaku usaha Tidak ada badan pengatur Batur Pemerintah pusat bertanggung jawab dan berwenang menyusun RUKN Peran Pemuda tidak ada Hanya sebagai pembuatan kebijakan Fungsi pengaturan di pindahkan ke badan pengawas pasar ketenagalistrikan Pemerintah masih menjalankan fungsi pengaturan di wilayah non Jamali Jawa- Madura-Bali Pemuda bertanggung jawab menyusun RUKD dan memberikan perijinan pasal 5 ayat 1 Sedangkan pemerintah pusat menyusun RUKN pasal 5 ayat 2 Tujuan sosial dan komersial Bercampur, PLN mengamban misi sosial dan misi komersial Tidak ada dana khusus untuk misi sosial Fungsi komersial sosial dan fungsi komersial terpisah Fungsi komersial di pegang oleh PLN, Sedangkan fungsi sosial di pegang oleh pemerintah 66 Lanjutan Tabel 1 Tersedia dana untuk pembangunan sarana ketenagalistrikan di pedesaan pasal 7 Struktur industri PLN adalah satu-satunya pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan Monopoli Terintegrasi secara vertikal PLN hanya salah satu pemegang ijin usaha penyediaan tenaga listrik IU PTL Diwajibkan untuk kompetisi PLN dipecah-pecah menjadi unit usaha yang terpisah pasal 16 Kompetisi Listrik tidak dikompetisi Listrik dikompetisikan, dimulai dengan kompetisi sisi pembangkitan. Tarif Pemerintah Ditentukan oleh pemerintah untuk semua wilayah Untuk wilayah kompetisi, tariff ditentukan oleh mekanisme pasar, Dan untuk wilayah non kompetisi oleh pemerintah Keterlibatan sector swasta Tidak jelas disebutkan, walaupun mungkin Lebih di perjelas dan sangat mungkin. Sumber : data primer Keterangan : RUKN : Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional. RUKD : Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah 67 Tabel di atas memperlihatkan, sebenarnya demikian banyak segi positif dan kemajuan yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 Tentang Ketenagalistrikan UUKL yang sempat berlaku tersebut. Namun menurut Tulus dan Sudaryatmo, secara normatif terasa lebih lengkap di dalam memberikan perlindungan terhadap konsumen listrik. Beberapa Pasal di dalam UUKL yang berhubungan langsung dengan kepentingan konsumen listrik antara lain : 1. Penyelenggaraan usaha ketenagalistrikan bertujuan untuk menjamin tersedianya tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, kualitas yang baik, dan harga yang wajar untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mendorong peningkatan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan Pasal 3 ayat 1 UUKL; 2. Konsumen tenaga listrik mempunyai hak untuk : a. mendapat pelayanan yang baik; b. mendapat tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dan keandalan yang baik; c. memperoleh tenaga listrik dengan harga yang wajar; d. mendapat pelayanan untuk perbaikan apabila ada gangguan tenaga listrik, dan e. mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan dan atau kelalaian pengoperasian oleh Pemegang Izin Usaha Penyedia Tenaga Listrik, sesuai dengan syarat-syarat Tenaga Listrik yang diatur dalam Perjanjian jual-beli tenaga listrik Pasal 34 ayat 1 UUKL. 57 Dalam hal tapak tanah konsumen digunakan untuk kepentingan ketenagalistrikan, maka konsumen si pemilik tapak tanah tersebut berhak untuk : 1 Untuk kepentingan umum, pihak yang berhak atas tapak tanah, bangunan dan tanaman mengizinkan Pemegang Izin Usaha Penyedia Ketenagalistrikan melaksanakan kewenangannya, dengan mendapatkan ganti kerugian hak atas tapak tanah atau kompensasi Pasal 35 ayat 1 UUKL; 57 Op-Cit, hal 36-37 68 2 Ganti kerugian hak atas tapak tanah adalah untuk tapak tanah yang dipergunakan secara langsung oleh Pemegang Izin Usaha Penyedia Tenaga Listrik, dan untuk bangunan dan tanaman diatas tapak tanah yang dimaksud Pasal 35 ayat 2 UUKL; 3 Kompensasi diberikan sebagai akibat dan berkurangnya nilai ekonomis atas tanah, bangunan dan tanaman yang dilintasi transmisi tenaga listrik Pasal 35 ayat 3 UUKL. 58 Melihat uraian pendapat Tulus Abadi dan Sudaryatmo yang menyatakan bahwa UUKL lebih “lengkap” memberikan perlindungan terhadap konsumennya, tidaklah berlebihan. Hal ini sangatlah berbeda dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan yang kembali berlaku di Republik ini. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tidak memberikan perlindungan yang lebih kepada konsumennya. Walau demikian, perlindungan terhadap konsumen listrik ini mendapat perhatian Pemerintah. Melalui SK Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi Nomor 114 Tahun 2002 Tentang Deklarasi Tingkat Mutu TMP Tenaga Listrik yang disediakan oleh PT. PLN, PT. PLN wajib dan dipaksa untuk memberikan kompensasi sebesar 10 sepuluh persen dari biaya beban abonemen, jika PT. PLN melanggar 3 tiga indikator yang dideklarasikannya yaitu lamanya gangguan, jumlah gangguan dan kesalahan baca meter Kwh. Ironisnya, informasi dan kebijakan yang seperti ini tidak banyak diketahui oleh konsumen listrik itu sendiri. 59 58 Ibid, hal 38.. 59 Berdasarkan hasil wawancara dengan 30 tiga puluh orang konsumen ketenagalistrikan yang dipilih sebagai informasi pada tanggal 25, 27 dan 30 April 2009, 15 lima belas orang tidak mengetahui adanya kompensasi pembayaran dari PT. PLN yang diatur melalui SK. LPE-DSM. 69 Sebagaimana dari wawancara dengan konsumenpelanggan listrik yang berada dibawah kekuasaan PT. PLN Ranting Dewantara pada umumnya konsumen tidak mengetahui dengan adanya kompensasi pembayaran dengan kesalahan pencatatan meteran atau kesalahan pembacaan KWH, lama gangguan dan jumlah gangguan dari 30 tiga puluh orang konsumenpelanggan 15 lima belas orang konsumen yang mengetahui. 70

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN LISTRIK DITINJAU