Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan

(1)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN

LISTRIK PADA PT. PLN (PERSERO) WILAYAH SUMATERA

UTARA CABANG MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk mencapai Gelar Sarjana Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008

LIZA FAUZIA


(2)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN

LISTRIK PADA PT. PLN (PERSERO) WILAYAH SUMATERA

UTARA CABANG MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk mencapai Gelar Sarjana Hukum

Universitas Sumatera Utara OLEH:

NAMA : LIZA FAUZIA

NIM : 040200255

BAGIAN : HUKUM KEPERDATAAN

Diketahui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

(Prof. Dr. TAN KAMELLO, SH, MS) NIP. 131 764 556

Pembimbing I Pembimbing II

(Prof. Dr. TAN KAMELLO, SH, MS) (MALEM GINTING, SH, M.Hum)

NIP. 131 764 556 NIP. 131 265 980

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2008


(3)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah atas rahmat Allah SWT dengan rahmat dan hidayah-Nya telah memberikan kesehatan, kekuatan dan ketekunan pada penulis sehingga mampu dan berhasil menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini adalah salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam hal ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang penulis sampaikan dalam skripsi ini masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan keterbatasan kemampuan pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan ilmiah penulis, sehingga dengan kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan dan sebagai bahan perbaikan penulisan skripsi ini.

Demi terwujudnya penyelesaian dan penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Papa dan Mama yang telah melahirkan, mendidik, membesarkan penulis serta memberikan dukungan pada saat penulisan skripsi ini. Juga kepada Mas Wim Andre yang telah menjadi panutan yang baik kepada penulis. Penulis sangat sayang kepada mereka bertiga.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH,M.Hum, sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Pembantu Dekan I, Bapak Pembantu Dekan II, Bapak Pembantu Dekan III, dan seluruh Dosen serta pegawai seluruh akademik Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(4)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

3. Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS, sebagai ketua Departemen Hukum Keperdataan Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I, terima kasih penulis ucapkan yang telah berkenan memberikan penghargaan terhadap skripsi ini dan mau meluangkan waktunya.

4. Bapak Malem Ginting, SH, M.Hum, sebagai Dosen Pembimbing II, terima kasih penulis ucapkan yang telah berkenan memberikan penghargaan terhadap skripsi ini dan mau meluangkan waktunya.

5. Bapak M. Husni, SH, MH, sebagai Dosen Wali, yang memberikan bimbingan, saran, motivasi, bantuan serta menyemangati penulis agar penulis menyelesaikan studi dengan baik.

6. Terima kasih buat ”Gendud” yang telah memberikan nasehat dan motivasinya selama ini.

7. Terima kasih buat teman-temanku Dela dan Yuliza yang dari kecil hingga sekarang tetap memberikan semangatnya. Pada Kak Wina, Kak Uli, Kak Nyo-nyon yang telah menjadi keluarga sementara.

8. Teman-teman yang ada di kampus Anty, Ami, Rindut, Tami, Ilsa, Tantri, Putri, Darma, Ajo Irul, Phai Koro, Faat, Wiwin, Galif, Hendry, Bang Tema yang telah memberikan suka dan duka selama lebih kurang 4 tahun bersama. Serta teman-teman yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.

9. Keluarga Dr. Mansyur No. 83, Prof. Tina Mariany Kariman, MA, Ph.D, Kak Fitri dan Tutut dengan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas perhatian dan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini serta saran untuk kesempurnaannya.


(5)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan kasih sayang-nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan mahasiswa-mahasiswa Fakultas hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Medan, Mei 2008 Hormat Saya,


(6)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAKSI ... vi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 9

D. Keaslian Penulisan ... 10

E. Tinjauan Kepustakaan ... 10

F. Metode Penelitian ... 14

G. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II : PT. PLN (PERSERO) WILAYAH SUMATERA UTARA CABANG MEDAN ... 17

A. Sejarah PT. PLN (Persero) Cabang Medan ... 17

B. Bentuk dan Kelembagaan PT. PLN (Persero) Cabang Medan ... 20

C. Jenis-Jenis Pelayanan PT. PLN (Persero) Cabang Medan ... 25

D. Hubungan PT. PLN (Persero) Cabang Medan dengan Konsumen ... 32

BAB III : HAK-HAK KONSUMEN DALAM HUKUM POSITIF ... 35

A. Makna Hak Secara Yuridis ... 35

B. Hak Subjek Konsumen Dalam Prinsip Hukum Perlindungan Konsumen ... 38


(7)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

C. Hak-Hak Konsumen dalam Undang-Undang Kelistrikan ... 45

D. Hubungan Antara Perlindungan Konsumen Dengan Undang-Undang Kelistrikan dalam Prespektif Hak ... 51

BAB IV : PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK-HAK KONSUMEN LISTRIK DI SUMATERA UTARA ... 58

A. Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Konsumen Kelistrikan dan Pelaksanaan Norma Hukum Yang Melindungi Konsumen ... 58

B. Pelayanan Kelistrikan Oleh PT. PLN (Persero) Cabang Medan Masih Belum Memberikan Perlindungan Hukum Bagi Konsumen ... 64

C. Upaya-Upaya Konsumen dan PT. PLN (Persero) dalam Mewujudkan Perlindungan Hukum Kelistrikan ... 69

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 78


(8)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

ABSTRAKSI

Ruang lingkup hukum perlindungan konsumen sulit dibatasi hanya dengan menampungnya dalam satu jenis undang-undang, seperti Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen. Hukum perlindungan konsumen selalu berhubungan dan berinteraksi dengan berbagai bidang dan cabang hukum itu senantiasa terdapat pihak yang berpredikat ”konsumen”. Dengan memahami pengertian konsumen, maka perbedaan antara hukum konsumen dan perlindungan konsumen, antara hak-hak pokok dari konsumen dan keterkaitan hukum perlindungan konsumen dengan bidang-bidang hukum yang lain dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang hukum perlindungan konsumen.

Di dalam skripsi ini yang berjudul ”PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN LISTRIK PADA PT. PLN (PERSERO) WILAYAH SUMATERA UTARA CABANG MEDAN” akan dibahas mengenai hak-hak konsumen listrik dan hubungannya dengan PT. PLN (Persero) Cabang Medan.

Perusahaan Listrik Negara (PLN) adalah suatu perusahaan yang menyediakan kebutuhan listrik bagi seluruh masyarakat Indonesia. PLN sebagai sumber tenaga listrik harus mampu memberikan pelayanan yang terbaik bagi seluruh pelanggan/konsumennya. Konsumen listrik sering dikecewakan oleh pelayanan yang diberikan oleh PT. PLN. Padahal di Indonesia telah memiliki berbeberapa peraturan perundang-undangan yang melindungi konsumen. Perundang-undangan yang melindungi konsumen antara lain Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2002 juga tentang Ketenagalistrikan, serta berbagai peraturan pemerintah yang mendukungnya.

Di dalam skripsi ini dibutuhkan data yang akurat sesuai dengan apa yang sesungguhnya terjadi di lapangan, sehingga dapat diambil suatu kesimpulan dalam bentuk teori maupun prakteknya. Ada dua metode pengumpulan data yang digunakan yaitu Library Research (study kepustakaan) yaitu pencarian serta penelitian yang dilakukan berdasarkan sumber-sumber bacaan dan Field Research (study lapangan) yaitu suatu usaha yang dilakukan secara sistematis dan ilmiah untuk memperoleh suatu keterangan (informasi).

Kesimpulan yang dapat ditarik dalam skripsi ini adalah hak-hak konsumen yang harus dipenuhi oleh PLN serta pelayanan yang lebih baik diberikan oleh PLN sehingga tidak mengecewakan konsumen/pelanggan yang memakai jasanya dalam kehidupan sehari-hari. Yang lebih penting perlindungan hukum yang diterima konsumen apabila terjadi tidak dipenuhinya hak-hak konsumen oleh PLN.

Saran yang dapat diberikan untuk skripsi adalah PLN harus dapat memenuhi hak-hak konsumen serta konsumen lebih meningkatkan kualitasnya agar konsumen tidak merasa dirugikan oleh kurangnya pelayanan yang diberikan oleh PLN.


(9)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi dan dimanfaatkan. Barang dan/atau jasa tersebut pada umumnya merupakan barang dan/atau jasa yang sejenis maupun yang bersifat komplementer satu terhadap yang lainnya. Kondisi seperti ini, di satu sisi memberikan manfaat bagi konsumen karena kebutuhan akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi, sedangkan di sisi lain semakin terbuka kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen.

Namun, kondisi dan fenomena tersebut, pada sisi lainnya dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang, di mana konsumen berada pada titik yang lemah. Konsumen menjadi objek aktifitas bisnis untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan dan penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.

Di Indonesia masalah perlindungan konsumen baru mulai terdengar pada tahun 1970-an. Hal ini terutama sekali ditandai dengan lahirnya Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) bulan Mei 1973. Secara historis, pada awalnya Yayasan ini muncul berkaitan dengan rasa mawas diri terhadap promosi untuk memperlancar barang-barang dalam negeri. Atas desakan dari masyarakat,


(10)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

kegiatan promosi ini harus diimbangi dengan langkah-langkah pengawasan, agar masyarakat tidak dirugikan dan kualitas barang dan/atau jasa yang ditawarkan terjamin yang pada akhirnya lahirlah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, selanjutnya disebut UUPK.

Dalam penjelasan UUPK disebutkan bahwa peranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan upaya para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya, sebab perlindungan konsumen dapat mendorong iklim usaha yang sehat, serta lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas.

UUPK ini mengacu pada filosofi pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum yang memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka membangun manusia seutuhnya yang berlandaskan pada filosofi kenegaraan Republik Indonesia, yaitu dasar negara Pancasila dan konstitusi negara Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu, dalam Burgerlijk Wetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata - KUHPerdata juga terdapat ketentuan-ketentuan yang bertendensi melindungi konsumen, seperti dalam beberapa Pasal Buku III, Bab V, Bagian II yang dimulai dari Pasal 1365 .

Salah satu isu konsumen yang sangat menarik pada saat ini adalah soal sering terjadinya pemadaman listrik yang terjadi di wilayah Medan dan sekitarnya serta beberapa masalah lainnya yang timbul antara Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan konsumen. Dalam hal ini kewajiban utama pelanggan PLN adalah membayar rekening listrik tepat waktu, sebaliknya pelanggan PLN berhak mendapatkan aliran listrik secara berkesinambungan dengan keadaan baik.


(11)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Bahkan apabila terjadi gangguan, pelanggan PLN berhak mendapatkan pelayanan untuk perbaikan terhadap gangguan penyediaan tenaga listrik atau penyimpangan atas mutu tenaga listrik yang disalurkan.

Idealnya, antara hak dengan kewajiban berjalan secara pararel. Pelanggan membayar rekening listrik tepat waktu dan sekaligus pelanggan juga mendapatkan tenaga listrik secara berkesinambungan dalam keadaan baik.

Banyak hal yang masih mewarnai masalah kelistrikan yang dialami masyarakat konsumen, antara lain:

1. kesalahan pencatatan tagihan rekening listrik, 2. antrian panjang dalam membayar rekening, 3. sikap petugas dalam melayani,

4. biaya penyambungan baru,

5. voltase listrik naik-turun (berakibat rusaknya alat-alat elektronik rumah tangga),

6. pembongkaran KWh meter/Alat Pembatas dan Pengukur (dengan alasan menunggak rekening beberapa bulan, padahal baru beberapa hari menyala segel tera tidak ada),

7. melaporkan kaca KWh meter pecah, malah dikenakan denda hampir Rp. 5 juta, padahal alat-alat lainnya dalam keadaan baik sesuai kesaksian kedua belah pihak dan berita acara,

8. pembayaran rekening dikaitkan dengan pembayaran pungutan/retribusi, 9. pemadaman listrik yang sering dilakukan secara sepihak oleh PLN.

Kondisi yang terjadi dewasa ini adalah di saat pelanggan belum mendapatkan pelayanan secara optimal, PLN yang berdasarkan Keputusan


(12)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Presiden (Keppres) No. 67 Tahun 1994 justru memperberat kewajiban pelanggan dengan ”menyesuaikan” Tarif Dasar Listrik (TDL). Hal ini dapat dipahami apabila pelanggan sangat ”peka” ketika PLN menaikkan tarif listrik.

Guna meningkatkan citra PLN di mata masyarakat konsumen/pelanggan, PLN pada prinsipnya tidak menyetujui dikaitkan pembayaran rekening listrik dengan pungutan-pungutan lainnya, termasuk restribusi kebersihan, baik yang dimasukkan ke dalam rekening listrik maupun terpisah. Jika tidak ada informasi seperti ini, masyarakat tidak tahu padahal konsumen berhak tahu tentang hal ikhwal yang menyangkut layanan yang diterimanya dengan kompensasi pembayaran rekening.

Luasnya jangkauan pelayanan umum PLN menunjukkan betapa tidak mudahnya untuk memberikan gambaran presepsi yang disampaikan masyarakat dengan baik, cukup, atau buruk. Namun, untuk menentukan presepsi demikian, diperlukan kriteria-kriteria tertentu sesuai dengan karakteristik jasa/pelayanan yang bersangkutan serta produk hukum/perundang-undangan yang mengaturnya. Hal ini tidak muda h diterapkan. Jika permasalahan pelayanan umum ini dilihat dari sudut masyarakat, khususnya konsumen yang memperoleh dan menggunakan pelayanan umum yang tersedia dengan nilai tukar yang diberikannya dalam bentuk tarif/biaya. Uraiannya tidak mungkin menjangkau berbagai sektor pelayanan umum yang tersedia. Pekerjaan berat ini menjadi tanggung jawab bersama, sebab menyangkut citra negara dan bangsa pada skala nasional maupun internasional.1

1

Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Intrumen Hukumnya (Jakarta: Citra Adhya Bakti, 2003), h. 171


(13)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

PLN merupakan perusahaan negara yang bergerak di bidang pelayanan umum yang bersifat profit. Meskipun profit, perusahaan negara seperti ini sangat menguntungkan rakyat banyak sebab tujuannya lebih banyak diarahkan pada usaha memakmuran rakyat.2

1. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

Di dalam UUPK, konsumen dan pelaku usaha mempunyai hak dan kewajiban yang tercantum dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 7, yakni: Pasal 4:

Hak konsumen adalah:

2. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

3. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

4. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

6. hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;

7. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

2


(14)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

8. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau pengantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

9. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 5:

Kewajiban konsumen adalah:

1. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

2. beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; 3. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4. mengikuti uapaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Pasal 6:

Hak pelaku usaha adalah:

1. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

2. hak untuk mendapat perelindungan hukum dari tindakan konsumen yang beriktikad tidak baik;

3. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;


(15)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

4. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

5. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 7

Kewajiban pelaku usaha adalah:

1. beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

2. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

3. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

4. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

5. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

6. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

7. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.


(16)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Dari peraturan perundang-undangan yang ada, sekurang-kurangnya ada tiga peraturan yang dapat kita jadikan acuan. Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 1985 tentang ketenagalistrikan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik, dan Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No. 02P/451/M.PE/1991 tentang Hubungan Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum dengan Masyarakat.

Sehubungan dengan mutu keandalan tenaga listrik PLN, misalnya, harus ada batas-batas keandalan dan kriteria yang lebih jelas, yaitu antara PLN dan konsumen harus ada saling pengertian. PLN harus dapat memahami tuntutan konsumen akan kejelasan kriteria mutu pelayanan yang jelas. Di sisi lain, konsumen juga harus memahami, tingkat kemampuan PLN dalam menyediakan tenaga listrik, memang belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan seluruh lapisan masyarakat, akan tetapi sedikit demi sedikit akan terus ditingkatkan.

Berdasarkan data di tengah-tengah masyarakat, penulis tertarik untuk membahas masalah tersebut di atas untuk dijadikan suatu bahan kajian yang berbentuk skripsi dengan judul:

”PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN LISTRIK PADA PT. PLN (PERSERO) WILAYAH SUMATERA UTARA CABANG MEDAN.”

B. Perumusan Masalah

Keberadaan suatu pembahasan disebabkan oleh adanya permasalahan yang perlu dikaji, dianalisis dan dirumuskan permasalahan dan jawabannya. Permasalahanlah yang memberi arah penelitian dan pembahasan selanjutnya.


(17)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Untuk memberi arah yang jelas dari pembahasan dalam penulisaan skripsi ini, akan diketengahkan beberapa permasalahan yang ada antara PLN dengan konsumen. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah hambatan yang timbul dari pihak PT. PLN (Persero) dalam memberikan pelayanan yang optimal terhadap konsumen?

2. Apa saja upaya yang dilakukan PT. PLN (Persero) dalam memenuhi hak-hak konsumen?

3. Bagaimana perlindungan hukum yang diterima konsumen terhadap pelayanan PT. PLN (Persero)?

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan

Tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. untuk mengetahui hambatan yang timbul dari pihak PT. PLN (Persero) dalam

memberikan pelayanan terhadap konsumen,

2. untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan PT. PLN (Persero) dalam memenuhi hak-hak konsumen, dan

3. untuk mengetahui perlindungan hukum yang diterima konsumen terhadap pelayanan PT. PLN (Persero).

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberi input baik secara teoretis maupun secara praktis:

1. secara teoretis hasil penelitian ini akan memberikan sumbang saran dalam khasanah ilmu pengetahuan hukum, khususnya mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen.


(18)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

2. secara praktis hasil penelitian ini diharapkan akan:

a. bermanfaat bagi masyarakat luas sebagai konsumen listrik dan

b. sebagai bahan rujukan bagi PT. PLN (Persero) sebagai perusahaan yang menyediakan listrik untuk memperhatikan pelayanannya kepada konsumen.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul ”Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan”.

Di dalam penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen serta undang-undang yang mengatur tentang perlindungan konsumen, baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan atau media cetak maupun elektronik dan di samping itu dilakukan juga penelitian. Sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini, penulis melakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Bila dikemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini dibuat, maka hal itu dapat diminta pertanggungjawaban dikemudian hari.

E. Tinjauan Kepustakaan

Perlindungan konsumen menyangkut banyak aspek dan salah satunya adalah aspek hukum. Dalam berbagai kajian/penelitian hukum tentang


(19)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

perlindungan konsumen terdapat seolah-olah sangat mengambang, bahkan kebijakan ekonomi yang ditempuh Orde Baru begitu mengabaikan kepentingan-kepentingan konsumen. Isu perlindungan konsumen hanya terdengar sepintas lalu, hilang oleh hiruk-pikuk pembangunan ekonomi lainnya yang sangat timpang.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang berlaku efektif pada 20 April 2000 hingga dikeluarkannya sejumlah peraturan perundang-undangan pelaksanaan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), belum banyak terdapat perubahan sikap perlakuan pelaku usaha terhadap konsumen. Hal ini jelas terlihat sebagian besar komoditas yang terdapat pelanggaran-pelanggaran hak-hak konsumen.

Norma-norma (perlindungan konsumen) lainnya di luar Undang-Undang Perlindunagn Konsumen (UUPK) ini, dijadikan acuan dengan menempatkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) sebagai sistem perlindungan (hukum) terhadap konsumen. Konstruksinya adalah dengan merujuk Pasal 64 (Bab XIV Ketentuan Peralihan). Melalui ketentuan tersebut dapat dipahami secara implisit bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) merupakan ketentuan khusus (Lex Specialis) terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), sesuai asas lex specialis de rogat lex generalis yang artinya, ketentuan-ketentuan di luar Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK).3

3

Yusuf Sofie, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) Teori dan Praktek Penegakan Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), h. 10


(20)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Konsumen(UUK) tetap berlaku sepanjang Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak menentukan lain.

Menurut Cornelis LAY,4

1. kerawanan pada tingkat teknis yang terungkap lewat kesadaran atau keringkihan sistem jaringan interkoneksi kelistrikan kita pada kemungkinan sabotase;

seorang sosiolog, hampir semua anak negeri disadarkan terhadap sejumlah persoalan pokok di seputar kelistrikan yang sekian lama diterima sebagai persoalan pribadi, kini bertukar raut dalam hitungan detik menjadi persoalan semua orang, akibat padamnya listrik (black-out). Pokok persoalan tersebut, antara lain:

2. akibat-akibat sosial di tengah-tengah masyarakat seperti terungkap melalui kesadaran berupa derajat ketergantungan masyarakat yang sudah kronis pada listrik sebagai bagian yang sangat penting dalam siklus hidup, terutama masyarakat perkotaan di Indonesia.

Tidak kunjung diselesaikannya persoalan itu, ditanggapi masyarakat yang sering mengalami gangguan listrik dengan memplesetkan PLN sebagai Perusahaan Lilin Negara karena sedemikian seringnya lilin menggantikan fungsi listrik yang sering padam tanpa pemberitahuan.

Merujuk prinsip-prinsip yang dianut Undang-Undang Ketenegalistrikan Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PLN) wajib menyediakan tenaga listrik secara berkesinambungan dengan mutu dan keandalan yang baik (Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang No. 15 Tahun 1985 jo. Pasal 25 Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1989) yang sesuai dengan standar listrik Indonesia yang ditetapkan

4


(21)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Menteri Pertambangan dan Energi berdasarkan persetujuan Dewan Standarisasi Nasional (Pasal 15 Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1989 jo. Pasal 2 ayat (4) Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No. 02P/451/M.PE/1991). Pelanggaran terhadap prinsip ini tentu ada konsekuensi hukumnya kecuali terbukti dengan adanya keadaan mendesak di luar kemampuan manusia (force majure), seperti gempa bumi dan bencana alam.

Dalam Pasal 25 ayat (3) PP No. 10/1989 disebutkan bahwa sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan, PLN wajib:

1. memberikan pelayanan terbaik,

2. menyediakan tenaga listrik secara terus menerus dengan keandalan yang baik, 3. memberikan perbaikan, apabila ada gangguan tenaga listrik, dan

4. bertanggungjawab atas segala kerugian atau bahaya terhadap nyawa, kesehatan dan barang yang timbul karena kelalainnya.

Di samping ke-4 kewajiban tersebut, menurut Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No. 02P/451/M.PE/1991, Pasal 3 ayat (1) huruf e, PLN wajib: memberikan kompensasi berupa reduksi apabila terjadi penghentian sementara penyaluran tenaga listrik, yang berlangsung secara terus menerus melebihi jangka waktu 3 x 24 jam (tiga kali dua puluh empat jam) dengan ketentuan bahwa peraturan pelaksanaannya diatur Pengusaha dan disahkan oleh Direktur Jendral.

Masalah yang diatur dalam peraturan tersebut di atas, sebenarnya sudah memberi dasar yang kuat tentang arti penting adanya standar mutu pelayanan PLN. Ada dua langkah yang dapat dilakukan sebagai penjabaran ketentuan di atas


(22)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

yaitu perlunya aturan pelaksanaan yang mengatur detail ketentuan di atas dan mensosialisasikan peraturan tersebut kepada masyarakat luas.5

1. Jenis Penelitian

F. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum empiris atau sosiologis di samping juga penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif6

2. Lokasi Penelitian

tentang perlindungan hukum terhadap konsumen listrik pada PT. PLN (Persero).

Penelitian ini dilaksanakan pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan.

3. Sumber Data

Bahan-bahan pustaka yang terdiri dari data resmi yang berasal dari PT. PLN (Persero) Cabang Medan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002, buku-buku, hasil penelitian dan lainnya yang diperlukan dalam penelitian ini yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap data yang ada.

4. Alat Pengumpulan Data

5

Sudaryatmo, Masalah Perlindungan Konsumen di Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), h. 58.

6


(23)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Data primer diperoleh melalui studi dokumen yaitu menggunakan sumber-sumber data primer yang berupa data resmi dari PT. PLN serta data sekunder yang diperoleh dari buku-buku, internet serta hasil penelitian.

5. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data kualitatif, yaitu suatu data secara jelas serta diuraikan dalam bentuk kalimat sehingga diperoleh gambaran yang aktual dan menyeluruh mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen.

G. Sistematika Penulisan

Pada penyusunan skripsi ini, penulis menguraikan pembagian skripsi dalam 5 (lima) bab, yang mana setiap babnya terdiri dari beberapa sub bab. Pembagian ini dimaksudkan untuk mempermudah serta memperjelas penguraian permasalahan agar dapat lebih dimengerti, sehingga akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan yang benar dan saran untuk dapat diterapkan agar masyarakat sebagai pemakai jasa PT. PLN dapat dipahami tuntutannya.

Adapun gambaran isi skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN yang terdiri atas beberapa sub bab, yakni: Latar

Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : PT. PLN (PERSERO) WILAYAH SUMATERA UTARA

CABANG MEDAN, terdiri dari sub bab, yakni: Sejarah PT. PLN


(24)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

(Persero) Cabang Medan, Jenis-Jenis Pelayanan PT. PLN (Persero) Cabang Medan, dan Hubungan PT. PLN (Persero) Cabang Medan dengan Konsumen.

BAB III : HAK-HAK KONSUMEN DALAM HUKUM POSITIF, terdiri

dari sub bab, yakni: Makna Hak Secara Yuridis, Hak Subjek Konsumen Dalam Prinsip Hukum Perlindungan Konsumen, Hak-Hak Konsumen dalam Undang-Undang Kelistrikan, dan Hubungan Antara Perlindungan Konsumen Dengan Undang-Undang Kelistrikan dalam Prespektif Hak.

BAB IV : PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK-HAK KONSUMEN

LISTRIK DI SUMATERA UTARA, terdiri dari sub bab, yakni:

Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Konsumen Kelistrikan dan Pelaksanaan Norma Hukum Yang Melindungi Konsumen, Pelayanan Kelistrikan Oleh PT. PLN (Persero) Cabang Medan Masih Belum Memberikan Perlindungan Hukum Bagi Konsumen, dan Upaya-Upaya Konsumen dan PT. PLN (Persero) dalam Mewujudkan Perlindungan Hukum Kelistrikan.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN. Dalam bab ini akan dirumuskan

kesimpulan yang diambil dari pembahasan-pembahasan dalam skripsi ini dan diakhiri dengan beberapa sumbang saran untuk kemajuan pembangunan nasional. Sebagai pelengkap skripsi ini, pada bagian terakhir akan disertakan daftar kepustakaan.


(25)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

BAB II

PT. PLN (PERSERO) WILAYAH SUMATERA UTARA CABANG MEDAN

A. Sejarah PT. PLN (Persero) Cabang Medan

Sejarah kelistrikan di Sumatera Utara bukanlah merupakan hal yang baru. Jika listrik mulai ada di Indonesia pada tahun 1893 di Batavia (Jakarta), maka sekitar 30 tahun kemudian (1923) listrik mulai ada di Medan. Sentralnya di bangun di pertapakan kantor PLN Cabang Medan yang sekarang di Jalan Listrik No. 12, di bangun oleh NV NIGEN/OGEM perusahaan swasta Belanda. Kemudian menyusul pembangunan pembangkit tenaga listrik di Tanjung Pura dan Pangkalan Berandan (1924), Tebing Tinggi (1927), Sibolga (NV ANIWM), Berastagi dan Tarutung (1929), Tanjung Balai (1931), milik Gementee - Kotapraja, Labuhan Bilik (1936), dan Tanjung Tiram (1930).

Dengan menyerahnya pemerintah Belanda kepada Jepang di Perang Dunia II, maka Indonesia dikuasai oleh Jepang berikut perusahaan listrik dan gas. Di masa penjajahan Jepang tidak ada penambahan mesin dan jaringan. Dengan jatuhnya Jepang ke tangan sekutu dan diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, maka dikumandangkanlah Kesatuan Aksi Karyawan Perusahaan Listrik di seluruh penjuru tanah air yang kemudian menggunakan momen ini untuk mengambil alih perusahaan listrik dan gas bekas milik swasta Belanda dari tangan Jepang.


(26)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Pada bulan September 1945 delegasi buruh/pegawai listrik dan gas yang diketuai Kobarsjih menghadap pimpinan Komite Nasional Pusat Indonesia (KNPI) Pusat yang waktu itu diketuai oleh Kasman Singodimedjo untuk bersama-sama menghadap Presiden Soekarno guna menyerahkan perusahaan-perusahaan listrik dan gas kepada Pemerintah Republik Indonesia. Serah terima tersebut kemudian berlanjut dengan pembentukan Jawatan Listrik dan Gas di bawah Departemen Pekerjaan Umum melalui Peraturan Pemerintah tahun 1945 No. 1 tertanggal 27 Oktober 1945 yang sekarang dikenal dengan Hari Listrik Nasional. Sejarah kemudian membuktikan bahwa dalam suasana yang semakin memburuk dalam hubungan Indonesia-Belanda, pada 3 Oktober 1953 maka keluarlah Surat Keputusan Presiden No. 163 yang memuat ketentuan nasionalisasi Perusahaan Listrik milik swasta Belanda sebagai bagian dari perwujudan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.

Sebagai akibat dari aksi pengambilalihan itu, maka sejak tahun 1955 berdirilah Perusahaan Listrik Negara distribusi cabang Sumatera Utara (Sumatera Timur dan Tapanuli) yang dikepalai oleh R. Soekarno (merangkap Kepala di Aceh) dan pada tahun 1959 dikepalai oleh Ahmad Syaifullah. Setelah Badan Pekerjaan Umum (BPU) Perusahaan Listrik Negara berdiri dengan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Tinggi No.16/1/20 tanggal 20 Mei 1961, maka organisasi pembangkit tenaga listrik di Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau diubah menjadi PLN Eksploitasi. Pada tahun 1965, BPU Perusahaan Listrik Negara dibubarkan dengan Peraturan Menteri Perusahaan Umum Tenaga Listrik No.9/PRT/64 dan Peraturan Umum Menteri Perusahaan


(27)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Umum Tenaga Listrik No.1/PRT/65 ditetapkan pembagian daerah kerja PLN yang menjadi kesatuan daerah eksploitasi Sumatera Utara tetap sebagai Eksploitasi I.

Sebagai tindak lanjut dari pembentukan PLN Eksploitasi I Sumatera Utara tersebut, maka dengan keputusan Direksi PLN No. KPTS/009/DIRPLN/66 tanggal 14 April 1966, PLN Eksploitasi I dibagi menjadi 6 cabang dan sektor yaitu cabang Medan, Binjai, Sibolga, Pematang Siantar, Rantau Parapat dan Padang Sidempuan. Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1972 mempertegas kedudukan PLN sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara dengan hak, wewenang dan tanggung jawab membangkitkan, menyalurkan, mendistribusikan tenaga listrik ke Wilayah Republik Indonesia. Dalam Surat Keputusan Menteri tersebut PLN Eksploitasi I Sumetera Utara diubah menjadi PLN Eksploitasi II Sumatera Utara.

Menyusul Peraturan Menteri Perusahaan Umum Tenaga Listrik No. 013/PRT/75 yang berubah dari PLN Eksploitasi menjadi PLN wilayah. PLN Eksploitasi II menjadi PLN Wilayah II Sumatera Utara. Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 23/1994 tanggal 16 Juni 1994 maka ditetapkan status PLN sebagai Persero. Adapun yang melatarbelakangi perubahan status tersebut adalah untuk mengantisipasi kebutuhan listrik yang terus meningkat dewasa ini. Pada abad ke-21, PLN harus mampu menggunakan tolak ukur Internasional dan harus mampu berswadaya tinggi, dengan manajemen yang berani, transparan, terbuka, desentralisasi, pusat laba (profit center) dan pusat kas (cost center).

Perkembangan pembangkit tenaga listrik di Sumatera Utara terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah pelanggan, perkembangan fasilitas


(28)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

pembangkit tenaga listrik, kemampuan pasokan pembangkit tenaga listrik dan indikasi-indikasi pertumbuhan lainnya. Untuk mengantisipasi pertumbuhan dan perkembangan pembangkit tenaga listrik Sumatera Utara masa yang akan datang serta sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan jasa pembangkit tenaga listrik, maka berdasarkan Surat Keputusan Menteri No. 078.K/023/DIR/1996 tanggal 8 Agustus 1996 dibentuk organisasi baru di bidang jasa pelayanan pembangkit tenaga listrik yaitu PT. PLN (Persero) Pembangkit dan Penyaluran Sumatera Bagian Utara.

Pembentukan organisasi PT. PLN (Persero) Pembangkit dan Penyaluran Sumatera Bagian Utara yang terpisah dari PLN Wilayah II, maka fungsi-fungsi pembangkitan dan penyaluran yang sebelumnya dikelola PLN Wilayah II terpisah tanggung jawab ke PLN Pembangkit dan Penyalur Sumatera Bagian Utara. Sementara itu, PLN Wilayah II berkonsentrasi pada distribusi dan penyaluran tenaga listrik. Pada tahun 2002 dikeluarkan Keputusan Direksi yang menyatakan bahwa PT. PLN (Persero) Wilayah II Sumatera Utara diubah menjadi PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara.

B. Bentuk dan Kelembagaan PT. PLN (Persero) Cabang Medan

Sebagaimana yang telah diuraikan, bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 023 Tahun 1994 status kelembagaan PLN diubah dari Perusahaan Umum (PERUM) menjadi PT. PLN (PERSERO), status PLN sebagai Persero ini efektif terhitung sejak Anggaran Dasarnya disahkan oleh Menteri Kehakiman pada tanggal 1 Aguatus 1994, karena sejak tanggal tersebut secara hukum, PLN merupakan subjek hukum dalam bentuk Badan Hukum Perdata. Sebenarnya pada


(29)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

waktu PLN berstatus Perum berdasarkan PP No. 18 tahun 1972 yang kemudian diubah dengan PP No. 17 tahun 1990, kedudukan hukum PLN juga merupakan Badan Hukum hanya saja sifat badan hukumnya adalah Badan Hukum Publik.

Meskipun antara PLN di sini Perum (dulu) dengan PLN sebagai PLN (sekarang) mempunyai kesamaan antara lain sama-sama menjadi Pemegang

Kuasa Usaha Ketenagalistrikan untuk kepentingan umum (PKUK), namun terdapat beberapa perbedaan yang cukup prinsipil khususnya dilihat dari kepentingan bisnis antara lain sebagai berikut:

Dalam struktur organisasi PT. PLN (Persero) wilayah Sumatera Utara Cabang Medan mempunyai tugas pokok dan tanggung jawab unsur pelaksana cabang, yaitu:

1. Manager Cabang

Manager Cabang bertugas untuk mengelola dan melaksanakan kegiatan penjualan tenaga listrik, pelayanan pelanggan, pengoperasian dan pemeliharaan jaringan distribusi tenaga listrik di wilayah kerjanya secara efisien sesuai tata kelola perusahaan yang didukung oleh pelayanan, tingkat mutu dan keandalan

PERUM PLN PT. PLN (PERSERO)

1. Badan Hukum Publik 1. Badan Hukum Perdata

2. Ruang geraknya terbatas 2. Ruang geraknya lebih fleksibel

3. Tidak bisa Go Publik 3. Bisa Go Publik

4. Tidak bisa mendirikan anak perusahaan 4. Bisa mendirikan anak perusahaan


(30)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

pasokan yang baik unutk memenuhi kebutuhan pelanggan serta melakukan pembinaan dan pemberdayaan unit asuhan di bawahnya.

2. Bagian Distribusi

Bagian Distribusi ini mengkoordinasikan perencanaan, pengoperasian dan pemeliharaan sarana pendistribusian tenega listrik yang efektif dan efisien dengan kualitas serta keandalan yang baik menerapkan tata kelola perusahaan yang baik. Bagian distribusi ini mempunyai sub bagian yaitu:

a. Sub Bagian Distribusi

Sub Bagian Distribusi ini melaksanakan pengoperasian sistem pendistribusian tenaga listrik dan penertiban jaringan distribusi tenaga listrik kepada pelanggan.

b. Sub Bagian Pemeliharaan Distribusi

Sub Bagian Pemeliharaan Distribusi ini melaksanakan pemeliharaan jaringan distribusi dan peneraan alat pembatas dan pengukur (APP) rangkaian sambungan untuk pelanggan.

3. Bagian Pemasaran

Tugas Bagian Pemasaran ini melaksanakan kegiatan penyusunan prakiraan kebutuhan tenaga listrik, penjualan tenaga listrik, penyuluhan dan survei data pelanggan tenaga listrik di wilayah kerjanya. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana tersebut butir 2 di atas, Bagian Pemasaran mempunyai berfungsi untuk:

a. melakukan penyusunan rencana penjualan tenaga listrik dan langkah pencapaiannya,


(31)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

b. melaksanakan penyuluhan dan pemberian informasi tentang ketenagalistrikan dan prosedur pelayanan kepada calon pelanggan/pelanggan/masyarakat,

c. melaksanakan pembinaan forum komunikasi dengan pelanggan tenaga listrik di wilayah kerjanya, dan

d. merencanakan pengembangan dan pembinaan sarana pembayaran rekening listrik (Payment Point).

4. Bagian Komersial

Bagian Komersial bertugas untuk melakukan upaya pencapaian pendapatan, penyelamatan pendapatan dari penjualan tenaga listrik dan melaksanakan kebijakan penjualan tenaga listrik serta menerapkan tata kelola perusahaan yang baik. Pada bagian komersial mempunyai sub bagian yaitu;

a. Sub Bagian Pembacaan Meter

Sub Bagian Pembacaan Meter bertugas untuk melaksanakan pembacaan stand KWh meter, sebagai dasar proses pembuatan rekening dan melaksanakan pengawasan pelaksanaan pembacaan meter yang dilakukan oleh pihak Out Sourching.

b. Sub Bagian Tata Usaha Langganan

Sub Bagian Tata Usaha Langganan bertanggungjawab untuk melaksanakan kegian administrasi tata usaha langganan meliputi ,pelayanan pelanggan, administrasi langganan, penagihan dan kegiatan pemutusan dan penyambungan.


(32)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Sub Bagian Sistem Informasi ini melaksanakan kegiatan perencanaan, pengembangan dan pemeliharaan sitem aplikasi teknologi informasi dalam rangka menunjang pelayanan penjualan tenaga listrik.

5. Bagian Keuangan

Bagian Keuangan ini merupakan bagian yang mengkoordinasikan penyelenggaraan pengelolaan anggaran, keuangan, perpajakan, dan asuransi sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen dan membuat laporan keuangan dan akuntansi yang akurat dan tepat waktu. Pada bagian keungan mempunyai sub bagian yaitu:

a. Sub Pengendalian Anggaran dan Keuangan

Sub Pengendalian Anggaran dan Keuangan menyusun rencana kerja dan anggarannya serta melaksanakan pengelolaan dana dan luar kas.

b. Sub Bagian Pengendalian Pendapatan

Sub Bagian Pengendalian Pendapatan melaksanakan pemantauan anggaran belanja dan pendapatan cabang, pengurusan asuransi dan pencatatan pajak perusahaan.

c. Sub Bagian Akuntansi

Sub Bagian Akuntansi melasanakan pencatatan semua transaksi, aktiva lancar, aktiva tetap, PDP, kas dan Bank serta inventarisasi aktiva tersebut di atas sesuai dengan standar akuntansi keuangan dan kebijakan direksi.

6. Bagian SDM dan Administrasi

Bagian SDM dan Administrasi melaksanakan pengelolaan kepegawaian, kesekretariatan, perbekalan dan keamanan. Pada bagian SDM dan administrasi mempunyai sub bagian yaitu:


(33)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

a. Sub Bagian Sumber Daya Manusia

Sub Bagian Sumber Daya Manusia melaksanakan kegiatan perencanaan pengurusan sumber daya manusia.

b. Sub Bagian Sekretariat

Sub Bagian Sekretariat melaksanakan tata usaha kesekretariatan dan pengurusan rumah tangga serta keamanan lingkungan kerja.

c. Sub Bagian Perbekalan

Sub Bagian Perbekalan melaksanakan kegiatan bidang perbekalan meliput i rencana persediaan, pengadaan dan penyimpangan barang/material, alat tulis kantor dan administrasi perbekalan.7

Jenis-jenis pelayanan yang diberikan oleh PT. PLN kepada konsumen diuraikan sebagai berikut, yaitu:

C. Jenis-Jenis Pelayanan PT. PLN (Persero) Cabang Medan

8

1. Pelayanan Pemberian Informasi Penyambungan Tenaga Listrik Kepada Calon Pelanggan, Pelanggan dan Masyarakat Umum Lainnya

Dalam melaksanakan tugasnya Fungsi Pelayanan Pelanggan harus dapat memberikan informasi kepada pelanggan, calon pelanggan dan masyarakat umum lainnya tentang hal-hal yang berhubungan dengan penyambungan listrik.

2. Pelayanan Permintaan Penyambungan Baru

Pelayanan Permintaan Penyambungan Baru dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu

7

Materi Penyuluhan Tingkat Pelaksana TUL 1994 PT. PLN (Persero) Wilayah II Sumatera Utara.

8

Tata Usaha Langgan Bagi Deputy, Kepala Kontrin, Kepala Cabang, Kepala Bagian Distribusi, Kepala Bagian Pelayanan Pelanggan, Kepala Rayon dan Kepala Ranting di PT. PLN (Persero).


(34)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

a. Sistem paket

Sistem paket adalah pelayanan permintaan penyambungan tenaga listrik baru yang termasuk pelayanan pemasangan instalasi pelanggan.

b. Sistem bukan paket

Sistem bukan paket adalah pelayanan permintaan penyambungan tenaga listrik baru yang tidak termasuk pelayanan pemasangan instalasi pelanggan. 3. Pelayanan Permintaan Perubahan Daya

Pelayanan Permintaan Perubahan Daya dilakukan apabila terjadi keadaan yang daya tersambung harus disesuaikan dengan daya menurut ketentuan Tarif Dasar Tenaga Listrik yang berlaku atau Perubahan Tegangan Listrik. Atas dasar laporan hasil penelitian dan atau informasi yang diterima dari pencatatan, kemudian Fungsi Pelayanan Pelanggan akan merekamnya ke dalam komputer atau mencatat pada agenda TUL I-02.

4. Pelayanan Permintaan Berhenti Sebagai Pelanggan b. Atas permintaan pelanggan

Yang dimaksud dengan permintaan berhenti sebagai pelanggan adalah permintaaan berhenti sebagai pelanggan PLN yang diajukan oleh nama yang tercantum dalam rekening listrik. Permintaan berhenti sebagai pelanggan tidak dapat dipenuhi/dilayani apabila permintaan tersebut diajukan melalui telepon, karena bermasalah (data tidak lengkap/tidak absah/terdapat hutang pelanggan yang belum dilunasi)

Bagi pelanggan yang minta berhenti sebagai pelanggan, apabila kelebihan Uang Jaminan Listrik (UJL) maka UJL harus dikembalikan kepada pelanggan


(35)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

setelah diperhitungkan dengan tunggakan rekening listrik dan atau kewajiban lainnya yang belum dilunasi.

b. Berhenti sebagai pelanggan bukan atas permintaan pelanggan yang bersangkutan

Permintaan berhenti sebagai pelanggan yang diajukan oleh orang/badan hukum yang bukan pelanggan dijawab antara lain bahwa permintaan tidak dapat dipenuhi karena peminta tidak tercatat sebagai pelanggan PLN.

5. Pelayanan Permintaan Perubahan Nama Pelanggan

Pelayanan Permintaan Perubahan Nama Pelanggan, terdiri dari:

- Ganti nama pelanggan adalah perubahan nama pelanggan yang tidak berakibat adanya perpindahan alas hak sebagai pelanggan listrik.

- Balik nama pelanggan adalah perubahan nama pelanggan yang berakibat adanya perpndahan alas hak sebagai pelanggan.

6. Pelayanan Permintaan Perubahan Golongan Tarif

Permintaan Perubahan Golongan Tarif adalah permintaan untuk merubah golongan tarif dengan daya yang tetap.

Permintaan perubahan golongan tarif terdiri dari: a. Perubahan atas permintaan pelanggan.

Permintaan perubahan golongan tarif ini atas dasar permintaan pelanggan yang karena peruntukkan tenaga listriknya telah berubah.

b. Perubahan bukan atas permintaan pelanggan.

Perubahan golongan tarif bukan atas permintaan pelanggan, dimaksudkan untuk merubah golongan tarif yang dilakukan oleh PLN sesuai


(36)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

peruntukkannya atau karena untuk menyesuaikan dengan ketentuan TDL yang berlaku.

7. Pelayanan Permintaan Penyambungan Sementara

Pelayanan Permintaan Penyambungan Sementara adalah penyambungan yang diperuntukkan untuk penyambungan daya atau penambahan daya jangka pendek. Permintaan penyambungan sementara dapat diberikan untuk:

- Bangunan/persil yang sudah mendapat sambungan tenaga listrik yang sah. - Bangunan/persil yang belum ada sambungan tenaga listrik yang sah. 8. Pelayanan Pembayaran Tagihan Susulan

Pelayanann Pembayaran Tagihan Susulan berfungsi melayani pelanggan menerima dokumen sehubungan dengan proses penertiban pemakai aliran tenaga listrik (P2TL) dari fungsi yang berwenang.

Fungsi pelayanan pelanggan menerima dokumen sehubungan dengan proses P2TL dari fungsi yang berwenag.

a Penetapan besarnya tagihan susulan

Fungsi pelayanan pelanggan berdasarkan dokumen P2TL yang diterima dari fungsi yang berwenang akan menghitung besarnya tagihan susulan yang kemudian ditetapkan oleh Kepala Cabang.

b Pembayaran tagihan susulan

Untuk penerimaan pembayaran biaya tersebut dilakukan kegiatan mencetak kwitansi dan merekam pembayaran dan tanggal bayar.

B. Pelaksanaan/Tindak lanjut P2TL.

Tagihan susulan Penertiban Pemakaian Aliran Tenaga Listrik (P2TL) yang telah diselesaikan pembayarannya, maka:


(37)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

a Sambungan tenaga listrik diputus, SLP/SMP tidak diambil, maka fungsi pelayanan pelanggan pembayarannya, maka:

- perintah kerja penyambungan kembali, dan - berita acara penyambungan kembali.

b sambungan tenaga listrik diputus, SLP/SMP diambil, maka fungsi pelayanan pelanggan akan membuat/menyiapkan:

- perintah kerja pemasangan SL, - berita acara pemasangan SL, dan

- PDL.

9. Pelayanan Permintaan Pemutusan Sementara Dengan Penyambungan Kembali Tenaga Listrik

Yang dimaksud Pelayanan Permintaan Pemutusan Sementara Dengan Penyambungan Kembali Tenaga Listrik adalah pemutusan tenaga listrik karena bangunan/instalasi pelanggan diperbaiki untuk jangka waktu tertentu maksimal satu tahun dan yang bersangkutan masih tercatat sebagai pelanggan PLN.

Selama pemutusan sementara, rekening tetap diterbitkan (hanya biaya beban saja). Apabila permintaan penyambungan kembali melebihi jangka waktu satu tahun maka permintaan penyambungan tersebut diberlakukan sebagai permintaan pemasangan penyambungan kembali dengan membayar Biaya Penyambungan dan Uang Jaminan Pelanggan.

10.Pembongkaran Tenaga Listrik Tanpa Penyambungan Kembali

Yang dimaksud dengan Pembongkaran Tenaga Listrik Tanpa Penyambungan Kembali adalah pembongkaran sambungan tenaga listrik yang tidak disambung kembali pada pelanggan yang sama karena peraturan pemerintah


(38)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

atau bukan karena kemauan pelanggan maupun bukan kemauan PLN, misalnya: perubahan peruntukkan fungsi lahan, terkena proyek peremajaan wilayah, dan lain sebagainya.

11.Pelayanan Pengaduan Pelanggan

a. Pengaduan perbaikan/penggeseran instalasi PLN

Yang dimaksud dengan Pengaduan perbaikan/penggeseran instalasi PLN adalah permintaan perbaikan/penggeseran instalasi PLN untuk kepentingan pelanggan yang bersangkutan.

b. Pengaduan rekening listrik

Yang dimaksud dengan Pengaduan Rekening Listrik adalah pengajuan yang diajukan pelanggan karena adanya dugaan kesalahan perhitungan tagihan dalam pembayaran rekening listrik.

c. Pengaduan lain-lain

Yang dimaksud Pengaduan lain-lain adalah penerimaan pengaduan diluar butir 1 dan 2 tersebgut di atas, misalnya bersifat teknis maupun aministratif 12.Pelayanan Permintaan Pembayaran Kembali (Restitusi)

Yang dimaksud dengan Pelayanan Permintaan Pembayaran Kembali (Restitusi) adalah pengembalian uang kepada pelanggan karena sesuatu hal atau adanya kesalahan perhitungan.

13.Pelayanan Permintaan Angsuran

Yang dimaksud Pelayanan Permintaan Angsuran adalah pelayanan terhadap pelanggan-pelanggan yang akan membayar kewajibannya (BP, tagihan susulan P2TL atau tunggakan rekening listrik).


(39)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Yang dimaksud Pelayanan Pemberian Reduksi adalah pelayanan yang diberikan kepada pelanggan musiman berdasarkan Edaran Direksi No. 012.E/471/DIR/1994 yaitu:

a. Penggilingan beras dan pabrik gula dapat diberikan reduksi atas Biaya Beban sebesar 50% namun KWh yang digunakan dihitung penuh dengan ketentuan pemakaina KWh tidak melebihi tiga jam dari daya tersmbung. b. Untuk pompa irigasi, bukan tambak udang dapat diberikan reduksi atas

Biaya Beban sebesar 75%.

c. Pompa pengendali banjir (Tarif S) dapat diberikan reduksi atas Biaya Beban sebesar 75%.

15.Historis Data Pelangga n

Historis Data Pelanggan adalah data untuk memenuhi kebutuhan informasi tentang pelanggan. Historis data pelanggan akan menyimpan data pelanggan pada waktu pertama kali menjadi pelanggan dan perubahan data pelanggan yang pernah terjadi selama jadi pelanggan serta kondisi pelanggan. Pembuatan dan persiapan historis data pelanggan dilakukan melalui komputer.

16.Pengawasan Peremajaan Data Pelanggan

Yang dimaksud dengan Pengawasan Peremajaan Data Pelanggan adalah proses Perubahan Data Pelanggan (PDL) di komputer karena adanya mutasi/koreksi yang dilakukan berdasarkan PDL. Pengawasan peremajaan data pelanggan dilakukan antara lain dengan memeriksa dan menyesuaikan data pelanggan di Laporan Peremajaan dengan PDL yang bersangkutan. Apabila dalam pemeriksaan/penyesuaian data tersebut diketemukan kelainan/penyimpangan dari


(40)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

mutasi/koreksi data pelanggan yang seharusnya, maka tindakan yang dilakukan adalah:

a mengulang atau memutasikan pelanggan tersebut Fungsi Pengolahan Data, b mengkoreksi rekening listrik bulan ini sesuai dengan mutasi/koreksi data

pelanggan yang seharusnya.

17.Pelayanan Pembayaran Dimuka Rekening Listrik

Yang dimaksud dengan Pelayanan Pembayaran Dimuka Rekening Listrik adalah pembayaran penggunaan tenaga listrik (rekening listrik) yang belum dibukukan sebagai penjualan tenaga listrik atau atas pemakaian Tenaga Listrik yang belum dipergunakan.

18.Pencatatan Data Pelanggan

Yang dimaksud dengan Pencatatan Data Pelanggan adalah pencatatan terhadap setiap terjadi penambahan pelanggan baru dan perubahan data pelanggan. Perubahan-perubahan dicatat pada Kartu Pelanggan Tarif Tunggal Tanpa KVArh atau Kartu Pelanggan Tarif Ganda dan Tunggal dengan KVArh. 19.Nomor Pelangga n

Yang dimaksud dengan Nomor Pelanggan adalah nomor yang diberikan kepada setiap pelanggan yang merupakan identitas pelanggan sebagai akibat penyambungan baru tenaga listrik. Nomor pelanggan ini tidak menunjukkan jumlah pelanggan sebagai akibat penyambungan baru tenaga listrik.

D. Hubungan PT. PLN (Persero) Cabang Medan dengan Konsumen

Dalam Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi menurut Tata Usaha Pelanggan (TUL) 1994, Pelanggan didefinisikan sebagai Pemakai Tenaga Listrik


(41)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

PLN dengan landasan hak yang sah atau dengan kata lain pemakai tenaga listrik tanpa alas hak yang sah bukan merupakan Pelanggan dan oleh karena itu TUL 1994 hanya mengatur hubungan PLN dengan pelanggan.

Hubungan hukum antara PLN dengan pelanggan didasarkan pada suatu alas hak yang disebut perjanjian jual beli tenaga listrik yang sepenuhnya tunduk pada hukum perjanjian sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang antara lain menyebutkan bahwa Perjanjian merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya (Pasal BW). Hubungan antara PLN dengan Pelanggan didasarkan pada hubungan perdata tersebut membawa konsekuensi sebagai berikut:

1. PLN hanya berwenang mengambil tindakan secara langsung terhadap pelanggan berdasarkan ketentuan dalam jual beli tenaga listrik sedangkan terhadap non pelanggan PLN tidak dapat mengambil tindakan secara langsung misalnya mengenakan tagihan susulan terhadap non pelanggan.

2. Hubungan antara PLN dengan orang atau badan hukum yang menjadi pihak dalam Perjanjian jual beli tersebut.

Kegiatan yang sudah, sedang, dan akan dilakukan PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan adalah penjualan tenaga/arus listrik, pelayanan pelanggan, pengoperasian dan pemeliharaan jaringan distribusi tenaga listrik di wilayah kerjanya secara efisien sesuai dengan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan kebijakan Kantor Induk untuk menghasilkan pendapatan perusahaan yang didukung dengan pelayanan.

Kegiatan ini dimulai dari PLN pembangkit yang merupakan sektor dari perusahaan yang menghasilkan arus listrik melalui pembangkit. Arus listrik ini


(42)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

kemudian disalurkan ke PLN Pusat Penyaluran dan Pengatur Beban Sumatera (P3BS). Pada PLN P3BS ini arus listrik pertama sekali disalurkan ke Unit Pengatur Beban (UPB) yakni ke transmisi. Kemudian arus akan disalurkan ke Unit Pelayanan Transmisi (UPT) yaitu ke Gardu Induk (GI). Unit Pelayanan Transmisi ini akan dibagi ke dalam beberapa Penyulang dari daerah yang bersangkutan. Dari PLN P3BS arus kemudian disalurkan ke wilayah Sumatera Utara melalui Gardu Induk ke Jaringan Tegangan Menengah (JTM) atau disebut juga Penyulang seperti yang terdapat pada UPT .

Antara GI dan JTM terdapat KWh batas yang bertujuan untuk membatasi arus listrik yang akan didistribusikan. Dari JTM arus listrik dialirkan ke Jaringan Tegangan Rendah (JTR) yang kemudian akan didistribusikan ke Sambungan Rumah (SR). PLN Wilayah Sumatera Utara akan menyalurkan arus listrik tersebut ke PLN Wilayah Sumatera Utara.

Proses penjualan arus listrik ini diawali dengan adanya alat ukur pemakaian arus listrik yang biasa disebut KWh Meter bangunan atau rumah yang menggunakan arus listrik. Pada KWh Meter ini akan terdapat Stand Awal dan Stand Akhir yang selisih antara keduanya adalah yang disebut dengan jumlah pemakaian yakni dalam satuan KWh. Jumlah pemakaian ini akan dikalikan dengan tarif per Kw yang tarif akan ditentukan berdasarkan lokasi pemakai arus listrik.


(43)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

BAB III

HAK-HAK KONSUMEN DALAM HUKUM POSITIF

A. Makna Hak Secara Yuridis

Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut sebagai hak.

Hak ternyata juga tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan, melainkan juga kehendak. Ciri-ciri yang melekat pada hak menurut hukum adalah:

1. Hak itu dilekatkan kepada seseorang yang disebut sebagai pemilik atau subjek dari hak itu. Ia juga disebut sebagai orang yang memiliki title atas barang yang menjadi sasaran dari hak.


(44)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

2. Hak itu tertuju kepada orang lain, yaitu yang menjadi pemegang kewajiban. Antara hak dan kewajiban terdapat korelatif.

3. Hak yang ada pada seseorang ini mewajibkan pihak lain untuk melakukan

(commision) atau tidak melakukan (ommision) sesuatu perbuatan.

4. Commision atau Ommision itu menyangkut seseuatu yang bisa disebut sebagai

objek dari hak.

5. Setiap hak menurut hukum itu mempunyai title, yaitu suatu peristiwa tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada pemiliknya.

Oleh Soerjono Soekanto, hak dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Hak searah atau relatif, muncul dalam hukum perikatan atau perjanjian misalnya hak menagih atau melunasi prestasi.

2. Hak jamak atau absolut, yang terdiri dari:

a. Hak dalam Hukum Tata Negara pada penguasa menagih pajak, pada warga hak asasi;

b. Hak kepribadian, hak atas kehidupan, hak tubuh, hak kehormatan, dan kebebasan;

c. Hak kekeluargaan, hak suami-istri, hak orang tua, hak anak; d. Hak atas objek materiil, hak cipta, merek dan paten.

Hak dalam bahasa Belanda disebut Subjectief Recht, sedangka Objectief

Recht artinya hukum. Dalam konteks ini, hak sebagai hukum subjektif umumnya

dibagi 2 (dua) yaitu: 1. Hak Mutlak (absolut)


(45)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Hak Mutlak (absolut) ialah memberikan kekuasaan atau wewenang kepada yang bersangkutan untuk bertindak, dipertahankan, dan dihormati orang lain. Hak multak dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu:

a. Hak asasi manusia;

b. Hak publik, misalnya hak atas kemerdekaan dan kedaulatan, hak negara memungut pajak;

c. Hak keperdataan, misalnya: hak menuntut ganti rugi, hak kebebasan orang tua, hak perwalian, hak pengampuan, hak kebendaan dan hak immaterial. 2. Hak Relatif (nisbi)

Hak Relatif (nisbi) ialah memberikan kekuasaan atau wewenang kepada orang-orang tertentu untuk menuntut kepada orang lain tertentu untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

Jika membicarakan tentang perlindungan konsumen tidak lain adalah membicarakan hak-hak konsumen. Presiden Amerika Serikat J. F. Kennedy dalam pesannya kepada Congress tanggal 15 Maret 1962 dengan judul A Special

message of Pritection the Consumer Interest, menjabarkan 4 (empat) hak

konsumen sebagai berikut:9

1. Hak memperoleh keamanan (the right to safety); 2. Hak memilih (the right to choose);

3. Hak mendapatkan informasi (the right to be informed); 4. Hak untuk di dengar (the right to be heard);

PT. PLN (Persero) dalam melaksanakan hak informasi konsumen dilakukan dengan beberapa jalan:

9


(46)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

1. Melalui jalur online dengan menggunakan pesawat telepon dengan nomor 123, dalam hal pelanggan yang mengalami gangguan dapat meminta informasi mengenai gangguan yang dialami oleh pelanggan yang nantinya akan dilayani oleh petugas yang akan menerangkan dan akan menindak lanjutinya kemudian untuk dilakukan pemerikasaan.

2. Mendatangi langsung kantor PLN dan membuat laporan pengaduan tentang gangguan yang dialami oleh pelanggan dengan mengisi formulir pengaduan pelanggan yang telah disediakan oleh petugas dan mendapatkan informasi mengenai gangguan tersebut dan akan ditindak lanjuti oleh PLN.

3. Apabila ada melihat Mobil Unit Pelayanan Gangguan yang kebetulan sedang melintas, dapat langsung melaporkan kepada petugasnya tentang informasi gangguan yang dialami oleh pelanggan. Mobil unit itu akan segera meneruskan laporan anda ke petugas piket di kantor pelayanan gangguan melalui komunikasi radio. Selanjutnya petugas piket itu akan mengkoordinasikan pelayanan gangguan untuk pelanggan yang bersangkutan. 4. Bahkan sekarang ini lagi dikembangkan suatu sistem baru, yaitu untuk

memberikan informasi kepada pelanggan mengenai tagihan rekening listrik yang harus dibayar oleh pelanggan melalui media Short Message Service

(SMS), yaitu dengan mengirimkan sms ke nomor tertentu yang telah

ditentukan. Namun hal ini masih di uji coba dan belum diperkenalkan secara luas.

5. Sekarang ini PT. PLN (Persero) telah membuat suatu akses baru yang bisa digunakan konsumen yaitu melalui website dari PT. PLN (Persero). Dalam hal ini konsumen bisa mengakses website PT. PLN (Persero) Pusat yaitu melalui


(47)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

situs di http://www.pln.co.id ataupun melalui website PT. PLN (Persero) Wilayah II Sumatera Utara di http://www.plnsumut.co.id. Konsumen dapat mengetahui informasi tentang PT. PLN (Persero) dan juga dapat mengajukan keluhannya langsung ke website tersebut.10

B. Hak Subjek Konsumen dalam Prinsip Hukum Perlindungan Konsumen

Kata ”konsumen” pertama kali masuk dalam substansi GBHN pada tahun 1983. Pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan ekonomi pada khususnya GBHN harus menguntungkan konsumen. Lima tahun kemudian kata-kata itu dirasakan tetap relevan untuk dimuat kembali sehingga dalam GBHN 1988 dinyatakan, pembangunan ekonomi itu harus menjamin kepentingan konsumen. Selanjutnya dalam GBHN 1993 kembali dinyatakan, pembangunan ekonomi itu harus melindungi kepentingan konsumen. Kata-kata ”menguntungkan”, ”menjamin kepentingan”, atau ”melindungi kepentingan” itu pada hakikatnya merupakan rumusan yang sangat abstrak dan normatif.11

10

http://www.plnsumut.co.id.

11

A.Z Nasution, Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial Ekonomi dan Hukum pada Perlindungan Hukum Konsumen Indonesia (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan), h. 72.

Selain ditinjau dari bidang-bidang hukum yang mengatur perihal perlindungan konsumen dan dua jenis kebijakan umum yang dapat ditempuh, juga terdapat prinsip-prinsip pengaturan di bidang perlindungan konsumen. UUPK menyebutkan lima prinsip pengaturan yang dikaitkan dengan asas-asas pembangunan nasional, yaitu asas manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan, serta kepastian hukum.


(48)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Dalam konteks hukum perlindungan konsumen terdapat prinsip-prinsip yang berlaku dalam bidang hukum ini. Tentu saja prinsip-prinsip tersebut bukan sesuatu yang khas ”hukum perlindungan konsumen” karena juga diterapkan dalam banyak area hukum lain. Prinsip-prinsip itu ada yang masih berlaku sampai sekarang, tetapi ada pula yang ditinggalkan seiring dengan tuntutan kesadaran hukum masyarakat yang terus meningkat.

Prinsip-prinsip yang muncul tentang kedudukan konsumen dalam hubungan hukum dengan pelaku usaha berangkat dari doktrin atau teori yang dikenal dalam perjalanan sejarah hukum perlindungan konsumen. Yang termasuk kelompok ini adalah:

1. Prinsip ”Let the buyer Beware”

Doktrin ”let the buyer beware” sebagai dasar dari lahirnya sengketa di bidang transaksi konsumen. Asas ini berasumsi, pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang sehingga tidak perlu ada proteksi apapun bagi konsumen.

Tentu saja dalam perkembangannya, konsumen tidak mendapat akses informasi yang sama terhadap barang atau jasa yang dikonsumsikannya. Ketidakmampuan itu dapat disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan konsumen, tetapi terlebih lagi banyak disebabkan oleh ketidakterbukaan pelaku usaha terhadap produk yang ditawarkannya. Akhirnya, konsumen pun didikte oleh pelaku usaha. Jika konsumen mengalami kerugian, pelaku usaha dapat dengan mudah berdalih dengan mengatakan, semua itu karena kelalaian konsumen sendiri.


(49)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Doktrin yang mengatakan ”let the buyer beware” itu ditentang oleh pendukung gerakan perlindungan konsumen (konsumerisme). Menurut prinsip ini, dalam suatu hubungan jual-beli keperdataan, yang wajib berhati-hati adalah pembeli (konsumen) jika ia sampai membeli dan mengkonsumsi barang-barang yang tidak layak. Dengan adanya UUPK, kecenderungan caveat emptor dapat mulai diarahkan sebaliknya menuju kepada caveat venditor (pelaku usaha yang perlu berhati-hati).

2. Prinsip ”The Due Care Theory”

Doktrin (prinsip atau teori) ini menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam memasyarakatkan produk, baik barang maupun jasa. Selama berhati-hati dengan produknya, ia tidak dapat dipersalahkan. Jika ditafsirkan secara a-contrario, maka untuk mempersalahkan si pelaku usaha, seseorang harus dapat membuktikan, pelaku usaha itu melanggar prinsip kehati-hatian.

3. Prinsip ”The Privity of Contract”

Prinsip ini menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika di antara mereka telah terjalin suatu hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat disalahkan atas hal-hal di luar yang diperjanjikannya. Artinya, konsumen boleh menggugat berdasarkan wanprestasi (contractual liability). Di tengah minimnya peraturan perundang-undangan di bidang konsumen, sangat sulit menggugat dengan dasar perbuatan melawan hukum (tortious liability).

Seiring dengan bertambah kompleksnya transaksi konsumen, prinsip the


(50)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

mengatur hubungan antara pelaku usaha dan konsumen. Jadi, kontrak bukan lagi merupakan syarat untuk menetapkan eksistensi suatu hubungan hukum.

Walaupun demikian, ada pandangan yang menyatakan prinsip kontrak bukan syarat hanya berlaku untuk objek transaksi berupa barang. Sebaliknya, kontrak selalu dipersyaratkan untuk transaksi konsumen di bidang jasa. Prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen, diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggungjawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait.

Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut:

a. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan

Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau

liability based on fault) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum

pidana dan perdata. Dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya Pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh.

Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,12

1) adanya perbuatan,

yang lazim dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu:

2) adanya unsur kesalahan,

12


(51)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

3) adanya kerugian yang diderita, dan

4) adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian. b. Prinsip praduga untuk selalu bertanggungjawab

Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggungjawab

(presumption of liability principle), sampai ia dapat membuktikan, ia tidak

bersalah. Jadi, beban pembuktian ada pada si tergugat.

Berkaitan dengan prinsip tanggung jawab ini, dalam doktrin hukum pengangkutan khususnya, dikenal 4 (empat) variasi,13

1) Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab kalau ia dapat membuktikan bahwa kerugian ditimbulkan oleh hal-hal di luar kekuasaannya.

yaitu:

2) Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika ia dapat membuktikan, ia mengambil suatu tindakan yang diperlukan untuk menghindari timbulnya kerugian.

3) Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika ia dapat membuktikan, kerugian yang timbul bukan karena kesalahnnya.

4) Pengangkut tidak bertanggung jawab jika kerugian itu ditimbulkan oleh kesalahan/kelalaian penumpang atau karena kualitas/mutu barang yang diangkut tidak baik.

Dari uraian di atas jelas terlihat beban pembuktian terbalik (omkering van

bewijlast) diterima dalam prinsip tersebut. Dalam konteks hukum pidana di

Indonesia, omkering van bewijlast diperkenalkan dalam Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi, tepatnya pada Pasal 17 dan 18. Namun, dalam praktiknya

13

E. Suherman, Masalah Tanggung Jawab pada Charter Pesawat Udara dan Beberapa Masalah Lain dalam Bidang Penerbangan (Bandung: Alumni, 1986), h. 18.


(52)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

pihak Kejaksaan RI sampai saat ini masih keberatan untuk menggunakan kesempatan yang diberikan prinsip beban pembuktian terbalik. UUPK pun mengadopsi sistem pembukt ian terbalik ini, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 19, 22, dan 23.

Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption of

nonliability principle) hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang

sangat terbatas dan pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan.

Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada hukum pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin/bagasi tangan, yang biasanya dibawa dan diawasi oleh si penumpang (konsumen) adalah tanggung jawab dari penumpang. Dalam hal ini pengangkut (pelaku usaha) tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya.

4. Prinsip tanggung jawab mutlak

Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sering diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab absolute (Absolute liability). Pada strict liability, harus ada hubungan kausalitas antara subjek yang bertanggung jawab dan kesalahannya, sementara pada absolute liability hubungan itu tidak selalu ada.14

Dalam Protokol Guatemala 1971, prinsip tanggung jawab mutlak ini diterima untuk menggantikan ketentuan Pasal 17 ayat (1) Konvensi Warsawa Kendati demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua terminology di atas.

14

E. Saefullah Wirapradja, Tanggung Jawab Penganangkut dalam Hukum Udara Internasional dan Nasional (Yogyakarta: Liberty, 1989), h. 51.


(53)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

1929. Prinsip ini juga diberlakukan dalam hukum positif Indonesia, yakni dalam Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan.

Menurut R.C. Hoeber,15

15

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia (Jakarta: Grasindo, 2004), h. 64.

biasanya prinsip tanggung jawab mutlak ini diterapkan karena konsumen tidak dalam posisi menguntungkan untuk membuktikan adanya kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi yang kompleks, diasumsikan produsen lebih dapat mengantisipasi jika sewaktu-waktu ada gugatan atas kesalahannya misalnya dengan asuransi atau menambah komponen biaya tertentu pada harga produknya, dan asas ini dapat memaksa produsen lebih hati-hati.

Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability

principle) sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausula

eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Dalam perjanjian cuci cetak film, misalnya, ditentukan, bila film yang ingin dicuci/cetak itu hilang atau rusak (termasuk akibat kesalahan petugas), maka si konsumen hanya dibatasi ganti kerugiannya sebesar sepuluh kali lipat harga satu rol film baru.

Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila diterapkan sepihak oleh pelaku usaha. Dalam UUPK yang baru, seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausula yang merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya. Jika ada pembatasan mutlak harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang jelas.


(1)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

(SDM) yang berkerja pada PLN harus ditingkatkan guna meningkatkan citra PLN di mata pelanggan dan mendapatkan SDM yang sesuai. Berbagai perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen, perumusannya begitu luas sehingga tidak dapat secara langsung melindungi kepentingan konsumen.

2. Upaya yang dilakukan PT. PLN dalam memenuhi hak-hak konsumen bahwa PT. PLN tetap berusaha memberikan pelayanan yang maksimal sehingga sehingga sebagian besar hak-hak para konsumen dapat dipenuhi. Hal ini jelas terlihat dengan perhatian PLN dalam memenuhi kebutuhan konsumen, akan tetapi konsumen juga harus memahami situasi dan kondisi PT. PLN pada saat ini. Dalam arti, bahwa banyak sekali peralatan yang harus diperbaiki secara bertahap dan di ganti tetapi karena situasi keuangan pemerintah pada saat ini kurang memungkinkan bagi PLN untuk dapat memenuhi keinginan konsumen. Disamping itu, PT. PLN juga memberikan pelayanan gangguan listrik ataupun menghubungi pesawat 123 atau dapat mendatangi langsung ke kantor PLN terdekat dengan memberikan laporan tentang gangguan yang dialami oleh pelanggan.

3. Perlindungan hukum yang diterima oleh konsumen terhadap pelayanan PT. PLN yaitu beberapa kasus konsumen ke Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) diselesaikan melalui beberapa jalur, misalnya: meminta keterangan dari PLN melalui surat yang biasanya melalui surat ini, beberapa kasus bisa diselesaikan tanpa harus melalui jalur hukum lebih lanjut. Jika penyelesaian melalui jalur ini tidak dapat menyelesaikan kasus, selanjutnya YLKI akan melakukan mediasi dengan mempertemukan kedua belah pihak.


(2)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

Jika tidak dapat menyelesaikan permasalahan, jalurnya adalah lembaga peradilan yang berlaku atau melalui sengketa di luar pengadilan yakni Badan penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

B. Saran

Dari kesimpulan tersebut, dapat diajukan beberapa saran yang diharapkan akan bermanfaat bagi perkembangan perlindungan hukum terhadap konsumen di masa yang akan datang. Adapun saran-saran tersebut adalah:

1. Bahwa PLN harus lebih mengetahui kekurangan yang ada dalam peralatan kelistrikan dan harus lebih dipersiapkan apabila terjadi kerusakan atau mengganti peralatan yang rusak agar pelanggan/konsumen tidak dirugikan oleh kejadian tersebut. Pemerintah harus mengusahakan/mengupayakan agar seluruh pengelola ketenagalistrikan membeli asuransi untuk pembayaran kerugian konsumen jika terjadi kerusakan alat-alat elektronik yang diakibatkan oleh padamnya lsitrik secara tiba-tiba seperti yang terjadi belakangan ini. Jaminan asuransi itu untuk mengatasi kejadian yang tidak dapat diduga sebelumnya, sehingga dapat dipakai untuk membayar kerugian konsumen dan perusahaan itu sendiri.

2. Jika terjadi pemadaman listrik maka pembayaran rekening listrik pelanggan harus disesuaikan dengan padamnya listrik yang terjadi. Apabila ada kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) maka harus dibarengi dengan kepuasan pelayanan PLN yang diterima oleh pelanggan. Pemberian informasi yang dilakukan oleh PLN jika melakukan pemadaman listrik harus diberitahukan jauh sebelum


(3)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

terjadinya pemadaman listrik, artinya dilakukan 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat jam) agar pelanggan dapat mengatisipasi jika terjadi pemadaman listrik. 3. Sebenarnya rumusan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 sudah

tercantum jelas tentang perlindungan konsumen terutama Pasal 33 mengamanatkan bahwa pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik wajib memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat dan memperhatikan hak-hak konsumen sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen. Selain itu, konsumen tenaga listrik mempunyai hak mendapat pelayanan yang baik, mendapat tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dan keandalan yang baik, memperoleh tenaga listrik dengan harga yang wajar, mendapat pelayanan perbaikan apabila ada gangguan tenaga listrik dan mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan dan/atau kelalaian pengoperasian oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik sesuai syarat-syarat yang diatur dalam perjanjian jual-beli tenaga listrik sebagaimana tercantum dalam Pasal 34.


(4)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Brotosusilo, Agus, 1997, Instrumen/Aspek-aspek Perlindungan Terhadap

Konsumen dalam Sistem Hukum di Indonesia, Yayasan Lembaga

Konsumen Indonesia, Jakarta.

Budiardjo, Miriam, 1986, Dasar-DasarIlmu Politik, Gramedia, Jakarta.. Friedman, Lawrence M, 1985, American Law, W.W. Norton & Co., New York Hardjasoemantri, Koesnadi, 1994, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Miru, Ahmadi dan Yodo, Sutarman, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Materi Penyuluhan Tingkat Pelaksana TUL 1994 PT. PLN (Persero) Wilayah II Sumatera Utara.

Nasution, A.Z, 1995, Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial Ekonomi dan

Hukum pada Perlindungan Hukum Konsumen Indonesia, Pustaka

Sinar Harapan, Jakarta.

Rahardjo, Satjipto, 1986, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung.

Shofie, Yusuf, 2003, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Intrumen


(5)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

---. 2003, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut

Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) Teori dan Praktek Penegakan Hukum,Citra Aditya Bakti, Bandung.

Shidarta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta. Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta. Subekti, R, 1987, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermassa, Jakarta.

Sudaryatmo, 1996 Masalah Perlindungan Konsumen di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Suherman, E, 1986, Masalah Tanggung Jawab pada Charter Pesawat Udara dan

Beberapa Masalah Lain dalam Bidang Penerbangan, Alumni,

Bandung.

Tata Usaha Langgan Bagi Deputy, Kepala Kontrin, Kepala Cabang, Kepala Bagian Distribusi, Kepala Bagian Pelayanan Pelanggan, Kepala Rayon dan Kepala Ranting di PT. PLN (Persero).

Usman, Rachmadi, 2002, Hukum Arbitrase Nasional, Gramedia, Jakarta.

Wirapradja, E. Saefullah, 1989, Tanggung Jawab Penganangkut dalam Hukum

Udara Internasional dan Nasional, Liberty, Yogyakarta. B. Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 Tentang Ketenegalistrikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Arbitrase

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 1836/K/36/MEM/2002 tentang ketentuan pelaksanaan harga jual tenaga listrik tahun 2003 yang disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perusahaan Listrik Negara

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2001 tanggal 30 Juni 2001 yang diganti dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2003 tentang harga jual tenaga listrik yang disediakan oleh PT. PLN (Persero)

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Usaha Penunjang Tenaga Listrik

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1995 tentang Usaha Penunjang Tenaga Listrik Presiden Republik Indonesia

Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No. 02P/451/M.PE/1991 tentang

Hubungan Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan untuk

Kepentingan Umum dengan Masyarakat.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik

C. Artikel Harian

Anyer, “Ketika Listrik Pun Padam,” Kompas (28 april 1997): 8

Lubis, Todong Mulya, ”Hukum dan Ekonomi,” Sinar Harapan (16 Januari 1992): 7


(6)

Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.

USU Repository © 2009

http://www.plnsumut.co.id http://www.pln.co.id