Maksud dari hadits di atas adalah sebuah pernikahan tidak sah jika wali tidak ada, karena seorang wnaita tidak punya kapasitas untuk
menikahkan dirinya tanpa adanya seorang wali atau mewakilkannya kepada orang lain jika wali berhalangan untuk menikahkannya, dan jika ia
lakukan hal itu maka nikahnya tidak sah.
11
Di dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 19 dijelaskan bahwa wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon
mempelai wanita yang bertindak untuk menikah.
12
Mengingat pentingnya wali dalam perkawinan dan dengan pertimbangan bahwa perkawinan memiliki tujuan yang sangat mulia yaitu tidak hanya
menggabungkan hubungan dua individu tapi juga menghubungkan dua keluarga besar sehingga tercipta keluarga yang sakinah, mawaddah, dan
warahmah. Maka untuk menciptakan tujuan mulia itu dapat ditarik ketegasan bahwa wali dalam pernikahan itu merupakan rukun artinya wali harus ada di
dalam setiap pernikahan. Tanpa adanya wali nasab maupun wali hakim maka pernikahan itu dianggap tidak sah.
B. Syarat-syarat Wali Nikah
11
Ibnu Qudamah, al-Mughni, Kairo: Hijr, 1413 H 1992 M, jilid. 9, h. 345
12
Departemen Agama R.I, h. 132
Orang yang akan menjadi wali harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Apabila wali tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh
hukum maka perwaliannya tidak sah. Oleh karena itulah persyaratan menjadi wali harus dipenuhi. Imam Taqiyuddin dalam bukunya berjudul khifayatul akhyar
menyatakan beberapa persyaratan tentang wali nikah, diantaranya adalah:
1. Islam;
2. Baligh;
3. Sehat akalnya;
4. Merdeka;
5. laki-laki;
6. adil.
13
Dalam buku lain juga disebutkan oleh karena wali sudah ditentukan sebagai rukun bagi sahnya nikah, maka syariat telah menentukan pula syarat-syarat untuk
boleh seorang menjadi wali, syarat-syarat tersebut adalah: 1.
Islam Orang kafir tidak sah menjadi wali; 2.
Baligh anak-anak tidak sah menjadi wali; 3.
Berakal orang gila tidak sah menjadi wali;
13
Al-Imam Taqiyuddin Abi Bakr Ibn Muhammad Al-Husaini, Khifayatul Akhyar, Terj, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997, Cet. I, h. 371-379
4. Laki-laki Perempuan tidak sah menjadi wali;
5. Adil orang fasik tidak sah menjadi wali.
14
Persyaratan tentang wali lebih rinci dijelaskan dalam buku Pedoman Pembantu Pencatat Nikah, yaitu :
1. Beragama Islam;
2. Baligh;
3. Berakal;
4. Tidak dipaksa;
5. Terang laki-lakinya;
6. Adil bukan fasik;
7. Tidak sedang ihram;
8. Tidak dicabut haknya dalam menguasai harta bendanya oleh pemerintah;
9. Tidak rusak pikirannya;
10. Merdeka.
15
14
Bakri A. Rahman dan Ahmad Sukardja, Hukum Perkawinan Menurut Islam, Undang- undang Perkawinan dan Hukum Perdata,
Jakarta: Hidakarya Agung, 1981, h. 28
15
Departemen Agama RI. Pedoman Pembantu Pegawai Pencatat Nikah, Jakarta: Proyek Pembinaan Sarana Keagamaan Islam, 19851986, h. 12
Pada prinsipnya dari beberapa pendapat-pendapat tersebut tidak ada perbedaan yang mendasar, dari ketiga pendapat tersebut dapat diambil
kesimpulan, bahwa syarat untuk menjadi wali adalah: 1.
Orang yang Mukallaf Karena orang yang mukallaf adalah orang-orang yang dibebani hukum
dan dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. Anak-anak tidak sah menjadi wali, karena kedewasaan menjadi ukuran terhadap kemampuan
berfikir dan bertindak secara sadar dan baik.
16
ْأ ﺑ
ﻰ ْ
ا ﷲا
ْﻪ و
لﺎ :
ر ﻓ
ْا ْ
ﺛ ث
: ا
ﺋﺎ ﺣ
ﻰ ا
ْن ْﺮ
أ و
ا ﺣ
ا ْن
ْ دواد ﻮﺑا اور
Artinya: “Dari Abu Dhuha, dari Ali R.A, Rasulullah SAW, bersabda diangkatlah hukum itu dari tiga perkara: dari orang yang tidur
sehingga ia bangun, dari anak-anak hingga ia bermimpi dewasa, dan dari orang-orang gila hingga ia sembuh.”
HR. Abu Daud 2.
Muslim Disyaratkan wali itu seorang muslim apabila yang kawin itu orang muslim
juga, berdasarkan firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 28:
☺ ☺
⌧
16
Abdurrahman Umar, Kedudukan Saksi dalam Peradilan Menurut Hukum Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986, Cet. I, h. 48
Artinya: “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang
siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali Karena siasat memelihara diri dari sesuatu yang
ditakuti dari mereka. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri siksa-Nya. dan Hanya kepada Allah kembali mu.”
QS. Ali Iram 3: 28
Ayat di atas sebagai landasan bahwa umat Islam jika ingin menikah atau menikahkan dilarang mengangkat wali yang bukan muslim. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa beragama Islam merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh wali nikah.
3. Laki-laki
Laki-laki merupakan syarat perwalian, demikian merupakan pendapat seluruh ulama karena dianggap lebih sempurna, sedangkan wanita dianggap
mempunyai kekurangan. Wanita dianggap tidak sanggup mewakili dirinya sendiri apalagi orang lain.
17
Pernyataan memberikan pengertian bahwa wali haruslah laki-laki tidak boleh perempuan.
4. Berakal
17
Syekh Hasan Ayyub, Fiqih Keluarga, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001, Cet. I, h. 50
Sebagaimana diketahui bahwa orang yang menjadi wali haruslah orang yang bertanggung jawab, karena orang yang menjadi wali harus orang yang
berakal sehat. Orang yang kurang sehat akalnya, atau gila tidak memenuhi syarat untuk menjadi wali.
5. Adil cerdas
Salah satu syarat lain yang harus dimiliki oleh wali adalah adil. Adil yang dimaksud adalah berbuat adil, tidak fasik. Menurut Imam Syafi’i yang yang
dimaksud dengan adil itu adalah cerdas.
18
Cerdas yang dimaksud adalah dapat atau mampu menggunakan akal pikirannya dengan sebaik-baiknya atau
seadil-adilnya. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
ْ ﺎ ﺔ ﺋ ﺎ ْ لﺎ
ر ْﻮ
ل ﷲا
ﷲا ْﻪ
و :
ﻻ ﻜ
حﺎ إ
ﻻ ﺑ
ﻮ و
ﺷ هﺎ
ﺪ ْي
ْﺪ ل
راد اور
19
Artinya: “Dari Aisyah, dari Nabi SAW bersabda: tidak sah pernikahan kecuali
dengan wali dan dua orang saksi yang adil.” HR. Ad- Daaruquthni
Berdasarkan hadits tersebut, maka orang yang tidak cerdas atau tidak mampu berbuat adil tidak boleh dijadikan wali dalam pernikahan. Ini berarti
jika wali ingin berbuat fasik, maka wali itu harus digantikan oleh orang lain yang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
18
Kamal Mukhtar, Azas-azas dalam Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 92
19
Daaruquthni, Sunan Daaruquthni, Beirut: Dar Al-Fikr, 1994, jilid III, h. 139
Sebagian fuqaha menambahkan syarat wali yang berikutnya adalah memiliki ‘adalah yaitu dia bukan seorang pendosa, bahkan ia terhindar dari
melakukan dosa-dosa besar seperti mencuri, berzina, minum khamr, membunuh, makan harta anak yatim, dan semisalnya. Di samping itu, dia
tidak terus-menerus tenggelam dalam dosa-dosa kecil dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak sepantasnya. Pesyaratan ini adalah
merupakan salah satu dari dua riwayat dalam mazhab Hanabilah dan merupakan pendapat yang kuat dalam mazhab Syafi’iyyah. Adapun
Hanafiyyah memandang seorang yang fasik tidaklah hilang haknya sebagai wali, kecuali bila kefasikannya tersebut sampai pada batasan ia berani terang-
terangan berbuat dosa. Demikian pula Malikiyyah berpandangan seorang yang fasik tidak hilang haknya sebagai wali. Adapun ‘adalah hanyalah syarat
penyempurna bagi wali, sehingga bila ada dua wali yang sama derajatnya, yang satu fasik sedangkan yang satu memiliki ‘adalah, seperti seorang wanita
yang tidak lagi memiliki ayah dan ia memiliki dua saudara laki-laki, satunya fasik sedangkan yang satunya adil, tentunya yang dikedepankan adalah yang
memiliki
20
Pernyataan tersebut di atas memberikan pengertian bahwa syarat utama yang harus ada pada wali dalam pernikahan adalah Islam, dewasa, dan laki-
20
http:kuakalideres.blogspot.com200912pernikahan Tanpa Restu Wali. artikel diakses pada tanggal, 12 Mei 2010
laki. Tentang persyaratan lain seperti berakal dan adil dapat diambil pengertian baligh karena baligh menunjukkan bahwa orang itu telah berakal
dan muslim atau beragama Islam menunjukkan bahwa orang tersebut pasti dapat berbuat adil. Dengan demikian tiga persyaratan tersebut pada dasarnya
telah mencakup lima persyaratan yang banyak dibahas dalam berbagai buku fiqih atau hukum Islam.
C. Macam-macam Wali dalam Perkawinan