27
27 dengan syarh dan hasyiyah-nya. Untuk itulah, disiplin hadis menjadi suatu yang
sangat penting untuk dipelajari.
38
3. Lingkungan Pesantren
Sekembalinya dari Mekah pada tahun 1898 M, Kiai Hasyim segera mengabdikan ilmunya untuk kepentingan umat. Mula-mula ia membantu
mengajar beberapa bulan di Pesantren Ayahnya, Pesantren Keras, dan Pesantren Kakeknya, Pesantren Gedang
. Namun ia merasa tidak leluasa untuk
mengembangkan ilmu yang didapatnya selama belajar di Mekah, dan tidak lama kemudian Kiai Hasyim berusaha mendirikan Pesantren sendiri, maka pada 26
Rabiul Awal bertepatan dengan 1898 M, ia mulai merintis pendirian Pesantren yang diberi nama Tebuireng di jombang, sekitar 2 kilometer dari Pesantren
ayahnya.
39
Tebuireng menurut cerita rakyat berasal dari Kebo Ireng, yaitu ketika seekor kerbau bule terperosok ke dalam payah yang penuh lintah. Saat kerbau
ditarik keluar oleh penduduk warnanya berubah menjadi hitam, karena seluruh tubunya dipenuhi oleh lintah dan pemiliknya kemudian berteriak dengan
menyebut kebo item. Dan menurut versi lain dimanakan Tebuireng karena daerah tersebut tempat tinggal orang-orang dari kalangan hitam, yang berperilaku tidak
baik seperti; perampok, penjudi, peminum dan penzina. Namun karena daerah
38
Suwendi M. Ag. Konsep Kependidikan M. Hasyim Asy` ari… h. 23.
39
Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza, Seratus Tokoh Yang Paling Berpengaruh di Indonesia, Jakarta: PT. Intimedia Cipta Nasantara, 2003, h. 6
28
28 tersebut juga banyak terdapat tanaman tebu berwarna hitam maka berubah
menjadi nama Tebuireng.
40
Kondisi daerah Jombang yang demikian buruknya menjadi tantangan dan sekaligus dorongan bagi Kiai Hasyim untuk membina masyarakat melalui
pendidikan Pesantren. Untuk memulai Pesantren baru sebagai bekal, ia membawa delapan santri dari Pesantren Ayahnya. Santri-santri ini di samping mengaji pada
Kiai Hasyim juga membantu pembangunan Pesantren baru ini. Berkat ketenaran dan kedalaman ilmu Kiai Hasyim, jumlah santri meningkat menjadi dua puluh
delapan orang dalam tiga bulan.
41
Biaya pembangunan Pesantren sebagian besar ditanggung Kiai Hasyim sendiri. Tanah Pesantren dibeli dari seorang dalang di
Desa itu, dan bangunan Pesantren terbuat dari bambu. Bangunan ini sebesar sepuluh meter persegi terbagi menjadi dua: satu ruangan untuk Kiai sekeluarga
sedangkan ruangan lain untuk keperluan para santri. Ruangan khusus para santri ini dipakai untuk tempat tinggal, belajar dan shalat para santri. Untuk membiayai
lembaga yang tumbuh berlahan-lahan ini, Kiai Hasyim berdagang dan bercocok tanam kecil-kecilan, saking cinta pada Pesantren ia mewakafkan dua hektar tanah
dan Sembilan hektar persawahan pada tahun 1947, sebelum ia meninggal dunia.
42
Pada perkembangan selanjutnya, Pesantren Tebuireng dalam sistem pengajarannya menggunakan metode Sorogan dan Weton, sebagaimana yang
dilakukan Pesantren tradisional lainya. Metode ini biasanya diberikan pada pelajaran tingkat rendah, yaitu santri menghadap kepada guru seorang demi
seorang dengan menyodorkan Sorong kitabnya masing-masing. Pada tingkat
40
Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza, Seratus Tokoh Yang Paling Berpengaruh,h. 20.
41
Jajat Burhanuddin A. Baedowi, ed..,Traansformsi Otoritas Keagamaan,h 50.
42
Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama, h. 29-30.
29
29 lanjut pelajaran biasanya diberikan langsung oleh Kiai. Kiai Hasyim sendiri
dengan metode kuliah Weton, sesekali santri yang membaca kitab, bila salah Kiai Hasyim membetulkannya. Kenaikan tingkat ditandai dengan bergantinya
kitab yang dipelajarinya. Akan tetapi, Kiai Hasyim menyadari tuntutan zaman bahwa perkembangan Pesantren harus ditambah, seperti apa yang dialami ketika
belajar di Mekah yakni; menambah pondok Pesantren dengan sistem madrasah atau sistem klasikal. Maka pada tahun 1919 M didalam lingkungan Pondok
Pesantren Tebuireng muncullah sebuah madrasah dengan sistem klasikal, madrasah ini diberi nama Salafiyah Syafi`iyah.
43
Adapun kitab-kitab yang diajarkan di Pondok Pesantren Tebuireng ini, antara lain; dalam bidang bahasa dan teks bahasa arab dengan mempelajari
berbagai buku seperti: al-Jurumiyyah karya Ibn Ajurum, al-`Imriti karya Saraf b. Yahya al-Ansari al-Imriti, `Izzi Karya `Izz al-Din Ibrahim al-Zanjani, Maqsud
karya aninom yang kadang dianggap sebagai karya Abu Hanifah, Qawa`id al- I`rab Karya Ibn Hayim dan Alfiyah Karya Ibn Malik dan masih banyak lagi yang
dipelajari baik ilmu hadis maupun tafsir al-Qur`an, karena Kiai Hasyim ahli dalam bidang tersebut.
44
Pesantren Tebuireng mungkin dapat dipandang sebagai Pesantren untuk pengajaran tingkat tinggi. Banyak santri yang berdatangan untuk menimba ilmu di
Pesantren tersebut diantranya murid yang dikenal; KH. Wahab Hasbullah Pesantren Tambak Beras Jombang, KH. Ilyas Ruhiyat Pesantren Cipasung
Tasik Malaya, KH. Wahid Hasyim anaknya sendiri, Kiai As`ad Syamsul Arifin
43
Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza, Seratus Tokoh Yang Paling Berpengaruh, h. 7- 8.
44
Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama,h 33 lihat pula, Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,. Jakarta: PT. Hadakarya Agung, 1996,h. 238-239.
30
30 Pendiri Pesantren Sukorejo Situbondo, Kiai Abbas Pendiri Pesantren Buntet
Corebon, Kiai Bisri Syansuri pendiri Pesatren Libroyo Kediri,
45
dan masih banyak lagi alumni Tebuireng, sehingga Pesantren Tebuireng merupakan kiblat
dari Peantren-Pesantren di Jawa maupun di seluruh pelosok tanah air ini, dan Kiai Hasyim banyak dikenal dengan sebutan Bapak Kaum Santri.
4. Karya-karya KH. Hasyim