Pengertian Wali Pengertian dan Dasar Hukum Wali Nikah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WALI DALAM PERKAWINAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Wali Nikah

1. Pengertian Wali

Kata wali menurut bahasa berasal dari kata al-wali ﻮ ا dengan bentuk jamak auliya ءﺎ وا yang berarti pecinta, saudara, penolong. 1 Menurut istilah wali adalah orang yang berhak dan berkuasa untuk melakukan perbuatan hukum bagi orang yang berada di bawah perwaliannya menurut ketentuan syari’at. Sayyid Sabiq mengatakan wali adalah sesuatu ketentuan hukum yang dapat dipaksakan kepada orang lain sesuai dengan bidang hukumnya. 2 Menurut istilah fiqih yang dimaksud perwalian adalah penguasaan penuh yang diberikan oleh agama kepada seseorang untuk menguasai dan melindungi orang atau barang. Orang yang diberi kekuasaaan perwalian di sebut wali. 3 Perwalian ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus. Kewalian bersifat umum ialah mengenai orang banyak dalam suatu wilayah atau negara. Sedangkan kewalian yang bersifat khusus ialah menyangkut 1 Louis Ma’luf, al-Munjid, Beirut Masyriq, 1975, h. 919 2 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Terj, Bandung, PT. Al-Ma’arif, 1997, Cet. Ke-13, jilid 7, h.7 3 Kamal Muhtar, Azas-azas dalam Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1987, Cet. II, h. 92 12 pribadi seseorang atau hartanya. Dalam pembahasan skripsi ini adalah wali menyangkut pribadi dalam masalah perkawinan atau biasa disebut menjadi wali nikah. Menurut kamus istilah fiqih, wali nikah adalah mereka yang berhak menjadi wali bagi perempuan yang menikah, karena keturunan atau kekuasaan. 4 Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa wali nikah adalah orang- orang yang berhak menjadi wali bagi perempuan yang akan menikah dan hak perwalian diperoleh berdasarkan garis keturunan dari pihak laki-laki atau berdasarkan kekuasaan. 2. Dasar Hukum Wali Nikah Dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 5 Karena perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, maka perlu diatur dengan syarat dan rukun tertentu agar tujuan disyariatkannya perkawinan tercapai. 4 M. Abdul Mujieb, dkk, Kamus Istilah Fiqih, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994, Cet. III, h. 416 5 Departemen Agama R.I, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 serta Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Depag RI, 2004, h. 14 Sahnya suatu perkawinan dalam hukum Islam adalah dengan terlaksananya akad nikah yang memenuhi syarat-syarat dan rukunnya. Dalam kaitannya dengan rukun nikah. Jumhur Ulama sepakat bahwa rukun nikah terdiri atas: 6 a. Adanya calon suami; b. Adanya calon isteri; c. Adanya wali dari pihak calon penganti wanita; d. Adanya dua orang saksi e. Sighat akad nikah, yaitu ijab kabul yang diucapkan oleh waliwakilnya dari pihak wanita dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki. Mengenai keabsahan nikah tanpa wali, ada dua pendapat di kalangan ulama, pendapat pertama oleh jumhur ulama, bahwa suatu pernikahan tidak sah tanpa keberadaan wali. Ini berdasarkan nash al-Qur’an dan hadits. 7 a. Firman Allah SWT ﻓ ْ هﻮ أ ْن ْﻜ ْ أ ْز وا ﻬ إ ذ ا ﺮ ا ْﻮ ﺑ ا ْ ﻬ ْ ﺑ ْ ﺎ ْﺮ ْو ف ةﺮ ا : 232 6 Slamet Abidin dan H. Aminuddin, Fiqih Munakahat, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999, Cet. I, h. 89, lihat juga Aminur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia : Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih, UU No. 1 Tahun 1974, dan KHI, Jakarta: Kencana, 2006, Cet. III, h. 8 7 Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, Jakarta: ELSAS, 2008, Cet. I, h. 15 Artinya: “.....Maka janganlah kamu para wali menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila Telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang maruf. ......” QS. Al-Baqarah 2: 232 Ayat ini ditunjukkan kepada wali jika mereka tidak mempunyai hak dalam perwalian, tentu mereka tidak dilarang untuk menghalang- halangi. 8 و ﻻ ْﻜ اﻮ ْا ْﺮ آ تﺎ ﺣ ﻰ ْﺆ ةﺮ ا : 221 Artinya: “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman ... QS. Al-Baqarah 2: 221 Ayat ini juga ditunjukkan kepada wali supaya mereka tidak menikahkan wanita-wanita Islam kepada orang musrik. Andai kata wanita mempunyai hak secara langsung untuk menikahkah dirinya tanpa wali, maka tidak ada artinya ayat tersebut ditunjukkan kepada wali dan semestinya ditunjukkan kepada wanita. Akan tetapi karena akad nikah adalah urusan wali larang tersebut ditunjukkan kepada wali bukan kepada wanita. Ini menunjukkan bahwa urusan nikah terletak kepada wali nasab. 8 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Terj, Semarang; CV. Asy-Syifa, 1990, Cet. I, h. 366 Jika tidak demikian, tentulah larangan tersebut tidak ditunjukkan kepada para wali. 9 b. Hadits Nabi Muhammad SAW ْأ ﺑ ﺑ ْﺮ دة ْأ ﺑ ْﻮ أ ﻰ ن ا ﷲا ْﻪ و لﺎ : ﻻ ﻜ حﺎ إ ﻻ ﺑ ﻮ دواد ﻮﺑأ اور Artinya: “Dari Abu Burdah R.A dari Abi Musa R.A, Rasulullah SAW Bersabda: Tidak ada pernikahan kecuali seorang wali.” HR. Abu Daud ْ ﺋ ﺎ ﺔ ﺎ ْأ إ ﺎ ْﺮ أة ﻜ ْ ﺑ ﻐْ ﺮ إ ﺎﻬﺣﺎﻜ ﻓ ﺎﻬ و نْذ ﺎﺑ تاﺮ ث ﺛ ْنﺈﻓ ْنﺈﻓ ﺎﻬ ْﺮﻓ ْ ْ ا ﺎ ﺑ ﺮْﻬ ْا ﺎﻬ ﻓ ﺎﻬﺑ ﺧد ﻪ و ﻻ ْ و نﺎ ْﺴ ﺎﻓ اوﺮ ْﺷأ 10 Artinya: “Dari ‘Aisyah berkata : Rasulullah SAW, Bersabda: Barang siapa wanita yang nikah tanpa izin walinya, nikahnya batal diucapkan tiga kali, maka jika suaminya telah menggaulinya, maka maharnya adalah untuknya, karena apa yang telah diperoleh daripadanya. Jika mereka berselisih, maka sulthan adalah wali bagi orang yang tidak mempunyai wali.” HR. Abu Daud Juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa al-Asy’ari R.A: ﻻ ﻜ حﺎ إ ﻻ ﺑ ﻮ دواد ﻮﺑأ اور Artinya: “Bahwa sebuah pernikahan tidak sah kecuali dengan wali”. HR. Abu Daud 9 Ibrahim Husen, Fiqih Perbandingan dalam Masalah Nikah, Thalaq, Rujuk dan Kewarisan, Jakarta: Yayasan Ihya Ulumiddin, 1971, h. 1761 10 Ibrahim Husen, Fiqih Perbandingan dalam Masalah Nikah, Thalaq, Rujuk dan Kewarisan, h. 194 Maksud dari hadits di atas adalah sebuah pernikahan tidak sah jika wali tidak ada, karena seorang wnaita tidak punya kapasitas untuk menikahkan dirinya tanpa adanya seorang wali atau mewakilkannya kepada orang lain jika wali berhalangan untuk menikahkannya, dan jika ia lakukan hal itu maka nikahnya tidak sah. 11 Di dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 19 dijelaskan bahwa wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikah. 12 Mengingat pentingnya wali dalam perkawinan dan dengan pertimbangan bahwa perkawinan memiliki tujuan yang sangat mulia yaitu tidak hanya menggabungkan hubungan dua individu tapi juga menghubungkan dua keluarga besar sehingga tercipta keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah. Maka untuk menciptakan tujuan mulia itu dapat ditarik ketegasan bahwa wali dalam pernikahan itu merupakan rukun artinya wali harus ada di dalam setiap pernikahan. Tanpa adanya wali nasab maupun wali hakim maka pernikahan itu dianggap tidak sah.

B. Syarat-syarat Wali Nikah