Data return pasar IHSG Thn.2006-2008 Bagi Penulis Bagi Investor Indeks Harga Saham Gabungan IHSG

14 DAFTAR TABEL Nomor Keterangan Hal

4.1 Data return pasar IHSG Thn.2006-2008

41 4.2 Data Inflasi, Suku Bunga dan Nilai Tukar Thn.2006-2008 42 4.3 Deskriptif Data 43

4.4 Uji Kausalitas Granger Lag 1 45

4.5 Uji Kausalitas Granger Lag 2 46 4.6 Model VAR Menggunakan Lag 1 47 4.7 Model VAR Menggunakan Lag 2 49 4.8 Uji Kointegrasi Pada Korelogram 51 4.9 Uji Stasioner dengan Unit Root 52 4.10 Uji Residual Model ECM 54 5.1 Data inflasi dari catatan Bank Indonesia 58 15 DAFTAR GAMBAR Nomor Keterangan Hal 2.1 Kerangka Pemikiran 25 16 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Keterangan Hal 1 Data return pasar IHSG Thn.2006-2008 66 2 Deskriptif Data 67 3 Hasil Uji Metode Dengan VAR dan 68 4 Hasil Uji Model ECM 74 17

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perekonomian yang terjadi saat ini pada seluruh belahan dunia mengacu pada perekonomian terbuka dimana dalam kondisi ini setiap negara akan melakukan perdagangan antar negara atau perdagangan internasional. Perkembangan ekonomi internasional yang sangat pesat akan menjadikan hubungan ekonomi antar Negara akan menjadi keterkaitan satu sama lain, dan mengakibatkan peningkatan atas perdagangan barang maupun uang serata modal dalam perekonomian antar Negara. Bila kondisi ekonomi suatu negara baik maka IHSG tentunya juga menunjukkan adanya trend yang meningkat tetapi jika kondisi ekonomi suatu negara dalam keadaan turun maka akan berpengaruh juga terhadap IHSG tersebut. Dengan adanya revolusi informasi, investor dimanapun dapat mengamati IHSG pada waktu yang bersamaan. Ketika kondisi suatu negara dalam keadaan menurun maka IHSG juga akan mengalami penurunan yang berakibat investor akan keluar dari pasar Anoraga Panji dan Pakarti Piji, 2006 Banyak penelitian dan pendapat dari para ahli yang mengatakan bahwa perekonomian suatu negara banyak dipengaruhi oleh perkembangan perekonomian negara lain. 18 Semakin baik tingkat perekonomian suatu negara, maka semakin baik pula tingkat kemakmuran penduduknya. Tingkat kemakmuran yang lebih tinggi ini umumnya ditandai dengan adanya kenaikan tingkat pendapatan masyarakatnya. Dengan adanya peningkatan pendapatan tersebut, maka akan semakin banyak orang yang memiliki kelebihan dana, kelebihan dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk disimpan dalam bentuk tabungan atau diinvestasikan dalam bentuk surat-surat berharga seperti saham, yang diperdagangkan dalam pasar modal. Saham merupakan salah satu alternatif investasi yang menarik dalam pasar modal. Hal ini ditandai dengan perkembangan pasar modal yang pesat, yaitu meningkatnya Indeks Harga Saham Gabungan IHSG dan nilai kapitalisasi pasar modal. Pasar modal di Indonesia adalah Bursa Efek Jakarta BEJ yang kini telah berganti nama menjadi Bursa Efek Indonesia BEI. Keuntungan yang akan didapat investor melalui pasar modal adalah sumber dana tambahan yang berasal dari capital gain perbedaan harga jual dan beli serta dividen alokasi keuntungan perusahaan kepada pemegang saham. Sektor usaha primer yang terdiri dari sector pertanian dan sektor pertambangan menghasilkan return yang tinggi dan indeks yang terus meningkat sehingga menjadi pilihan menarik bagi investor. Dalam abad ke 21 ini, dunia mengalami dampak globalisasi serta revolusi dalam informasi dan teknologi. Pengaruh kejadian pada belahan dunia yang satu dapat cepat berpengaruh terhadap belahan dunia lain. Dampak globalisasi dibidang ekonomi diikuti oleh adanya liberalisasi dalam bidang 19 perekonomian. Artinya dalam pasar global saat ini, setiap investor dapat berinvestasi dimanapun dia berada capital does not carry any flag. Salah satu indikator keberhasilan ekonomi makro suatu negara adalah Index Harga Saham IHSG selain faktor tingkat bunga interest rate, nilai tukar exchange rate dan GNP. Telah terbukti secara empiris bahwa variabel ekonomi makro berpengaruh signifikan terhadap return saham pada emiten yang terdaftar di BEJ Lestari Murti, 2005. Bila kondisi ekonomi suatu negara baik maka IHSG tentunya juga menunjukkan adanya trend yang meningkat tetapi jika kondisi ekonomi suatu negara dalam keadaan turun maka akan berpengaruh juga terhadap IHSG tersebut. Dengan adanya revolusi informasi, investor dimanapun dapat mengamati IHSG pada waktu yang bersamaan. Ketika kondisi suatu negara dalam keadaan menurun maka IHSG juga akan mengalami penurunan yang berakibat investor akan keluar dari pasar Anoraga Panji dan Pakarti Piji, 2006 Banyak penelitian dan pendapat dari para ahli yang mengatakan bahwa perekonomian suatu negara banyak dipengaruhi oleh perkembangan perekonomian negara lain. Ekonomi negara yang lebih kuat mempunyai kecenderungan untuk mendominasi negara yang perekonomiannya lebih lemah. Berdasarkan kajian ini maka diperkirakan negara yang kuat selalu menang dalam persaingan, sehingga negara yang lemah akan cenderung mengalami kerugian. 20 Hal ini dapat diartikan juga bahwa ketergantungan negara yang lemah terhadap negara yang kuat akan semakin nyata. Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa IHSG adalah salah satu variabel ekonomi makro, sehingga IHSG suatu negara yang kuat akan berpengaruh terhadap IHSG dari negara yang lemah. Indeks Harga Saham Gabungan semakin tenggelam, dengan kembali menciptakan pencapaian terendahnya dengan berada di bawah level. IHSG ditutup anjlok 74,703 poin 3,99 persen pada 1.795,430. Pencapaian ini merupakan posisi IHSG terendah sejak 23 Februari 2007 lalu. Waktu itu IHSG berada pada level 1.791.553.Aksi jual kembali mewarnai perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan Selasa 169 pagi dibuka langsung rontok 54,779 poin 3,19 persen menjadi 1.664,475. Analis Riset Panin Sekuritas Purwoko Sartono 2008 menyebutkan, pailitnya Lehman Brothers dan anjloknya harga komoditas crude oil, timah, nikel, CPO menimbulkan spekulasi bahwa krisis kredit dan perlambatan ekonomi global masih akan memburuk. Tingkat suku bunga SBI dalam 3 tahun terakhir terlihat mengalami penurunan, hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh dari Bank Indonesia dari bank indonesia, dimana tingkat suku bunga SBI pada tahun Desember 2002 adalah sebesar 12,93, yang menurun menjadi sebesar 8,31 di tahun 2003, dan kembali menurun sebesar 7,43. Semakin menurunnya tingkat suku bunga SBI ini ada indikasi dipicu oleh tingginya aktivitas perdagangan valuta asing dalam hal ini dollar Amerika, sehingga ada kecenderungan banyak investor yang lebih memilih menginvestasikan dananya di sektor 21 perdagangan valuta asing. Nilai fluktuasi perdagangan valuta asing dalam hal ini rupiah dan dollar AS dalam tiga tahun terakhir terbukti menunjukkan fluktuasi yang sangat tinggi dimana pada bulan Januari 2002 nilai kurs rupiah terhadap Dollar AS adalah Rp. 10.320 dan ditutup pada akhir Desember 2002 adalah sebesar Rp. 8.940. Pada bulan Januari 2003 nilai kurs Rupiah adalah sebesar Rp. 8876 dan ditutup pada akhir Desember 2003 adalah sebesar Rp. 8456, dan pada tahun 2004 nilai kurs rupiah terhadap Dollar pada bulan Januari 2004 adalah sebesar Rp. 8.841 dan ditutup pada Desember 2005 sebesar Rp. 9.290. Hal ini menunjukkan tingkat inflasi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dimana tingkat inflasi pada akhir Desember 2002 adalah sebesar 1.18 dan pada akhir Desember 2003 adalah sebesar 0.83 dan meningkat drastis pada akhir Desember tahun 2004 menjadi sebesar 10.04. Adanya peningkatan ini dipicu kondisi politik yang masih belum stabil di tanah air, selain itu dipengaruhi pula oleh terpuruknya nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS, dimana nilai tukar rupiah kembali menyentuh di level Rp. 9290 di akhir Desember 2004. Menurut Winardi dalam Setiawan 2006, definisi Inflasi adalah sebagai suatu kenaikan relatif dalam tingkat harga umum. Inflasi dapat timbul bila jumlah barang serta jasa yang ditawarkan atau karena kehilangan kepercayaan terhadap mata uang nasional dan terdapat adanya gejala yang meluas untuk menukar dengan barang-barang. 22 Inflasi di definisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi prosentase kenaikan harga berbeda dari suatu periode keperiode lainnya, dan berbeda pula dari suatu Negara ke Negara lainnya. Inflasi adalah suatu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terud menerus. Sadono Sukirno : 2004 : 15 Perkembangan nilai tukar merupakan fenomena yang menjadi obyek pembahasan dalam literatur ekonomi keuangan internasional. Meskipun sejumlah teori telah diajukan dalam literatur, berbagai pembuktian empiris menunjukkan sulitnya membuat kesimpulan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar. Bukti empiris yang ditemukan akan tergantung dari fokus penelitian, teori yang digunakan, dan kondisi ekonomi yang terjadi di negara yang menjadi sampel penelitian. Sementara itu, dari sisi perumusan kebijakan, otoritas bank sentral di berbagai negara dihadapkan pada tantangan kebijakan untuk memberikan solusi terbaik dari upaya stabilisasi nilai tukar. Dalam banyak hal pergerakan nilai tukar tidak selalu dapat dijelaskan oleh perkembangan variabel-variabel ekonomi yang terjadi. Sebagai contoh, pergerakan nilai tukar tidak selalu mencerminkan perbedaan tingkat inflasi dalam negeri dengan luar negeri seperti yang dirujuk oleh teori PPP. Demikian juga, perubahan tingkat suku bunga bank sentral negra-negara Asia Pasifik ataupun suku bunga Fed tidak selalu dapat menjelaskan pergerakan nilai tukar seperti yang ingin dijelaskan oleh teori IRP. Pergerakan nilai tukar dipengaruhi pula oleh informasi yang diterima oleh para pelaku pasar, baik 23 informasi ekonomi maupun nonekonomi seperti perkembangan sosial dan politik di Negara-negara Asia Pasifik. Menurut Fama 1960, pentingnya informasi dalam mempengaruhi pergerakan nilai tukar mencerminkan bagaimana persepsi pasar terhadap perkembangan dan pengaruh berbagai variabel ekonomi tersebut. Jika semua informasi yang dipergunakan oleh otoritas bank sentral dimiliki pula oleh para pelaku pasar maka nilai tukar akan mencerminkan tingkat fundamentalnya, dengan kata lain nilai tukar mengikuti random walk. Tetapi jika tidak, deviasi nilai tukar dapat terjadi, dan nilai tukar dapat dipengaruhi oleh perbedaan informasi antara otoritas dengan pelaku pasar“news” sebagai unexpected information . Dengan melemahnya nilai tukar mata uang Indonesia menandakan lemahnya kondisi untuk melakukan transaksi luar negeri baik itu untuk ekspor-impor maupun hutang luar negeri. Terdepresiasinya mata uang Indonesia menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi goyah dan dilanda krisis ekonomi dan krisis kepercayaan terhadap mata uang domestik. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sarwono 2003 disebutkan bahwa variabel rate of return on total assets, devidend payout ratio, financial leverage dan tingkat suku bunga merupakan variabel yang mempunyai pengaruh terhadap harga saham. Begitu pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Okty, 2002 yang menyebutkan bahwa faktor ekstern yang mempunyai pengaruh besar terhadap harga saham adalah tingkat suku bunga dan inflasi. 24 Beberapa peneliti sebelumnya telah melakukan penelitian pengujian pengaruh maupun hubungan antara variabel ekonomimakro terhadap Indeks Harga Saham IHSG dengan menggunakan model Ordinary Least Square bivariate single-equation regression model atau sering disebut OLS. Sebagaimana dinyatakan oleh Rao 1994 bahwa data ekonomimakro mempunyai sifat nonstationary dan mempunyai hubungan imbal balik causality. Sudjono, 2001 melakukan penelitian tentang Analisis Keseimbangan Hubungan Simultan Antara Variabel Ekonomimakro Terhadap Indeks Harga Saham Di Bursa Efek Jakarta Dengan Metode Var. Dengan hasil penelitian, Hasil penelitian membuktikan bahwa dengan metode VAR maupun ECM periode 1990:01 sd 2000:12 impulse response to one S.D. innovation maupun variance decomposition bahwa variabel Rupiah lebih mampu andal dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel-variabel IHSG, Depo1, maupun SBI. Hal ini terlihat dari impulse response to one S.D. innovation maupun variance decomposition dari kedua model tersebut memberikan nilai yang cukup konsisten dan signifikan. Hasil penelitian sudjono juga mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Domian, Gilster, dan Louton 1996, Jensen, Johnson, dan Bauman 1997, Thorbecke 1997, maupun Kwon, Shin dan Bacon yaitu adanya hubungan pengaruh negatif antara perubahan tingkat bunga dengan harga saham, walaupun mereka menggunakan model yang beragam. Demikian juga mendukung hasil penelitian sebelumnya yang menghubungkan antara 25 nilai tukar uang terhadap harga saham, misalnya: Ma dan Kao 1990, Mougoué dan Bond 1991, Ajayi dan Mougoué 1996, Hermanto 1998, Pi- Anguita 1999, Wu 2000, yaitu adanya hubungan negatif antara nilai tukar uang terhadap harga saham. Dari penelitian-penelitian tersebut, maka menarik untuk diteliti kembali mengenai variable makro ekonomi adalah: Analisis Tingkat Inflasi, Tingkat Suku bunga, dan Nilai Tukar Terhadap Return Pasar. Dengan menggunakan pendekatan VAR dan ECM. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka perumuskan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah terdapat pengaruh faktor makro ekonomi Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga, dan Nilai Tukar Rupiah terhadap return pasar dengan pendekatan VAR dan ECM.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya pengaruh Tingkat Inflasi, Tingat Suku Bunga, dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Return Pasar dengan pendekatan VAR dan ECM.

2. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka manfaat penelitian ini adalah :

a. Bagi Penulis

Agar dapat memperluas pengetahuan tentang factor-faktor makro ekonomi Tingkat Inflasi, Tingat Suku Bunga, dan Nilai Tukar 26 Rupiah yang mempengaruhi return pasar dengan pendekatan VAR dan ECM.

b. Bagi Investor

Menjadi bahan pengetahuaninformasi tentang faktor-faktor makro ekonomi yang mempengaruhi return pasar.

c. Bagi Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumbangsih ilmu dalam bidang keuangan, dan juga menjadi masukan kepada mahasiswa untuk mendalami dan melanjutkan penelitian ini. 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Efek dan Bursa Efek

Menurut undang RI No.8 tahun 1995 Widjaja dan Ernawati, 2002: 2 “Efek diartikan sebagai surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti hutang, unit penyertaan investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek dan setiap derivatif dari efek”. Agar efek-efek tersebut dapat diperjulbelikan maka diperlukan suatu wadah atau tempat berlangsungnya transaksi tersebut yang dikenal dengan bursa efek. Menurut undang-undang RI No. 8 Tahun 1995 yang terdapat dalam jurnal Widjaja dan Ernawati 2002: 2 yang dimaksud dengan Bursa Efek adalah “pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan system atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek”. Indeks harga saham merupakan indicator yang menggambarkan pergerakan harga-harga saham. Indeks Harga Saham Gabungan IHSG pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1 April 1983 sebagai indicator pergerakan harga saham yang tercatat di Bursa, baik saham biasa maupun saham preferen. Hari dasar perhitungan indeks adalah tanggal 10 Agustus 1982 dengan nilai 100, sedangkan jumlah saham yang tercatat pada waktu itu adalah 13 saham. 28

B. Index Harga Saham Gabungan IHSG

IHSG menurut PT. Bursa Efek Jakarta BEJ pada peraturan No. 11 adalah angka yang menunjukkan perkembangan harga seluruh saham yang tercatat di bursa pada saat tertentu. Sanuriah dalam jurnal “Selayang Pandang IHSG, Media Akuntansi mengatakan bahwa IHSG menggambarkan suatu rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga saham gabungan sampai pada tanggal tertentu, biasanya pengaruh saham tersebut disajikan setiap hari berdasarkan harga penutupan saham pada hari tersebut. Indeks ini disajikan untuk periode tertentu IHSG tersebut mencerminkan suatu nilai yang berfungsi sebagai pengukuran kinerja suatu saham gabungan di bursa efek. IHSG dapat memberikan manfaat berupa informasi kepada investor untuk menilai suatu saham guna menentukan saham-saham atau portofolio yang dapat memberikan return paling optima. Hal ini terkait dengan adanya nilai perkiraan suatu saham dan harga pasar saham yang dapat digunakan sebagai dasar pengembalian keputusan atas pembelian dan penjualan sahamnya. Faktor internal yang mempengaruhi IHSG adalah kondisi dalam negeri seperti stabilitas politik ekonomi dan keamanan. Khusus dibidang ekonomi faktor yang berpengaruh adalah tingkat inflasi, suku bunga dan lain-lain. Sedangkan factor eksternal berupa pengaruh dari luar negeri misalkan kondisi perekonomian global yang meliputi tingkat kurs, suplai uang dan harga saham dunia dan sebagainya. Semua ini mempengaruhi perilaku investor di bursa. 29 Sumantoto 1988:214 mengatakan bahwa IHSG dipengaruhi oleh tingkat kurs, suku bunga dan tingkat inflasi. . Sedangkan menurut Vonny Dwiyanti 1999: 55 Index harga saham gabungan adalah angka yang menunjukkkan situasi pasar efek secara umum karena G adalah gabungan dari seluruh saham. Kemudian menurut Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin 2001: 96 index harga saham gabungan adalah sekumpulan semua saham yang tercatat sebagai komponen perhitungan index. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan indeks harga saham sebenarnya merupakan angka indeks harga saham yang telah disusun dan dihitung sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan untuk membandingkan kegiatan atau peristiwa, bisa berupa perubahan harga saham, dari waktu ke waktu. Di pasar modal sebuah indeks diharapkan memiliki lima fungsi yaitu: 1 sebagai indikator trend pasar, 2 sebagai indikator tingkat keuntungan, 3 sebagai tolak ukur kinerja suatu portofolio, 4 memfasilitasi pementukan portofolio dengan strategi pasif, dan 5 memfasilitasi berkembangnya produk derivatif. 30

C. Tingkat Suku Bunga

Tingkat suku bunga diukur dengan menggunakan suku bunga yang ditentukan oleh Bank Indonesia selaku penguasa moneter melalui Sertifikat Bank Indonesia SBI. Besar kecilnya suku bunga sangat tergantung dari kondisi makro yang berkembang di Indonesia. Peningkatan suku bunga diduga mempunyai korelasi dengan naiknya volume penjualan saham. Tingkat suku bunga yang ideal jika besarnya berada di bawah kisaran angka 10. Hal ini berarti tingkat keuntungan yang diharapkan dari adanya investasi akan menurun dengan cepat jika tingkat bunga meningkat, sehingga bagi para pelaku ekonomi semakin rendah tingkat suku bunga adalah semakin baik, M.Y. Dedi Haryanto Riyatno 2007:33. Menurut Adwin Surja, A 2002: 72 perubahan tingkat suku bunga akan berdampak pada perubahan jumlah investasi di suatu Negara, baik yang berasal dari investor domestik maupun investor asing. Khususnya pada jenis- jenis investasi portofolio yang umumnya berjangka pendek. Perubahan tingkat suku bunga akan berperngaruh pada perubahan jumlah permintaan dan penawaran di pasar domestik. Apabila suatu Negara menganut rezim devisa bebeas maka hal tersebut akan mengakibatkan terjadinya peningkatan aliran modal masuk capital inflation dari luar negeri. Hal ini akan akan menyebabkan terjadinya perubahan nilai uukar mata uang Negara tersebut terhadap mata uang asing dipasar valuta asing. Tingkat suku bunga riil pada umumnya lebih sering dibandingkan antar Negara guna mengukur pergerakan nilai tukar mata uang. Secara teoritis akan terjadi korelasi yang signifikan 31 antara perbedaan tingkat suku bunga di dua Negara dengan nilai tukar mata uangnya terhadap mata uang Negara lain. Dalam hal ini tingkat suku bunga nominal bukan merupakan alat ukur yang akurat karena masih mengandung unsur inflasi di dalamnya. Berdasarkan pada prinsip International Fisher’s Effect, maka dapat di rumuskan bahwa : R = [ l + i : l + i 1 ] – 1 Dengan R adalah kurs, i adalah tingkat suku bunga domestic, dan i 1 adalah tingkat suku bunga yang terjadi di luar negeri negara kedua. Apabila kedua sisi persamaan tersebut menghasilkan nilai sama, maka mengindikasikan bahwa investasi antar kedua Negara akan menghasilkan return yang sama.

D. Tingkat Inflasi

Teori Inflasi menurut A.P. Lehner inflasi adalah keadaan dimana terjadi kelebihan permintaan Excess Demand terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan Anton H. Gunawan, 1991. Sementara itu Ackley mendefinisikan inflasi sebagai suatu kenaikan harga yang terus menerus dari barang dan jasa secara umum bukan satu macam barang saja dan sesaat. Menurut definisi ini, kenaikan harga yang sporadis bukan dikatakan sebagai inflasi Iswardono, 1990. Menurut Boediono 1995 inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut 32 inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari barang-barang lain. Tingkat laju inflasi ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran terhadap barang dan jasa yang mencerminkan perilaku para pelaku pasar atau masyarakat. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat tersebut adalah ekspektasi terhadap laju inflasi di masa yang akan datang. Ekspektasi laju inflasi yang tinggi akan mendorong masyarakat untuk mengalihkan aset finansial yang dimilikinya menjadi asset riil, seperti tanah, rumah, dan barang-barang konsumsi lainnya. Begitu juga sebaliknya ekspektasi laju inflasi yang rendah akan memberikan insentif terhadap masyarakat untuk menabung serta melakukan investasi pada sektor-sektor produktif, Neny Erawati2002 : 99. Inflasi sering diartikan sebagai kecenderungan naiknya harga secara umum danterus menerus, dalam waktu dan tempat tertentu Korteweg, 1973; Ackley, 1978; Nopirin, 1997; serta Boediono, 2001. Keberadaannya sering diartikan sebagai salah satu masalah utama dalam perekonomian negara, selain pengangguran dan ketidakseimbangan neraca pembayaran. Namun demikian, meskipun menjadi salah satu masalah besar dalam perekonomian, sebagian ahli sepakat bahwa dampak positif inflasi akan maksimal dengan tingkat inflasi yang agak rendah, berkisar antara 5 - 6 per tahun Glassburner, Chandra, 1981 : 106. Dengan kata lain, tingkat inflasi yang kurang atau lebih dari angka tersebut, akan memiliki kecenderungan memberi dampak negatif bagi perekonomian. 33 Menurut Winardi dalam Setiawan 2006, definisi inflasi adalah sebagai suatu kenaikan relatif dalam tingkat harga umum. Inflasi dapat timbul bila jumlah barang serta jasa yang ditawarkan atau karena kehilangan kepercayaan terhadap mata uang nasional dan terdapat adanya gejala yang meluas untuk menukar dengan barang-barang. Inflasi di definisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi prosentase kenaikan harga berbeda dari suatu periode keperiode lainnya, dan berbeda pula dari suatu Negara ke Negara lainnya. Inflasi adalah suatu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terud menerus. Sadono Sukirno : 2004 : 15 Teori Keynes mengatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat hidup diluar batas kemampuan ekonomisnya. Teori ini memperlihatkan bagai mana perebutan rejeki antara golongan-golongan masyarakat yang dapat menimbulkan permintaan agregat yang lebih dari pada jumlah barang yang tersedia apabila timbul “inflation gap” . Selama inflation gap tetap ada, selama itu pula proses inflasi akan berkelanjutan. Komponen Inflasi Ada tiga komponen yang hams dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi, Prathama dan Mandala 2001:203 1. Kenaikan harga Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi darpada harga periode sebelumnya. 34 2. Bersifat umum Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga secara umum naik. 3. Berlangsung terus menerus Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan memunculkan inflasi, jika terjadi sesaat, karena itu perhitungan inflasi dilakukan dalam rentang waktu minimal bulanan. Jenis Inflasi Kondisi inflasi menurut Samuelson 1998:581, berdasarkan sifatnya inflasi dibagi menjadi tiga jenis yaitu : 1 Merayap {Creeping Inflation Laju inflasi yang rendah kurang dari 10 pertahun, kenaikan harga berjalan lambat dengan persentase yang kecil serta dalam jangka waktu yang relatif lama. 2 Inflasi menengah {Galloping Inflation Ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi yang arrinya harga-harga minggubulan ini lebih tinggi dari minggubulan lalu dan seterusnya. 3 Inflasi Tinggi {Hyper Inflation Inflasi yang paling parah dengan dtandai dengan kenaikan harga sampai 5 atau 6 kali dan nilai uang merosot dengan tajam. Biasanya keadaan ini timbul apabila pemerintah mengalami defisit anggaran belanja. 35 Metode Pengukuran Inflasi Suatu kenaiikan harga dalam inflasi dapat diukur dengan menggunakan indeks harga. Ada beberapa indeks harga yang dapat digunakan untuk mengukur laju inflasi Nopirin,1987 :25 antara lain: a ConsumerPriceIndex CPI Indeks yang digunakan untuk mengukur biaya atau pengeluaran rumah tangga dalam membeli sejumlah barang bagi keperluan kebuthan hidup: Cost of marketbasket ingiven year CPI= X 100 Cost of marketbasket in base year b Produsen PriceIndex dikenal dengan Whosale Price Index Index yang lebih menitikberatkan pada perdagangan besar seperti harga bahan mentah raw material, bahan baku atau barang setengah jadi. Indeks PPI ini sejalan dengan indeks CPI. c GNP Deflator GNP deflator ini merupakan jenis indeks yang berbeda dengan indeks CPI dan PPI, dimana indeks ini mencangkup jumlah barang dan jasa yang termasuk dalam hitungan GNP, sehingga jumlahnya lebih banyak dibanding dengan kedua indeks diatas: GNP Nominal GNP Deflator = X 100 GNP Riil 36 Faktor - faktor yang mempengaruhi Inflasi Menurut Samuelson dan Nordhaus 1998:587, ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya inflasi: a. Demand Pull Inflation Timbul apabila permintaan agregat meningkat lebih cepat dibandingkan dengan potensi produktif perekonomian, menarik harga ke atas untuk menyeimbangkan penawaran dan pennintaan agregat. b. Cost Push Inflation or Supply Shock Inflation Inflasi yang diakibatkan oleh peningkatan biaya selama periode pengangguran tinggi dan penggunaan sumber daya yang kurang efektif. Sedangkan faktor- faktor yang menyebabkan timbulnya inflasi tidak hanya dipengaruhi oleh Demand Pull Inflation dan Cost Push Inflation tetapi juga dipengaruhi oleh : a Domestic Inflation Tingkat inflasi yang terjadi karena disebabkan oleh kenaikan harga barang secara umum di dalam negeri. b ImportedInflation Tingkat inflasi yang terjadi karena disebabkan oleh kenaikan harga-harga barang import secara umum. 37

E. Nilai Tukar

Pergerakan nilai tukar menjadi issue empiris dan kebijakan yang penting di Indonesia, khususnya setelah diterapkannya sistem mengambang terkendali free floating regime Dalam banyak hal pergerakan nilai tukar tidak selalu dapat dijelaskan oleh perkembangan variabel-variabel ekonomi yang terjadi. Sebagai contoh, pergerakan nilai tukar tidak selalu mencerminkan perbedaan tingkat inflasi dalam negeri dengan luar negeri seperti yang dirujuk oleh teori PPP. Demikian juga, perubahan tingkat suku bunga bank sentral negara- negara Asia Pasifik ataupun suku bunga Fed tidak selalu dapat menjelaskan pergerakan nilai tukar seperti yang ingin dijelaskan oleh teori IRP. Menurut Fama 1960, pentingnya informasi dalam mempengaruhi pergerakan nilai tukar mencerminkan bagaimana persepsi pasar terhadap perkembangan dan pengaruh berbagai variabel ekonomi tersebut. Jika semua informasi yang dipergunakan oleh otoritas bank sentral dimiliki pula oleh para pelaku pasar maka nilai tukar akan mencerminkan tingkat fundamentalnya, dengan kata lain nilai tukar mengikuti random walk. Tetapi jika tidak, deviasi nilai tukar dapat terjadi, dan nilai tukar dapat dipengaruhi oleh perbedaan informasi antara otoritas dengan pelaku pasar“news” sebagai unexpected information . Rational expectation merupakan dasar dari efficient market hypothesis. Jika nilai tukar tidak mencerminkan seluruh informasi yang ada, maka terdapat “unexploited profit opportunities” yang menarik investor menyimpan untuk mendapatkan profit sampai harga mencapai keseimbangan 38

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang menganalisa tentang index harga saham gabungan IHSG ialah : Ludovicus Sensi Wondabio 2006 melakukan penelitian tentang Analisa Hubungan Index Harga Saham Gabungan Ihsg Jakarta Jsx, London Ftse, Tokyo Nikkei Dan Singapura Ssi Dengan hasil penelitian menunjukkan : a. Pola hubungan antara JSX dan FTSE, NIKEI dan SSI ternyata memiliki hubungan yang berbeda-beda. b. FTSE dan NIKKEI ternyata mempunyai pengaruh terhadap JSX, tetapi JSX tidak mempunyai pengaruh terhadap FTSE dan NIKKEI. Ini menunjukkan bahwa kondisi perekonomian negara maju akan berpengaruh terhadap perekonomian negara berkembang. c. Hubungan FTSE dan NIKKEI terhadap JSX adalah negatif atau berbalik dimana jika FTSE NIKKEI naik maka JSX turun. Ini menandakan bahwa kenaikan FTSE dan NIKKEI justru menekan JSX. Hal ini dapat diduga adanya pengalihan investasi oleh para investor. d. JSX dan SSI berhubungan simultan tetapi JSX mempengaruhi SSI secara positif sedangkan SSI mempengaruhi JSX secara negatif. Artinya jika JSX naik maka SSI naik. Sedangkan jika SSI naik maka JSX malah turun. 39 Beberapa peneliti sebelumnya telah melakukan penelitian pengujian pengaruh maupun hubungan antara variabel ekonomimakro terhadap Indeks Harga Saham IHSG dengan menggunakan model Ordinary Least Square bivariate single-equation regression model atau sering disebut OLS. Sebagaimana dinyatakan oleh Rao 1994 bahwa data ekonomimakro mempunyai sifat nonstationary dan mempunyai hubungan imbal balik causality. Sudjono, 2001 melakukan penelitian tentang Analisis Keseimbangan Hubungan Simultan Antara Variabel Ekonomimakro Terhadap Indeks Harga Saham Di Bursa Efek Jakarta Dengan Metode Var. Dengan hasil penelitian, Hasil penelitian membuktikan bahwa dengan metode VAR maupun ECM periode 1990:01 sd 2000:12 impulse response to one S.D. innovation maupun variance decomposition bahwa variabel Rupiah lebih mampu andal dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel-variabel IHSG, Depo1, maupun SBI. Hal ini terlihat dari impulse response to one S.D. innovation maupun variance decomposition dari kedua model tersebut memberikan nilai yang cukup konsisten dan signifikan. Hasil penelitian sudjono juga mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Domian, Gilster, dan Louton 1996, Jensen, Johnson, dan Bauman 1997, Thorbecke 1997, maupun Kwon, Shin dan Bacon yaitu adanya hubungan pengaruh negatif antara perubahan tingkat bunga dengan harga saham, walaupun mereka menggunakan model yang beragam. Demikian juga mendukung hasil penelitian sebelumnya yang menghubungkan antara 40 nilai tukar uang terhadap harga saham, misalnya: Ma dan Kao 1990, Mougoué dan Bond 1991, Ajayi dan Mougoué 1996, Hermanto 1998, Pi- Anguita 1999, Wu 2000, yaitu adanya hubungan negatif antara nilai tukar uang terhadap harga saham. 41

G. Kerangka Pemikiran

Untuk mengetahui pengaruh factor-faktor makro ekonomi Tingkat Inflasi, Tingat Suku Bunga, dan Nilai Tukar digunakan model VAR dan ECM. Secara skematis alur pikir penelitian terlihat pada gambar kerangka berpikir sebagai berikut : Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Input Data Variable Independen Tingkat Inflasi, Tingat Suku Bunga , dan Nilai Tukar Uji stasioneritas, kausalitas granger, panjang lag Interpretasi Hasil kointegrasi dan ECM Variable Dependen Return Pasar Model VAR 42

H. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan penelitian-penelitian terdahulu, maka dapat diturunkan hipotesis sebagai berikut : Ho : Tidak terdapat pengaruh secara signifikan faktor makro ekonomi tingkat inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar terhadap return pasar. H 1 : Terdapat pengaruh secara signifikan faktor makro ekonomi tingkat inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar terhadap return pasar. 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitan

Ruang lingkup penelitian ini adalah bursa efek Indonesia dan bank sentral Bank Indonesia. Untuk menganalisis pengaruh variable indevenden terhadap variabel dependen. Adapun variable dependen Y adalah Return pasar sedangkan variabel independennya X adalah tingkat inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar di Indonesia. Adapun periode yang di ambil dalam penelitian ini adalah bulan pertama tahun 2006 sampai dengan bulan terakhir tahun 2008. data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan.

B. Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh aktivitas dan kondisi index IHSG, bulan pertama tahun 2006 sampai dengan bulan terakhir tahun 2008, yang merupakan suatu wadah atau sistem dimana perusahaan, perorangan, dan Bank dapat melakukan transaksi keuangan internasional dengan jalan melakukan pembelian atau permintaandemand dan penjualan atau penawaran supply atas saham. Sedangkan untuk variabel independent dibatasi pada tingkat suku bunga, tingkat inflasi, dan nilai tukar yang terjadi di Indonesia. 44

C. Metode Pengumpulan Data

1. Data Sekunder Penelitan ini menggunakan data sekunder berupa data runtun waktu time series dengan sekala bulanan yang diambil dari sumber data antara lain Bursa efek Indonesia BEI dan Bank Indonesia BI. 2. Kepustakaan Pengumpulan data dalam penelitian ini dilengkapi dengan membaca literatur yang bersumber dari buku, artikel dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini.

D. Metode Analisis Data

1. Uji Stasioneritas Uji stasioneritas adalah uji yang sangat sederhana untuk melihat stasioneritas dengan analisis grafik, yang dilakukan dengan membuat plot antara nilai observasi Y dan waktu t. berdasarkan plot tersebut kita dapat melihat pola data. Jika diperkirakan mempunyai nilai tengah dan varian konstan, maka data tersebut dapat disimpulkan stasioner. Uji stasioner diperlukan karena variabel makro pada umumnya tidak stasioner Gujarati,1995. Tujuan uji ini adalah agar mean nya stabil dan random errornya = 0, sehingga model regresi yang diperoleh mempunyai kemampuan prediksi yang handal dan tidak ada spurious. Uji stasioner dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu: grafik, correlogram, maupun akar unit dengan menggunakan metode Augmen Dickey Fuller ADF test dan Phillips Perron PP test. 45 2. Uji Kausalitas Granger Uji ini dapat mengindikasikan apakah suatu variabel mempunyai hubungan dua arah, atau hanya satu arah saja. Tetapi pada uji granger yang dilihat adalah pengaruh masa lalu terhadap kondisi sekarang sehingga data yang digunakan adalah data time series. Menurut Gujarati 1995 maupun Greene 2000 sebelum dilakukan analisis kointegrasi, VAR dan ECM perlu dilakukan pengujian kausalitas antara variabel-variabel penelitian. Dalam penelitian, uji kausalitas ini menggunakan metode Granger causality Granger, 1969. Jika terdapat hubungan kausalitas antara variabel penelitian, maka analisis regresi OLS tidak dapat dilakukan karena hasil estimasinya akan bias. Dalam pengujian kausalitas dilakukan dengan memasukkan lag berberbeda, yaitu mulai lag dua sampai dengan lag dua belas. Cara ini dilakukan karena Granger ini sangat peka terhadap lag-lag tersebut gujarati, 1995, Pindyk dan Rubinfeld 1998. 3. Uji Panjang Lag Setelah uji Granger, selanjutnya menentukan panjang lag dengan persamaan VAR dan ECM. Hal ini disebabkan karena kointgrasi maupun estimasi VAR dan ECM sangat peka terhadap panjang lag Enders, 1995, Gujarati 1995, maupun Ansari dan Gang 1999. Dalam penentuan lag ini menggunakan prosedur Johansen’s ciontegration test. Dalam penelitian ini untuk mengetahui panjang lag yang di gunakan adalah dari lag terkecil 1,2 dan seterusnya. 46 4. Uji Kointegrasi Jika series data variabel diketahui mempunyai unit root dan cointegrated pada tingkat 1, maka perlu dilakukan uji kointegrasi, dengan kata lain uji kointegrasi dilakukan untuk mendeteksi stabilitas hubungan jangka panjang dua variabel atau lebih Ajay dan Mougoue1996. 5. Metode VAR dan ECM Pendekatan structural atas model persamaan simultan digunakan teori ekonomi untuk menggambarkan hubungan antara variabel-variabel yang diinginkan. Model tersebut selanjutnya dilakukan estimasi untuk menguji empiris relevansi terhadap teori. Namun demikian, teori ekonomi seringkali tidak mampu memberikan bentuk spesifiksi yang memadai untuk kepentingan hubungan yang dinamis antara variabel-varibel. Hal ini disebabkan karena complicated estimasi dan inference yang diakibatkan oleh factor yang muncul yang disebabkan oleh variabel-variabel endogenous baik sebelah kiri maupun sebelah kanan dari suatu persamaan . Adanya masalah tersebut mendorong alternatif lain yang sering disebut model nonstructural. Pendekatan ini mencari hubungan antara bermacam-macam variabel yang diinginkan. Model ini sering disebut VAR maupun ECM yang umumnya digunakan untuk peramalan dari hubungan data runtut waktu timeseries. Model VAR mengikuti sebagaimana dilakukan oleh Lee 1992, Mougoue dan Bond 1991, Ajay dan Mougoue1996, Hermanto 1998, maupun Ansari dan Gang1999. Missal, suatu variabel Y dan X dimasukkan kedalam model VAR yang 47 mempunyai konstanta dengan dua lag, maka persamaan VAR dapat dinyatakan sebagai berikut : X t = a 1 y t-1 +a 2 x t-1 + b 1 y t-2 +b 2 x t-2 + c 1 + e 1,t Y t = a 2 y t-1 +a 2 x t-1 + b 2 y t-2 +b 2 x t-2 + c 2 + e 2,t di mana a, b, c, adalah parameter yang akan diestimasi. Sedangkan model ECM dinyatakan sebagai berikut: X t = xy t-1 - x t-1 + 1t Y t = y t-1 – x t-1 + 2t Dari perhitungan tersebut dapat dihitung masing-masing koefisien merupakan estimasi standar regresi. Dari analisis VAR dan ECM selanjutnya ditampilkan statistic regresi yang terdiri dar : determinan of the residual covariance, nilai log likelihood, akaike information criteria, maupun schuarz criteria. Dari estimasi VAR dan ECM tersebut selanjutnya disajikan dalam bentuk grafik yang terdiri dari : nilai actual, nilai fitted, maupun nlai residual yang berguna untuk melihat bagaimana keadaan data yang sebenarnya. Cara lain dapat dilakukan dengan membuat simulasi dinamis yang sering disebut dynamic simulation yang menyajikan data aktual dan data simulasi yang berguna untuk mengetahui track pergerakan data. Cara ini sangat bermanfaat untuk peramalan jangka pendek pindyck dan rubinfeld, 1998. Selain itu, dapat juga disajikan grafik aktual maupun ramalan, dan cara ini merupakan cara terbaik untuk peramalan yang akan datang. 6. Uji F Uji Simultan 48 Uji F dilakukan untuk melihat kemakmuran dari hasil regresi tersebut. Bila nilai F hitung lebih besar dari F tabel atau tingkat signifikannya lebih kecil dari 5 : 5 = 0,05 maka hal ini menunjukkan bahwa H ditolak dan H 1 diterima yang berarti variabel independen suku bunga, inflasi, dan nilai tukar secara simultan terhadap IHSG . 7. Uji T Uji Parsial Uji T digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel dependen secara parsial. Bila Z hitung lebih besar atau lebih kecil dari Z tabel ataunilain signifikan t : 5 = 0,05 maka H0 ditolak dan H 1 diterima berarti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial variabel independent terhadap variabel dependen. Pada penelitian ini berarti terdapat pengaruh signifikan secara parsial suku bunga, inflasi, dan nilai tukar terhadap IHSG . 8. Uji Koefisien determinasi R 2 Uji koefisien determinasi ditujukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependennya yang dilihat melalui adjusted R square karena variabel independen lebih dari dua.

E. Operasional Variabel

1. Index Harga Saham Gabungan IHSG

49 IHSG dapat memberikan manfaat berupa informasi kepada investor untuk menilai suatu saham guna menentukan saham-saham atau portofolio yang dapat memberikan return paling optima. Hal ini terkait dengan adanya nilai perkiraan suatu saham dan harga pasar saham yang dapat digunakan sebagai dasar pengembalian keputusan atas pembelian dan penjualan sahamnya. Dari informasi tersebut diharapkan perkiraan harga saham yang wajar dapat teridentifikasi sehingga investor tidak akan mengalami kerugian. Sumantoto 1988:215 mengatakan bahwa informasi harga saham yang wajar dapat mengurangi risiko kerugian. IHSG ditutup anjlok 74,703 poin 3,99 persen pada 1.795,430. Pencapaian ini merupakan posisi IHSG terendah sejak 23 Februari 2007 lalu. Waktu itu IHSG berada pada level 1.791.553.Aksi jual kembali mewarnai perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan Selasa 169 pagi dibuka langsung rontok 54,779 poin 3,19 persen menjadi 1.664,475. Analis Riset Panin Sekuritas Purwoko Sartono 2008 menyebutkan, pailitnya Lehman Brothers dan anjloknya harga komoditas crude oil, timah, nikel, CPO menimbulkan spekulasi bahwa krisis kredit dan perlambatan ekonomi global masih akan memburuk.

2. Tingkat Inflasi

Faktor - faktor yang mempengaruhi Inflasi 50 Menurut Samuelson dan Nordhaus 1998:587, ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya inflasi: a. DemandPull Inflation Timbul apabila permintaan agregat meningkat lebih cepat dibandingkan dengan potensi produktif perekonomian, menarik harga ke atas untuk menyeimbangkan penawaran dan pennintaan agregat. b. Cost Push Inflation or Supply Shock Inflation Inflasi yang diakibatkan oleh peningkatan biaya selama periode pengangguran tinggi dan penggunaan sumber daya yang kurang efektif. Sedangkan faktor- faktor yang menyebabkan timbulnya inflasi tidak hanya dipengaruhi oleh Demand Pull Inflation dan Cost Push Inflation tetapi juga dipengaruhi oleh : a Domestic Inflation Tingkat inflasi yang terjadi karena disebabkan oleh kenaikan harga barang secara umum di dalam negeri. b ImportedInflation Tingkat inflasi yang terjadi karena disebabkan oleh kenaikan harga-harga barang import secara umum.

3. Tingkat Suku Bunga

51 Tingkat suku bunga diukur dengan menggunakan suku bunga yang ditentukan oleh Bank Indonesia selaku penguasa moneter melalui Sertifikat Bank Indonesia SBI. Besar kecilnya suku bunga sangat tergantung dari kondisi makro yang berkembang di Indonesia. Peningkatan suku bunga diduga mempunyai korelasi dengan naiknya volume penjualan saham. Tingkat suku bunga riil pada umumnya lebih sering dibandingkan antar Negara guna mengukur pergerakan nilai tukar mata uang. Secara teoritis akan terjadi korelasi yang signifikan antara perbedaan tingkat suku bunga di dua Negara dengan nilai tukar mata uangnya terhadap mata uang Negara lain. Dalam hal ini tingkat suku bunga nominal bukan merupakan alat ukur yang akurat karena masih mengandung unsure inflasi di dalamnya. Berdasarkan pada prinsip International Fisher’s Effect, maka dapat di rumuskan bahwa : R = [ l + i : l + i 1 ] – 1 Dengan R adalah kurs, i adalah tingkat suku bunga domestic, dan i 1 adalah tingkat suku bunga yang terjadi di luar negeri negara kedua. Apabila kedua sisi persamaan tersebut menghasilkan nilai sama, maka mengindikasikan bahwa investasi antar kedua Negara akan menghasilkan return yang sama. 52

4. Nilai Tukar

Menurut Fama 1960, pentingnya informasi dalam mempengaruhi pergerakan nilai tukar mencerminkan bagaimana persepsi pasar terhadap perkembangan dan pengaruh berbagai variabel ekonomi tersebut. Jika semua informasi yang dipergunakan oleh otoritas bank sentral dimiliki pula oleh para pelaku pasar maka nilai tukar akan mencerminkan tingkat fundamentalnya, dengan kata lain nilai tukar mengikuti random walk. Tetapi jika tidak, deviasi nilai tukar dapat terjadi, dan nilai tukar dapat dipengaruhi oleh perbedaan informasi antara otoritas dengan pelaku pasar“news” sebagai unexpected information . Teori Rational expectation merupakan dasar dari efficient market hypothesis. Jika nilai tukar tidak mencerminkan seluruh informasi yang ada, maka terdapat “unexploited profit opportunities” yang menarik investor menyimpan untuk mendapatkan profit sampai harga mencapai keseimbangan . Di Indonesia , ada tiga sistem yang digunakan dalam kebijakan nilai tukar rupiah sejak tahun 1971 hingga sekarang. Antara tahun 1971 hingga 1978 dianut sistem tukar tetap fixed exchange rate dimana nilai rupiah secara langsung dikaitkan dengan dollar Amerika Serikat USD. Sejak 15 November 1978 sistem nilai tukar diubah menjadi mengambang terkendali managed floating exchange rate dimana nilai rupiah tidak lagi semata-mata dikaitkan dengan USD, namun terhadap sekeranjang valuta partner dagang utama. Maksud dari sistem nilai tukar tersebut adalah bahwa meskipun diarahkan ke sistem nilai tukar mengambang namun tetap menitikberatkan 53 unsur pengendalian. Kemudian terjadi perubahan mendasar dalam kebijakan mengambang terkendali terjadi pada tanggal 14 Agustus 1997, dimana jika sebelumnya Bank Indonesia menggunakan band sebagai guidance atas pergerakan nilai tukar maka sejak saat itu tidak ada lagi band sebagai acuan nilai tukar. Namun demikian cukup sulit menjawab apakah nilai tukar rupiah sepenuhnya dilepas ke pasar free floating atau masih akan dilakukan intervensi oleh Bank Indonesia. Dengan mengamati segala dampak dari sistem free floating serta dikaitkan dengan kondisistruktur perekonomian Indonesia selama ini nampaknya purely free floating sulit untuk dilakukan. Kemungkinannya adalah Bank Indonesia akan tetap mempertahankan managed floating dengan melakukan intervensi secara berkala, selektif , dan pada timing yang tepat. 54

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Sejarah Pasar Modal di Indonesia

Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC. Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya. Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah. 55

2. Bursa Efek Indonesia BEI

Penggabungan Bursa Efek Jakarta BEJ dengan Bursa Efek Surabaya BES menjadi Bursa Efek Indonesia BEI sejak 30 November 2007. Selanjutnya BEI mulai aktif 1 Desember 2007. di mana Bursa Efek Surabaya melebur ke dalam Bursa Efek Jakarta. Sebelum penggabungan ini, telah dilakukan RUPS Rapat Umum Penegang Saham pada tanggal 30 Oktober 2007 untuk pembahasan rencana merger tersebut. Pada saat itu, proses merger kedua bursa tersebut masih menunggu persetujuan dari Dephukham. Sebab badan hukum dan nama keduanya berubah menjadi Bursa Efek Indonesia. Setelah menjalani beberapa proses, maka sekarang namanya telah menjadi Bursa Efek Indonesia. Mengenai direksi Bursa Efek Indonesia, posisi-posisi masih ditempati oleh direksi-direksi kedua bursa. Direksi tersebut akan melanjutkan tugas sampai RUPS 2009 dilakukan.

3. Indeks Harga Saham di Indonesia

Indeks harga saham merupakan indikator perdagangan saham yang dibuat berdasarkan rumusan tertentu untuk mencerminkan tingkat aktivitas dan fluktuasi sebuah bursa efek. Setiap bursa efek mempunyai indikator tersendiri. Bursa Efek Indonesia BEI saat ini memiliki beberapa indeks, yaitu Indeks Harga Saham Gabungan IHSG, Indeks- LQ45, Indeks Sektoral, dan JII Jakarta Islamic Index. Didalam penelitian ini hanya menggunakan objek penelitian sebagai berikut : 56

a. Indeks Harga Saham Gabungan IHSG

IHSG menurut PT. Bursa Efek Jakarta BEJ pada peraturan No. 11 adalah angka yang menunjukkan perkembangan harga seluruh saham yang tercatat di bursa pada saat tertentu. Sanuriah dalam jurnal “Selayang Pandang IHSG, Media Akuntansi mengatakan bahwa IHSG menggambarkan suatu rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga saham gabungan sampai pada tanggal tertentu, biasanya pengaruh saham tersebut disajikan setiap hari berdasarkan harga penutupan saham pada hari tersebut. Indeks ini disajikan untuk periode tertentu IHSG tersebut mencerminkan suatu nilai yang berfungsi sebagai pengukuran kinerja suatu saham gabungan di bursa efek. Faktor internal yang mempengaruhi IHSG adalah kondisi dalam negeri seperti stabilitas politik ekonomi dan keamanan. Khusus dibidang ekonomi factor yang berpengaruh adalah tingkat inflasi, suku bunga dan lain-lain. Sedangkan factor eksternal berupa pengaruh dari luar negeri misalkan kondisi perekonomian global yang meliputi tingkat kurs, suplai uang dan harga saham dunia dan sebagainya. Semua ini mempengaruhi perilaku investor di bursa. Sumantoto 1988:214 mengatakan bahwa IHSG dipengaruhi oleh tingkat kurs, suku bunga dan tingkat inflasi. 57 Tabel 4.1 Data return pasar IHSG Thn.2006-2008 BulanThn Open Close Return Jan-06 1162,64 1232,32 0,059932567 Feb-06 1232,32 1230,66 -0,001347053 Mar-06 1230,66 1322,97 0,075008532 Apr-06 1322,97 1464,41 0,106910965 Mei-06 1464,41 1330 -0,091784405 Jun-06 1330,00 1310,26 -0,014842105 Jul-06 1310,26 1351,65 0,03158915 Agust-06 1351,65 1431,26 0,058898383 Sep-06 1431,26 1534,61 0,072209102 Okt-06 1534,61 1582,63 0,031291338 Nop-06 1582,63 1718,96 0,086141423 Des-06 1718,96 1805,52 0,050356029 Jan-07 1805,52 1757,26 -0,026729142 Feb-07 1757,26 1740,97 -0,009270114 Mar-07 1740,97 1830,92 0,0516666 Apr-07 1830,92 1999,17 0,091893693 Mei-07 1999,17 2084,32 0,042592676 Jun-07 2084,32 2139,28 0,026368312 Jul-07 2139,28 2348,67 0,097878726 Agust-07 2348,67 2194,34 -0,065709529 Sep-07 2194,34 2359,21 0,075134209 Okt-07 2359,21 2643,49 0,120497963 Nop-07 2643,49 2688,33 0,016962425 Des-07 2688,33 2745,83 0,021388743 Jan-08 2745,83 2627,25 -0,043185485 Feb-08 2627,25 2721,94 0,036041488 Mar-08 2721,94 2447,3 -0,100898624 Apr-08 2447,30 2304,52 -0,058341846 Mei-08 2304,52 2444,35 0,06067641 Jun-08 2444,35 2349,1 -0,038967415 Jul-08 2349,10 2304,51 -0,018981738 Agust-08 2304,51 2165,94 -0,060129919 Sep-08 2165,94 1832,51 -0,153942399 Okt-08 1832,51 1256,7 -0,314219295 Nop-08 1256,70 1241,54 -0,01206334 Des-08 1241,54 1355,41 0,091716739 58 Tabel 4.2 Data Suku Bunga, Inflasi, dan Nilai Tukar Thn.2006-2008 BULANTAHUN INFLASI X 1 SUKU BUNGA X 2 NILAI TUKAR X 3 Januari 2006 0.17 0.127 9895.00 Februari 2006 0.179 0.127 9730.00 Maret 2006 0.157 0.127 9575.00 April 2006 0.154 0.127 9275.00 Mei 2006 0.156 0.125 9720.00 Juni 2006 0.155 0.125 9800.00 Juli 2006 0.151 0.125 9570.00 Agustus 2006 0.149 0.117 9600.00 September 2006 0.145 0.112 9735.00 Oktober 2006 0.069 0.107 9610.00 November 2006 0.052 0.102 9665.00 Desember 2006 0.066 0.097 9520.00 Januari 2007 0.062 0.095 9590.00 Februari 2007 0.063 0.092 9660.00 Maret 2007 0.065 0.090 9618.00 April 2007 0.062 0.090 9583.00 Mei 2007 0.061 0.087 9328.00 Juni 2007 0.057 0.085 9519.00 Juli 2007 0.060 0.082 9686.00 Agustus 2007 0.065 0.082 9910.00 September 2007 0.069 0.082 9637.00 Oktober 2007 0.068 0.082 9603.00 November 2007 0.061 0.082 9876.00 Desember 2007 0.069 0.080 9919.00 Januari 2008 0.073 0.080 9791.00 Februari 2008 0.074 0.079 9551.00 Maret 2008 0.081 0.079 9717.00 April 2008 0.089 0.079 9734.00 Mei 2008 0.103 0.083 9818.00 Juni 2008 0.110 0.087 9725.00 Juli 2008 0.119 0.092 9618.00 Agustus 2008 0.118 0.092 9653.00 September 2008 0.121 0.097 9878.00 Oktober 2008 0.117 0.109 11495.00 November 2008 0.116 0.112 12651.00 Desember 2008 0.110 0.108 11450.00 59

B. Hasil dan Pembahasan

1. Deskriptif Permasalahan

Pada skripsi ini, data permasalahan terdiri dari variabel independen dan variabel dependen. Adapun variabel dependen Y adalah IHSG sedangkan variabel independennya X adalah tingkat inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar rupiah di Indonesia. Periode yang diambil dalam penelitian ini adalah bulan pertama tahun 2006 sampai dengan bulan terakhir tahun 2008. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan. Tabel 4.3 Suku Bunga, Tingkat Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, dan Return Pasar IHSG Return Pasar Tingkat Inflasi Tingkat Suku Bunga Nilai Tukar Rupiah 0.059932567 0.17 0.127 9895.00 -0.001347053 0.179 0.127 9730.00 0.075008532 0.157 0.127 9575.00 0.106910965 0.154 0.127 9275.00 -0.091784405 0.156 0.125 9720.00 -0.014842105 0.155 0.125 9800.00 0.03158915 0.151 0.125 9570.00 0.058898383 0.149 0.117 9600.00 0.072209102 0.145 0.112 9735.00 0.031291338 0.069 0.107 9610.00 0.086141423 0.052 0.102 9665.00 0.050356029 0.066 0.097 9520.00 -0.026729142 0.062 0.095 9590.00 -0.009270114 0.063 0.092 9660.00 0.0516666 0.065 0.090 9618.00 0.091893693 0.062 0.090 9583.00 0.042592676 0.061 0.087 9328.00 0.026368312 0.057 0.085 9519.00 0.097878726 0.060 0.082 9686.00 -0.065709529 0.065 0.082 9910.00 0.075134209 0.069 0.082 9637.00 0.120497963 0.068 0.082 9603.00 0.016962425 0.061 0.082 9876.00 60 0.021388743 0.069 0.080 9919.00 -0.043185485 0.073 0.080 9791.00 0.036041488 0.074 0.079 9551.00 -0.100898624 0.081 0.079 9717.00 -0.058341846 0.089 0.079 9734.00 0.06067641 0.103 0.083 9818.00 -0.038967415 0.110 0.087 9725.00 -0.018981738 0.119 0.092 9618.00 -0.060129919 0.118 0.092 9653.00 -0.153942399 0.121 0.097 9878.00 -0.314219295 0.117 0.109 11495.00 -0.01206334 0.116 0.112 12651.00 0.091716739 0.110 0.108 11450.00

2. Model Vector Autoregressive VAR

Berdasarkan tabel 4.3, dapat dicari pengaruh suku bunga, tingkat inflasi, dan nilai tukar rupiah terhadap return pasar IHSG. Pencarian bentuk model yang ingin digunakan adalah dengan menggunakan metode VAR dan ECM. Tahap pertama untuk membuat model VAR adalah melakukan terlebih dahulu uji stasioneritas dan uji Kausalitas Granger yang dapat melihat hubungan antar variabel suku bunga, tingkat inflasi, nilai tukar rupiah, dan return pasar IHSG yang dapat terlihat pada tabel dibawah ini.

a. Uji Stasioneritas