24
24 mengobati, menasehati masyarakat. Pada tahun 1946, pemimpin Tentara Nasional
Indonesia, Jendral Soedirman, betempur melawan Belanda, dia mengunjungi Pesantren Tebuireng untuk meminta nasehat dan Fatwa beliau. Fatwa ini
ditujukan untuk mencari dukungan kepada eksistensi Republik Indonesia.
30
Kiai Hasyim menjadi orang besar dan diakui pemerintahan menjadi Pahlawan perintis
kemerdekaan Nasional.
31
Kiai Hasyim meninggal pada tanggal 25 Juli 1947 M pukul 03.45 dini hari bertepatan dengan tangga l7 Ramadhan 1366 H dalam usia 79 tahun karena
tekanan darah tinggi. Hal ini terjadi karena ia terkejut mendengar berita dari Jendral Soedirman dan Bung Tomo bahwa pasukan Belanda, dibawah Jendral
Spoor, telah kembali ke Indonesia dan menang dalam pertempuran di Singosari Malang dengan meminta korban banyak dari rakyat biasa. Akibat dari peristiwa
tersebut, sehingga terkena serangan struk yang menyebabkan meninggal dunia.
32
2. Latar Belakang Pendidikan
Mula-mula Muhammad Kiai Hasyim belajar pada kakeknya sendiri di Gedang. Setelah dikhitan, ia dibawa Ayahnya ke Pondok Keras, suatu Pondok di
Desa Keras yang terletak kira-kira 1 ½ km sebelah Barat Pondok Tebuireng sekarang. Pondok ini didirikan Ayahnya sendiri Kiai Asy`ari. Di Desa Keras
inilah Kiai Hasyim untuk pertama kalinya mendapat didikan langsung dari Ayahnya mengenai beberapa mata pelajaran ilmu agama seperti pelajaran dasar,
Tauhid, Fiqih, Hadis. Pada usia tiga belas tahun, Hasyim mempunyai kecerdasan
30
Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama, h. 20-21 .
31
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 294 tahun 1964 tinggal 17 November 1964.
32
Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama,h. 21.
25
25 dan ketajaman otak yang luar biasa. Beberapa kitab dalam waktu yang singkat
sudah dikuasai, sehingga ia dapat mengajarkan kepada orang lain.
33
Sejak usia 15 tahun, ia menuntut ilmu ke berbagai Pesantren di Jawa, ia tinggal beberapa waktu di suatu Pesantren dan kemudian pergi ke Pesantren lain.
Pesantren yang dikunjunginya antara lain adalah Pesantren Wonokoyo Probolinggo, Pesantren Langitan Tuban, Pesantren Trenggilis dan
Kademangan keduanya di bangkalan Madura dan Pesantren Siwalan Panji Sidoarjo. Setiap Pesantren tersebut memiliki spesialisasi ilmu yang diajarkan.
Kiai Hasyim selama tiga tahun belajar tata bahasa dan sastra arab, fiqh dan tasawuf pada Kiai Khalil dari Bangkalan, dan belajar fiqh selama dua tahun pada
Kiai Ya`qub dari Siduarjo.
34
Pada perkembangan selanjutnya, Kiai Hasyim telah mahir dalam bidang; Tauhid, Fiqh, Bahasa Arab, Tafsir, dan Hadis. Tidak lama setelah pernikahannya
ia bersama istrinya berangkat haji kemudian menetap disana kurang lebih selama tujuh bulan. Pada tahun 1893 ia pulang ke kampung halamannya bersama Kiai
Ya`qub mertuanya. Akan tetapi, ia tidak terkesan tinggal di kampung halamannya. Maka, pada tahun itu juga ia berangkat ke Mekah bersama adiknya, Muhammad
Anis, walaupun adiknya juga meninggal disana tetapi ia juga ditemani saudara iparnya Kiai Alwi, yang kemudian menjadi teman yang paling setia dalam
mendirikan Pesantren Tebuireng.
35
Kiai Hasyim belajar pada ulama-ulama terkenal di Mekah dalam berbagai macam cabang ilmu agama islam. Di bawah bimbingan Syaikh Mahfudz dari
33
T.H. Thalhas, Alam Pikiran KH. Ahmad Dahlan KH. M. Hasyim Asy`ari, h. 101.
34
Jajat Burhanuddin A. Baedowi, ed.., Traansformsi Otoritas Keagamaan,h 48.
35
Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama, h. 24-25.
26
26 Termas w.1920, ia belajar Hadis Sahih Bukhâri. Dengan tekun, Kiai Hasyim
menyimak pelajaran yang diberikan gurunya. Akhirnya, ia lulus dan mendapatkan ijazah dari gurunya tersebut. Dengan demikian, Kiai Hasyim menjadi pewaris
terakhir urut-urutan penerima hadis Isnad dari 23 geneasi ulama ahli hadis sebelumnya. Selain ilmu hadis, Kiai Hasyim juga belajar tarikat Qadariah wa
Naqsyabandîyah pada syaikh Mahfudz. Ilmu tarikat ini merupakan peninggalan dari Syaikh Nawawi Banten dan Syaikh Ahmad Khatib Sambas.
36
Selain berguru pada Ulama-ulama yang dari Tanah air, Kiai Hasyim juga berguru pada sejumlah tokoh di Mekah yakni Syaikh al-`Allamah Abdul Hamid
al-Darustani dan Syaikh Muhammaf Syuaib al-Maghribi. Selain itu, Ia berguru kepada Syaikh Ahmad aminal-Athar, Sayyid Sultan ibn Hasyim, Sayyid Ahmad
ibn Hasan al-Attar, Syaikh Sayid Yamay, Sayyid Alwi ibn Ahmad al-Saqqaf, Sayyid Abas Maliki, Sayid Abdullah al-Zawawy, Syaikh Shaleh Bafadhal, dan
Syekh Sultan Hasyim Dagastani.
37
Di antara ilmu-ilmu pengetahuan yang dipelajari oleh Kiai Hasyim selama di Mekah, adalah fiqh dengan konsentrasi mazhab Syafi`i, Ulum al-Hadits,
Tauhid, Tasir, Tasawuf dan Ilmu `alat nahwu, saraf, mantiq, balaghah, dan lain- lain. Dari beberapa disiplin ilmu itu, yang menarik perhatian Kiai Hasyim adalah
disiplin hadis, terutama mengenai kumpulan hadis Imam Muslim. Hal ini didasarkan atas asumsi Kiai Hasyim yang menyatakan bahwa untuk mendalami
ilmu hukum Islam, disamping harus mempelajari al-Qur`an dan tafsirnya secara mendalam, juga harus memiliki pengetahuan yang cukup baik mengenal hadis
36
Jajat Burhanuddin A. Baedowi, ed..,Traansformsi Otoritas Keagamaan,h 49.
37
Suwendi M. Ag. Konsep Kependidikan M. Hasyim Asy` ari,h. 22.
27
27 dengan syarh dan hasyiyah-nya. Untuk itulah, disiplin hadis menjadi suatu yang
sangat penting untuk dipelajari.
38
3. Lingkungan Pesantren