Latar Belakang Keluarga Biografi Pengarang

19 19

BAB II SKETSA BIOGRAFI HADRATUSSYAIKH HASYIM ASY`ARI

A. Biografi Pengarang

1. Latar Belakang Keluarga

Muhammad Hasyim adalah nama yang diberikan oleh kedua orang tuanya, dan yang akrab dipanggil Kiai Hasyim, beliau lahir dari kalangan keluarga elit Kiai Jawa pada tanggal 24 Dzul Qa`dah 1287 H 14 Februari 1871 M di desa Gedang, sekitar dua kilometer sebelah timur Jombang. 17 Ayahnya, Asy`ari adalah pendiri Pesantren Keras di Jombang, sementara kakeknya Kiai Usman, 18 Kiai terkenal dan pendiri Pesantren Gedang yang didirikan pada akhir abad ke-19. Selain itu, moyangnya Kiai Hasyim adalah Kiai Sihah, adalah pendiri Pesantren Tambak beras Jombang. Wajar saja apabila Kiai Hasyim menyerap lingkungan agama dari lingkungan Pesantren keluarganya dan mendapatkan ilmu pengetahuan agama Islam. Ayah Kiai Hasyim, yaitu Asy`ari sebelumnya merupakan santri terpandai di Pesantren Kiai Usman. Ilmu dan Akhlaknya sangat mengagumkan Sang Kiai, sehingga dinikahkan dengan anaknya Halimah Perkawinan jalin ikatan antara Kiai. Ibu Kiai Hasyim merupakan anak pertama dari tiga saudara laki-laki dan dua perempuan, yaitu Muhammad, Leler, dan Fadil serta Halimah dan Ny.Arif. 17 Latiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama, Yogyakarta: LKis 2000 h. 14. 18 Kyai Usman adalah seorang ulama terkenal dan berjasa memperkenalkan Tarekat Naqsyabandiyah di Jawa pada pertengahan abad ke-19. Lihat Martin Van Bruinessen, Tarekat naqsyabandiyah di Indonesia, Survey, Geografis, dan Sosiologis, Bandung: Mizan, 1992 h.168. 20 20 Halimah yang juga dipanggil Winih `Benih` merupakan anak pertama. Dari garis Ibu inilah, Kiai Hasyim merupakan keturunan Raja Majapahit terakhir. 19 Dari garis Ayahnya juga keturunan orang besar. Sang Ayah Kiai Asy`ari, adalah anak Abdul Wahib `Abdul Halim yang mempunyai gelar pangeran Bona Ibn Abdul Rahman yang dikenal dengan Jaka Tingkir, Sultan Hadiwijoyo Ibn Abdullah ibn Abdul Aziz` ibn Raden `Ainul Yaqin yang disebut dengan sunan Giri. 20 Kiai Hasyim berada dalam kandungan ibunya selama 14 bulan. Dalam pandangan masyarakat Jawa, kelahiran yang sangat panjang mengindikasikan kecemerlangan sang bayi di masa depan. Orang tuanya lebih yakin akan isyarat ini, karena sang ibu pun telah bermimpi bahwa bulan purnama jatuh dari langit dan menimpa tepat diatas perutnya. 21 Kedua orang tuanya menyaksikan bakat kepemimpinan yang dimiliki Kiai Hasyim yaitu, ketika bermain dengan anak-anak di lingkungannya, ia selalu menjadi penengah. Kapan pun ia melihat temannya melanggar aturan permainan, ia akan selalu menegurnya, Kiai Hasyim selalu membuat banyak temannya senang bermain dengannya, karena sifatnya yang suka menolong dan menjaga. 22 19 Raja Majapahit Terakhir ialah Bawijaya VI. Silsilah selengkapnya adalah Muhammad Hasyim bin Halimah binti Layyinah binti Sihah bin Abdul Jabar bin Ahmad bin Pangeran Sambo bin Pangeran Bawana bin Jaka Tingkit Mas Karebet bin Prabu Brawijaya VI Lembupeteng. Lihat pada Jajat Burhanuddin A. Baedowi, ed.., Transformasi Otoritas Keagamaan, Penyuting, Jajat Burhannuddin dan Ahmad Baedowi Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003h. 46. 20 Suwendi M. Ag. Konsep Kependidikan M. Hasyim Asy` ari, cet: Petama Jakarta: LeKDis Ciputat h. 14. 21 Solihin Salam, KH Hasjim Asj`ari, Ulama Besar Indonesia Jakarta: Jaya Murni 1963, h. 22. 22 H. Aboebakar Aceh, Sejarah Hidup K.H.A Wahid Hasyim Asy`ari dan Karangan Tersiar, Jakarta: Panitia Peringatan Almarhum KH A Wahid Hasyim, 1957,h.61-62. 21 21 Semasa kecilnya Kiai Hasyim boleh dikatakan jarang mendapatkan pendidikan dari orang tuanya. Hal ini disebabkan karena Kiai Hasyim diasuh oleh kakeknya di Pondok Pesantren Gedang. Setelah bapaknya menamatkan pendidikanya di Pondok Pesantren Gedang dan mendapatkan barokah dari gurunya yaitu Kiai Usman. Maka bersama keluarganya pindah dan mendirikan Pondok Pesantren di Desa Keras, yang terletak di sebelah Selatan Kota Jombang, bersama dengan peristiwa ini Kiai Hasyim juga dibawa oleh orang tuanya ke Desa Keras, ketika ia di desa ini Kiai Hasyim baru diasuh oleh kedua orang tuanya. 23 Suasana agamis Pesantren Keras yang juga mengamalkan ajaran Tarekat Naqsyabandîyah ini melekat erat dalam relung-relung sanubari remaja Hasyim. 24 Setelah dididik oleh orang tuanya, ia pergi untuk menuntut ilmu ke berbagai Pondok Pesantren, terutama di Jawa, yang meliputi Shona, Siwalan Buduran Langitan Tuban, Demank Bangkalan, dan Sidoarjo. Setelah lama menimba ilmu di Pondok Pesantren Sidoarjo ternyata Kiai Hasyim merasa terkesan untuk terus melanjutkan studinya. Ia berguru kepada Kiai Ya`kub yang merupakan Kiai di Pesantren tersebut. Kiai Ya`kub lambat laun merasakan kebaikan dan ketulusan Kiai Hasyim dalam perilaku kesehariannya, sehingga kemudian ia menjodohkannya dengan putrinya, Khadijah. Tepatnya pada usia 21 tahun, saat itu tahun 1892. 25 Pasca pernikahanya dengan putri Kiai Ya`kub, Kiai Hasyim berangkat ke Mekah bersama istri dan mertuanya untuk bermukim di sana. Ketika telah menetap di Mekah kurang lebih tujuh bulan, Istri Kiai Hasyim melahirkan seorang putra yang kemudian diberi nama Abdullah. Akan tetapi, beberapa hari kemudian 23 Solihin Salam, KH Hasjim Asj`ari, Ulama Besar Indonesia, h. 19. 24 Jajat Burhanuddin A. Baedowi, ed.., Transformasi Otoritas Keagamaan, h. 47. 25 Suwendi M. Ag. Konsep Kependidikan M. Hasyim Asy` ari,h. 16. 22 22 istri yang dicintainya itu meninggal dunia. Bahkan, selang kurang empat puluh hari dari wafat istrinya, putra tercintanya Abdullah, yang merupakan dambaan hidup sebagai pelanjut kehidupanya juga meninggal dunia. Akhirnya pada tahun berikutnya, Kiai Hasyim kembali ke Indonesia bersama mertuanya. 26 Terkisah dalam riwayat hidupnya, bahwa Kiai Hasyim pernah berkali-kali menikah, tak diketahui pasti berapakali beliau menikah meski tak menyebutkan secara rinci nama para istri beliau, ada yang mengatakan beliau menikan lebih dari tujuh kali 27 dari seluruh wanita yang pernah beliau nikahi diantaranya dengan Khadijah putri Kiai Ya`qub Siwalan Panji, Nafisah putri Kiai Ramlan Kediri, Nyai Priangan di Mekah, Masrurah saudara Kiai Ilyas Kapurejo Kediri, Nafiqah Putri Kiai Ilyas Sewulan Madiun 28 . Perkawinannya dengan Nyai Nafiqah putri wedana dari Madiun, Muhammad Hasyim memperoleh sepuluh anak, yaitu: 1. Hannah, lahir dan meninggal tahun 1905. 2. Chairiyah, lahir tahun 1908, kemudian menikah dengan Kiai Maksum Ali. 3. Aisyah, menikah dengan Kiai Ahmad Baidlawi. 4. Ummu Abdul Haq, menikah dengan Kiai Idris dari Ciebon. 5. Abdul Wahid Hayim Ayah Gus Dur, lahir 1 juni 1914, meninggal 15 April 1953. Dia kemudian menjadi tangan kanan Ayahnya, salah seorang perumus piagam Jakarta dan mantan Menteri Agama RI. 26 Suwendi M. Ag. Konsep Kependidikan M. Hasyim Asy` ari,h. 16-17. 27 Tujuh kali yang dimaksud bukan dalam arti mengumpulkan tujuh istri dalam satu waktu. Beberapa istri Kiai Hasyim meninggal dunia sebelum akhirnya Kiai Hasyim menikah lagi. 28 M. Ishom Hardzik, KH. M. Hasyim Asy`ari, Pigur Ulama Pejuang Sejati, Jombang: Pustaka Warisan Islam 2007 cet: 2. h. 15 23 23 6. Abdul Hafiz, lebih dikenal dengan Kiai A. Khalik, lahir tahun 1917, mantan anggota Konstituante, dan menjadi pemimpin Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. 7. Abdul Karim Hasyim, lahir tahun 1919, mantan Dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya. 8. Ubaidillah, lahir dan meninggal tahun 1925. 9. Masrurah, lahir tahun 1926. 10. Yusuf Hayim, Lahir tahun 1929, mantan anggota DPR-GR dan PBNU Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan sekarang pimpinan Pesantren Tebuireng Jombang. Dalam perkawinannya dengan Nyai Masrurah, Kiai Hasyim mempunyai empat anak, yaitu Abdul Qadir, Fatimah, Khadijah, dan Ya`qub. Konon, Nyai Nafisah istri yang kelima Hayim Asy`ari berasal dari keturunan Kiai Ageng Tarub yang berdarah biru dengan Kiai Ageng Pamanahan yang menjadi mubaligh Islam di Mataram Yogyakarta, ia adalah keturunan penembahan Senopati Mataram. Dapat disimpulkan bahwa pernikahan Kiai Hasyim mempunyai latar belakang dakwah tersendiri dan dilakukan atas dasar Ukhuwah Islamiyah yang bersifat Kultural. 29 Bukan didasari kebutuhan biologis saja melainkan untuk mengembangkan keturunan. Kiai Hasyim disamping sebagai pemimpin Pesantren, juga banyak berkiprah ditengah masyarakat. Semisal mengobati penyakit orang tanpa pandang bulu baik orang pribumi maupun keturunan Belanda, sehingga ia dikenal sangat luas di kalangan masyarakat. Beliau tidak saja sebagai guru yang baik, tetapi juga 29 T.H. Thalhas, Alam Pikiran KH. Ahmad Dahlan KH. M. Hasyim Asy`ari: Asal-usul Dua Kutub Gerakan Islam di Indonesia, Jakarta: Galura Pase, 2002 ,h 99-100. 24 24 mengobati, menasehati masyarakat. Pada tahun 1946, pemimpin Tentara Nasional Indonesia, Jendral Soedirman, betempur melawan Belanda, dia mengunjungi Pesantren Tebuireng untuk meminta nasehat dan Fatwa beliau. Fatwa ini ditujukan untuk mencari dukungan kepada eksistensi Republik Indonesia. 30 Kiai Hasyim menjadi orang besar dan diakui pemerintahan menjadi Pahlawan perintis kemerdekaan Nasional. 31 Kiai Hasyim meninggal pada tanggal 25 Juli 1947 M pukul 03.45 dini hari bertepatan dengan tangga l7 Ramadhan 1366 H dalam usia 79 tahun karena tekanan darah tinggi. Hal ini terjadi karena ia terkejut mendengar berita dari Jendral Soedirman dan Bung Tomo bahwa pasukan Belanda, dibawah Jendral Spoor, telah kembali ke Indonesia dan menang dalam pertempuran di Singosari Malang dengan meminta korban banyak dari rakyat biasa. Akibat dari peristiwa tersebut, sehingga terkena serangan struk yang menyebabkan meninggal dunia. 32

2. Latar Belakang Pendidikan